Anda di halaman 1dari 11

SEJARAH EVOLUSI HINDU

TAHAPAN PERKEMBANGAN EVOLUSI HINDU DI INDIA YANG MASIH


BISA DILIHAT PADA PERKEMBANGAN AJARAN AGAMA HINDU DI
INDONESIA DAN BALI KHUSUSNYA

DISUSUN OLEH :
NAMA

: I WAYAN BUDI ARTAWAN

NPM

: 1407011727

FAKULTAS PENDIDIKAN DAN SENI


SEKOLAH HINDU INDONESIA (UNHI)
2016

SEJARAH PERKEMBANGAN AGAMA HINDU


A. Agama Hindu
Agama Hindu adalah agama yang mempunyai usia terpanjang
merupakan agama yang pertama dikenal oleh manusia. Dalam uraian ini
akan dijelaskan kapan dan dimana agama itu diwahyukan dan uraian
singkat tentang proses perkembangannya. Agama Hindu adalah agama
yang telah melahirkan kebudayaan yang sangat kompleks dibidang
astronomi, ilmu pertanian, filsafat dan ilmu-ilmu lainnya. Karena luas dan
terlalu mendetailnya jangkauan pemaparan dari agama Hindu, kadangkadang terasa sulit untuk dipahami.
Banyak para ahli dibidang agama dan ilmu lainnya yang telah
mendalami tentang agama Hindu sehingga muncul bermacam- macam
penafsiran dan analisa terhadap agama Hindu. Sampai sekarang belum ada
kesepakatan diantara para ahli untuk menetapkan kapan agama Hindu itu
diwahyukan, demikian juga mengenai metode dan misi penyebarannya
belum banyak dimengerti.
Penampilan agama Hindu yang memberikan kebebasan cukup
tinggi dalam melaksanakan upacaranya mengakibatkan banyak para ahli
yang menuliskan tentang agama ini tidak sesuai dengan apa yang
sebenarnya ada dalam agama Hindu. Sebagai Contoh: Masih banyak para
ahli menuliskan Agama Hindu adalah agama yang polytheistis dan segala
macam lagi penilaian yang sangat tidak mengenakkan, serta merugikan
agama Hindu.

Disamping itu di kalangan umat Hindu sendiripun masih banyak


pemahaman-pemahaman yang kurang tepat atas ajaran agama yang
dipahami dan diamalkan. Demikianlah tujuan penulisan ini adalah untuk
membantu meluruskan pendapat-pendapat yang menyimpang serta
pengertian yang belum jelas dari hal yang sebenarnya terhadap agama
Hindu.
B. AGAMA HINDU DI INDIA
Perkembangan agama Hindu di India, pada hakekatnya dapat dibagi
menjadi 4 fase, yakni Jaman Weda, Jaman Brahmana, Jaman Upanisad dan
Jaman Budha. Dari peninggalan benda-benda purbakala di Mohenjodaro dan
Harappa, menunjukkan bahwa orang-orang yang tinggal di India pada jamam
dahulu telah mempunyai peradaban yang tinggi. Salah satu peninggalan yang
menarik, ialah sebuah patung yang menunjukkan perwujudan Siwa.
Peninggalan tersebut erat hubungannya dengan ajaran Weda, karena pada
jaman ini telah dikenal adanya penyembahan terhadap Dewa-dewa. Jaman
Weda dimulai pada waktu bangsa Arya berada di Punjab di Lembah Sungai
Sindhu, sekitar 2500 s.d 1500 tahun sebelum Masehi, setelah mendesak
bangsa Dravida kesebelah Selatan sampai ke dataran tinggi Dekkan. bangsa
Arya telah memiliki peradaban tinggi, mereka menyembah Dewa-dewa
seperti Agni, Varuna, Vayu, Indra, Siwa dan sebagainya. Walaupun Dewadewa itu banyak, namun semuanya adalah manifestasi dan perwujudan Tuhan
Yang Maha Tunggal. Tuhan yang Tunggal dan Maha Kuasa dipandang

sebagai pengatur tertib alam semesta, yang disebut Rta. Pada jaman ini,
masyarakat dibagi atas kaum Brahmana, Ksatriya, Vaisya dan Sudra.
Pada Jaman Brahmana, kekuasaan kaum Brahmana amat besar pada
kehidupan keagamaan, kaum brahmanalah yang mengantarkan persembahan
orang kepada para Dewa pada waktu itu. Jaman Brahmana ini ditandai pula
mulai tersusunnya Tata Cara Upacara beragama yang teratur. Kitab
Brahmana, adalah kitab yang menguraikan tentang saji dan upacaranya.
Penyusunan tentang Tata Cara Upacara agama berdasarkan wahyu-wahyu
Tuhan yang termuat di dalam ayat-ayat Kitab Suci Weda.
Sedangkan pada Jaman Upanisad, yang dipentingkan tidak hanya
terbatas pada Upacara dan Saji saja, akan tetapi lebih meningkat pada
pengetahuan bathin yang lebih tinggi, yang dapat membuka tabir rahasia alam
gaib. Jaman Upanisad ini adalah jaman pengembangan dan penyusunan
falsafah agama, yaitu jaman orang berfilsafat atas dasar Weda. Pada jaman ini
muncullah ajaran filsafat yang tinggi-tinggi, yang kemudian dikembangkan
pula pada ajaran Darsana, Itihasa dan Purana. Sejak jaman Purana, pemujaan
Tuhan sebagai Tri Murti menjadi umum.
Selanjutnya, pada Jaman Budha ini, dimulai ketika putra Raja
Sudhodana yang bernama Sidharta, menafsirkan Weda dari sudut logika
dan mengembangkan sistem yoga dan semadhi, sebagai jalan untuk
menghubungkan diri dengan Tuhan. Agama Hindu, dari India Selatan
menyebar sampai keluar India melalui beberapa cara. Dari sekian arah
penyebaran ajaran agama Hindu sampai juga di Nusantara.

C. MASUKNYA AGAMA HINDU DI INDONESIA


Berdasarkan beberapa pendapat, diperkirakan bahwa Agama Hindu
pertamakalinya berkembang di Lembah Sungai Shindu di India. Dilembah
sungai inilah para Rsi menerima wahyu dari Hyang Widhi dan diabadikan
dalam bentuk Kitab Suci Weda. Dari lembah sungai sindhu, ajaran Agama
Hindu menyebar ke seluruh pelosok dunia, yaitu ke India Belakang, Asia
Tengah, Tiongkok, Jepang dan akhirnya sampai ke Indonesia. Ada beberapa
teori dan pendapat tentang masuknya Agama Hindu ke Indonesia.
a. Krom (ahli Belanda), dengan teori Waisya.
Dalam bukunya yang berjudul Hindu Javanesche Geschiedenis,
menyebutkan bahwa masuknya pengaruh Hindu ke Indonesia adalah
melalui penyusupan dengan jalan damai yang dilakukan oleh golongan
pedagang (Waisya) India.
b. Mookerjee (ahli India tahun 1912).
Menyatakan bahwa masuknya pengaruh Hindu dari India ke Indonesia
dibawa oleh para pedagang India dengan armada yang besar. Setelah
sampai di Pulau Jawa (Indonesia) mereka mendirikan koloni dan
membangun kota-kota sebagai tempat untuk memajukan usahanya. Dari
tempat inilah mereka sering mengadakan hubungan dengan India. Kontak
yang berlangsung sangat lama ini, maka terjadi penyebaran agama Hindu di
Indonesia.
c. Moens dan Bosch (ahli Belanda)

Menyatakan bahwa peranan kaum Ksatrya sangat besar pengaruhnya


terhadap penyebaran agama Hindu dari India ke Indonesia. Demikian pula
pengaruh kebudayaan Hindu yang dibawa oleh para para rohaniwan Hindu
India ke Indonesia.

D. Data Peninggalan Sejarah di Indonesia.


Data peninggalan sejarah disebutkan Rsi Agastya menyebarkan agama
Hindu dari India ke Indonesia. Data ini ditemukan pada beberapa prasasti di
Jawa dan lontar-lontar di Bali, yang menyatakan bahwa Sri Agastya
menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia, melalui sungai Gangga,
Yamuna, India Selatan dan India Belakang. Oleh karena begitu besar jasa Rsi
Agastya dalam penyebaran agama Hindu, maka namanya disucikan dalam
prasasti-prasasti seperti:
1. Prasasti Dinoyo (Jawa Timur):
Prasasti ini bertahun Caka 628, dimana seorang raja yang bernama
Gajahmada membuat pura suci untuk Rsi Agastya, dengan maksud
memohon kekuatan suci dari Beliau.
2. Prasasti Porong (Jawa Tengah)
Prasasti yang bertahun Caka 785, juga menyebutkan keagungan dan
kemuliaan Rsi Agastya. Mengingat kemuliaan Rsi Agastya, maka banyak
istilah yang diberikan kepada beliau, diantaranya adalah: Agastya Yatra,
artinya perjalanan suci Rsi Agastya yang tidak mengenal kembali dalam

pengabdiannya untuk Dharma. Pita Segara, artinya bapak dari lautan,


karena mengarungi lautan-lautan luas demi untuk Dharma.

E. AGAMA HINDU DI INDONESIA


Masuknya agama Hindu ke Indonesia terjadi pada awal tahun Masehi,
ini dapat diketahui dengan adanya bukti tertulis atau benda-benda purbakala
pada abad ke 4 Masehi denngan diketemukannya tujuh buah Yupa peningalan
kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Dari tujuh buah Yupa itu didapatkan
keterangan mengenai kehidupan keagamaan pada waktu itu yang menyatakan
bahwa: Yupa itu didirikan untuk memperingati dan melaksanakan yadnya
oleh Mulawarman. Keterangan yang lain menyebutkan bahwa raja
Mulawarman melakukan yadnya pada suatu tempat suci untuk memuja dewa
Siwa. Tempat itu disebut dengan Vaprakeswara.
Masuknya agama Hindu ke Indonesia, menimbulkan pembaharuan
yang besar, misalnya berakhirnya jaman prasejarah Indonesia, perubahan dari
religi kuno ke dalam kehidupan beragama yang memuja Tuhan Yang Maha
Esa dengan kitab Suci Veda dan juga munculnya kerajaan yang mengatur
kehidupan suatu wilayah. Disamping di Kutai (Kalimantan Timur), agama
Hindu juga berkembang di Jawa Barat mulai abad ke-5 dengan
diketemukannya tujuh buah prasasti, yakni prasasti Ciaruteun, Kebonkopi,
Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu dan Lebak. Semua prasasti tersebut
berbahasa Sansekerta dan memakai huruf Pallawa.
Dari prassti-prassti itu didapatkan keterangan yang menyebutkan
bahwa Raja Purnawarman adalah Raja Tarumanegara beragama Hindu,

Beliau adalah raja yang gagah berani dan lukisan tapak kakinya disamakan
dengan tapak kaki Dewa Wisnu
Bukti lain yang ditemukan di Jawa Barat adalah adanya perunggu di
Cebuya yang menggunakan atribut Dewa Siwa dan diperkirakan dibuat pada
masa Raja Tarumanegara. Berdasarkan data tersebut, maka jelas bahwa Raja
Purnawarman adalah penganut agama Hindu dengan memuja Tri Murti
sebagai manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya, agama Hindu
berkembang pula di Jawa Tengah, yang dibuktikan adanya prasasti Tukmas di
lereng gunung Merbabu. Prasasti ini berbahasa sansekerta memakai huruf
Pallawa dan bertipe lebih muda dari prasasti Purnawarman. Prasasti ini yang
menggunakan atribut Dewa Tri Murti, yaitu Trisula, Kendi, Cakra, Kapak dan
Bunga Teratai Mekar, diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi.
Pernyataan lain juga disebutkan dalam prasasti Canggal, yang
berbahasa sansekerta dan memakai huduf Pallawa. Prasasti Canggal
dikeluarkan oleh Raja Sanjaya pada tahun 654 Caka (576 Masehi), dengan
Candra Sengkala berbunyi: Sruti indriya rasa, Isinya memuat tentang
pemujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Wisnu dan Dewa Brahma sebagai Tri
Murti.
Adanya kelompok Candi Arjuna dan Candi Srikandi di dataran tinggi
Dieng dekat Wonosobo dari abad ke-8 Masehi dan Candi Prambanan yang
dihiasi dengan Arca Tri Murti yang didirikan pada tahun 856 Masehi,
merupakan bukti pula adanya perkembangan Agama Hindu di Jawa Tengah.
Disamping itu, agama Hindu berkembang juga di Jawa Timur, yang

dibuktikan dengan ditemukannya prasasti Dinaya (Dinoyo) dekat Kota


Malang berbahasa sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuno. Isinya memuat
tentang pelaksanaan upacara besar yang diadakan oleh Raja Dea Simha pada
tahun 760 Masehi dan dilaksanakan oleh para ahli Veda, para Brahmana
besar, para pendeta dan penduduk negeri. Dea Simha adalah salah satu raja
dari kerajaan Kanjuruan. Candi Budut adalah bangunan suci yang terdapat di
daerah Malang sebagai peninggalan tertua kerajaan Hindu di Jawa Timur.
Kemudian pada tahun 929-947 munculah Mpu Sendok dari dinasti
Isana Wamsa dan bergelar Sri Isanottunggadewa, yang artinya raja yang
sangat dimuliakan dan sebagai pemuja Dewa Siwa. Kemudian sebagai
pengganti Mpu Sindok adalah Dharma Wangsa. Selanjutnya munculah
Airlangga (yang memerintah kerajaan Sumedang tahun 1019-1042) yang juga
adalah penganut Hindu yang setia.
Setelah dinasti Isana Wamsa, di Jawa Timur munculah kerajaan Kediri
(tahun 1042-1222), sebagai pengemban agama Hindu. Pada masa kerajaan ini
banyak muncul karya sastra Hindu, misalnya Kitab Smaradahana, Kitab
Bharatayudha, Kitab Lubdhaka, Wrtasancaya dan kitab Kresnayana.
Kemudian muncul kerajaan Singosari (tahun 1222-1292). Pada jaman
kerajaan Singosari ini didirikanlah Candi Kidal, candi Jago dan candi
Singosari sebagai sebagai peninggalan kehinduan pada jaman kerajaan
Singosari.
Pada akhir abad ke-13 berakhirlah masa Singosari dan muncul
kerajaan Majapahit, sebagai kerajaan besar meliputi seluruh Nusantara.

Keemasan masa Majapahit merupakan masa gemilang kehidupan dan


perkembangan Agama Hindu. Hal ini dapat dibuktikan dengan berdirinya
candi Penataran, yaitu bangunan Suci Hindu terbesar di Jawa Timur
disamping juga munculnya buku Negarakertagama.
Selanjutnya agama Hindu berkembang pula di Bali. Kedatangan
agama Hindu di Bali diperkirakan pada abad ke-8. Hal ini disamping dapat
dibuktikan dengan adanya prasasti-prasasti, juga adanya Arca Siwa dan Pura
Putra Bhatara Desa Bedahulu, Gianyar. Arca ini bertipe sama dengan Arca
Siwa di Dieng Jawa Timur, yang berasal dari abad ke-8.
Menurut uraian lontar-lontar di Bali, bahwa Mpu Kuturan sebagai
pembaharu agama Hindu di Bali. Mpu Kuturan datang ke Bali pada abad ke2, yakni pada masa pemerintahan Udayana. Pengaruh Mpu Kuturan di Bali
cukup besar. Adanya sekte-sekte yang hidup pada jaman sebelumnya dapat
disatukan dengan pemujaan melalui Khayangan Tiga. Khayangan Jagad, sad
Khayangan dan Sanggah Kemulan sebagaimana termuat dalam Usama Dewa.
Mulai abad inilah dimasyarakatkan adanya pemujaan Tri Murti di Pura
Khayangan Tiga. Dan sebagai penghormatan atas jasa beliau dibuatlah
pelinggih Menjangan Salwang. Beliau Moksa di Pura Silayukti.
Perkembangan agama Hindu selanjutnya, sejak ekspedisi Gajahmada
ke Bali (tahun 1343) sampai akhir abad ke-19 masih terjadi pembaharuan
dalam

teknis

pengamalan

ajaran

agama.

Dan

pada

masa

Dalem

Waturenggong, kehidupan agama Hindu mencapai jaman keemasan dengan


datangnya Danghyang Nirartha (Dwijendra) ke Bali pada abad ke-16. Jasa

beliau sangat besar dibidang sastra, agama, arsitektur. Demikian pula


dibidang bangunan tempat suci, seperti Pura Rambut Siwi, Peti Tenget dan
Dalem Gandamayu (Klungkung).
Perkembangan selanjutnya, setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan di
Bali pembinaan kehidupan keagamaan sempat mengalami kemunduran.
Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan muncul dengan adanya Suita
Gama Tirtha di Singaraja. Sara Poestaka tahun 1923 di Ubud Gianyar, Surya
kanta tahun1925 di SIngaraja, Perhimpunan Tjatur Wangsa Durga Gama
Hindu Bali tahun 1926 di Klungkung, Paruman Para Penandita tahun 1949 di
Singaraja, Majelis Hinduisme tahun 1950 di Klungkung, Wiwadha Sastra
Sabha tahun 1950 di Denpasar dan pada tanggal 23 Pebruari 1959
terbentuklah Majelis Agama Hindu. Kemudian pada tanggal 17-23 Nopember
tahun 1961 umat Hindu berhasil menyelenggarakan Dharma Asrama para
Sulinggih di Campuan Ubud yang menghasilkan piagam Campuan yang
merupakan titik awal dan landasan pembinaan umat Hindu. Dan pada tahun
1964 (7 s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha Hindu Bali dengan
menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali dengan
menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali, yang
selanjutnya menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai