Koagulasi &
Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol dan sianida pada konsentrasi
rendah dapat dilakukan dengan mengoksidasinya dengan klor (Cl2), kalsium
permanganat, aerasi, ozon hidrogen peroksida.
Pada dasarnya kita dapat memperoleh efisiensi tinggi dengan pengolahan secara
kimia, akan tetapi biaya pengolahan menjadi mahal karena memerlukan bahan kimia.
Pengolahan secara biologi
Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai
pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang
paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai
metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya.
Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis,
yaitu:
1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor);
2. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor).
Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang
dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung
dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai
modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan
dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa
kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan
80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih
tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu
detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam). Proses kontak-stabilisasi dapat pula
menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki kontak
sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan
pendahuluan.
Kolam oksidasi dan lagoon, baik yang diaerasi maupun yang tidak, juga termasuk
dalam jenis reaktor pertumbuhan tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti Indonesia,
waktu detensi hidrolis selama 12-18 hari di dalam kolam oksidasi maupun dalam
lagoon yang tidak diaerasi, cukup untuk mencapai kualitas efluen yang dapat
memenuhi standar yang ditetapkan. Di dalam lagoon yang diaerasi cukup dengan
waktu detensi 3-5 hari saja.
Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas media
pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya. Berbagai
modifikasi telah banyak dikembangkan selama ini, antara lain:
1. trickling filter
2. cakram biologi
3. filter terendam
4. reaktor fludisasi
Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi penurunan BOD sekitar 80%90%.
Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara biologi,
proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis:
1.
Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen;
2.
Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen.
Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat
dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses
anaerob menjadi lebih ekonomis.
Pencemaran air
Pencemaran udara
Pencemaran tanah
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri
maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah), yang
kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan
karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri
dari bahan kimia organik dan anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu,
kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi
kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat
bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan
karakteristik limbah.
Karakteristik limbah:
1. Berukuran mikro
2. Dinamis
3. Berdampak luas (penyebarannya)
4. Berdampak jangka panjang (antar generasi)
Faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah:
1. Volume limbah
2. Kandungan bahan pencemar
3. Frekuensi pembuangan limbah
Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi 4 bagian:
1. Limbah cair
2. Limbah padat
3. Limbah gas dan partikel
4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
Untuk mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah. Pada
dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi:
1. pengolahan menurut tingkatan perlakuan
2. pengolahan menurut karakteristik limbah
kualitas air limbah tidak memenuhi baku mutu limbah. Sebagai contoh, mari kita lihat
Kota Jakarta. Jakarta merupakan sebuah ibukota yang amat padat sehingga letak
septic tank, cubluk (balong), dan pembuangan sampah berdekatan dengan sumber air
tanah. Terdapat sebuah penelitian yang mengemukakan bahwa 285 sampel dari 636
titik sampel sumber air tanah telah tercemar oleh bakteri coli. Secara kimiawi, 75%
dari sumber tersebut tidak memenuhi baku mutu air minum yang parameternya dinilai
dari unsur nitrat, nitrit, besi, dan mangan.
Trickling filter. Sebuah trickling filter bed yang menggunakan plastic media.
Bagaimana dengan air limbah industri? Dalam kegiatan industri, air limbah akan
mengandung zat-zat/kontaminan yang dihasilkan dari sisa bahan baku, sisa pelarut
atau bahan aditif, produk terbuang atau gagal, pencucian dan pembilasan peralatan,
blowdown beberapa peralatan seperti kettle boiler dan sistem air pendingin, serta
sanitary wastes. Agar dapat memenuhi baku mutu, industri harus menerapkan prinsip
pengendalin limbah secara cermat dan terpadu baik di dalam proses produksi (in-pipe
pollution prevention) dan setelah proses produksi (end-pipe pollution prevention).
Pengendalian dalam proses produksi bertujuan untuk meminimalkan volume limbah
yang ditimbulkan, juga konsentrasi dan toksisitas kontaminannya. Sedangkan
pengendalian setelah proses produksi dimaksudkan untuk menurunkan kadar bahan
peencemar sehingga pada akhirnya air tersebut memenuhi baku mutu yang sudah
ditetapkan.
Parameter
COD
BOD
Minyak nabati
Minyak mineral
Zat padat tersuspensi (TSS)
pH
Temperatur
Ammonia bebas (NH3)
Nitrat (NO3-N)
Senyawa aktif biru metilen
Sulfida (H2S)
Fenol
Sianida (CN)
Konsentrasi (mg/L)
100 - 300
50 - 150
5 - 10
10 - 50
200 - 400
6.0 - 9.0
38 - 40 [oC]
1.0 - 5.0
20 - 30
5.0 - 10
0.05 - 0.1
0.5 - 1.0
0.05 - 0.5
Namun walaupun begitu, masalah air limbah tidak sesederhana yang dibayangkan
karena pengolahan air limbah memerlukan biaya investasi yang besar dan biaya
operasi yang tidak sedikit. Untuk itu, pengolahan air limbah harus dilakukan dengan
cermat, dimulai dari perencanaan yang teliti, pelaksanaan pembangunan fasilitas
instalasi pengolahan air limbah (IPAL) atau unit pengolahan limbah (UPL) yang
benar, serta pengoperasian yang cermat.
Dalam pengolahan air limbah itu sendiri, terdapat beberapa parameter kualitas yang
digunakan. Parameter kualitas air limbah dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
parameter organik, karakteristik fisik, dan kontaminan spesifik. Parameter organik
merupakan ukuran jumlah zat organik yang terdapat dalam limbah. Parameter ini
terdiri dari total organic carbon (TOC), chemical oxygen demand (COD),
biochemical oxygen demand (BOD), minyak dan lemak (O&G), dan total petrolum
hydrocarbons (TPH). Karakteristik fisik dalam air limbah dapat dilihat dari parameter
total suspended solids (TSS), pH, temperatur, warna, bau, dan potensial reduksi.
Sedangkan kontaminan spesifik dalam air limbah dapat berupa senyawa organik atau
inorganik.
Teknologi Pengolahan Air Limbah
Tujuan utama pengolahan air limbah ialah untuk mengurai kandungan bahan
pencemar di dalam air terutama senyawa organik, padatan tersuspensi, mikroba
patogen, dan senyawa organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme yang
terdapat di alam. Pengolahan air limbah tersebut dapat dibagi menjadi 5 (lima) tahap:
1. Pengolahan Awal (Pretreatment)
Tahap pengolahan ini melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk
menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dalam aliran air limbah.
Beberapa proses pengolahan yang berlangsung pada tahap ini ialah screen and
grit removal, equalization and storage, serta oil separation.
2. Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment)
Pada dasarnya, pengolahan tahap pertama ini masih memiliki tujuan yang
sama dengan pengolahan awal. Letak perbedaannya ialah pada proses yang
berlangsung. Proses yang terjadi pada pengolahan tahap pertama ialah
neutralization, chemical addition and coagulation, flotation, sedimentation,
dan filtration.
3. Pengolahan Tahap Kedua (Secondary Treatment)
Pengolahan tahap kedua dirancang untuk menghilangkan zat-zat terlarut dari
air limbah yang tidak dapat dihilangkan dengan proses fisik biasa. Peralatan
pengolahan yang umum digunakan pada pengolahan tahap ini ialah activated
sludge, anaerobic lagoon, tricking filter, aerated lagoon, stabilization basin,
rotating biological contactor, serta anaerobic contactor and filter.
4. Pengolahan Tahap Ketiga (Tertiary Treatment)
Proses-proses yang terlibat dalam pengolahan air limbah tahap ketiga ialah
coagulation and sedimentation, filtration, carbon adsorption, ion exchange,
membrane separation, serta thickening gravity or flotation.
Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada
pemisahan awal dan banyak mengandung biomassa senyawa organik yang
stabil dan mudah menguap
Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi dan
flokulasi
Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan
dengn lumpur aktif sehingga banyak mengandung padatan organik berupa
lumpur dari hasil proses tersebut
Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi dengan
digested aerobic maupun anaerobic di mana padatan/lumpur yang dihasilkan
cukup stabil dan banyak mengandung padatan organik.
jenis dan karakteristik limbah padat yang harus diketahui secara pasti agar
teknologi pengolahan dapat ditentukan dengan tepat; selain itu, antisipasi
terhadap jenis limbah di masa mendatang juga perlu dipertimbangkan
Teknologi Pengolahan
Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling
populer di antaranya ialah chemical conditioning, solidification/Stabilization, dan
incineration.
1. Chemical Conditioning
Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning.
TUjuan utama dari chemical conditioning ialah:
o
Concentration thickening
Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan
diolah dengan cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang
umumnya digunakan pada tahapan ini ialah gravity thickener dan solid
bowl centrifuge. Tahapan ini pada dasarnya merupakan tahapan awal
sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada tahapan de-watering
selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity thickener dan
centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah menggunakan proses
flotation pada tahapan awal ini.
Disposal
Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses
yang terjadi sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolysis, wet air
oxidation, dan composting. Tempat pembuangan akhir limbah B3
umumnya ialah sanitary landfill, crop land, atau injection well.
2. Solidification/Stabilization
Di samping chemical conditiong, teknologi solidification/stabilization juga
dapat diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat
didefinisikan sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan
(aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah
serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi
didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan
penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering
dianggap mempunyai arti yang sama. Proses solidifikasi/stabilisasi
berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu:
o
Precipitation
menahan agar zat tidak bergerak dan mampu menahan kenaikan tekanan dari dalam
atau dari luar kemasan. Limbah yang bersifat self-reactive dan peroksida organik juga
memiliki persyaratan khusus dalam pengemasannya. Pembantalan kemasan limbah
jenis tersebut harus dibuat dari bahan yang tidak mudah terbakar dan tidak mengalami
penguraian (dekomposisi) saat berhubungan dengan limbah. Jumlah yang dikemas
pun terbatas sebesar maksimum 50 kg per kemasan sedangkan limbah yang memiliki
aktivitas rendah biasanya dapat dikemas hingga 400 kg per kemasan.
Limbah B3 yang diproduksi dari sebuah unit produksi dalam sebuah pabrik harus
disimpan dengan perlakuan khusus sebelum akhirnya diolah di unit pengolahan
limbah. Penyimpanan harus dilakukan dengan sistem blok dan tiap blok terdiri atas
22 kemasan. Limbah-limbah harus diletakkan dan harus dihindari adanya kontak
antara limbah yang tidak kompatibel. Bangunan penyimpan limbah harus dibuat
dengan lantai kedap air, tidak bergelombang, dan melandai ke arah bak penampung
dengan kemiringan maksimal 1%. Bangunan juga harus memiliki ventilasi yang baik,
terlindung dari masuknya air hujan, dibuat tanpa plafon, dan dilengkapi dengan sistem
penangkal petir. Limbah yang bersifat reaktif atau korosif memerlukan bangunan
penyimpan yang memiliki konstruksi dinding yang mudah dilepas untuk memudahkan
keadaan darurat dan dibuat dari bahan konstruksi yang tahan api dan korosi.
Mengenai pengangkutan limbah B3, Pemerintah Indonesia belum memiliki peraturan
pengangkutan limbah B3 hingga tahun 2002. Namun, kita dapat merujuk peraturan
pengangkutan yang diterapkan di Amerika Serikat. Peraturan tersebut terkait dengan
hal pemberian label, analisa karakter limbah, pengemasan khusus, dan sebagainya.
Persyaratan yang harus dipenuhi kemasan di antaranya ialah apabila terjadi
kecelakaan dalam kondisi pengangkutan yang normal, tidak terjadi kebocoran limbah
ke lingkungan dalam jumlah yang berarti. Selain itu, kemasan harus memiliki kualitas
yang cukup agar efektivitas kemasan tidak berkurang selama pengangkutan. Limbah
gas yang mudah terbagak harus dilengkapi dengan head shields pada kemasannya
sebagai pelindung dan tambahan pelindung panas untuk mencegah kenaikan suhu
yang cepat. Di Amerika juga diperlakukan rute pengangkutan khusus selain juga
adanya kewajiban kelengkapan Material Safety Data Sheets (MSDS) yang ada di
setiap truk dan di dinas pemadam kebarakan.
Secured Landfill. Faktor hidrogeologi, geologi lingkungan, topografi, dan faktorfaktor lainnya harus diperhatikan agar secured landfill tidak merusak lingkungan.
Pemantauan pasca-operasi harus terus dilakukan untuk menjamin bahwa badan air
tidak terkontaminasi oleh limbah B3.
Pembuangan Limbah B3 (Disposal)
Sebagian dari limbah B3 yang telah diolah atau tidak dapat diolah dengan teknologi
yang tersedia harus berakhir pada pembuangan (disposal). Tempat pembuangan akhir
yang banyak digunakan untuk limbah B3 ialah landfill (lahan urug) dan disposal well
(sumur pembuangan). Di Indonesia, peraturan secara rinci mengenai pembangunan
lahan urug telah diatur oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL)
melalui Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
Landfill untuk penimbunan limbah B3 diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu: (1)
secured landfill double liner, (2) secured landfill single liner, dan (3) landfill clay
liner dan masing-masing memiliki ketentuan khusus sesuai dengan limbah B3 yang
ditimbun.
Dimulai dari bawah, bagian dasar secured landfill terdiri atas tanah setempat, lapisan
dasar, sistem deteksi kebocoran, lapisan tanah penghalang, sistem pengumpulan dan
pemindahan lindi (leachate), dan lapisan pelindung. Untuk kasus tertentu, di atas
dan/atau di bawah sistem pengumpulan dan pemindahan lindi harus dilapisi
geomembran. Sedangkan bagian penutup terdiri dari tanah penutup, tanah tudung
penghalang, tudung geomembran, pelapis tudung drainase, dan pelapis tanah untuk
tumbuhan dan vegetasi penutup. Secured landfill harus dilapisi sistem pemantauan
kualitas air tanah dan air pemukiman di sekitar lokasi agar mengetahui apakah
secured landfill bocor atau tidak. Selain itu, lokasi secured landfill tidak boleh
dimanfaatkan agar tidak beresiko bagi manusia dan habitat di sekitarnya.
Deep Injection Well. Pembuangan limbah B3 melalui metode ini masih mejadi
kontroversi dan masih diperlukan pengkajian yang komprehensif terhadap efek yang
mungkin ditimbulkan. Data menunjukkan bahwa pembuatan sumur injeksi di Amerika
Serikat paling banyak dilakukan pada tahun 1965-1974 dan hampir tidak ada sumur
baru yang dibangun setelah tahun 1980.
Sumur injeksi atau sumur dalam (deep well injection) digunakan di Amerika Serikat
sebagai salah satu tempat pembuangan limbah B3 cair (liquid hazardous wastes).
Pembuangan limbah ke sumur dalam merupakan suatu usaha membuang limbah B3
ke dalam formasi geologi yang berada jauh di bawah permukaan bumi yang memiliki
kemampuan mengikat limbah, sama halnya formasi tersebut memiliki kemampuan
menyimpan cadangan minyak dan gas bumi. Hal yang penting untuk diperhatikan
dalam pemilihan tempat ialah strktur dan kestabilan geologi serta hidrogeologi
wilayah setempat.
Limbah B3 diinjeksikan se dalam suatu formasi berpori yang berada jauh di bawah
lapisan yang mengandung air tanah. Di antara lapisan tersebut harus terdapat lapisan
impermeable seperti shale atau tanah liat yang cukup tebal sehingga cairan limbah
tidak dapat bermigrasi. Kedalaman sumur ini sekitar 0,5 hingga 2 mil dari permukaan
tanah.
Tidak semua jenis limbah B3 dapat dibuang dalam sumur injeksi karena beberapa
jenis limbah dapat mengakibatkan gangguan dan kerusakan pada sumur dan formasi
penerima limbah. Hal tersebut dapat dihindari dengan tidak memasukkan limbah yang
dapat mengalami presipitasi, memiliki partikel padatan, dapat membentuk emulsi,
bersifat asam kuat atau basa kuat, bersifat aktif secara kimia, dan memiliki densitas
dan viskositas yang lebih rendah daripada cairan alami dalam formasi geologi.
Hingga saat ini di Indonesia belum ada ketentuan mengenai pembuangan limbah B3
ke sumur dalam (deep injection well). Ketentuan yang ada mengenai hal ini ditetapkan
oleh Amerika Serikat dan dalam ketentuan itu disebutkah bahwa:
1. Dalam kurun waktu 10.000 tahun, limbah B3 tidak boleh bermigrasi secara
vertikal keluar dari zona injeksi atau secara lateral ke titik temu dengan
sumber air tanah.
2. Sebelum limbah yang diinjeksikan bermigrasi dalam arah seperti disebutkan di
atas, limbah telah mengalami perubahan higga tidak lagi bersifat berbahaya
dan beracun.
Trickling filter. Sebuah trickling filter bed yang menggunakan plastic media.
Bagaimana dengan air limbah industri? Dalam kegiatan industri, air limbah akan
mengandung zat-zat/kontaminan yang dihasilkan dari sisa bahan baku, sisa pelarut
atau bahan aditif, produk terbuang atau gagal, pencucian dan pembilasan peralatan,
blowdown beberapa peralatan seperti kettle boiler dan sistem air pendingin, serta
sanitary wastes. Agar dapat memenuhi baku mutu, industri harus menerapkan prinsip
pengendalin limbah secara cermat dan terpadu baik di dalam proses produksi (in-pipe
pollution prevention) dan setelah proses produksi (end-pipe pollution prevention).
Pengendalian dalam proses produksi bertujuan untuk meminimalkan volume limbah
Konsentrasi (mg/L)
100 - 300
50 - 150
5 - 10
10 - 50
200 - 400
6.0 - 9.0
38 - 40 [oC]
1.0 - 5.0
20 - 30
5.0 - 10
0.05 - 0.1
0.5 - 1.0
0.05 - 0.5
Namun walaupun begitu, masalah air limbah tidak sesederhana yang dibayangkan
karena pengolahan air limbah memerlukan biaya investasi yang besar dan biaya
operasi yang tidak sedikit. Untuk itu, pengolahan air limbah harus dilakukan dengan
cermat, dimulai dari perencanaan yang teliti, pelaksanaan pembangunan fasilitas
instalasi pengolahan air limbah (IPAL) atau unit pengolahan limbah (UPL) yang
benar, serta pengoperasian yang cermat.
Dalam pengolahan air limbah itu sendiri, terdapat beberapa parameter kualitas yang
digunakan. Parameter kualitas air limbah dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
parameter organik, karakteristik fisik, dan kontaminan spesifik. Parameter organik
merupakan ukuran jumlah zat organik yang terdapat dalam limbah. Parameter ini
terdiri dari total organic carbon (TOC), chemical oxygen demand (COD),
biochemical oxygen demand (BOD), minyak dan lemak (O&G), dan total petrolum
hydrocarbons (TPH). Karakteristik fisik dalam air limbah dapat dilihat dari parameter
total suspended solids (TSS), pH, temperatur, warna, bau, dan potensial reduksi.
Sedangkan kontaminan spesifik dalam air limbah dapat berupa senyawa organik atau
inorganik.
Teknologi Pengolahan Air Limbah
Tujuan utama pengolahan air limbah ialah untuk mengurai kandungan bahan
pencemar di dalam air terutama senyawa organik, padatan tersuspensi, mikroba
patogen, dan senyawa organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme yang
terdapat di alam. Pengolahan air limbah tersebut dapat dibagi menjadi 5 (lima) tahap:
Teknologi Membran
http://majarimagazine.com/2007/11/teknologi-membran/
By Wahyu Hidayat on 26 November 2007 39 Comments Print this article Email
this article
Membran. Sweep (berupa cairan atau gas) digunakan untuk membawa permeate hasil
pemisahan.
Reverse Osmosis
Salah satu teknologi membran yang banyak digunakan saat ini yaitu reverse osmosis
(RO). Proses ini merupakan kebalikan dari osmosis. Pada osmosis, pelarut berpindah
dari daerah berkonsentrasi rendah (hipotonik) ke daerah berkonsentrasi tinggi
(hipertonik) sehingga konsentrasi di kedua daerah menjadi berimbang. Proses ini
terjadi secara alami sehingga tidak membutuhkan energi. Contoh osmosis yang terjadi
di alam yaitu penyerapan air oleh akar tanaman. Berbeda dengan osmosis, RO terjadi
dengan arah yang berlawanan yaitu dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.
Untuk melawan gradien konsentrasi, dibutuhkan energi eksternal berupa tekanan.
Keunggulan dan Aplikasi Reverse Osmosis
Menurut Ir. Teuku Zulkarnain, MT, kandidat doktor teknik lingkungan Institut
Teknologi Bandung, Keunggulan RO yang paling superior dibandingkan metodemetode pemisahan lainnya yaitu kemampuan dalam memisahkan zat-zat dengan berat
molekul rendah seperti garam anorganik atau molekul organik kecil seperti glukosa
dan sukrosa. Keunggulan lain dari RO ini yaitu tidak membutuhkan zat kimia, dapat
dioperasikan pada suhu kamar, dan adanya penghalang absolut terhadap aliran
kontaminan, yaitu membran itu sendiri. Selain itu, ukuran penyaringannya yang
mendekati pikometer, juga mampu memisahkan virus dan bakteri.
Teknologi RO cocok digunakan dalam pemurnian air minum dan air buangan. Di
bidang industri, teknologi RO dapat digunakan untuk memurnikan air umpan boiler.
Selain itu, Karena kemampuannya dalam memisahkan garam-garaman, teknologi
reverse osmosis cocok digunakan dalam pengolahan air laut menjadi air tawar
(desalinasi). Pengolahan ini terdiri dari beberapa tahap:
(vitrifikasi) di dalam wadah yang kedap air, tahan banting, misalnya terbuat dari beton
bertulang atau dari baja tahan karat (B,xxxx). Alat untuk proses evaporasi di sebut
evaporator. Alat ini mampu mereduksi volume limbah cair dengan faktor reduksi 50.
Hal ini berarti jika ada 50 m 3 limbah cair yang diolah, maka akan dihasilkan 1 m 3
konsentrat radioaktif, sedang sisanya yang 49 m 3 hanyalah berupa air destilat yang
sudahtidak radioaktif lagi (Sofyan, 1998).