Anda di halaman 1dari 27

PERANAN BIOTEKNOLOGI TERHADAP PENINGKATAN

PRODUKTIVITAS TANAMAN PANGAN MELALUI


PENGEMBANGAN TANAMAN TAHAN CEKAMAN LINGKUNGAN
PADI YANG TOLERAN SALINITAS
Tugas Mata Kuliah
Bioteknologi Pertanian

Dosen Pembimbing :
Ir. Rahmad Jumadi, M.Kes
Diajukan Oleh :
Indah Nurmayanti (14111003)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
2016

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan hidayah kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas untuk membuat makalah dengan baik,
dengan

judul

Peranan

Bioteknologi

Terhadap

Peningkatan

Produktivitas Tanaman Pangan Melalui Pengembangan Tanaman


Tahan

Cekaman

Lingkungan

sesuai

dengan

jadwal

yang

ditentukan.
Makalah ini disusun dengan bekal ilmu yang terbatas dan jauh
dari kata sempurna. Selain itu, keberhasilan penyusunan ini tidak terlepas
dari dukungan, kerjasama dan partisipasi dari semua pihak yang terkait.
Sehingga tanpa bantuan dan dukungan dari beberapa pihak,
penulis tidak akan dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ir. Rahmad Jumadi, M.Kes selaku dosen pembimbing.
2. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu
persatu yang turut membantu kelancaran dalam penyusunan
makalah ini.
Dengan

kerendahan

hati,

penulis

menyadari

banyak

kekurangan yang terdapat dalam penyusunan makalah ini. Oleh


sebab itu, penulis memohon kritik dan saran dari semua pihak
untuk perbaikan makalah ini.
Akhirnya dengan iringan doa yang tulus ikhlas semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
para pembaca pada umumnya.
Gresik, 2 Agustus 2016

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGATAR..................................................................................................
ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................
iii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................
1
1.1 Latar
Belakang
...........................................................................................................................
1
1.2 Rumusan
Masalah
...........................................................................................................................
2
1.3 Tujuan
...........................................................................................................................
2
BAB 2 PEMBAHASAN...........................................................................................
3
2.1 Varietas
padi
toleran
salinitas
...........................................................................................................................
3
2.2 Cekaman salinitas dan pengaruh salinitas terhadap tanaman
...........................................................................................................................
6
2.3 Kondisi
tanaman
pada
cekaman
salinitas
...........................................................................................................................
10
2.4 Mekanisme
toleransi
terhadap
cekaman
salinitas

...........................................................................................................................
11
2.5 Ketersediaan hara F dan K di tanah salin serta aplikasinya melalui daun
...........................................................................................................................
15
2.6 Metabolisme
asam
askorbat
dalam
tanaman
...........................................................................................................................
17
2.7 Peranan asam askorbat sebagai antioksidan dalam meningkatkan toleransi
tanaman
terhadap
salinitas
...........................................................................................................................
18
BAB 3 SIMPULAN..................................................................................................
21
3.1
Simpulan
21

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
22

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Efek salinitas terhadap lahan pertanian dianggap sebagai ancaman
serius terhadap penyediaan pangan. Salah satu tanaman pangan yang
tergolong rentan terhadap lingkungan bersalinitas adalah padi (Oryza
sativa L.) apabila tanaman padi ditumbuhkan di daerah bersainitas makan
tanaman padi akan mengalami gejala stres. Pada fase persemaian tanaman
padi mengalami kerentanan pada salinitas, dan pada fase vegetatif tanaman
padi akan toleran selanjutnya pada saat fase reproduksi dan pengisian biji
tanaman padi menjadi rentan.
Gejala awal yang ditimbulkan akibat tanaman padi ditanam di
daerah bersalinitas adalah warna daun kuning kemerahan dibanding warna
normal (klorosis, ukuran daun yang lebih kecil, batang dengan jarak
tangkai daun yang lebih pendek dan tepi daun mati mengering kecoklatan.
Penyebab utama kerentanan padi terhadap salinitas karena tanaman ini
tidak memiliki mekanisme fisiologis. Sebaliknya, tumbuhan halofit
memiliki

kemampuan

beradaptasi

padalingkungan

bersalinitas.

Konsentrasi garam yang tinggi pada media perakaran, menyebabkan


potensial air tanah lingkungan rizofir menjadi menurun sehingga
mengganggu pasokan air dan transport hara ke jaringan tanaman menjadi
terganggu, bagi tanaman padi. Untuk mengurangi tanah yang mengandung
garam yang tinggi biasanya para petani menggelontorkan air irigasi yang
banyak, memberikan pupuk kalium yang tinggi dan memberikan bahan
organik dalam tanah. Namun para petani menginginkan varietas padi yang
toleran terhadap salinitas.
Di Indonesia, tindakan teknis untuk menghindari risiko menanam
padi di lahan sawah yang bersalinitas adalah tidak menanam padi di
musim kemarau, tetapi diganti jenis tanaman lain seperti cabe atau kacang
tanah yang tahan terhadap salinitas.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun masalah yang dapat di rumuskan dalam makalah
ini adalah :
1. Varietas apa saja yang toleran terhadap salinitas ?
2. Apa saja pengaruh salinitas terhadap tanaman padi?
3. Bagaimana mekanisme toleransi terhadap cekaman
salinitas?
1.3 Tujuan Masalah
Adapun tujan yang dapat di rumuskan dari makalah ini
adalah :
a.
Untuk mengetahui varietas yang toleran terhadap
b.

salinitas.
Untuk mengetahui
tanaman padi.
3. Untuk mengetahui

pengaruh

salinitas

terhadap

mekanisme

toleransi

terhadap

cekaman salinitas.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Varietas Padi Toleran Salinitas
Halofit merupakan beberapa jenis tumbuhan yang mampu hidup
dengan baik pada habitat dengan tingkat salinitas tinggi. Suatu gen
ketahanan salinitas telah berhasil di-introduksikan dari tumbuhan halofit,
Atriplex gmelini, ke varietas padi yang peka salinitas (varietas Kinuhikari
dari Jepang) membentuk padi transgenik yang lebih tahan salin (Masaru et
al. 2002 dalam Barus 2016).
Pengenalan gejala-gejala yang timbul pada tanaman akibat tingkat
salinitas yang cukup tinggi sangat penting oleh karena itu, perlu diadakan
perbaikan struktur tanah akan dapat diupayakan seperlunya, ataupun
pemilihan jenis tanaman yang cocok untuk lokasi pertanian yang
bermasalah.

Kerusakan

yang

timbul

akibat

stres

sainitas

dapat

dikelompokkan dalam 3 jenis kerusakan, yaitu : Kerusakan stres langsung


primer, Kerusakan stres tak langsung primer dan Kerusakan stres sekunder
(dapat terjadi juga stres tersier)
Penggunaan varietas toleran salinitas dan melakukan rotasi tanaman
perlu dilakukan untuk mengatasi pertumbuhan dan produksi tanaman padi
yang umumnya sensitif terhadap garam. Pendekatan yang paling murah dan
aman untuk fase perkembangan bibit atau fase perkecambahan karena
umumnya tanaman sensitif pada fase pertumbuhan. Suasana salin di
persemaian atau daerah perakaran akan mengurangi laju perkecambahan.
Tanaman serealia yang yang memberikan reaksi semi toleran adalah kedelai,
shorgum dan gandum, sedangkan padi, kacang tanah, jagung, kacang
tunggak memberikan reaksi yang sensitif (Jumberi dan Yufdy, 2009 dalam
Barus 2016).
Salinitas menyebabkan perubahan struktur yang memperbaiki
keseimbangan air tanaman sehingga potensial air dalam tanaman dapat
mempertahankan turgor dan seluruh proses biokimia untuk pertumbuhan
dan aktivitas normal. Perubahan struktur mencakup ukuran daun yang lebih

kecil, stomata yang lebih kecil per satuan luas daun, peningkatan sukulensi,
penebalan kutikula dan lapisan lilin pada permukaan daun, serta lignifikasi
akar yang lebih awal (Harjadi dan Yahya, 1988 dalam Barus 2016).
Heritabilitas menentukan keberhasilan seleksi karena heritabilitas
dapat memberikan petunjuk suatu sifat lebih dipengaruhi oleh faktor genetik
atau faktor lingkungan. Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa
faktor genetik lebih berperanan dalam mengendalikan suatu sifat
dibandingkan factor lingkungan (Poehlman and Sleper, 1979 dalam Barus
2016). Perbedaan kondisi lingkungan memberikan kemungkinan munculnya
variasi yang akan menentukan penampilan akhir dari tanaman tersebut. Bila
ada variasi yang timbul atau tampak pada populasi tanaman yang ditanam
pada kondisi lingkungan yang sama maka variasi tersebut merupakan variasi
atau perbedaan yang berasal dari genotip individu anggota populasi. Variasi
yang ditimbulkan ada yang langsung dapat dilihat, misalnya adanya
perbedaan warna bunga, daun dan bentuk biji (ada yang berkerut, ada yang
tidak), ini disebut variasi sifat yang kualitatif. Namun ada pula variasi yang
memerlukan pengamatan dengan pengukuran, misalnya tingkat produksi,
jumlah anakan, tinggi tanaman dan lainnya (Mangoendidjojo, 2003 dalam
Barus 2016).
Respon tanaman terhadap cekaman salinitas adalah berbeda-beda.
Tigabu, et.al. (2013) melaporkan bahwa adanya variasi genotip dalam
toleransi terhadap salinitas dari genotip-genotip sorgum di tahap awal
pertumbuhan Walaupun sifat khas fenotip tertentu tidak dapat selamanya
ditentukan oleh perbedaan genotip atau lingkungan, ada kemungkinan
perbedaan fenotip antara individu yang terpisah itu disebabkan oleh
perbedaan lingkungan atau perbedaan keduanya (Lovelles,1989 dalam
Barus 2016).
Apabila salah satu faktor berpengaruh lebih kuat dari pada faktor yang
lainnya maka pengaruh faktor tersebut tertutupi dan bila masing-masing
faktor mempunyai sifat yang jauh berbeda pengaruh dan cara kerjanya akan
menghasilkan hubungan yang tidak berpengaruh nyata dalam mendukung
suatu pertumbuhan tanaman (Sutedjo, 2002 dalam Barus 2016).

Gen-gen dari tanaman tidak dapat menyebabkan berkembangnya


suatu karakter terkecuali bila mereka berada pada lingkungan yang sesuai,
dan

sebaliknya

tidak

ada

pengaruhnya

terhadap

berkembangnya

karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali gen


yang diperlukan ada. Namun, harus disadari bahwa keragaman yang diamati
terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh perbedaan gen yang
dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap variabilitas di dalam sifat
yang lain, pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan dimana
individu berada (Allard, 2005 dalam Barus 2016) .
Pada saat kondisi iklim yang tengah berubah dan sulit diprediksi
seperti ini, tentu dibutuhkan inovasi baru. Salah satunya, jika selama ini
lebih fokus pada upaya menghasilkan varietas unggul dengan daya hasil
tinggi (high-yielding varieties, HYV), maka sekarang harus lebih fokus pada
upaya menghasilkan varietas tanaman yang mampu beradaptasi dengan baik
pada kondisi tanah dan iklim yang sub-optimal, terutama pada kondisi tanah
dengan

salinitas

tinggi,

kekeringan,

dan

genangan

tinggi

(www.majalahpadi.com.). Keragaan tanaman padi toleran dan peka akibat


cekaman salinitas dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1. Keragaan Tanaman Padi Toleran dan Peka Akibat Cekaman


Salinitas (IRRI, 2008 dalam Barus 2016)
6

Beberapa uji adaptasi menunjukkan bahwa beberapa varietas padi


lebih mampu beradaptasi/toleran terhadap salinitas dibandingkan yang
lainnya. Varietas-varietas padi yang dianggap toleran terhadap kondisikondisi tanah yang berhubungan dengan gambut, kemasaman dan salinitas
di lahan pasang-surut adalah Banyuasin, Batanghari, Dendang, Indragiri,
Punggur, Martapura, Margasari, Siak Raya, Air Tenggulang, Lambur dan
Mendawak, namun adaptasinya di daerah tertentu memerlukan pengujian
dan evaluasi lebih jauh. Penggunaan varietas toleran adalah suatu usaha
yang lebih baik untuk mengembalikan dan meningkatkan produktivitas
lahan dan produksi padi di tanah salin. Berbagai kultivar padi yang relatif
lebih toleran terhadap salinitas tanah, dapat dievaluasi melalui uji
adaptabilitas dan plot-plot demonstrasi. Varietas padi yang mampu bertahan
hidup dan berproduksi di tanah salin, merupakan varietas yang toleran.
2.2 Cekaman Salinitas dan Pengaruhnya terhadap Tanaman
Masalah salinitas telah meluas akhir-akhir ini. Data dari FAO
memperlihatkan bahwa hampir 50% lahan irigasi mengalami masalah
salinitas. Setiap tahun beberapa ratus ribu hektar lahan irigasi ditinggalkan
karena mengalami salinisasi (FAO, 2008). Fenomena ini juga terjadi secara
luas di Indonesia, namun perkiraan luas yang tepatnya tidak dapat
dikemukakan karena kurangnya survai yang bersifat ilmiah (Sembiring dan
Gani, 2005 dalam Barus 2016).
Salinitas tanah adalah keadaan tinggi rendahnya kadar garam dalam
tanah. Garam dapur (NaCl) merupakan garam yang dominan, namun garamgaram Na2SO4, MgSO4, NaHCO3, Na2CO3, CaSO4, CaCO3 juga
menentukan salinitas tanah, semakin tinggi konsentrasi garam-garam ini
pada larutan tanah, semakin tinggi pula daya hantar listrik (DHL) larutan
tanah. (Castro, 1980 ; Gunawardena, 1980 dan Yoshida, 1981 dan Yuniati,
2004). Tingkat stres garam dapat mempengaruhi masing-masing tanaman
secara berbeda. Untuk padi, salinitas tanah ECe ~ 4 dSM-1 dianggap
salinitas moderat sementara lebih dari 8 dS/m-1 dianggap tinggi.
Meningkatnya kadar garam dalam tanah menyebabkan bertambahnya

kelarutan Na, Ca, Mg dan Mn sedangkan kelarutan K dan pH tanah


cenderung menurun. Kadang-kadang tampak adanya kristal-kristal putih di
permukaan tanah yang merupakan kristal garam. Biasanya tanah bergaram
mempunyai pH kurang dari 5,5 dengan daya hantar listrik (DHL) lebih
besar dari 4 mmhos/cm pada suhu 250C (Suriadikarta, 2005 dalam Barus
2016).
Tanaman yang tumbuh di tanah bergaram akan mengalami dua
tekanan fisiologis yang berbeda. Pertama, pengaruh racun dari beberapa ion
tertentu seperti sodium dan klorida, yang lazim terdapat dalam tanah
bergaram, yang akan menghancurkan struktur enzim dan makromolekul
lainnya, merusak organel sel, menggangu fotosintesis dan respirasi, akan
menghambat sintesis protein dan mendorong kekurangan ion (Marschner,
1995 ; Ashraf dan Harris, 2004 ; Bartels dan Sunkar, 2005 dalam Barus
2016).

Kedua, tanaman yang dihadapkan pada potensial osmotik yang

rendah dari larutan bergaram akan terkena resiko physiological drought


karena tanaman-tanaman tersebut harus mempertahankan potensial osmotik
internal rendah, namun hal ini akan menyebabkan kelebihan ion yang pada
akhirnya mengakibatkan terjadinya penurunan pertumbuhan pada beberapa
tanaman (Delvian, 2004). Sebagai tambahan, tingginya konsentrasi garam
akan menyebabkan penurunan permeabilitas akar terhadap air dan
mengakibatkan penurunan laju masuknya air ke dalam tanaman (Marschner,
1995 dalam Barus 2016). Lebih jauh lagi, kadar garam yang tinggi dalam
larutan air tanah di daerah perakaran tanaman, menyebabkan tekanan
osmotik yang tinggi dan berkurangnya ketersediaan unsur kalium bagi
tanaman (Dinata, 1985). Salinitas akan menghambat pembentukan akar-akar
baru dan akar tanaman mengalami kesukaran dalam menyerap air karena
tingginya tekanan osmotik larutan air tanah, yang selanjutnya akan
menyebabkan terjadinya kekeringan fisiologis pada tanaman. Tanaman pada
batas-batas tertentu masih dapat mengatasi tekanan osmotik yang tinggi
karena

tingginya

kandungan

garam

dalam

tanah.

Abrol

(1986)

mengemukakan bahwa titik kritis kandungan garam bagi tanaman di lapang,


adalah jika permukaan air tanah sedalam 3 m mempunyai kandungan garam

lebih dari 3000 ppm. Sedangkan Bernstein (1981) mengemukakan bahwa


air irigasi dengan DHL 1 mmhos/cm akan mempengaruhi pertumbuhan
tanaman yang peka dan pada DHL 6-8 mmhos/cm baru akan mempengaruhi
pertumbuhan tanaman yang toleran terhadap salinitas.
Pengaruh utama salinitas adalah berkurangnya pertumbuhan daun
yang langsung mengakibatkan berkurangnya fotosintesis tanaman. Salinitas
mengurangi pertumbuhan dan hasil tanaman pertanian penting dan pada
kondisi terburuk dapat menyebabkan terjadinya gagal panen. Pada kondisi
salin, pertumbuhan dan perkembangan tanaman terhambat karena akumulasi
berlebihan Na dan Cl dalam sitoplasma, menyebabkan perubahan
metabolisme di dalam sel. Aktivitas enzim terhambat oleh garam. Kondisi
tersebut juga mengakibatkan dehidrasi parsial sel dan hilangnya turgor sel
karena berkurangnya potensial air di dalam sel. Berlebihnya Na dan Cl
ekstraselular juga mempengaruhi asimilasi nitrogen karena tampaknya
langsung menghambat penyerapan nitrat (NO3). Berlebihnya Na dan Cl
ekstraselular juga mempengaruhi asimilasi N karena tampaknya langsung
menghambat penyerapan nitrat (NO3) yang merupakan ion penting bagi
tanaman. Kelarutan garam yang tinggi dapat menghambat penyerapan (up
take) air dan hara oleh tanaman seiring dengan terjadinya peningkatan
tekanan osmotik. Secara khusus, kegaraman yang tinggi menimbulkan
keracunan tanaman, terutama oleh ion Na+ dan Cl-. Studi mengenai respon
tanaman terhadap salinitas penting dalam usaha teknik penapisan
(screening) tanaman yang efektif.
Menurut Brinkman dan Singh (1982) gejala keracunan garam pada
tanaman padi berupa terhambatnya pertumbuhan , berkurangnya anakan,
ujung-ujung daun berwarna keputihan dan sering terlihat bagian-bagian
yang khlorosis pada daun. Beberapa tanaman mengembangkan mekanisme
untuk mengatasi cekaman tersebut, selain itu ada pula beradaptasi.
Mayoritas tanaman budidaya rentan dan tidak dapat bertahan pada kondisi
salinitas tinggi; atau sekalipun dapat bertahan tetapi dengan hasil panen
yang berkurang. Toleransi terhadap salinitas beragam dengan spektrum yang
luas diantara spesies tanaman mulai dari yang peka hingga yang cukup

toleran. Follet et.al,(1981) mengajukan lima tingkat pengaruh salinitas tanah


terhadap tanaman, mulai dari tingkat non-salin hingga tingkat salinitas yang
sangat tinggi, seperti diberikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh Tingkat Salinitas terhadap Tanaman


Keberadaan garam di lahan salin juga sangat mempengaruhi
komponen-komponen fotosintesis seperti enzim-enzim, kandungan klorofil
dan karotenoid (Rodrguez, Stella, Storni, Zulpa dan Zaccaro, 2006). Reaksi
tanaman padi terhadap salinitas bervariasi baik antar varietas maupun antar
fase pertumbuhan tanaman. Umumnya tanaman padi lebih tahan terhadap
salinitas pada fase perkecambahan, tetapi menjadi sangat peka pada awal
fase bibit (Yoshida, 1981). Ketahanan tanaman padi terhadap salinitas
meningkat selama pembentukan anakan, kemudian menurun selama fase
pembungaan dan meningkat kembali pada saat pemasakan biji. Bila salinitas
meningkat secara tiba-tiba, maka kemampuan akar tanaman untuk menyerap
air akan berkurang, karena tingginya tekanan osmotik larutan tanah. Dalam
keadaan ini tanaman akan berusaha menyesuaikan tekanan osmotik selnya
dengan maksud untuk mencegah dehidrasi dan kematian. Proses ini disebut
penyesuaian osmotik (Yoshida, 1981 dan Munns, 2002 dalam Barus 2016).
Pengaruh lebih jauh terhadap tanaman padi adalah : 1) Berkurangnya
kecepatan perkecambahan; 2) Berkurangnya tinggi tanaman dan jumlah
anakan; 3) Pertumbuhan akar jelek; 4) Sterilitas biji meningkat; 5)
Kurangnya bobot 1000 gabah dan kandungan protein total dalam biji karena
penyerapan Na yang berlebihan; dan 6) Berkurangnya penambatan N2
secara biologi dan lambatnya mineralisasi tanah.
Kondisi stress garam tinggi membunuh tanaman tetapi stress yang
moderat dan stress rendah mempengaruhi tingkat pertumbuhan tanaman dan
10

gejala yang nyata yang dapat dikaitkan dengan perubahan morfologi,


fisiologi atau biokimia (Seraj dan Salam, 2008).
2.3 Kondisi Tanaman pada Cekaman Salinitas
Karakteristik Morfologi Tanaman Di Tanah Salin
Tingginya salinitas tanah akan mempengaruhi karakteristik morfologi
tanaman, seperti : ujung daun berwarna keputihan seperti hangus terbakar,
pertumbuhan tanaman kerdil, penggulungan daun, bercak daun putih,
pertumbuhan akar sedikit, pertumbuhan di lapangan setengah-setengah,
jumlah anakan sedikit, indeks panen rendah, perubahan durasi berbunga,
kuntum per malai rendah, sterilitas gabah, kurangnya kuntum per malai,
bobot 1000 biji rendah dan penghangusan daun (Gambar 2).

Gambar 2. Morfologi Tanaman Padi yang Mengalami Cekaman Salinitas


Karakteristik Fisiologis dan Biokimia Tanaman Di Tanah Salin Salinitas
mempengaruhi proses-proses fisiologis tanaman, mengurangi pertumbuhan
dan hasil tanaman (Azooz, 2009). Beberapa efek fisiologis dan biokimia
oleh adanya cekaman salinitas adalah : Transportasi Na + tinggi pada tajuk,
sehingga menghasilkan rasio Na/K yang tinggi. Kondisi fisiologis yang
dialami tanaman tercekam salinitas adalah akumulasi Na di daun tua,
penyerapan Cl- tinggi, penyerapan K + rendah, penurunan berat basah dan
berat kering tunas dan akar, penyerapan P dan Zn rendah, perubahan pola
isozim esterase, peningkatan bahan non-organik beracun yang kompatibel
pada zat terlarut dan kenaikan level Polyamine.

11

2.4 Mekanisme Toleransi terhadap Cekaman Salinitas


Toleransi garam dapat didefenisikan sebagai kemampuan tanaman
untuk dapat bertahan hidup dan menjaga pertumbuhan tanaman dibawah
kondisi salin.
Garam-garam yang menimbulkan stres tanaman antara lain: NaCl,
NaSO4, CaCl2, MgSO4, MgCl2 yang terlarut dalam air. Dalam larutan
tanah, garam-garam ini mempengaruhi pH dan daya hantar listrik. Menurut
Follet et. al., (1981) dalam Sipayung (2003), tanah salin memiliki pH < 8,5
dengan daya hantar listrik > 4 mmhos cm-1. Toleransi tanaman terhadap
salinitas sangat beragam dengan spektrum yang luas. Tingkat salinitas
berdasarkan konduktivitas dibedakan atas; non salin (0 2 mmhos cm-1),
rendah (2 4 mmhos cm-1), sedang (4 8 mmhos cm-1), tinggi (8 16
mmhos cm-1), dan sangat tinggi (>16 mmhos cm-1).
Pertumbuhan tanaman dapat terpengaruh oleh induksi salinitas yang
berakibat terhadap gangguan nutrisi, efek osmotik dan ion spesifik
(Pessarakli, 1991). Cicek dan Cakirlar (2002) menyatakan bahwa pengaruh
salinitas dapat terdeteksi pada parameter panjang tunas, berat basah dan
berat kering tanaman, jumlah substansi organik (prolin) dan anorganik (K+
dan Na+, rasio Na+ / K+ ) pada jaringan daun, dan luas daun tanaman. Ashraf
and Foolad (2007) menyatakan bahwa tanaman akan mengembangkan
berbagai mekanisme untuk mempertahankan produktivitas tanaman pada
kondisi cekaman garam
Tanaman yang tumbuh pada keadaan salin akan dihadapkan pada tiga
macam cekaman, yaitu : 1) cekaman keracunan mineral yang disebabkan
oleh garam, 2) cekaman air karena tekanan osmosis (osmoticum), dan 3)
gangguan nutrisi mineral dalam tanaman (Blum, 1988; E art dan Davis,
2003). Cekaman, yang pertama dikatakan sebagai primary salt injury,
sedangkan yang kedua dan ketiga dikatakan sebagai secondarysalt-induce
stress (Levitt, 1980).
Dari terminologi tersebut, terdapat hubungan langsung antara
cekaman salinitas dan cekaman air. Peningkatan kadar garam dalam air
tanah akan menurunkan potensial osmotik, sehingga cekaman salinitas akan
menghadapkan tanaman pada cekaman garam sekunder (physiological
drought stress). Tanaman yang toleran terhadap tanah yang kadar garamnya

12

tinggi termasuk tanaman halofit yaitu tanaman yang dapat hidup di atas
tanah yang secara fisiologis kering. Hal ini berarti bahwa tanaman yang
toleran terhadap garam dengan sendirinya dapat diharapkan juga akan
toleran terhadap kekeringan (Hussain et. al., 2004).
Akumulasi garam menyebabkan kerusakan struktur tanah dan
menghambat keseimbangan udara dan air untuk proses biologis yang terjadi
pada akar tanaman. Sebagai efek merugikan dari salinisasi, hasil panen
menurun, sedangkan kesuburan tanah akan hilang dan bersifat ireversibel
(Tahir, 2009). Cekaman garam menyebabkan berbagai efek pada fisiologi
tanaman seperti laju respirasi meningkat, toksisitas ion, perubahan
pertumbuhan tanaman, distribusi mineral, dan ketidakstabilan membran
yang dihasilkan dari perpindahan kalsium oleh natrium, permeabilitas
membran, dan penurunan tingkat fotosintetik ( Tahir, 2009).
Mekanisme toleransi tanaman terhadap salinitas meliputi mekanisme
morfologi dan fisiologi. Mekanisme morfologi dilakukan dengan cara
pengurangan jumlah daun untuk memperkecil kehilangan air dari tanaman
dan melakukan pengubahan struktur khusus, yaitu penebalan dinding sel
untuk mempertahankan keseimbangan air tanaman (Soepandie, 2003).
Salinitas

menyebabkan

perubahan

struktur

dalam

memperbaiki

keseimbangan air tanaman sehingga potensial air dalam tanaman dapat


mempertahankan turgor dan seluruh proses biokimia untuk pertumbuhan
dan aktivitas normal. Perubahan struktur mencakup ukuran daun yang lebih
kecil, stomata yang lebih kecil persatuan luas daun, peningkatan sukulensi,
penebalan kutikula dan lapisan lilin pada permukaan daun, serta lignifikasi
akar yang lebih awal (Harjadi dan Yahya, 1988).
Ada dua mekanisme ketahanan tanaman terhadap cekaman salinitas
yaitu penghindaran (avoidance) dan toleran (tolerance). Pada mekanisme
penghindaran, tanaman tidak dapat mengubah cekaman lingkungan, tetapi
cekaman dicegah masuknya ke dalam tanaman dengan membentuk barier.
Tanaman yang toleran terhadap cekaman mampu mengurangi atau
mencegah ketegangan (strain) yang terjadi atau memperbaiki kerusakan
yang diakibatkan oleh ketegangan yang diimbas oleh cekaman (Levitt,
1980).

13

Salinitas dan kekeringan akan mempengaruhi sifat fisik dan kimia


tanah, yaitu: 1) meningkatkan tekanan osmotik, 2) peningkatan potensi
ionisasi, 3) infiltrasi tanah menjadi buruk, 4) kerusakan dan terganggunya
stuktur tanah, 5) permeabilitas tanah buruk, 6) penurunan produktivitas.
Salinitas atau konsentrasi garam-garam terlarut yang cukup tinggi akan
menimbulkan cekaman dan memberikan tekanan terhadap pertumbuhan
tanaman (Sipayung, 2003). Efek salinitas terhadap stress ion dan stress
osmotik sertas mekanismenya, ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Mekanisme Stres Ion dan Osmotik Akibat Cekaman Salinitas


(Oliveira, et.al., 2013)
Mekanisme toleransi tanaman terhadap salinitas yang paling nyata
adalah adaptasi morfologi. Tanaman yang toleran terhadap salin akan
berusaha menimbun NaCl dalam vakuola sel daun. Didalam sitoplasma dan
organela, konsentrasi garam tetap rendah sehingga tidak mengganggu
aktivitas enzim dan metabolisme. Tanaman yang toleran terhadap salin juga
mampu mencapai keseimbangan termodinamik tanpa terjadi kerusakan

14

jaringan yang berarti, karena tanaman dapat menyesuaikan tekanan osmotik


selnya untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
Levitt (1980) menyatakan bahwa tumbuhan mengatasi cekaman air
pada

lingkungan

salin

adalah

dengan

melakukan

osmoregulasi.

Osmoregulasi adalah upaya tumbuhan untuk menjaga turgor sel dengan


mengakumulasi solut yang memiliki berat molekul rendah, seperti ABA,
proline, glisin, betain, manitol, gliserol. Akumulasi senyawa metabolit
sekunder tersebut mampu mempertahankan turgor daun pada keadaan
potensial air daun yang menurun dengan menurunkan potensial osmotik.
Menurut Levitt (1980), tanaman menjaga turgor dengan meningkatkan
kandungan larutan sel untuk mengimbangi cekaman osmotik eksternal.
Pengaturan osmotik dengan penyerapan garam akan diikuti masalah
keracunan Na+ dan Cl-, sedangkan pengaturan osmotik dengan akumulasi
metabolit

akan

terjadi

kompetisi

dengan

komponen-komponen

pertumbuhan. Substrat garam khususnya NaCl mempunyai pengaruh yang


merugikan terhadap kualitas dan hasil tanaman.
Penghambatan aktivitas rubisco, fotosintesa, dan meningkatkan
akumulasi prolin dan karbohidrat pada kacang polong dengan perlakuan
NaCl 50 mM, 75 mM, sedangkan pada 100 mM sangat kuat menghambat
semua aktivitas tanaman. Prolin dan karbohidrat akan diakumulasi dalam
jaringan saat cekaman salinitas yang disebabkan adanya penyesuaian
osmotik. Sedangkan pada kedelai, perlakuan cekaman garam dapat
menghambat aktivitas rubisco karena sensitifitas ion klorin.
Garam-garam larut di daerah perakaran dapat menurunkan penyerapan
air dan ion-ion esensial oleh tanaman. Perlakuan NaCl dapat menyebabkan
defisiensi K dan meningkatkan kandungan Na, Ca, Mg dan Cl pada
tanaman, sehingga toleransi pada garam nampaknya berhubungan dengan
ketidakmampuan tanaman yang rentan untuk mengurangi pengangkutan ion
ke tajuk dan sebaliknya tanaman tahan menjaga konsentrasi yang rendah
dari Na dan Cl dalam tajuk sementara konsentrasi ion Na meningkat pada
akar.

15

2.5 Ketersediaan Hara Posfor dan Kalium di Tanah Salin serta Aplikasinya
Melalui Daun
Proses reaksi biokimia tanaman, pupuk fosfat mempunyai peranan
penting sebagai penyimpan dan pemindah energi, kerja osmotik, reaksi
fotosintesis dan glikolisis sehingga pada akhirnya berpengaruh terhadap
produksi padi (Arifin dan Sugiono, 2010). Demikian juga dengan hara
Kalium, yang merupakan satu-satunya kation monovalen yang esensial bagi
tanaman. Peranan utama kalium dalam tanaman ialah sebagai aktivator
berbagai enzim. Dengan adanya kalium yang tersedia dalam tanah
menyebabkan : ketegaran tanaman terjamin, merangsang pertumbuhan akar,
tanaman lebih tahan terhadap hama dan penyakit, memperbaiki kualitas
bulir, dapat mengurangi pengaruh kematangan yang dipercepat oleh posfor
dan mampu mengatasi kekurangan air pada tingkat tertentu.
Tanah salin umumnya memiliki konsentrasi Na+, K+ dan Ca2+ yang
tinggi dan ini dapat mengakibatkan akumulasi pasif dari Na+ pada akar
(Bohra dan Doerffling, 1993). Tingginya kadar Na+ dapat menggantikan
Ca2+ dari membran akar, mengubah integritas mereka dan dengan demikian
mempengaruhi selektivitas untuk penyerapan K+ (Tester dan Davenport,
2003). Selain itu, Serapan K juga akan dipengaruhi salinitas, oleh karena itu
aplikasi pupuk Kalium melalui daun akan mengimbangi serapan Na akibat
salinitas, selain itu Aplikasi pupuk Kalium melalui daun di tanah salin
merupakan metode yang terbaik (Mohiti, et.al., 2011).
Pemuatan xilem K+ adalah diatur oleh K+ uptake dari eksternal solusi
(Engels dan Marschner, 1992). Hal ini menunjukkan bahwa Na+ cekaman
salinitas samping mengurangi tingkat serapan K+, juga mengganggu untuk
tingkat serapan yang lebih besar di K+ translokasi dari akar, yang
menghasilkan K+. Efek penghambatan salinitas terhadap translokasi K+
mengakibatkan rendahnya kandungan nutrisi K sehingga mengurangi berat
kering.
Respon serupa telah ditemukan pada tanaman bayam, dimana
peningkatan konsentrasi K mengakibatkan efek salinitas yang rendah dan
tinggi tidak berbeda nyata (Chow et al, 1990). Penghambatan pertumbuhan

16

tunas pada tingkat yang rendah dalam medium K akar disebabkan oleh
pengaruh defisiensi K dan/atau toksisitas Na pada tanaman. Stres salinitas
menyebabkan kebocoran K yang keluar dari sel pada akhirnya akan
memimpin untuk penurunan pertumbuhan sel.
Ben-Hayyim et al. (1987), telah menunjukkan bahwa pertumbuhan
adalah hubungan yang linier dengan kandungan K dalam sel-sel kalus akar
jeruk. Meningkatkan kadar Na dalam media eksternal berkurang K dalam
sel. Toleransi sel terhadap garam mampu menahan K di dalam vakuola
terhadap kebocoran saat Na adalah meningkat dalam media eksternal.
Termaat dan Munus (1986) juga menyarankan bahwa stres garam mungkin
mengakibatkan transportasi terbatas nutrisi penting untuk menembak.
Mereka telah menunjukkan bahwa pengangkutan bersih K, Ca2+, Mg2+ dan
total nitrogen untuk menembak lebih rendah pada tanaman NaCl- tumbuh.
Toleransi garam berkaitan dengan konsentrasi Na (Taleisnik dan
Grunberg, 1994) dan selektivitas untuk K yang lebih tinggi daripada Na
(Cuartero et al, 1992). Tanaman memiliki jalur yang berbeda untuk
menghindari Na dari mencapai ke daun: dengan masuknya Na
mengendalikan di plasmolemma dari akar sel (Jacoby dan Hanson, 1985) ;
dengan menghapus Na dari arus xilem dan eksekusi Na dalam sel-sel
parenkim akar dan bagian bawah batang.Pemberian pupuk hara Posfor dan
Kalium dapat dilakukan lewat daun, hal ini dengan beberapa alasan :
1. Dapat menghindari kemungkinan adanya fiksasi unsur dalam tanah.
Misalnya unsur phosfat (P) pada tanah asam yang mengandung Fe dan Al
akan membentuk senyawa kompleks Fe-Al Phosfat yang mengendap
sehingga P tidak dapat diserap oleh akar tanaman.
2. Dapat menghindari adanya interlasi unsur terutama unsur yang bersifat
antagonis. Misalnya antagonisme unsur Mg menyebabkan unsur K menjadi
tertekan. Antagonisme unsur K yang menyebabkan unsur Ca tertekan dan
antagonisme unsur Ca yang menyebabkan unsur Mg tertekan.
3. Memberikan respon yang lebih cepat (waktu) bila dibandingkan dengan
pemupukan lewat tanah. Hal ini disebabkan karena unsur hara yang masuk

17

lewat daun akan segera diproses pada proses fotosintesis yang memang
terjadi di daun.
4. Tidak memerlukan suatu proses pengawasan (kontrol) yang sering
dilakukan terutama bila gejala-gejalanya belum nampak. Kalau pemberian
lewat tanah mungkin saja pupuk tersebut terurai, tercuci atau terfiksasi.
5. Lebih ekonomis baik dari segi jumlah pupuk maupun cara pemberiannya.
Disamping itu dapat dicampurkan dengan pestisida lain saat aplikasi.
2.6 Metabolisme Asam Askorbat dalam Tanaman
Asam Askorbat (Vitamin C) pada tumbuhan banyak terdapat di
kloroplas, karena asam ini berfungsi sebagai senyawa antara dalam
metabolisme karbohidrat. Bioseintesis asam askorbat membutuhkan
D_glukosa. Asam askorbat bersifat sangat sensitif terhadap pengaruhpengaruh dari luar yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, konsentrasi
gula dan garam, pH, oksigen, enzim, katalisator logam, konsentrasi awal
asam askorbat baik dalam larutan, serta perbandingan asam askorbat dan
asam dehidroaskorbat (Muchtadi dkk, 1993). Biosintesis asam askorbat
dalam tumbuhan menurut Smirnoff (1996) adalah sebagai berikut : Asam
askorbat merupakan salah satu senyawa yang penting dalam proses selular
termasuk pembelahan dan pembesaran sel serta dalam mengaktifkan
aktivitas metabolisme ketika proses perkecambahan dimulai. Asam askorbat
juga berfungsi menetralisir racun, melindungi sel dari senyawa oksigen
reaktif dan radikal bebas serta mencegah kematian sel (Conklin dan Barth,
2004).

18

Gambar 4.Skema Pembentukan Asam Askorbat ( b h // d d)

Gambar 5. Struktur Kimia Asam Askorbat


Asam

Askorbat

sangat

mudah

teroksidasi

menjadi

asam

dehidroaskorbat dimana reaksi yang terjadi bersifat reversible (bolak-balik).


Asam L-askorbat dan asam L-dehidroaskorbat mempunyai 100% aktivitas
vitamin C, sedangkan 2,3 asam diketogulonat sudah tidak mempunyai
aktivitas vitamin C lagi.
2.7 Peranan Asam Askorbat sebagai Anti Oksidan dalam Meningkatkan
Toleransi Tanaman Terhadap Cekaman Salinitas
Salinitas mengakibatkan stres ion dan stres oksidatif pada tanaman
(Munns et. al., 2006). Oleh karena itu, salinitas mempengaruhi hampir
setiap aspek fisiologi dan biokimia tanaman dan secara signifikan
mengurangi hasil. Untuk Misalnya, penurunan pertumbuhan tanaman karena
garam stres sering dikaitkan dengan penurunan fotosintesis kegiatan, seperti
elektron transportasi (Greenway dan Munns, 1980). Selain itu, beberapa

19

faktor yang terkait dengan stres salinitas dapat menyebabkan peningkatan


spesies oksigen reaktif (ROS) (Asada, 1999).
Cekaman salinitas seperti faktor cekaman abiotik lainnya, diketahui
menginduksi kerusakan oksidatif sel-sel tanaman akibat senyawa reaktif
oksigen spesies (ROS) yang mempengaruhi proses fisiologi dan biokimia
tanaman yang dapat menyebabkan penurunan produksi tanaman (AzevedoNeto et al., 2006). Tanaman yang mengalami cekaman salinitas melakukan
adaptasi

metabolisme

untuk

mengatasi

perubahan

lingkungan.

Kelangsungan hidup pada kondisi stres tergantung pada kemampuan


tanaman untuk memahami stimulus, menghasilkan dan mengirimkan sinyal
dan memicu perubahan biokimia yang mengatur metabolisme yang sesuai
(Hasegawa et al., 2000). Sistem pengikat radikal bebas seperti superoksida
dismutase (SOD) dapat menjadi komponen yang kritis bagitoleransi
salinitas (Bohnert dan Jensen, 1996) agar klorofil dapat berfungsi dalam
keadaan stres salinitas (Orcutt dan Nilsen, 2000). Salinitas menyebabkan
terjadi penurunan aktivitas SOD yang sangat siginifikan (Dionisio Sese dan
Tobita, 1998).
Enzim peroksidase yang dominan adalah askorbat peroksidase (APX),
yang mengkatalisis reaksi oksidasi askorbat (Asam askorbat; ASA) dengan
H2O2, menghasilkan dehydroascorbate radikal (Hideg, 1999). Dalam
kloroplas, enzim terutama terjadi pada stroma tilakoid, dimana superoksida
dan H2O2diproduksi (Asada, 2006). Lin dan Kao (2000) melaporkan
peningkatan yang signifikan dalam kegiatan APX di bibit padi di tanah
bergaram-diperlakukan dan dapat disimpulkan bahwa hal ini dapat terjadi
karena efek Asa dalam mengendalikan H2O2 berada di bawah tekanan.
Senyawa reaktif oksigen seperti radikal superoksida (O2-), hidrogen
peroksida (H2O2) dan radikal hidroksil (OH-) juga diproduksi selama stres
salinitas, dan bertanggung jawab atas kerusakan membran dan makro
molekul penting lainnya seperti pigmen fotosintesis, protein , DNA dan lipid
(Fahmy et al., 1998). Sel kloroplas tanaman, mitokondria dan peroksisom
adalah penghasil ROS yang penting. Senyawa reaktif oksigen yang
diproduksi, sebagai hasil dari berbagai cekaman abiotik harus dibuang untuk

20

melindungi tanaman dari stres oksidatif dan pemeliharaan pertumbuhan


normal (Dolatabadian dan Jouneghani, 2009).
Stres oksidatif merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara
peroksidan (reactive oxygen species) dan antioksidan. Senyawa reaktif
oksigen (ROS) adalah radikal bebas dan senyawa yang cenderung reaktif
dan mudah bereaksi dengan senyawa lain. Di dalam tubuh tanaman ROS
cenderung bereaksi dengan jaringan sehingga menimbulkan reaksi berantai
yang menimbulkan kerusakan jaringan (Agarwal, et al., 2005). Aplikasi
asam askorbat (vitamin C) merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
toleransi terhadap stres oksidatif. Asam askorbat adalah molekul yang
berukuran kecil , larut dalam air, merupakan anti-oksidan yang bertindak
sebagai substrat utama dalam jalur siklik detoksifikasi enzimatik hidrogen
peroksida. Asam askorbat adalah zat pertama dalam detoksifikasi dan
menetralkan radikal superoksida (Noctor dan Foyer, 1998) dan berperan
penting dalam fotoproteksi, regulasi fotosintesis, serta proses pertumbuhan
tanaman seperti pembelahan sel dan ekspansi dinding sel ( Smirnoff, 2000;
Pignocchi dan Foyer, 2003).
Seperti yang telah dilaporkan oleh Dehghan et al. (2011) bahwa
aplikasi asam askorbat eksogenous dengan dosis 400 ppm pada kondisi
cekaman salinitas dapat meningkatkan persentase perkecambahan kedelai,
bobot kering akar dan tajuk. Ejaz et al. (2012) juga menyatakan bahwa
aplikasi asam askorbat pada tebu dapat membantu meningkatkan
pertumbuhan vegetatif, aktifitas enzim antioksidan (POD dan SOD), dan
kandungan prolin pada cekaman salinitas. Aplikasi asam askorbat pada
kacang hijau yang mengalami stres salinitas juga dapat meningkatkan
aktivitas enzim antioksidan dan mencegah aktivitas senyawa reaktif
oksigen. Selain itu asam askrobat juga meningkatkan kandungan klorofil
pada kacang hijau (Dolatabadian dan Jouneghani, 2009).

21

BAB 3
SIMPULAN
3.1 Simpulan
Untuk mengatasi adanya cekaman yang disebabkan oleh salinitas
maka dianjurkan untuk memilih varietas yang sesuai diantaranya adalah
varietas Cirata, Cisadane, Batang Lembang, Widas, Randah Kuning, IR 42,
IR 64, Punggur dan Cisantana.
Varietas-varietas padi yang dianggap toleran terhadap kondisi-kondisi
tanah yang berhubungan dengan gambut, kemasaman dan salinitas di lahan
pasang-surut adalah Banyuasin, Batanghari, Dendang, Indragiri, Punggur,
Martapura, Margasari, Siak Raya, Air Tenggulang,
Dengan memilih salah satu varietas diatas maka para petani dapat
menanam padi dilahan yang bersalinitas tinggi.

22

DAFTAR PUSTAKA
Barus,
W.A.
2016.
Varietas
Padi
Toleran
Salinitas.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/57896/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses 2 Agustus 2016.
Utama, MZH. 2009. Penapisan Varietas Padi Toleran Salinitas pada Lahan Rawa
di Kabupaten Pesisir Selatan. http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=84482&val=194&title=. Diakses 2 Agustus 2016.
.

23

Anda mungkin juga menyukai