Anda di halaman 1dari 2

lasa, 20 Januari 2015

Akuntansi Pajak Atas Laba Penjualan Aset


Laba penjualan aset tetap sering muncul pada laporan laba rugi suatu entitas. Seperti yang kita
ketahui, suatu transaksi yang masuk dalam akun aset tetap memang tidak untuk diperjualbelikan.
Namun, terkadang perusahaan memiliki kebijakan tentang pengolahan aset tetapnya.
Perusahaan akan melakukan penjualan aset tetapnya dikarenakan beberapa hal. Sebagai contoh
perusahaan yang akan menggunakan mesin produksi jenis baru dan yang lebih produktif.
Sebagai dampak dari kebijakan tersebut, maka perusahaan akan menjual mesin produksi
lamanya. Penjualan dilakukan karena mesin memang sudah tidak digunakan lagi oleh perusahaan
dan sebagai kompensasi yang digunakan sebagai pengurang biaya perolehan mesin baru.
Seperti yang kita ketahui, perpajakan mengatur bagaimana akuntansi dalam aset tetap.
Perpajakan mengatur jenis penyusutan dan masa manfaat dari aset tetap. Sedangkan secara
akuntansi sudah diatur tersendiri perhitungan penyusutan dan masa manfaatnya berdasarkan
asumsi yang memadai.
Perbedaan dari akuntansi pada umumnya dengan akuntansi perpajakan akan menimbulkan
koreksi fiskal dalam menghitung pajak penghasilan. Jadi laba penjualan aset tetap akan masuk
sebagai objek pajak penghasilan. Agar lebih jelas, kita dapat langsung ke contoh:
PT Tigor membeli mobil pada bulan Oktober 2010 sebesar Rp 100.000.000,00. Mobil akan
digunakan sebagai angkut bahan baku dari gudang bahan baku ke gudang produksi. Berdasarkan
asumsi perusahaan, masa manfaat mobil tersebut 5 tahun. Namun berdasarkan peraturan
perpajakan, mobil masuk sebagai aset tetap kelompok ke 2 dengan masa manfaat 8 tahun.
Perhitungan beban penyusutan yang dilakukan perusahaan menggunakan metode garis lurus.
Pada bulan Oktober 2012 perusahaan menjual mobil tersebut dengan harga Rp 80.000.000,00.
hal ini dikarenakan perusahaan akan mengganti mobil tersebut dengan jenis yang lebih baik lagi.
Maka dari data di atas, kita akan mempelajari beberapa peristiwa akuntansi yang akan terjadi
baik dari sisi perpajakan maupun dari sisi akuntansi umum.
Pada saat pembelian mobil, akuntansi umum dan akuntansi perpajakan mengakui keadaan yang
sama, yaitu dengan jurnal sebagai berikut.

un

0
1
2

Mobil
Rp 100.000.000,00
Bank
(Jurnal untuk mencatat pembelian mobil)

Rp 100.000.000,00

Setelah itu, mari kita hitung beban penyusutan sampai dengan waktu penjualan mobil.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
HPP
Rp 100.000.000,00
Rp 100.000.000,00
Rp 100.000.000,00

Akuntansi Umum
B. Penyusutan
Akm. Penyusutan
Rp 5.000.000,00
Rp 20.000.000,00
Rp 16.666.667,00

Rp 5.000.000,00
Rp 25.000.000,00
Rp 41.666.667,00

Akuntansi Perpajakan
B. Penyusutan
Akm. Penyusutan
Rp 3.125.000,00
Rp 12.500.000,00
Rp 10.416.667,00

Rp 3.125.000,00
Rp 15.625.000,00
Rp 26.041.667,00

Makan sewaktu penjualan mobil tersebut, kita akan menggunakan laba penjualan aset tetap
secara fiskal dalam perhitungan pajak penghasilan badannya. Sehingga dari laba penjualan aset
tetap komersial akan dikoreksi fiskal sebesar:
Penjualan Mobil
HPP:
Harga Perolehan
Akm. Penyusutan
Total HPP
Laba Penjualan Aset Tetap

Akuntansi Umum
Rp 80.000.000,000

Akuntansi Perpajakan
Rp 80.000.000,00

(Rp 100.000.000,00)
(Rp 41.666.667,00)
(Rp 58.333.333,00)
Rp 21.666.667,00

(Rp 100.000.000,00)
(Rp 26.041.667,00)
(Rp 73.958.333,00)
Rp
6.041.667,00

Jadi dari penjelasan diatas, dalam perhitungan pajak penghasilan badan akan mengkoreksi fiskal
laba atas penjualan aset tetap sebesar Rp 15.625.000,00 (Rp 21.666.667,00 - Rp 6.041.667,00).
Koreksi fiskal yang digunakan ada koreksi fiskal negatif karena menurut fiskal lebih sedikit
dibandingkan dengan menurut akuntansi umumnya.

Kesimpulannya, ketika perusahaan masih memiliki aset tersebut akan berdampak pada kecilnya
biaya penyusutan dalam perhitungan pajak penghasilan. Sehingga objek pajak penghasilannya
menjadi lebih besar. Namun, ketika aset tersebut dijual akan berdampak juga pada laba penjualan
asetnya.

Koreksi Fiska

Penyusutan
Rp 1.875.000
Rp 9.375.000
Rp 15.625.000

Anda mungkin juga menyukai