Anda di halaman 1dari 19

Btu/lb 25.6 MJ/kg X 429.923 = 11,006 Btu/lb Konversi Nilai Kalori Sif Kcal/kg 25.6 MJ/kg X 238.

85 = 6,115 kcal/kg
MJ / kg ---------- Btu/lb 5,600 kcal/kg X 1.8 = 10,080 Btu/lb MJ / kg ----------
KUALITAS BATUBARA Baik buruknya suatu kualitas batubara ditentukan oleh penggunaan batubara itu sendiri.
Batubara yang berkualitas baik untuk penggunaan tertentu, belum tentu baik pula untuk penggunaan yang lainnya,
begitu juga sebaliknya KUALITAS BATUBARA Kualitas suatu batubara dapat ditentukan dengan cara analisa
parameter tertentu baik secara fisik maupun secara kimia. Parameter yang ditentukan dari suatu analisa batubara
tergantung tujuan untuk apa batubara tersebut digunakan. Parameter Kualitas Batubara Total Moisture Proximate
Total Sulfur Calorific Value HGI Ultimate Analysis Ash Fusion Temperature Ash Analysis TOTAL MOISTURE
MOISTURE DALAM BATUBARA TOTAL MOISTURE Tinggi Rendahnya Total Moisture akan tergantung pada :
Peringkat Batubara Size Distribusi Kondisi Pada saat Sampling Peringkat Batubara Semakin tinggi peringkat suatu
batubara semakin kecil porositas batubara tersebut atau semakin padat batubara tersebut. Dengan demikian akan
semakin kecil juga moisture yang dapat diserap atau ditampung dalam pori batubara tersebut. Hal ini menyebabkan
semakin kecil kandungan moisturenya khususnya inherent moisturenya. Size Distribusi Semakin kecil ukuran partikel
batubara, maka semakin besar luas permukaanya. Hal ini menyebabkan akan semakin tinggi surface moisturenya.
Pada nilai inherent moisture tetap, maka TM-nya akan naik yang dikarenakan naiknya surface moisture. Kondisi
Sampling Total Moisture dapat dipengaruhi oleh kondisi pada saat batubara tersebut di Sampling. Yang termasuk
dalam kondisi sampling adalah : Kondisi batubara pada saat disampling Size distribusi sample batubara yang diambil
terlalu besar atau terlalu kecil. Cuaca pada saat pengambilan sample. Penentuan Total Moisture Penentuan Total
Moisture biasanya dibagai menjadi dua tahap penentuan yaitu : Penentuan Free Moistrue atau air dry loss
Penentuan Residual moisture TOTAL MOISTURE Dalam komersial, Total Moisture sering dijadikan parameter
penentu berat cargo akhir, atau bahkan sebagai batasan Reject. Total Moisture juga digunakan sebagai faktor dalam
penentuan basis As Received, baik untuk nilai kalori maupun untuk parameter lainnya. PROXIMATE ANALYSIS Air
dried moisture Ash Content Volatile Matter Fixed carbon AIR DRIED MOISTURE Moisture In the analysis samples
Inherent Moisture Adalah moisture yang terkandung dalam batubara setelah batubara tersebut dikering udarakan
Sifat-Sifat ADM Besar kecilnya nilai ADM dipengaruhi oleh peringkat batubara. Semakin tinggi peringkat batubara,
semakin rendah kandungan ADM nya. Nilainya tergantung pada humuditas dan temperature ruangan dimana
moisture tersebut dianalisa. Nilainya tergantung juga pada preparasi sample sebelum ADM dianalisa (Standar
preparasi) AIR DRIED MOISTURE Penentuan ADM Sample Batubara di preparasi, dan digerus sampai ukuran
0.212mm atau 0.250 mm, AIR DRIED MOISTURE ASH CONTENT Batubara sebenarnya tidak mengandung abu,
melainkan mengandung mineral matter. Namun sebagian mineral matter dianalisa dan dinyatakan sebagai kadar Abu
atau Ash Content. Mineral Matter atau ash dalam batubara terdiri dari inherent dan extarneous. Inherent Ash ada
dalam batubara sejak pada masa pembentukan batubara dan keberadaan dalam batubara terikat secara kimia
dalam struktur molekul batubara Sedangkan Extraneous Ash, berasal dari dilusi atau sumber abu lainnya yang
berasal dari luar batubara. Sifat Sifat kadar Abu Kadar abu dalam batubara tergantung pada banyaknya dan jenis
mineral matter yang dikandung oleh batubara baik yang berasal dari inherent atau dari extraneous. Kadar abu relatif
lebih stabil pada batubara yang sama. Oleh karena itu Ash sering dijadikan parameter penentu dalam beberpa
kalibrasi alat preparasi maupun alat sampling. Semakin tinggi kadar abu pada jenis batubara yang sama, semakin
rendah nilai kalorinya. Kadar abu juga sering mempengaruhi nilai HGI batubara. Kegunaan kadar Abu Kadar abu
didalam penambangan batubara dapat dijadikan penentu apakah penambangan tersebut bersih atau tidak, yaitu
dengan membandingkan kadar abu dari data geology atau planning, dengan kadar abu dari batubara produksi.
Kadar abu dalam komersial sering dijadikan sebagai garansi spesifikasi atau bahkan sebagai rejection limit.
Penentuan kadar Abu ASH CONTENT VOLATILE MATTER Volatile matter/ zat terbang, adalah bagian organik
batubara yang menguap ketika dipanaskan pada temperature tertentu. Volatile matter biasanya berasal dari gugus
hidrokarbon dengan rantai alifatik atau rantai lurus. Yang mudah putus dengan pemanasan tanpa udara menjadi
hidrokarbon yang lebih sederhana seperti methana atau ethana. Sifat-Sifat Volatile Matter Kadar Volatile Matter
dalam batubara ditentukan oleh peringkat batubara. Semakin tinggi peringkat suatu batubara akan semakin rendah
kadar volatile matternya. Volatile matter memiliki korelasi dengan vitrinite reflectance, semakin rendah volatile matter,
semakin tinggi vitrinite reflectancenya Grafik Hubungan antara Volatile Matter dengan Vitrinite Reflectance Kegunaan
Volatile Matter Volatile Matter digunakan sebagai parameter penentu dalam penentuan peringkat batubara. Volatile
matter dalam batubara dapat dijadikan sebagai indikasi reaktifitas batubara pada saat dibakar. Semakin tinggi
peringkat suatu batubara akan semakin rendah kadar volatile matternya. Pengujian Volatile Matter VOLATILE
MATTER SULFUR Sifat-Sifat SULFUR Kandungan sulfur dalam batubara sangat bervariasi dan pada umumnya
bersifat heterogen sekalipun dalam satu seam batubara yang sama. Baik heterogen secara vertikal maupun secara

lateral. Namun demikian ditemukan juga beberapa seam yang sama memiliki kandungan sulfur yang relatif
homogen. Kegunaan SULFUR Sulfur dalam batubara thermal maupun metalurgi tidak diinginkan, karena Sulfur
dapat mempengaruhi sifat-sifat pembakaran yang dapat menyebabkan slagging maupun mempengaruhi kualitas
product dari besi baja. Selain itu dapat berpengaruh terhadap lingkungan karena emisi sulfur dapat menyebabkan
hujan asam. Oleh karena itu dalam komersial, Sulfur dijadikan batasan garansi kualitas, bahkan dijadikan sebagai
rejection limit. Namun demikian dalam beberapa utilisasi batubara, Sulfur tidak menyebabkan masalah bahkan sulfur
membantu performance dari utilisasi tersebut. Utilisasi tersebut misalnya pada proses pengolahan Nikel seperti di PT.
INCO. Dan juga pada proses Coal Liquefaction (Pencairan Batubara). Pengujian SULFUR TOTAL SULFUR
STOICIOMETRY Miliequivalent S = Miliequivalent SO2 Miliequivalent SO2 = Miliequivalent H2SO4 Miliequivalent
H2SO4 = Miliequivalent NaOH Miliequivalent NaOH = Miliequivalent Borax (Na2B4O7) Miliequivalent Borax
(Na2B4O7) = V(ml) x N Borax Miliequivalent S = V(ml) x N Borax (Na2B4O7 ) Due to Blank test is regularly
determined prior to determined the samples, then the equation become : Miliequivalent S = (V(ml) V blank (ml)) x N
Borax Weight S in the sample (gram) = (V(ml) V blank (ml)) x N Borax x ME.S 1000 ME. S = MM = 32.08 /2 =
16.04 STOICIOMETRY Calorific Value Specific Energy Higher heating Value Adalah nilai energi yang dapat
dihasilkan dari pembakaran batubara. Nilai kalori batubara dapat dinyatakan dalam satuan: MJ/Kg , Kcal/kg, BTU/lb
Nilai kalori tersebut dapat dinyatakan dalam Gross dan Net. Calorific Value Konversi Nilai Kalori LATIHAN Kcal / kg
----------at-Sifat Nilai kalori Batubara Nilai Kalori batubara bergantung pada peringkat batubara. Semakin tinggi
peringkat batubara, semakin tinggi nilai kalorinya. Pada batubara yang sama Nilai kalori dapat dipengaruhi oleh
moisture dan juga Abu. Semakin tinggi moisture atau abu, semakin kecil nilai kalorinya. Pengujian Nilai kalori
Batubara Proses Pembakaran CALORIFIC VALUE
Read more: http://ahmad-tarmizi.blogspot.com/2012/05/kualitas-batubara.html#ixzz2O6bzF7Pq

Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil yang terbentuk dari
endapan, batuan organik yang terutama terdiri dari karbon,
hidrogen dan oksigen. Batubara terbentuk dari tumbuhan yang
telah terkonsolidasi antara strata batuan lainnya dan diubah oleh
kombinasi pengaruh tekanan dan panas selama jutaan tahun
sehingga membentuk lapisan batubara.
Proses Pembentukan batubara itu sendiri dimulai sejak zaman
batubara pertama (Carboniferous Period / Periode Pembentukan
Karbon atau Batubara), yang berlangsung antara 360 juta sampai
290 juta tahun yang lalu.
Mutu dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan
tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut
sebagaimaturitas organik. Proses awalnya gambut berubah
menjadi lignite (batubara muda) ataubrown coal (batubara
coklat) Ini adalah batubara dengan jenis maturitas organik
rendah. Dibandingkan dengan batubara jenis lainnya, batubara
muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat
sampai kecoklat-coklatan. Akibat pengaruh suhu dan tekanan
yang terus menerus selama jutaan tahun, batubara muda

mengalami perubahan yang secara bertahap menambah


maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi
batubara sub-bitumen. Perubahan kimiawi dan fisika terus
berlangsung hingga batubara menjadi lebih keras dan warnanya
lebih hitam dan membentuk bitumen atauantrasit. Dalam
kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin
tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit.

Tingkatan Kualitas Batubara


Tingkat perubahan yang dialami batu bara, dari gambut sampai
menjadi antrasit disebut sebagai pengarangan memiliki
hubungan yang penting dan hubungan tersebut disebut sebagai
tingkat mutu batubara. Batubara dengan mutu yang rendah,
seperti batubara muda dan sub-bitumen biasanya lebih lembut
dengan materi yang rapuh dan berwarna suram seperti
tanah. Batubara muda memilih tingkat kelembaban yang tinggi
dan kandungan karbon yang rendah, dan dengan demikian
kandungan energinya rendah
Batubara dengan mutu yang lebih tinggi umumnya lebih keras
dan kuat dan seringkali berwarna hitam mengkilap seperti kaca.
Batubara dengan mutu yang lebih tinggi, memiliki kandungan
karbon yang lebih banyak, tingkat kelembaban yang lebih rendah
dan menghasilkan energi yang lebih banyak. Antrasit adalah
batubara dengan mutu yang paling baik dan dengan demikian
memiliki kandungan karbon dan energi yang lebih tinggi serta
tingkat kelembaban yang lebih rendah. (seperti terlihat pada
diagram berikut).

Proses pembentukan batubara dari gambut hingga antrasit, tentu


saja dipengaruhi oleh terdapat beberapa faktor seperti adanya
perkembangan dan jenis tumbuh-tumbuhan, keadaan lingkungan
pengendapan, dan adanya proses geologi.
Perkembangan
dan
jenis
tumbuh-tumbuhan
sangat
berpengaruh sekali terhadap jenis dan akumulasi batubara yang
terjadi. Berbagai macam jenis tumbuhan dan bagian-bagian dari
akar sampai bunga, antara lain : vitrain yang terbentuk dari
batang kayu yang keras dan merupakan batubara yang porous.
Sementara itu, keadaan lingkungan pengendapan batubara
akan mempengaruhi jenis, kilap dan peringkat dari batubara.
Keadaan lingkungan pengendapan ini meliputi : cuaca, iklim dan
keadaan tanah maupun rawa-rawa tersebut. Batubara yang
terendapkan pada daerah tropis dan beriklim hangat akan
membentuk batubara yang mengkilap, sedangkan pada daerah
dingin akan membentuk batubara yang kusam.
Sedangkan proses geologi yang dapat mempengaruhi
pembentukan atau peningkatan derajat kualitas batubara, antara
lain :
1. Intrusi yang menyebabkan batubara mengalami metamorfosa
kontak sehingga derajat batubara akan meningkat seperti di
Tambang Air Laya dan Balong Hijau.

2. Perlipatan yang terjadi pada zona perlipatan yang kuat, batubara


akan mengalami kenaikan derajat.
3. Patahan atau zona patahan, batubara akan mengalami
metamorfosis akibat adanya dislokasi, misalnya : di Ombilin
Sumatera Barat.

BAB III
KONSEP DASAR PERENCANAAN TAMBANG

3.1 PENGERTIAN
Perencanaan adalah penentuan persyaratan dalan mencapai sasaran,kegiatan serta urutan teknik
pelaksanaan berbagai macam kegiatan untuk mencapai suatu tujuan dan sasaran yang diinginkan. Pada
dasarnya perencanaan dibagi atas 2 bagian utama, yaitu:
1. Perencanaan strategis yang mengscu kepada sasaran secara menyeluruh, strategi pencapaiannya serta
penentuan cara, waktu, dan biaya.
2. Perencanaan operasional, menyangkut teknik pengerjaan dan penggunaan sumber daya untuk mencapai
sasaran.
Dari dasar perencanaan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu perencanaan akan berjalan dengan
menggunakan dua pertimbangan yaitu pertimbangan ekonomis dan pertimbangan teknis. Untuk
merealisasikan perencanaan tersebut dibutuhkan suatu program-program kegiatan yang sistematis berupa
rancangan kegiatan yang dalam perencanaan penambangan disebut rancangan teknis penambangan
Rancangan teknis ini sangat dibutuhkan karena merupakan landasan dasar atau konsep dasar dalam
pembukaan suatu tambang khususnya tambang bijih nikel.
3.2. PERHITUNGAN CADANGAN BIJIH
Salah satu tahapan dalam melakukan perencanan tambang adalah melakukan prhitungan cadangan. Untuk
setiap blok atau lubang dalam bijih harus dihitung kualitas dan kuantitasnya dengan baik. Dengan
menggunakan data hasil perhitungan cadangan maka rencana produksi dapat dibuat.
Untuk mengetahui cadangan bijih nikel di Tanjung Buli dihitung dengan menggunakan metode area of
influence. Data bor yang dijadikan acuan perhitungan adalah data loging bor spasi 50 meter x 50
meter,dengan data elevasi terbaru.
Untuk menghitung volume cadangan maka didapat dengan mengalikan antara luas blok dengan ketebalan
yang mengandung bijih pada data log bor tersebut.
Volume = luas x tebal . (3.1)
Sedangkan menghitung tonnage cadangan diperoleh dari hasil kali volume blok dengan density insitu.
Tonnage = Volume x Density .. (3.2)
3.3 PERTIMBANGAN DASAR PERENCANAAN TAMBANG
Dalam suatu perencanaan tambang, khususnya tambang bijih nikel terdapat dua pertimbangan dasar yang
perlu diperhatikan, yaitu:
3.3.1 Pertimbangan Ekonomis
Pertimbangan ekonomis ini menyangkut anggaran. Data untuk pertimbangan ekonomis dalam melakukan
perencanaan tambang batubara,yaitu:
a. Nilai (value) dari endapan per ton batubara

b. Ongkos produksi, yaitu ongkos yang diperlukan sampai mendapatkan produk berupa bijih nikel diluar
ongkos stripping.
c. Ongkosstripping of overburdendengan terlebih dahulu mengetahui stripping rationya.
d. Keuntungan yang diharapkan dengan mengetahui Economic Stripping Ratio.
e. Kondisi pasar
3.3.2 Pertimbangan Teknis
Yang termasuk dalam data untuk pertimbangan teknis adalah:
a. Menentukan Ultimate Pit Slope (UPS)
Ultimate pit slope adalah kemiringan umum pada akhir operasi penambangan yang tidak menyebabkan
kelongsoran atau jenjang masih dalam keadaan stabil. Untuk menentukan UPS ada beberapa hal yang harus
diperhatikan yaitu:
- Stripping ratio yang diperbolehkan.
- Sifat fisik dan mekanik batuan
- Struktur Geologi
- Jumlah air dalam di dalam batuan
b. Ukuran dan batas maksimum dari kedalaman tambang pada akhir operasi
c. Dimensi jenjang/bench
Cara-cara pebongkaran atau penggalian mempengaruhi ukuran jenjang. Dimensi jenjang juga sangat
tergantung pada produksi yang diinginkan dan alat-alat yang digunakan. Dimensi jenjang harus mampu
menjamin kelancaran aktivitas alat mekanis dan faktor keamanan. Dimensi jenjang ini meliputi tinggi, lebar,
dan panjang jenjang.
d. Pemilihan sistem penirisan yang tergantung kondisi air tanah dan curah hujan daerah penambangan.
e. Kondisi geometrik jalan
Kondisi geometrik jalan terdiri dari beberapa parameter antara lain lebar jalan, kemiringan jalan, jumlah
lajur, jari-jari belokan,superelevasi,cross slope, dan jarak terdekat yang dapat dilalui oleh alat angkut.
f. Pemilihan peralatan mekanis yang meliputi:
- Pemilihan alat dengan jumlah dan type yang sesuai.
- Koordinasi kerja alat-alat yang digunakan.
g. Kondisi geografi dan geologi
Topografi
Topografi suatu daerah sangat berpengaruh terhadap sistem penambanganyang digunakan. Dari faktor
topografi ini,dapat ditentukan cara penggalian, tempat penimbunan overburden, penentuan jenis alat, jalurjalur jalan yang dipergunakan,dan sistem penirisan tambang.
Struktur geologi
Struktur geologi ini terdiri atas lipatan, patahan, rekahan, perlapisan dan gerakan-gerakan tektonis.
Penyebaran batuan
Kondisi air tanah terutama bila disertai oleh stratifikasi dan rekahan.Adanya air dalam massa ini akan
menimbulkan tegangan air pori.
3.4 DASAR PEMILIHAN SISTEM PENAMBANGAN

Dengan perkembangan teknologi, sistem penambangan dibagi dalam tiga sistem penambangan yaitu:
Tambang terbuka yaitu sistem penambangan yang seluruh kegiatan penambangannya berhubungan
langsung dengan udara luar.
Tambang dalam yaitu sistem penambangan yang aktivitas penambangannya dibawah permukaan atau di
dalam tanah.
Tambang bawah air (Under water Mining)
Dalam penentuan sistem penambangan yang akan digunakan ada beberapa hal yang harus diperhatikan,
diantaranya adalah:
Letak kedalaman endapan apakah dekat dengan permukaan bumi atau jauh dari permukaan.
Pertimbangan ekonomis yang tujuannya untuk memperoleh keuntungan yang maksimal dengan Mining

Recovery yang maksimal dan relatif aman.


Pertimbangan teknis
Pertimbangan Teknologi.
Ketiga sistem penambangan yang telah disebutkan sebelumnya, mempunyai kelebihan dan kekurangan
masing-masing serta sesuai dengan karakteristik dari endapan yang akan ditambang. Khusus dalam
penelitian ini akan dibahas sistem penambangan secara tambang terbuka.
Metode penambangan yang biasanya digunakan untuk tambang bijih adalah metode open pit, open mine,
open cut, dan open cast. Perbedaan dari keempat metode ini dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3.1
Open pit/Open Cast dan Open Cut/Open Mine
Pada kegiatan penambangan menggunakan empat metode diatas, bijih berasal dari penggalian excavator
baik dilakukan sendiri atau dengan kombinasi alat lain cara penggalian bijih nikel yang digunakan pada
metode penambangan open pit,open cut, open cast dan open mine adalah:
a. Sistem jenjang tunggal (Single Bench)
Sistem jenjang tunggal biasanya dipakai untuk menambang bahan galian yang relatif dangkal dan
memungkinkan unutk beroperasi dengan jenjang tunggal.

Gambar 3.2 Jenjang Tunggal


Tinggi jenjang maksimum yang stabil, kemiringannya tergantung pada jenis batuan yang ditambang.
Ketinggian jenjang yang aman ditetapkan dengan mempertimbangkan keselamatan pekerja dan peralatan.
Ketinggian jenjang berhubungan erat dengan kesetabilan permukaan yang aman adalah apabila alat-alat
yang berioperasi dan pekerja dalam kondisi tidak aman, dimana tempat yang enjadi landasan terdapat
kemungkinan akan runtuh/longsor.
Besarnya hasil produksi yang dihasilkan dengan jenjang tunggal sangat terbatas dan ditentukan oleh
kapasitas alat. Selain itu juga ditentukan oleh luas permukaan kerja (front).
b. Sistem jenjang bertingkat (Multiple bench)
Penambangan dengan jenjang bertingkat umumnya digunakan untuk menambang bahan galian yang
kompak (massive) dan endapan bijih tebal yang sanggup ditambang jika menggunakan cara penambangan
dengan jenjang tunggal. Jenis batuannya harus kuat dan keras agar dapat mendukung beban yang ada
diatasnya.

Gambar 3.3 Jenjang Bertingkat


Kemiringan lereng dapat dibuat lebih vertikal jika daya dukung batuan besar. Pit slope bervariasi antara 20
- 70. Dari horizontal. Hal ini diaksud agar mendapatkan perolehan bijih yang lebih banyak lagi.

Kestabilan jenjang perlu dijaga terutama untuk mempertinggi faktor keamanan. Untuk menghindari
kecelakaan, beberapa cara dapat dilakukan yaitu dengan pembersihan bongkah-bongkah batu yang
menempel pada dinding jenjang, mengetahui daerah kritis,pengeringan, dan memonitor pergerakan dan
pergeseran.
Pada pemilihan sistem penambangan secara tambang terbuka ada beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap pemilihan sistem penambangan, yaitu :
3.4.1 Jumlah Tanah Penutup
Tanah penutup atau overburden yaitu tanah yang berada di atas lapisan bijih. Sebelum pengambilan bijih,
terlebih dahulu tanah penutupnya harus dikupas. Jumlah dari tanah penutup harus diketahui dengan jelas
untuk menentukan nilai Stripping Ratio.
3.4.2 Jumlah Cadangan Bijih
Dari data hasil pemboran dan eksplorasi, dapat diketahui jumlah cadangan bijih yang dapat ditambang
(mineable). Dari jumlah bijih nikel hasil perhitungan cadangan tersebut terdapat standar pengurangan yang
digunakan oleh perusahaan sehinggga diperoleh mining recovery. Standar pengurangan tersebut dapat
berupa:
- Geologi faktor
- Mining loss
- Dilution
3.4.3 Batas Penambangan (Pit Limit) dan Stripping ratio
Batas penambangan ditentukan dengan cara menentukan daerah yang layak untuk diproduksi. Cara
penentuannya adalah dengan memisahkan daerah yang layak dalam masalah kadar,diman kelayakan kadar
adalah cut off grade (COG). COG adalah kadar rata-rata terendah yang asih menguntungkan. Kemudian
langkah selanjutnya adalah menghitung stripping ratio (SR). SR adalah perbandingan antara volume tanah
penutup yang dipindahkan per satuan berat bijih (satuan m3/ton). Sehingga dengan mengetahui nilai SR,
maka dari daerah yang sudah memenuhi syarat COG dilihat lagi SRnya. Jika SRnya lebih besar dari SR yang
ditentukan perusahaan, maka daerah tersebut tidak layak untuk diproduksi.
(3.3)

Gambar 3.4
Dimensi Pengukuran Stripping ratio
3.5 RANCANGAN TEKNIS PENAMBANGAN
Rancangan teknis penambangan merupakan bagian dari suatu perencanaan tambang. Rancangan
penambangan ini merupakan program penambangan yang akan dikerjakan dan telah diberikan batas-batas
dan aturan tegas yang harus dipenuhi dalam setiap aktivitasnya sebagai bagian dari keseluruhan

perencanaan tambang tersebut.


Setelah menganalisa dasar dari pemilihan sistem penambangan, maka dibuat suatu rancangan
penambangan atau teknis pelaksanaan penambangan tersebut. Analisa yang dibuat berupa metode
penambangan yang akan diterapkan.
3.5.1 Persiapan Penambangan
Persiapan penambangan merupakan kegiatan pendahuluan dari aktivitas penambangan. Persiapan
penambangan ini berupa pembersihan areal yang akan ditambang (Land Clearing), pembuatan jalan
tambang, penanganan masalah air (drainase) dan pengupasan tanah penutup (Stripping OB).
Pembersihan lahan adalah suatu pekerjaan tahap awal pada kegiatan penambangan. Pembersihan lahan ini
dilakukan untuk menyingkirkan pepohonan dan semak belukar yang tubuh di sekitar areal penambangan
dan mempersiapkan akses masuk ke tambang atau pembuatan jalan angkut.
Penanganan masalah air tambang mencakup pembuatan saluran, sumuran, dan kolam pengendapan.
Dimensi saluran, sumuran dan kolam pengendapan harus dibuat sesuai dengan debit air yang ada sehingga
air tambang tidak langsung mengalir ke air bebas yang dapat menimbulkan masalah lingkungan.
Pekerjaan pengupasan yang dilakukan pada tanah penutup,biasanya dilakukan bersama-sama dengan
clearing dengan menggunakan alat bulldozer. Pekerjaan ini dimulai dari tepat yang lebih tinggi, dan tanah
penutup didorong ke bawah ke arah yang lebih rendah sehingga alat dapat bekerja dengan bantuan gaya
gravitasi.
3.5.2 Desain Jenjang dan Analisis Kemantapan Lereng
Karena letak bijih berada dilapisan bawah dari permukaan dan tertutup oleh lapisan tanah penutup, maka
untuk mencapai lapisan bijih itu biasanya dibuat jenjang/bench. Suatu jenjang yang dibuat harus mampu
menampung dan mempermudah pergerakan alat-alat mekanis pada saat aktivitas pengupasan tanah
penutup dan pengambilan bijih.
Dimensi suatu jenjang dapat ditentukan dengan mengetahui data produksi yang diinginkan, peralatan
mekanis yang digunakan, material yang digali, jenis pembongkaran dan penggalian yang dipergunakan dan
batas kedalaman penggalian atau tebalnya lapisan bijih, serta data sifat mekanik dan sifat fisik batuan unutk
kestabilan lereng. Dimensi daripada jenjang adalah:
a. Panjang jenjang
Panjang jenjang tergantung pada produksi yang diinginkan dan luas dari areal penambangan atau dibuat
sampai pada batas penambangan yang direncanakan. Pada dasarnya adalah alat-alat mekanis yang
digunakan mempunyai ruang gerak yang cukup untuk bermanuver dalam aktivitasnya.
b. Lebar jenjang
Lebar jenjang dirancang sesuai dengan jarak yang dibutuhkan oleh alat mekanis dalam beroperasi, dalam
hal ini alat gali/muat dan alat angkut.Untuk menghitung lebar jenjang minimum dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan:
Wmin = 2R +JP + C + JA .. (3.4)
Dimana:
W min = Lebar jenjang minimum
R = Radius putar alat muat excavator back hoe
JP = Jangkauan penumpahan BH
C = Lebar alat angkut
JA = Jarak aman
c. Tinggi jenjang
Tinggi jenjang adalah jarak vertikal yang diukur dari kaki jenjang ke puncak jenjang tersebut. Tinggi jenjang
dibuat tergantung dari faktor keamanan suatu lereng dan tinggi maksimum penggalian dari alat gali yang
digunakan.
Analisis kemantapan lereng (slope stability) diperlukan sebagai pendekatan untuk memecahkan masalah
kemungkinan longsor yang akan terjadi pada suatu lereng. Lereng pada daerah penambangan dapat
mengalami kelongsoran apabila terjadi perubahan gaya yang bekerja pada lereng tersebut. Perubahan gaya
ini dapat terjadi karena pengaruh alam atau karena aktivitas penambangan.

Kemantapan lereng tergantung pada gaya penggerak (driving force) yaitu gaya yang menyebabkan
kelongsoran dan gaya penahan (resisting force) yaitu gaya penahan yang melawan kelongsoran yang ada
pada bidang gelincir tersebut serta tergantung pada besar atau kecilnya sudut bidang gelincir atau sudut
lereng.
Menurut prof. Hoek (1981) kemantapan lereng biasanya dinyatakan dalam bentuk faktor keamanan yang
dapat dirumuskan sebagai berikut:
.. (3.5)
Dimana:
Fk > 1 berarti lereng aman
Fk = 1 berarti lereng dalam keadaan seimbang
Fk < 1 berarti lereng dianggap tidak stabil
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemantapan dari lereng diantaranya adalah:
1. Geometri lereng
2. Sifat fisik dan mekanik tanah/batuan
3. Struktur geologi
4. Pengaruh air tanah
5. Pengaruh gaya-gaya luar
6. Kedudukan lereng terhadap bidang perlapisan batuan
7. Faktor waktu.
Longsoran pada suatu lereng dapat terjadi dengan beberapa bentuk atau cara. Hal ini yang membuat analisa
dari kemantapan lereng sangat penting menurut Hoek & Bray (1981), klasifikasi longsoran dapat dibagi atas
:
1. Longsoran busur
Bidang gelincir dari longsoran ini mempunyai bentuk busur lingkaran. Longsoran ini biasanya terjadi pada
lereng dengan batuan yang sudah mengalai pelapukan, tanah atau batuan yang ikatan anatarbutirnya relatif
lemah. Analisis kemantapan lereng dengan bentuk longsoran busur adalah yang paling banyak dipakai
terutama pada pekerjaan sipil dan pertambangan atau tambang terbuka di daerah tropis.
2. Longsoran bidang (Plane failure)
Pergerakan material pada jenis longsoran ini akan melalui satu bidang luncur. Bidang luncur adalah bidang
lemah pada lereng perlapisan, sesar, dan kekar. Longsoran ini dapat terjadi jika terdapat bidang luncur dan
arah bidang luncur relatif sejajar dengan kemiringan lereng. Kemiringan lereng lebih besar dari sudut geser
dalam dan terdapat bidang bebas pada kedua sisi lereng.
3. Longsoran baji (wedge failure)
Bidang luncur dari longsoran jenis ini merupakan dua bidang lemah yang saling berpotongan. Arah
pergerakan akan searah dengan garis perpotongan bidang lemah tersebut.
4. Longsoran guling ( topling failure)
Longsoran guling terjadi pada jenis batuan yang keras dan pada batuan tersebut banyak terdapat bidang
lemah yang relatif sejajar satu sama lain. Kondisi yang memungkinkan terjadinya longsoran ini adalah jika
kemiringan lereng berlawanan arah dengan kemiringan bidang-bidang lemahnya.
Longsoran tanah pada daerah penambangan diasumsikan bahwa:
a. Material yang membentuk lereng dianggap homogen dngan sifat mekanik akibat beban sama ke segala
arah
b. Longsoran yang terjadi menghasilkan bidang luncur berupa busur
c. Tinggi permukaan air pada lereng adalah jenuh sampai kering sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.
Untuk menganalisa keungkinan longsoran, ada beberapa macam cara yang digunakan. Salah satu diantara
cara yang digunakan adalah dengan menggunakan diagaram Hoek & Bray dimana tanah dengan lima
macam kondisi permukaan air tanahnya dibagi ke dalam lima diagram. Pemilihan metode ini selain dan
cepat hasilnya juga cukup teliti dan sering dipergunakan untuk tahap perancangan.
3.5.3 Pembongkaran, Pemuatan dan Pengangkutan

Pembongkaran adalah upaya yang dilakukan untuk melepaskan batuan dari batuan induknya baik dengan
cara penggalian dengan enggunakan alat gali maupun dengan cara pemboran dan peledakan. Pada intinya
pembongkaran ini bertujuan agar batuan dapat dengan mudah dan cepat dilepaskan serta alat muat dapat
dengan mudah memuat material ke alat angkut.
Pemuatan adalah kegiatan lanjutan setelah pembongkaran batuan pada loading point yang bertujuan untuk
memuat material ke alat angkut kemudian diangkut ke titik dumping baik itu grizzly atau pada disposal
area.
Banyaknya material yang dibongkar, dimuat, dan diangkut oleh masing-masing alat dinyatakan dalam
jumlah produksi yang dapat diketahui dengan menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Partanto
Projosumarto berikut:
a. Produksi alat gusur
(3.6)
Dimana:
P(BD) = produksi bulldozer (ton/jam)
Fk = faktor koreksi (%)
BF = Blade faktor (%)
KB = kapasitas blade (m3)
SF = swell factor (%)
D = density (ton/m3)
b. Produksi alat muat/gali
. (3.7)
Dimana:
P(BH) = produksi excavator back hoe (ton/jam)
Eff. = effisiensi kerja (%)
KB = kapasitas blade (m3)
SF = swell factor (%)
FF = fill factor (%)
D = density (ton/m3)
Ct = Cycle time (menit)
c. Produksi alat angkut
(3.8)
Dimana:
P(DT) = produksi dump truck (ton/jam)
Eff. = effisiensi kerja (%)
KB = kapasitas blade (m3)
SF = swell factor (%)
FF = fill factor (%)
n = jumlah pengisian
D = density (ton/m3)
Ct = Cycle time (menit)
3.5.4 Penirisan Tambang
Penirisan tambang adalah upaya untuk mencegah atau mengeluarkan air yang masuk atau menggenangi
suatu daerah penambangan yang dapat aktivitas penambangan.
Perkiraan air yang masuk ke dalam tambang berasal dari air lipasan berupa air hujan dan air tanah berupa
rembasan. Upaya yang dilakukan pada penirisan tambang ini diantaranya adalah:
Pembuatan drainage/saluran air
Saluran air tambang berfungsi untuk mencegah air dari luar tambang serta menampung air limpasan pada
suatu daerah dan mengalirkannya ke tempat yang lain. Saluran air ini dibuat di luar areal penambangan.
Pemompaan
Pemompaan ini dilakukan jika air yang telah masuk ke dalam tambang tidak bisa dialirkan langsung menuju

saluran yang dibuat. Untuk mengeluarkan air yang masuk kedalam tambang maka dibuatlah suatu saluran
penirisan dan pemompaan. Besarnya debit air yang kedalam lokasi penambangan dapat dihitung dengan
menggunakan metode rasional dengan persamaan sebagai berikut:
Q = 0,278 x C x I x A (3.9)
Dimana:
Q = Debit air yang masuk kedalam lokasi tambang (m3/detik)
C = Koefisien pengaliran
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = luas daerah tangkapan hujan (m2)
Dimensi saluran yang akan dibuat untuk mengalirkan air dari tambang dapat diketahui dengan
menggunakan persamaan Manning berikut ini:
Q = 1/n x R2/3 x S1/2 x A (3.10)
Dimana:
Q = Debit air dalam saluran per detik (m3/detik)
n = Koefisien kekerasan saluran
S = gradien kemiringan dasar saluran
A = Luas penampang
R = jari-jari hidrolis
Beberapa bentuk-bentuk saluran yaitu:
a. Bentuk penampang segitiga
Bentuk ini biasanya dipergunakan untuk saluran dangkal. Saluran bentuk ini tidak mudah digerus oleh air.
Kelemahannya adalah membutuhkan waktu yang cukup lama dalam pembuatannya.
b. Bentuk penampang segiempat
Bentuk saluran ini digunakan untuk debit air yang besar kelebihannya yaitu mudah dalam pembuatannya
dan biasanya dibangun pada bahan yang stabil misalnya kayu, batu dan lain-lain. Kelemahannya adalah
mudah terjadi pengikisan sehingga terjadi pengendapan pada dasar saluran.
c. Bentuk penampang trapesium
Bentuk penampang ini adalah bentuk kombinasi antara segitiga dan segiempat. Biasanya digunakan untuk
saluran yang berdinding tanah dan tidak dilapisi sebab stabilitas kemiringan dinding dapat
disesuaikan.Bentuk ini sering digunakan pada daerah tambang karena tahan terhadap pengikisan dan
mudah digunakan pada daerah tambang karena tahan terhadap pengikisan dan mudah dalam
pembuatannya serta cocok untuk debit air yang besar.
Dan untuk menghitung dimensi saluran yang optimum dapat digunakan persamaan efisiensi hidrolis:
A = (b + zh) h ............................................ (3.11)
1 + (z)2 . (3.12)P = b + 2h
R = A/P (3.13)
Dimanan :
b = Lembar dasar saluran (m)
A = Luas penampang basah (m2)
P = Keliling basah (m)
R = jari-jari hidrolik (m)
Pembuatan sump / sumuran
Sumuran dibuat untuk menampung air yang masuk kedalam tambang dan dibuat pada dasar bukaan
kemudian dipompa keluar menuju kolampengendapan atau settling pond yang lainnya. Setelah dari
tambang tersebut diendapkan, sebagian dipergunakan untuk keperluan tambang sebagian dialirkan ke laut
sekitar.

Ruang Lingkup perencanaan Tambang

AGAR MEMPERMUDAH PEKERJAAN PERENCANAAN TAMBANG TERBUKA, MAKA


MASALAH INI BIASANYA DIBAGI MENJADI BEBERAPA TUGAS SEBAGAI BERIKUT:
1. Penentuan batas dari pit (ultimate pit limit).
Menentukan batas akhir dari kegiatan penambangan (ultimate pit limit) untuk suatu cebakan bijih, berarti
menentukan berapa besar cadangan bijih yang akan ditambang (tonase dan kadarnya) yang akan
memaksimalkan nilai bersih total dari cebakan bijih tersebut. Dalam penentuan batas dari pit, nilai waktu
dan uang belum diperhitungkan.
2. Perancangan pushback.
Merancang bentuk-bentuk penambangan (minable geometries) untuk menambang habis cadangan bijih
tersebut mulai dari titik masuk awal hingga ke batas akhir dari pit. Perancangan dari pushback atau
tahap-tahap penambangan ini membagi ultimate pit menjadi unit-unit perencanaan yang lebih kecil dan
dan lebih mudah dikelola. Hal ini akan membuat masalah perancangan tambang tiga dimensi yang
kompleks menjadi lebih sederhana.
Pada tahap inielemen waktu sudah mulai dimasukkan ke dalam rancangan penambangan karena uruturutan penambangan (pushback) telah mulai dipertimbangkan.
3. Penjadwalan produksi.
Menambang bijih dan lapisan penutupnya (waste) diatas kertas. Jenjang demi jenjang mengikuti
urutanpushback, dengan menggunakan tabulasi tonase dan kadar untuk untuk tiap pushback yang
diperoleh dari tahap 2). Pengaruh dari berbagai kadar batas (cut of grade) dan berbagai tingkat produksi

bijih dan waste dievaluasi dengan menggunakan kriteria waktu dari uang, misalnya net present value
(NPV). Hasilnya akan dipakai untuk menentukan sasaran jadwal produksi yang akan memberikan
tingkatproduksi dan strategi kadar batas yang terbaik.
4. Perencanaan tambang berdasarkan urutan waktu.
Dengan menggunakan sasaran jadwal produksi yang dihasilkan pada tahap 3), gambar atau peta-peta
rencana penambangan dibuat untuk setiap periode waktu (biasanya pertahun). Peta-peta ini
menunjukkan dari bagian mana di dalam tambang datangnya bijih dan waste untuk tahun tersebut.
Rencana penambangan tahun ini sudah cukup rinci, didalamnya sudah termasuk pula jalan angkut dan
ruang kerja alat sedemikian rupa sehingga merupakan bentuk yang dapat ditambang. Peta rencana
pembuangan lapisan penutup (waste dump) diuat pula untuk periode waktu yang sama sehingga
gambaran keseluruhan dari kegiatan penambangan dapat terlihat.
5. Pemilihan alat.
Berdasarkan peta-peta rencana penambangan dan penimbunan lapisan penutup dari tahap 4) dapat
dibuat profil jalan angkut untuk setiap perioda waktu. Dengan mengukur profil jalan angkut ini, kebutuhan
armada alat angkut dan alat muatnya dapat dihitung untuk setiap periode (setiap tahun).
Jumlah alat bor untuk peledakan serta alat-alat bantu lainnya (seperti dozer, grader, dll) dihitung pula.
6. Perhitungan ongkos-ongkos operasi dan kapital.
Dengan menggunakan tingkat prodeksi untuk peralatan yang dipilih, dapat diitungjumlah gilir kerja
(operating shift) yang diperlukan. Akhirnya, ongkos-ongkos operasi kapital dan penggantian alat dapat
dihitung.

WAKTU EDAR (CYCLE TIME)


Dalam pemindahan material terjasi kegiatan yang dilakukan berulang denga satu alat atau beberapa alat:
-

Menggali

Memuat

Memindahkan

Memongkar muatan

Waktu siklus/edar atau cycle time adalah waktu yang diperlukan untuk melakukan Satu siklus kegiatan,
yang bergantung kepada:

1.

Jenis alat berat yang digunakan

Misalnya:

Dump-truk : Pemuatan Pengangkutan Penumpahan Kembali

Bull-Dozer : Penencapan blade penggusuran Pengangkatan Blade Memutar.

Excavator : Penggalian Ayun bermuatan penumpahan Ayun kosong

Dragline : Pelemparan bucket Pengerukan Pengangkatan Bucket Ayunan bermuatan


Penumpahan Ayun kosong
2.

Jenis kegiatan yang dilakukan

Misalnya : dozer untuk menggusur, memotong, mengepras atau menyuai tinggi


3.

Metoda kerja yang dilakukan


Misalnya: bachoe mengeruk tanah kemudian tanah tersebut dibuang begitu saja, siklusnya akan

berbeda kalau backhoe tersebut mengeruk tanah kemudian tanah tersebut dimuat ke atas dumptruck
atau ditimbun ke stockpile dan/atau waste-dump.
Unsur siklus kerja:
1.

Waktu muat atau loading time (LT), tergantung pada jenis tanah, ukuran unit pengangkut (blade,

bowl, bucket, dst.), metode dalam pemuatan dan efisiensi alat.


2.

Waktu angkut atau hauling time (HT)

3.

Waktu kembali atau return time (RT)

4.

Waktu pembongkaran atau dumping time (DT)

5.

Waktu manuver atau spotting time (ST)

Waktu edar dumptruck :


CT = LT + HT + DT + RT + ST

EFISIENSI ALAT, tergantung pada:


1.

Kemampuan operator pemakai alat,

2.

Pemilihan dan pemeliharaan alat,

3.

Perencanaan dan pengaturan letak alat,

4.

Topografi dan volume pekerjaan,

5.

Kondisi cuaca,

6.

Metode pelaksanaan alat,

Tabel Efisiensi Kerja

Kondisi
Operasi
ALat

Pemeliharaan Mesin
Baik Sekali

Baik

Sedang

Buruk

Buruk Sekali

Baik Sekali

0,83

0,81

0,76

0,70

0,63

Baik

0,78

0,75

0,71

0,65

0,60

Sedang

0,72

0,69

0,65

0,60

0,54

Buruk

0,63

0,61

0,57

0,52

0,45

Buruk Sekali 0,52

0,50

0,47

0,42

0,32

PRODUKTIFITAS DAN DURASI PEKERJAAN


PRODUKTIFITAS:
Menghitung Jumlah Alat:
1.

Tentukan alat mana yang mempunya produktifitas terbesat.

2.

Asumsikan alat dengan produktifitas tersebut berjumlah satu unit

3.

Hitung jumlah alat jenis lainnya dengan selalu berpatokan pada alat dengan produktivitas terbesar.

4.

Rumus jumlah alat lainnya:

DURASI PEKERJAAN
Durasi

BULDOZER
Data yang diamati:
Jarak gusur dan kondisi lapangan, jenis, sifat dan volume material yang digusur, waktu edar (CT), dimensi
blade, perpindahan transmisi:
Prosedur:

Siapkan alat

Ukur dimensi blade dari bulldozer

Amati jenis material yang digusur

Pada waktu bulldozer bekerja amati waktu edar dan catat hasil pengamatan dalam tabel
observasi. Pencatatan dilakukan saat perpindahan gigi maju, mendorong, pindah gigi mundur, dst.
Sewaktu buldozer selesai menggusur, ukur waktu antara titik awal material berada dengan ujung

tempat kerja bulldozer.


Hitung produktifitas dan efisiensi alat.

Perhitungan Produksi
Produksi per-siklus:
Q = L x H2 x a
Dimana:
Q = Produksi per siklus (m3)
L = Lebar blade

(m)

H = Tinggi blade (m)


A = Factor Blade

Tabel Faktor Blade

Derajat Pelaksanaan penggusuran

Faktor
Blade

Penggusuran ringan

Dapat dilakukan dengan blade penuh tanah lepas: 1,1-0,9


kadar air rendah, tanah berpasir tak dipadatkan,
tanah biasa, stockpile

Penggusuran
Sedang

Tanah lepas, tetapi tidak mungkin digususr


dengan blade penuh : tanah bercampur kerikil
atau split, pasir, batupecah

0,9-0,7

Penggusuruan agak
sulit

Kadar air tinggi dan tanah liat pasir bercampur


kerikil, tanah liat yang sangat kering dan tanah
asli

0,7-0,6

Penggusuran sulit

Batuan hasil ledakan, batuan berukuran besar

0,6-0,4

Waktu Edar

CT = FT + GCTR + RT + GCTF

Dimana;
CT

= waktu edar

FT

= waktu mendorong/maju

GCTR

= waktu mengganti gigi mundur

RT

= waktu mundur

GCTF

= waktu mengganti gigi maju

Produksi per-jam

(menit)
(menit)
(menit)
(menit)
(menit)

Q =( Q1/CT ) * 60
Dimana;
Q

= produksi per jam

Q1

= Produksi per siklus

CT

= waktu edar

60

= konversi jam menit

(m3/jam)
(m3)
(menit)

= Efisiensi kerja

QUALITY CONTROL
Adalah management pengendalian kualitas batubara dari mulai data geology sampai batubara tersebut
dikirim kepada end user.

GEOLOGY MINE PLANNING PRODUCTION BARGING PENGAPALAN


STOCKPILE MANAGEMENT
Adalah management pengelolaan penyimpanan batubara produksi di stockpile yang mempertimbangkan
faktor-faktor kualitas maupun karakteristik batubara.
QUALITY CONTROL
Quality Control di suatu perusahaan tambang merupakan tanggung jawab semua bagian dari mulai
Geology sampai Shipping. Tanpa keterlibatan semua bagian tersebut, tidak akan pernah tercapai
penyelenggaraan pengendalian mutu atau quality control yang baik.

Anda mungkin juga menyukai