Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DINAS KESEHATAN
Jln Ciung Wenara No 6 Gianyar
PROSEDUR TETAP
PENGENDALIAN PENYAKIT
TIDAK MENULAR
DINAS KESEHATAN KABUPATEN
GIANYAR
No. Dokumen
Revisi
Tanggal Berlaku
Halaman
PENGESAHAN
DIPERIKSA OLEH
DISETUJUI OLEH
DITETAPKAN OLEH
Nama
NIP
Tanggal
Dasar Hukum
Kebijakan
Nama
NIP
Tanggal
Nama
NIP
Tanggal
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Kabupaten sebagai titik berat manajemen program yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, monitoring
dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya (Dana , tenaga, sarana dan prasarana).
Pengertian
Penyakit tidak menular adalah penyakit yang tidak menular dan bukan karena proses infeksi yang
mempunyai faktor resiko utama dan mengakibatkan kecacatan dan kematian, tetapi merupakan penyakit
yang dapat dicegah bila faktor resiko dikendalikan
Ruang Lingkup
Tujuan
Tujuan Umum :
Menurunkan angka kesakitan , kecacatan dan kematian yang disebabkan oleh penyakit tidak menular
secara terpadu, efisiensi dan efektif dengan melibatkan komponen pemerintah, swasta dan masyarakat.
Tujuan Khusus
a. Terkendalinya faktor resiko PTM di masyarakat
b. Terdeteksinya kasus PTM secara dini dan terselenggaranya tatalaksana kasus PTM
c. Terselenggaranya kegiatan surveilans epidemiologi PTM
d. Terselenggaranya kegiatan komunikasi, informasi , Edukasi (KIE) PTM
e. Terjalinnya kemitraan dan pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian PTM
Prosedur
II. Pencegahan dan Penanggulangan Faktor Risiko PTM dan Perlindungan Khusus
A. Pencegahan dan Penanggulangan Faktor Risiko PTM
- Penyusunan peraturan perundangan pencegahan dan penanggulangan factor risiko
- Melaksanakan sosialisasi metode pencegahan dan penanggulangan factor risiko
- Penerapan metode pencegahan dan penanggulangan factor risiko
B. Perlindungan Khusus
- Penerapan peraturan perundangan , misalnya Perda tentang pengendalian masalah merokok.
- Penerapan peraturan daerah tentang (udara bersih/langit biru) dan monitoring
- Sosialisasi penggunaan alat pelindung diri PTM pada individu atau kelompok yang berisiko tinggi
- Sosialisasi ventilasi dan cerobong asap dapur rumah tangga, fasilitas umum dan industry yang
memenuhi syarat.
III. Penemuan dan Tata Laksana Penderita
- Melaksanakan sosialisasi pedoman penemuan dan tatalaksana penderita
- Pelaksanaan penemuan dan tatalaksana penderita
- Mengadakan dan mendistribusikan bahan/ alat deteksi dini / diagnostic dan tatalaksana PTM
IV. Surveilans Epidemiologi
A. Surveilans Kasus
- Melaksanakan sosialisasi pedoman surveilans kasus
- Pelaksanaan surveilans kasus
Unit Terkait
Telp (0361
943436)
PROSEDUR TETAP
SURVEILANS ACUTE FLACCID
PARALYSIS (AFP)
No. Dokumen
Revisi
Tanggal Berlaku
Halaman
PENGESAHAN
DISIAPKAN OLEH
DIPERIKSA OLEH
DISETUJUI OLEH
Nama
NIP
Tanggal
Nama
NIP
Tanggal
Nama
NIP
Tanggal
Dasar Hukum
Pengertian
Tujuan
1.
2.
Kebijakan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Prosedur
1.
Umum:
a. Mengidentifikasi daerah resiko tinggi, untuk mendapatkan informasi
tentang adanya transmisi VPL,VDPV, dan daerah dengan kinerja
surveilans yang tidak memenuhi standar/indikator
b. Memantau kemajuan program eradikasi polio. Surveilans AFP
memberikan informasi dan rekomendasi kepada para pengambil
keputusan dalam rangka keberhasilan program eradikasi polio
(ERAPO)
c. Membuktikan Indonesia bebas polio. Untuk menyatakan bahwa
Indonesia bebas polio, harus dibuktikan bahwa:
Tidak ada lagi penyebaran virus polio liar maupun Vaccine
Derived Polio Virus (cVDPV) di Indonesia
Sistem surveilans terhadap polio mampu mendeteksi setiap
kasus polio paralitik yang mungkin terjadi
Khusus:
a. Menemukan semua kasus AFP yang ada di suatu wilayah
b. Melacak semua kasus AFP yang ditemukan di suatu wilayah
c. Mengumpulkan dua spesimen semua kasus AFP sesegera mungkin
setelah kelumpuhan
d. Memeriksa spesimen tinja semua semua kasus AFP yang ditemukan
di Laboratorium Polio Nasional
e. Memeriksa spesimen kontak terhadap Hot Case untuk mengetahui
adanya sirkulasi VPL
Satu kasus AFP merupakan suatu Kejadian Luar Biasa (KLB)
Semua kasus yang terjadi pada tahun yang sedang berjalan harus
dilaporkan.
Laporan rutin mingguan termasuk laporan nihil, memanfaatkan laporan
mingguan PWS-KLB (W2) untuk puskesmas dan surveilans aktif rumah
sakit (FP-PD)
Mengintegrasikan laporan rutin bulanan dengan penyakit yang dapat
dicegah denga imunisasi (PD3I)
Kasus AFP yang tidak bisa diklasifikasikan secara laboratoris dan atau
masih terdapat sisa kelumpuhan pada kunjungan ulang 60 hari, maka
klasifikasi final dilakukan oleh Kelompok Kerja Ahli Surveilans AFP
Propinsi/Nasional.
Melakukan Pemeriksaan tinja terhadap 5 orang kontak Hot Case
Penemuan Kasus: Surveilans AFP harus dapat menemukan semua kasus
AFP dalam satu wilayah yang diperkirakan minimal 2 kasus AFP diantara
100.000 penduduk usia <15 tahun per tahun (Non Polio AFP rate minimal
2/100.000 pertahun )
Strategi penemuan kasus AFP dilakukan melalui:
a. Sistem surveilans aktif rumah sakit (Hospital Based
Surveillance=HBS)
b. Sistem surveilans masyarakat (Community Based Surveillance=CBS)
2.
Pelacakan Kasus AFP: Setiap kasus AFP yang ditemukan harus segera
dilacak dan dilaporkan ke unit pelaporan yang lebih tinggi selambatlambatnya dalam waktu 24 jam setelah laporan diterima.
Pelacakan bertujuan:
a. Memastikan apakah kasus yang dilaporkan benar-benar kasus AFP
b. Mengumpulkan data epidemiologis
c. Mengumpulkan spesimen tinja sedini mungkin dan mengirimkannya
ke Laboratorium
d. Mencari kasus tambahan
e. Memastikan ada/tidaknya sisa kelumpuhan (residual Paralysis) pada
kunjungan ulang 60 hari kasus AFP dengan spesimen tidak adekuat
atau virus polio vaksin positif
f. Mengumpulkan resume medik dan hasil pemeriksaan penunjang
lainnya, sebagai bahan kajian klasifikasi final oleh Kelompok Kerja Ahli
Nasional
a.
b.
c.
d.
e.
f.
3.
Prosedur Pelacakan:
Mengisi format pelacakan (FP-1) antara lain:
Menanyakan riwayat sakit dan vaksinasi polio serta data lain
yang diperlukan
Melakukan pemeriksaan fisik kasus AFP
Mengumpulkan 2 spesimen tinja dari setiap kasus AFP yang
kelumpuhannya kurang dari 2 bulan
Menjelaskan kepada orang tua tentang pentingnya rehabilitasi medik
dan cara-cara perawatan sederhana untuk mengurangi/ mencegah
kecacatan akibat kelumpuhan yang diderita
Mengupayakan agar semua kasus AFP mendapatkan perawatan
tenaga medis terdekat. Bila diperlukan dapat dirujuk ke dokter
spesialis anak (DSA) atau dokter spesialis saraf(DSS) untuk
rehabilitasi medik sedini mungkin
Mencari kasus tambahan. Pencarian kasus tambahan dilakukan
dengnan menanyakan kemungkinan adanya anak berusia <15 tahun
yang mengalami kelumpuhan pada daerah tersebut kepada:
Orang tua penderita
Tokoh masyarakat setempat
Kader
Guru, dll
Melakukan follow up (kunjungan ulang) 60 hari terhadap virus AFP
dengan spesimen tidak adekuat atau hasil laboratorium positif virus
polio vaksin
6.
Nomor EPID (Nomor Identitas Kasus AFP): Merupakan suatu nomor yang
khas bagi setiap penderita AFP dan ditentukan sesuai dengan tata cara
penentuan nomor EPID
a. Tujuan pemberian nomor epid:
Memberikan kode identitas yang khas bagi setiap penderita AFP
untuk kepentingan kunjungan ulang 60 hari dan pengelolaan
spesimen
Untuk menghubungkan data klinis, epideiologis, demografis dan
laboratorium
Mengetahui penyebaran penderita AFP
Menghindari kemungkinan duplikasi dalam pencatatan dan
pelaporan kasus AFP
b. Yang harus memberikan nomor EPID
Pemberian nomoe EPID dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang membawahi wilayah domisili/tempat tinggal
penderita AFP satu bulan sebelum kelumpuhan
Apabila seseorang penderita AFP karena suatu alasan berobat
ke fasilitas kesehatan di kabupaten/kota yang tidak membawahi
wilayah tempat tinggal kasus, maka:
Penanganan medis tetap dilakukan oleh fasilitas kesehatan
dimana penderita berobat, kabupaten/kota dimana penderita AFP
dirawat harus menginformasikan dan mengkoordinasikan dengan
kabupaten/kota yang membawahi wilayah tempat tinggal kasus.
Bila nomor EPID belum bisa ditentukan pada saat spesimen
dikirim ke laboratorium, FP-1 tetap harus dikirim tanpa nomor
EPID
Daftar nomor EPID harus disimpan di kabupaten/kota di wilayah
tempat tinggal kasus AFP. Bila nomor EPID sudah digunakan
atau salah diberikan nomor tersebuat tidak boleh dipakai lagi
c. Tata Cara Pemberian nomor EPID kasus AFP: Setiap kasus AFP
diberi nomor identitas yangb terdiri dari 9 digit, dengan rincian:
Digit ke 1-2: Kode Propinsi
Digit ke 3-4: Kode kabupaten/kota
Digit ke 5-6: tahun kelumpuhan
Digit ke 7-9: Kode penderita
7.
Unit Terkait
4. Lintas Program
5. Jejaring Surveilans (Puskesmas, Lab, Rumah Sakit)
6. Lintas Sektor.