Anda di halaman 1dari 12

Kota Yogyakarta Tempo Doeloe:

Studi Kasus Sejarah Lokal bagi Pembelajaran Sejarah

Oleh:
Ade Maman Suryaman (1302412)

Peristiwa Sekitar dalam Sejarah Lokal


Menurut Taufik Abdullah (dalam Mulyana dan Gunawan [Eds.], 2007: 17) sejarah lokal
berarti sejarah yang terjadi dalam lokalitas yang merupakan bagian dari unit sejarah bangsa
atau lebih tepat, Negara. Hal ini menunjukkan bahwa sejarah lokal adalah bagian dari Sejarah
Nasional Indonesia yang terjadi dalam lokalitas. Agus Mulyana dan Restu Gunawan [Eds.]
(2007: 2) menyatakan sejarah lokal adalah studi tentang kehidupan masyarakat atau khususnya
komunitas dari suatu lingkungan sekitar tertentu dalam dinamika perkembangannya dalam
berbagai aspek kehidupan manusia. Priyadi (2012: 6-7) menjelaskan sejarah lokal
mempunyai arti suatu tempat, atau ruang sehingga sejarah lokal menyangkut lokalitas tertentu
yang disepakati oleh para penulis sejarah atau sejarawan dengan alasan alasan ilmiah. Dari
ketiga definisi di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan:
a.
b.
c.
d.

Sejarah lokal terjadi pada lokalitas tertentu;


Mempelajari perubahan sosial suatu komunitas/masyarakat tertentu;
Lokalitas tersebut disepakati oleh penulis sejarah;
Bagian dari sejarah bangsa.

Sejarah lokal berbeda dengan Sejarah Nasional Indonesia (SNI). Sejarah lokal memiliki
karakteristiknya yang khas. Karakteristik karakteristik tersebut antara lain:
1. Sejarah lokal sebagai micro-unit memiliki karakteristik sebagai kesatuan etnis dan

kultural sebagai bagian sejarah Indonesia;


2. Penafsirannya pun micro-analisis untuk mempelajari peristiwa/kejadian yang mencakup
interaksi yang unik antarsub micro-unit yang unik;
3. Objek sejarah lokal tidak identik dengan SNI baik aspek temporal maupun spasial
(disarikan dari Priyadi, 2012: 8-9).
Dari karakteristik karakteristik tersebut, sejarah lokal memiliki perbedaan yang sangat
mencolok dengan SNI, walaupun keduanya memiliki peranannya masing masing. Sejarah lokal
memberikan sumbangan bagi penulisan SNI meskipun tidak wajib (Priyadi, 2012: 10). Konten
sejarah lokal dalam SNI juga memiliki kontribusi bagi pembelajaran sejarah di tingkat
persekolahan. Pembelajaran sejarah lokal di tingkat persekolahan semakin bertambah karena
alokasi jam yang bertambah, pengembangan kurikulum yang berdasarkan pembelajaran dari
lingkungan sekitar siswa.
1

Menurut Hasan (Mulyana dan Gunawan, [Eds], 2007: 189; Mulyana, [Ed], 2012: 125):
Arah tafsiran sejarah lokal ditentukan dalam bentuk keterkaitan dengan sejarah nasional.
Kehidupan individual yang bukan menjadi kepedulian utama sejarah tetapi menjadi
penting bagi pendidikan sejarah diperlukan dalam membangun berbagai nilai positif pada
diri peserta didik. Ruang lingkup tema sejarah juga beragam dan tidak dibatasi pada tema
sejarah politik memberikan gambaran kehidupan masyarakat dan tokoh secara utuh dan
bagi peserta didik sebagai sebagai sesuatu yang isomorphic dengan apa yang mereka
alami sehari hari.
Dari kutipan tersebut, pembelajaran dengan materi sejarah lokal harus berangkat dari apa yang
siswa alami sehari hari (melalui peristiwa sejarah di sekitarnya, maupun bentuk sumber
sumber sejarah lainnya). Selain itu, pembelajaran sejarah harus berkaitan dengan sejarah
nasional. Pengembangan materi ini diharapkan jangan sampai menimbulkan konflik dengan
penulisan sejarah nasional dan upaya membangun upaya membangun rasa persatuan, perasaan
kebangsaan, dan kerja sama antardaerah dalam membangun kehidupan kebangsaan dalam yang
sehat, cinta damai, toleransi, penuh dinamika, kemampuan berkompetisi dan berkomunikasi
(Hasan dalam Mulyana [Ed], 2012: 124).
Pembelajaran sejarah di tingkat persekolahan semakin bertambah karena melihat kondisi
persaingan global, namun tetap menjunjung tinggi kebudayaannya. Hal tersebut sepeti sebuah
jargon think globally, act locally. Belajar sejarah pada dasarnya belajar tentang masyarakat
dari berbagai aspek kehidupannya yang dapat dipelajari (Mulyana dan Gunawan [Eds.], 2007: 1).
Dalam sejarahnya, masyarakat berubah sesuai dengan konteks waktu.
Pembelajaran sejarah seharusnya harus dekat sengan siswa, dapat dilihat langsung
melalui kehidupan yang nyata, bersumber dari pengalaman sehari hari. Hal ini dimaksudkan
agar pembelajaran sejarah cenderung menarik dan menyenangkan, untuk menghindari
pembelajaran yang kaku, cenderung monoton dan tidak menarik bagi siswa. Pembelajaran
sejarah yang ideal tersebut dapat dikembangkan di kelas melalui pengembangan materi sejarah
lokal dalam pembelajaran sejarah.
Sejarah lokal dalam pembelajaran di sekolah dapat dimulai dari lingkungan terdekat
hingga terjauh siswa tinggal. Hal itu dilakukan dengan memperhatikan bagaimana siswa
diberikan pemahaman konsep konsep dari sejarah yang dapat dijadikan alat analisa oleh siswa
dalam mengambil realitas masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan. Pembelajaran
sejarah lokal juga harus mengacu kepada tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran sejarah pada
umumnya: 1) mendapatkan pengetahuan tentang fakta sejarah; 2) memperoleh pemahaman
atau apresiasi masa lalu; 3) memperoleh kemampuan untuk mengevaluasi dan mengkritisi
penulisan sejarah; 4) mempelajari teknik teknik penelitian sejarah; dan 5) mempelajari
bagaimana menulis sejarah (Mulyana dan Gunawan [Eds. 2007: 7 8).
Sejarah Kota, sebuah kajian sejarah sosial dalam lingkup lokal
Sejarah sosial merupakan tema baru dalam penulisan sejarah. Sejarah sosial berkembang
ke seluruh dunia sejak Annales muncul dan mempublikasikan temuan temuannya tentang gaya
penulisan, pendekatan, metode maupun karya karya sejarah baru (The New History). Sejarah
sosial berkembang di Indonesia pada dekade 1960-an ketika Sang Mahaguru Sejarawan
2

Indonesia mempertahankan disertasinya yang berjudul Pemberontakan Petani Banten 1888


(judul asli The Peasants Revolt of Banten 1888).
Tradisi penulisan sejarah sosial sebenarnya dimulai oleh Karl Lamprecht yang sangat
mengkritik penulisan sejarah politik dan orang orang terkenal saja (Burke, 2001: 20).
Lamprecht menamakannya sebagai sejarah kolektif yang konsep konsepnya diambil dari
berbagai disiplin ilmu.
Sejarah sosial dipahami sebagai upaya upaya abstraksi dan pembentukan teori teori
mengenai struktur sosial untuk dapat memahami sejarah masyarakat yang sebenarnya
(Sjamsuddin, 2007: 308). Hobsbawn (Sjamsuddin, 2007: 310) mengatakan bahwa kajian sejarah
sosial yakni sejarah orang orang miskin atau kelas bawah; gerakan gerakan sosial; berbagai
kegiatan manusia seperti tingkah laku, adat istiadat, kehidupan sehari hari, maupun sejarah
sosial dengan hubungannya dengan sejarah ekonomi. Sejarah sosial merupakan salahsatu tema
dalam trend terbaru penulisan sejarah baru.
Kota Yogyakarta Tempo Doeloe: Sejarah Sosial 1880 - 1930
Biografi Penulis
Abdurrachman Surjomihardjo lahir di Tegal pada 19 September 1929. Lulus dari Fakultas
Sastra Universitas Indonesia jurusan sejarah. Beliau pernah menjabat sebagai ahli peneliti/kepala
pusat perkembangan masyarakat, Lembaga Ekonomi dan Kemasyarakatan Nasional (LEKNAS),
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Beliau juga pernah menjadi guru Taman Siswa
Jakarta dan pengajar FSUI untuk mata kuliah Sejarah Pergerakan Nasional dan Historiografi.
Beliau pernah menjadi ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Jakarta, anggota
Pengurus Pusat Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu ilmu Sosial (HIPIS), anggota
Pengurus Yayasan Gedung gedung Bersejarah Jakarta, anggota Panitia Pengarah Proyek
Sejarah Lisan Arsip Nasional RI dan Konsultan pada Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya,
Ditjen Kebudayaan Departemen P dan K. Karya tulisnya tersebar dalam berbagai majalah dan
surat kabar dan ditampilkan dalam berbagai seminar dan lokakarya di dalam maupun luar negeri.
Isi Buku
Buku ini merupakan studi sejarah sosial kota dalam konteks kelokalan kota Yogyakarta
yang mempelajari proses penyesuaian beberapa kelompok penduduk kerajaan dalam situasi
kolonial. Dalam proses ini terjadi kontak cultural antara kekuatan tradisional dan kekuatan lokal.
Studi tentang sebuah kota kolonial berarti mengadakan studi di dalamnya. Konsep konsep
situasi kolonial mencakup (Surjomihardjo, 2008: 2):
a. Masyarakat yang terlibat dalam dominasi ekonomi dan politik suatu minoritas asing,

yang berasal dari satu kelompok etnis atau ras dengan latar belakang peradaban yang
berbeda;
b. Situasi yang memungkinkan golongan minoritas asing itu menguasai mayoritas
bumiputera dan menghubungkan peradaban peradaban yang berbeda dengan suatu
bentuk hubungan.
c. Suatu masyarakat industry berada dalam hubungan dengan sebuah masyarakat
praindustri.
3

d. Situasi tegang yang timbul antara dua masyarakat itu terutama disebabkan adanya the

subservient role to which the kolonial people are subjected as instrument of the colonial
power.
Tahap perkembangan kota yang dipengaruhi oleh situasi kolonial:
a. Bermula dari sebuah jalan raya maka berdirilah kantor kantor pemerintah asing dan

benteng;
b. Kemudian muncul pemukiman eropa, klub klub dan lapangan pacuan kuda;
c. Daerah sekitar kota menjadi usaha orang eropa dalam perkebunan pertanian, terutama

industry tebu.
d. Banyak didirikan jembatan penghubung dan jalan kereta api;
e. Para pengrajin Bumiputera mendapat tempatnya di lingkungan yang miskin;

Buku ini merupakan kajian sejarah lokal dengan menggunakan konsep sejarah sosial.
Namun, konsep sejarah sosial sendiri batas batasnya sukar untuk dirumuskan dan tidak akan
pernah pula dicapai kata akhir mengenai perumusannya secara tepat. Tetapi, bertolak dari hasil
hasil karya sejarah yang ada, konsep ini dipakai dalam tiga pengertian yang saling melengkapi.
1) dalam arti sejarah si miskin atau sejarah orang kecil, yang sering melahirkan gerakan sosial
yang luas, spontan, dan berakhir dalam waktu singkat. 2) dalam arti karya karya yang
menguraikan tentang keanekaragaman aktivitas manusia yang sukar untuk dikelaskan dalam
istilah istilah, seperti kebiasaan, adat istiadat, atau kehidupan sehari hari. 3) konsep sejarah
sosial dihunakan dalam kombinasi dengan sejarah ekonomi.
Di dalam buku ini, terbagi atas:
Bab I Pendahuluan
Bab II Beberapa Segi Perkembangan Sosial Kota
Bab III Pengajaran Guru dan Perubahan Masyarakat Kota
Bab IV Dinamika Politik Masyarakat Kota
Bab V Pertumbuhan Pers di Kota Yogyakarta
Perhatian utama buku ini adalah hubungan antarlembaga, yaitu pendidikan, pergerakan
nasional, dan pers di tingkat lokal. ketiganya dipelajari perkembangannya sehingga diharapkan
akan didapatkan bahan perbandingan dalam mempelajari jalur jalur pertumbuhan kota sebagai
kesatuan sosiokultural.
Buku karya Abdurrachman Surdjomihardjo ini dipengaruhi oleh pemikiran Strukturalis
(Marxisme dan Strukturalisme) yang berpendapat bahwa struktur mempunyai hubungan kausal
dengan dunia nyata (Kuntowijoyo, 2008: 59). Struktur dipakai oleh para sejarawan mazhab
Annales di Prancis untuk menjelaskan perubahan sosial dan sejarah. Lloyd (dalam Kuntowijoyo,
2008: 60), penjelasan sejarah dengan konsep struktur memiliki tiga aliran:

Pertama, aliran budaya yang melihat pada struktur budaya dengan meneliti produk
produk mental manusia dalam semua bentuknya;
4

Kedua, aliran geografi, ekonomi, dan sosial yang melihat pada proses dan kontinuitas
yang ada di bawah permukaan gejala gejala sejarah;
Ketiga, aliran epistemology dan metodologi dalam hubungan antara strukturalisme
dan cara penjelasan lainnya.

Dalam karya Abdurrahman Surdjomihardjo ini, menggunakan dua pendekatan struktur:


budaya dan geografi, ekonomi dan sosial. Hal itu dikarenakan esensi dari buku ini yang
menunjukkan masing masing ciri esensial dua pendekatan struktur. Ciri budaya diperlihatkan
tentang kultur masyarakat Jawa, maupun masyarakat feodal (Belanda) yang memperlihatkan
kebudayaan mereka masing masing. Struktur geografi, ekonomi, dan sosial diperlihatkan
melalui lingkup kajian ini di wilayah Kota Yogyakarta dengan deskripsi atas penggambaran
kehidupan perekonomian penduduk. Meningkatnya kemampuan penduduk melalui pendidikan
mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat serta dinamikanya.
Dalam kajian buku ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan struktural.
Menurut Kartodirdjo (dalam Zuhdi, 2008: 11).
Pendekatan strutural terhadap sejarah Indonesia akan dapat memberi sorotan jelas
mengenai pelbagai segi masyarakat Indonesia, dan pola perkembangannya.
Pendekatan ini untuk sebagian dapat meniadakan prasangka historiografi colonial
yang Belanda-Sentris dan memungkinkan merekonstruksi pola sejarah dalam
kerangka Indonesia-sentris. Pengungkapan dasar bagi proses sosial dan politik
mengisyaratkan pentingnya pendekatan multidimensi.
Buku karya Surdjomihardjo ini merupakan penulisan sejarah dengan pendekatan
struktural dengan mengkaji perkembangan intelektual, sosial, dan politik masyarakat kota
Yogyakarta dengan rentang tahun 1880 1930. Pendekatan multidimensi dalam kajian Struktual
merupakan hal yang lumrah digunakan dalam pengumpulan sumber hingga analisis data.
Metodologi strukturalistik menganggap struktur sebagai realitas karena sejumlah peran
baik individu maupun kelompok sosial. Struktur menjadi begitu berpengaruh bagi peran individu
atau kelompok sosial. Metodologi yang dimaksud adalah penulisan sejarah yang tidak sekedar
menceritakan kejadian, tetapi menerangkan sebab sebabnya, kondisi lingkungannya, konteks
sosio-kulturalnya, pendeknya secara mendalam hendak diadakan analisis tentang faktor faktor
kausal, kondisional, kontekstual, serta unsure unsure yang merupakan komponen dan eksponen
dari proses sejarah yang dikaji (Zuhdi, 2011: 11-12).
Konstruksi Sejarah
Buku karya Surdjomihardjo ini merupakan bentuk penulisan sejarah yang dikenal dengan
konstruksi sejarah. Konstruksi, secara etimologi memiliki arti susunan (model, tata letak) suatu
bangunan (http://www.artikata.com/arti-336092-konstruksi.html). Dari arti kata tersebut,
konstruksi memiliki arti menyusun, membentuk, atau membangun. Marihandono (2008: 102)
mengungkapkan konstruksi sejarah lebih menekankan pada analisis fakta dengan penajaman
lewat bantuan teori ilmu lain. Menurut Kuntowijoyo, (2008: 9):
Dalam tradisi Historiografi Amerika muncul The New History pada 1912 dengan
tokoh utama James Harvey Robinson. Ia menganjurkan pemakaian ilmu sosial
dalam penulisan sejarah. Sebelumnya, historiografi Amerika didominasi oleh
5

Scientific History yang mengunggulkan sejarah factual (Tradisi Leopold von


Ranke) yang masuk ke Amerika dari Jerman pada perempat ketiga abad ke-19
Dari penjelasan tersebut telah jelas bahwa konstruksi merupakan angin segar dalam penulisan
sejarah yang berdasarkan apa adanya dari aliran Ranke. Konstruksi sejarah merupakan upaya
untuk memberi warna dengan interpretasi yang menggunakan ilmu ilmu dari disiplin yang
sama (ilmu sosial humaniora) maupun berbeda (ilmu alam). Interpretasi sejarah yang beragam
dari berbagai disiplin ilmu memungkinkan deskripsi menyeluruh dari sebuah peristiwa.
Tokoh aliran ini di Amerika Serikat adalah Robinson dan Becker. Kuntowijoyo (2005: 58
59) mengemukakan:
Pada tahun 1911 Robinson menulis The New History yang memuat dengan jelas
program sejarah baru itu. Perlunya sejarah baru itu dikemukakan kembali oleh
Becker pada 1925. Sejarah baru menekankan pentingnya ilmu ilmu sosial.
Kalau Historiografi Klasik menekankan retorik, Historiografi Modern
menekankan Kritik, maka sejarah baru menekankan ilmu sosial. Sejak itu, ada
pendekatan kembali sejarah dengan ilmu ilmu sosial.
Konstruksi sejarah dipelopori oleh Robinson dan Becker. Aliran ini berkembang sejak buku
karya Robinson terbit dan terus menerus berkembang. Aliran ini tidak hanya banyak didukung,
tetapi juga dikritik oleh para sejarawan maupun dari aliran lainnya.
Sumber Pembelajaran Sejarah
Buku ini dapat menjadi suplemen materi sejarah yang digunakan di kelas. Materi sejarah
dapat dikembangkan melalui suplemen sejarah lokal. Hal itu sesuai dengan pembahasan di awal
mengenai hakekat sejarah lokal dan fungsi sejarah lokal itu sendiri bagi pembelajaran sejarah.
Materi pembelajaran sejarah dapat sesuai dengan isi buku ini ketika materi zaman pergerakan
nasional Indonesia dari mula menjelang Boedi Oetomo hingga menjelang habisnya kekuasaan
Belanda di Indonesia.
Kajian buku ini sangat sesuai dengan pembelajaran bahwa pendidikan dan kemunculan
kaum terdidik merupakan faktor utama munculnya pergerakan nasional. Dengan sedikit
improvisasi dan kreativitas guru, pembelajaran dapat dijadikan lebih menarik. penyesuaian
materi pembelajaran dengan buku ini dapat dikembangkan dengan kaidah kaidah
pengembangan kurikulum berlaku sehingga tidak terjadi ketimpangtindihan dalam tujuan dari
pembelajaran sejarah itu sendiri dengan materi tambahan sejarah lokal.
Local Wisdom Sejarah Lokal untuk pembelajaran Sejarah
Kearifan lokal didefinisikan sebagai nilai nilai luhur yang terkandung dalam kekayaan
kekayaan budaya lokal yang berupa tradisi, petatah petitih, dan semboyan hidup (Susanti,
2011). Kearifan lokal (yang juga dapat dikaji dalam sejarah lokal) dapat membangun karakter
(Character Building) siswa. Pendidikan karakter adalah penanaman nilai nilai karakter kepada
siswa melalui pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan.
Bagi sejarah lokal, kearifan lokal menjadi salahsatu fondasi penting. Kearifan lokal
menjadi produk maupun hasil yang hendak dicapai dalam pembelajaran sejarah lokal.
6

Penggunaan sejarah lokal menjadi solusi atas permasalahan dalam pembelajaran sejarah.
Komponen komponen dalam Sejarah lokal antara lain: budaya lokal, sejarah lisan (oral
history), tradisi lisan (oral tradition). Sejarah lokal sangat erat dengan sejarah lisan. Tradisi lisan
menyangkut pesan pesan yang berupa pernyataan pernyataan lisan yang diucapkan,
dinyanyikan, atau disampaikan lewat music maupun syair syair. Tradisi lisan memiliki banyak
guna: nilai pendidikan moral, tradisi, agama, kepahlawanan, nasionalisme, hingga sejarah itu
sendiri.
Budaya lokal menjadi kajian dalam sejarah lokal, terutama yang memiliki fakta di
dalamnya sehingga dapat dimasukkan ke dalam pembelajaran sejarah. Bagi sejarah lokal, tiap
tiap hasil cipta, karsa, dan karya manusia dalam lingkungan terdekat merupakan kajian yang
penting karena dari situlah sejarah lokal dapat memahami lingkungan manusia dan dinamika
perubahan sosial yang terjadi di dalamnya. Bagi pembelajaran sejarah lokal, penggunaan budaya
lokal dapat memperkaya pemahaman siswa. Selain itu juga siswa diajak untuk melakukan
analisis mendalam atas budaya lokal tersebut. Dengan penggunaan budaya lokal dalam
pembelajaran, secara tidak langsung dapat membantu menjaga dan melestarikan budaya lokal,
baik dalam bentuk fisik maupun nonfisik.
Penggunaan sumber sumber sejarah di lingkungan sekitar siswa diyakini dapat
meningkatkan ketertarikan siswa terhadap mata pelajaran sejarah. Hal itu dikarenakan: 1) siswa
langsung belajar dari lingkungannya; 2) siswa langsung mempraktikkan sumber sejarah lokal
yang mereka pelajari; 3) siswa langsung melakukan kunjungan ke tempat tempat yang sesuai
dengan materi sejarah lokal yang diajarkan.
Teori Belajar
Pembelajaran sejarah pada umumnya dapat menggunakan metode apapun. Pembelajaran
Sejarah dapat direfleksikan melalui penjelasan audio, visual, maupun audio-visual. Salahsatu
alternative yang hendak digunakan adalah teori triarkhi dari Robert J. Sternberg. Triarchic
Theory of successful intelligence merupakan teori yang dikemukakan oleh Robert J. Sternberg ini
adalah pendekatan kognitif untuk memahami kecerdasan (woolfolk, 2009: 175). Teori ini
merupakan bagian dalam psikologi kognitif dengan Penalaran (reasoning) dan Pemecahan
Masalah sebagai komponen utama (Solso, et. All, 2008: 460). Dalam teorinya, Sternberg
mengungkapkan bahwa keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk sukses dalam
hidup, menurut definisi yang bersangkutan, dalam konteks sosio-kultural (Sternberg dalam
woolfolk, 2009: 175). Dari dua kutipan tentang kecerdasan mengungkapkan bahwa Sternberg
lebih memilih konsep kecerdasan yang sukses bahwa kecerdasan melebihi dari apa yang diukur
dalam tes-tes kecerdasan, namun lebih kepada sukses hidup.
Senada dengan nama teorinya, teori yang dilontarkan Sternberg ini memiliki tiga bagian:
analitik, kreatif dan praktis. Sternberg mengatakan bahwa perilaku cerdas adalah produk
penerapan dari hasil memikirkan strategi, menangani masalah masalah baru dengan kreatif dan
cepat, dan mengadaptasikan dengan konteksnya dengan menyeleksi dan membentuk-ulang
lingkungan kita.
Kecerdasan analitik melibatkan proses proses mental individu yang menghasilkan
perilaku yang lebih atau kurang cerdas. Proses proses ini didefinisikan dalam kaitannya dengan
komponen-komponennya proses-proses informasi elementer ini terdiri atas: metakomponen,
7

komponen performa, dan komponen perolehan pengetahuan. Sebagian komponen bersifat


spesifik (woolfolk, 2009: 176) dan sebagian lainnya bersifat umum dan mungkin dibutuhkan di
hampir setiap tugas kognitif.
Bagian kedua adalah kecerdasan kreatif, melibatkan menghadapi pengalaman baru.
Perilaku ini ditandai: 1) Insight: kemampuan untuk menangani situasi baru secara efektif; dan 2)
Automaticity: kemampuan untuk menjadi efisien dan otomatis dalam berpikir dan mengatasi
masalah (woolfolk, 2009: 176). Sedangkan bagian ketiga, kecerdasan praktis menitikberatkan
memilih untuk hidup dan bekerja dalam konteks kesuksesan kemungkinan besar akan dicapai,
beradaptasi dan bila perlu membentuk ulang konteks itu.
Teori Triarkhik menurut Robert J. Sternberg mengenai kecerdasan manusia ini kemudian
berkembang menjadi Teori Belajar Triarkhik. Sternberg mempercayai bahwa tiga tipe kecerdasan
ini dapat dikembangkan, terutama di bidang pendidikan. Dia juga percaya bahwa siswa belajar
lebih baik jika cara belajarnya disesuaikan kemampuan mereka untuk belajar. Hal ini berarti
mengajar dan pengujian ini juga menggunakan tiga tipe kecerdasan analitis, kreatifitas, dan
praktis.
Teori Triarkhik ini merupakan bagian dari ranah Psikologi Kognitif, yakni pemrosesan
informasi antara Respon dan Stimulus. Menurut
Tiga tipe teori belajar Triarkhik adalah:
a. Pengajaran Berorientasi Analitis, yakni meminta siswa untuk menganalisis, mengkritik,

membandingkan dan membedakan, mengevaluasi, dan menilai.


b. Pengajaran Berorientasi Kreatifitas, yakni meminta siswa untuk kreatif, menciptakan,
menemukan, mengimajinasikan, melaksanakan, dan memprediksi apa yang mungkin
terjadi.
c. Pengajaran Berorientasi Praktis, tipe ketiga ini meminta siswa untuk mengaplikasikan,
menggunakan, mempraktikkan, mengimplementasikan atau menggunakan.
Penelitian Sternberg telah menunjukkan bahwa tiga tipe teori belajar juga metode ini dapat
digunakan untuk semua mata pelajaran. Pengajaran Berorientasi Kreatifitas, misalnya,
pengajaran ini cocok digunakan untuk mata pelajaran Sejarah, sama halnya dengan mata
pelajaran Seni. Penelitiannya juga menunjukkan bahwa siswa yang diajarkan dengan tiga jenis
metode ini umumnya menampilkan yang terbaik dibanding siswa yang diajarkan dengan satu
atau lebih cara tradisional.
Menurut Sudjarwo (2012), Teori Triarkhik Robert J. Sternberg dapat diimplementasikan
di sekolah dengan Problem Solving (Pemecahan Masalah). Berikut adalah uraian dari masingmasing tipe tersebut:
a. Analitik, yakni proses mengatasi masalah, dapat dijabarkan antara lain:
1) Identifikasi Masalah, yaitu apa yang harus dilakukan apabila tak tahu apa yang harus

dilakukan.
2) Definisi Masalah, yaitu mengenal masalah dan mengidentifikasi secara benar.
3) Menyajikan informasi secara teliti
b. Kreatifitas, menghasilkan ide-ide baru dan proses kreatifitas itu sendiri, penjabarannya

yaitu:
8

Berpikir kreatif.
Merumuskan dan mengidentifikasi masalah.
Mengembangkan dan mengatasi masalah.
Toleransi menghadapi masalah ganda.
Menghargai sesama dan lingkungan sekitar.
c. Praktis, dapat dilihat dengan tindakan siswa (Action Oriented Knowledge):
1) Ciri-ciri analitis, yaitu dapat mempertentangkan dua hal yang sifatnya kontra, analitis,
evaluasi dan kritis.
2) Kreatifitas, mencakup segi imajinatif, penjelajahan, pengembangan dan penciptaan.
3) Praktis, mencakup kontekstualisasi, aplikasi dan praktik.
1)
2)
3)
4)
5)

Sudjarwo (2012) menjelaskan tiga tipe dalam Teori Triarkhik bagi Pembelajaran dalam
bentuk siklus Problem Solving. Siklus ini terdiri atas lima langkah, yaitu: 1. Identifikasi Masalah;
2. Memperoleh sumber untuk mengatasi masalah; 3. Melengkapi strategi untuk mengatasi
masalah; 4. Monitoring; dan 5. Evaluasi. Jika siklus ini diimplementasikan dengan benar, maka
tiga tipe dalam Teori Triarkhik ini dapat ditemukan dalam siklus ini. Misalnya, kegiatan Analitis
dapat muncul dari kegiatan siswa menulis, membandingkan maupun mengidentifikasi masalah;
kegiatan kreatifitas akan muncul ketika siswa diminta untuk menemukan konsep,
mengimajinasikan, mencari strategi maupun solusi pemecahan masalah; kegiatan Praktis pun
muncul ketika siswa mengaplikasikan dan menerapkan solusi permasalahan.
Kendala dalam Kelas
Bagi pembelajaran sejarah, penggunaan materi sejarah lokal dalam pembelajaran sejarah
memiliki banyak kendala. Kendala dialami baik dari guru, siswa, maupun aspek lainnya. Bagi
guru, kurangnya publikasi mengenai sejarah lokal membuat guru enggan untuk mengembangkan
materi sejarah di kelas. Guru pun merasa kesulitan karena sudah terpaku dengan materi baku
sejarah dalam silabus. Siswa sendiri pun merasa bingung dengan materi yang berbeda, dan
Nampak di awal tidak memahami materi melalui konsep-konsep yang berbeda dengan
pembelajaran sejarah umumnya. Selain itu, alokasi jam pelajaran sejarah yang kurang (untuk
jurusan IPA di SMA khususnya) membuat pengembangan pembelajaran sejarah menggunakan
materi sejarah lokal menjadi sulit direalisasikan. Selain itu, penggunaan teori belajar triarkhik
pun memiliki kekurangan sebagai kendala di dalam kelas.
Teori Triarkhik dari Robert J. Sternberg ini merupakan Angin Segar bagi dunia
pendidikan, terutama bagi teori belajar. Teori ini memberikan hak dan ruang yang sebesarbesarnya bagi siswa untuk berpikir kritis, kreatis, analitis dan dinamis berbasis pemecahan
masalah. Namun, metode ini pun dalam perkembangannya memiliki beberapa kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan-kelebihan teori ini adalah:
a. Siswa dapat menggunakan kemampuannya dalam mengidentifikasi dan mengatasi

masalah;
b. Siswa dapat membahas dan mencari materi pembelajaran lebih mendalam, meluas dan

diuraikan dengan baik.


c. Memotivasi dan merangsang siswa dengan metode pembelajaran yang sesuai;
d. Menyiapkan siswa dengan dunia nyata karena berbasis masalah/kehidupan sekitar.

Sedangkan, kekurangan-kekurangannya antara lain:


9

a. Gaya belajar siswa yang berbeda-beda membuat guru memberikan perlakuan khusus

masing-masing siswa, sehingga memakan waktu dalam proses pembelajaran


b. Dengan gaya belajar siswa yang berbeda beda, membuat guru kesulitan untuk

menentukan metode dan teknik mana yang cocok untuk digunakan di dalam kelas ketika
mempertimbangkan gaya belajar masing masing siswa.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, T. (2007). Di Sekitar Penulisan Sejarah Lokal. Dalam Sejarah Lokal: Penulisan dan
Pembelajaran di Sekolah, penyunting: Agus Mulyana dan Restu Gunawan. Bandung:
Salamina Press.
Amin, S. (2010). Pewarisan nilai sejarah lokal melalui pembelajaran sejarah jalur formal dan
informal pada siswa SMA di Kudus Kulon. Surakarta: UNS (Tesis, Tidak diterbitkan).
Anwar, W.F.F; Said, I; Ossen, D.R; and Rasyidi, M.R. (2011). Method to Elicit Local Wisdom in
Perceiving The Transformation of Historical Living Environment. Tersedia: [online].
Http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=35&cad=rja&ved=0ce4qfjaeob4&url=http
%3a%2f%2fruas.ub.ac.id%2findex.php%2fruas%2farticle%2fdownload
%2f103%2f105&ei=c7csuumdgci3rgfn3ohidg&usg=afqjcnhil7z10nsvogsqyvmsdqoonhb
lfq&sig2=pudrqxj_1gkdiulmwje83a. [diunduh di bekasi, 18 November 2013].
Burke, P. (2011). Sejarah dan Teori Sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Gottschalk, L. (1985). Mengerti Sejarah, Trans: Nugroho Notosusanto. Jakarta: UIPress.
Hamalik, O. (2011). Dasar dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hartono, Y. (Tanpa Tahun). Pembelajaran Sejarah yang Multikultural untuk Membangun
Karakter
Bangsa.
Tersedia:
[Online].
http://ikippgrimadiun.ac.id/ejournal/sites/default/files/Pembelajaran%20Sejarah%20yang
%20Multikultural%20untuk%20Membangun%20Karakter%20Bangsa.pdf. [diunduh di
Bandung, 18 November 2013].
Hasan, S.H. (2012). Kurikulum Sejarah dan Pendidikan Sejarah Lokal. Dalam Pendidikan
Sejarah Indonesia Isu dalam Ide dan Pembelajaran, Penyunting: Dr. Agus Mulyana,
M.Hum. Bandung: Rizqi Press.
Hugiono dan Poerwantara, P.K. (1986). Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Rineka Cipta.
Karmadi, A.D. (2007). Budaya Lokal Sebagai Warisan Budaya dan Upaya Pelestariannya.
Makalah disampaikan pada dialog budaya daerah jawa tengah yang diselenggarakan oleh
balai pelestarian sejarah dan nilai tradisional yogyakarta bekerjasama dengan dinas
pendidikan dan kebudayaan propinsi jawa tengah, di semarang 8 - 9 mei 2007. Tersedia.
[online].
Http://www.bpnb-jogja.info/main/themes/images/pdf/budaya_lokal-agus.pdf.
[diunduh di bekasi, 18 november 2013].
10

Kementerian Pendidikan Nasional. (2013). Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Sejarah Indonesia.
Jakarta: Depdikbud.
Kuntowijoyo. (2005). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana
Kuntowijoyo. (2008). Penjelasan Sejarah (Historical Explanation). Yogyakarta: Tiara Wacana.
Marihandono, D. (2018). Mendekonstruksi Mitos Pembangunan Jalan Raya Cadas Pangeran
1808: Komparasi Sejarah dan Tradisi Lisan. Dalam Titik Balik Historiografi Indonesia,
Penyunting: Djoko Marihandono. Depok: Wedatama Widya Sastra.
Mulyana, A dan Gunawan, R. (2007). Lingkungan Terdekat: Sumber Belajar Sejarah Lokal.
Dalam Sejarah Lokal: Penulisan dan Pembelajaran di Sekolah. Bandung: Salamina Press.
Nordholt, H.S, Purwanto, B, Saptari, R. (2008). Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Nuraedah. (2013). From Tradition to Transformation among Villagers in Sigi Regency (Histososiological Perspective). Dalam international journal of social science research. Vol. 1
no. 1. Hal. 77 88.
Nurhabsyah. (2005). Penerapan Sejarah Lisan dalam Sejarah Lokal. Medan: e-USU Repository.
Priyadi, S. (2012). Sejarah Lokal: Konsep, Metode, dan Tantangannya. Yogyakarta: Ombak.
Sartini. (2009). Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafati. Jurnal Filsafat,
Agustus 2004, Jilid 37, nomor 2. Hal. 111-120.
Sjamsuddin, H. (2006). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Solso, R.L, Maclin, O.H, & Maclin, M.K. (2009). Psikologi Kognitif. (Trans, Mikael Rahardanto
dan Kristianto Batuadji). Jakarta: Erlangga.
Sulistiyono, S.T. (2009). Penulisan Sejarah Lokal di Era Otonomi Daerah: Metode, Masalah,
dan Strategi. Makalah, disampaikan pada Seminar Nasional Peningkatan Kompetensi
Penelitian untuk Pengajaran Sejarah di Era Sertifikasi dan Otonomi Daerah, Kudus 20
Maret
2009.
Tersedia.
[Online].
http://eprints.undip.ac.id/1019/1/makalah_KUDUS_2009_MSI.pdf.
[diunduh
di
Bandung, 18 November 2013].
Supardi. (2006). Pendidikan Sejarah Lokal dalam Konteks Multikulturalisme. Dalam jurnal
Cakrawala
Pendidikan.
Vol.
21
No.
1.
Tersedia:
[Online].
http://eprints.uny.ac.id/3752/1/07-Supardi.pdf. [diunduh di Bandung, 18 November
2013].
Suparman. (2012). Peran Guru dalam Pembentukan Karakter Peserta Didik melalui Kearifan
Lokal. Makalah Disampaikan pada Prosiding Temu Ilmiah Nasional Guru IV, di Jakarta.
Hal. 600 611.

11

Susanti, L.R.R. (2011). Membangun Pendidikan Karakter di Sekolah: Melalui Kearifan Lokal.
Tersedia: [Online]. http://eprints.unsri.ac.id/26/3/Makalah_Seminar_Kearifan_Lokal.pdf.
[diunduh di Bandung, 18 November 2013].
Sutiah, M. dan Prabowo, S.L. (2008). Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) pada Sekolah dan Madrasah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tanpa

nama.
(2013).
Triarchic
Theory.
Tersedia
[Online].
http://learningtheories4101.pbworks.com/w/page/15911559/Triarchic%20Theory.
[ diakses di Bekasi, 20 Oktober 2013].

Tanpa nama. (2013). Triarchic Theory of Robert J. Sternberg. Tersedia [Online].


http://www4.uwsp.edu/education/lwilson/learning/sternb1.htm. [diakses di Bekasi, 20
Oktober 2013].
Tanpa

nama. (2013). Robert Sternberg educational theories. Tersedia [Online].


http://www.teachingexpertise.com/articles/robert-sternbergs-educational-theories-1679.
[diakses di Bekasi, 20 Oktober 2013].

Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.


Woolfolk, A. (2009). Educational Psychology Active Learning Edition. Jilid pertama. (trans,
Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
-------------------. (2009). Educational Psychology Active Learning Edition. Jilid kedua. (trans,
Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Zuhdi, S. (2011). Metodologi Strukturistik dalam Historiografi Indonesia: Sebuah Alternatif.
Dalam Titik Balik Historiografi Indonesia, Penyunting: Djoko Marihandono. Depok:
Wedatama Widya Sastra.

12

Anda mungkin juga menyukai