HEMOFILIA
Oleh:
Dwi Ulfa Annisa
NIM: 1508434473
Pembimbing:
dr. Nazardi Oyong, SpA
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Hemofilia merupakan suatu penyakit dengan kelainan faal koagulasi yang
2.2
Epidemiologi
Hemofilia tersebar di seluruh ras di dunia dengan prevalensi sekitar 1
dalam 10.000 penduduk untuk hemofilia A dan 1 dalam 50.000 penduduk untuk
hemofilia B. Hemofilia A merupakan bentuk yang terbanyak dijumpai yaitu
sebanyak 80-85 %, dengan angka kejadian diperkirakan sebanyak 30-100 tiap satu
juta dari populasi dunia, dan sekitar 10-15 % adalah hemofilia B 1. Sedangkan
Hemofilia C tidak seperti hemofilia A yang terjadi pada anak laki-laki, hemofilia
C tidak memandang perbedaan kelamin dan dapat berpengaruh baik perempuan
maupun laki-laki. Gen defisiensi faktor XI terletak pada kromosom 4 dan
ditemukan pada laki-laki dan perempuan. Hemofilia umumnya mempengaruhi
laki-laki pada sisi ibu. Tetapi, gen faktor VIII dan IX rentan terhadap mutasi baru, dan
sebanyak sepertiga dari semua kasus hemophilia adalah hasil dari mutasi spontan di mana
tidak ada riwayat dari keluarga sebelumnya.3
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh World Federation of Hemophilia
(WFH) pada tahun 2010, terdapat 257.182 penderita kelainan perdarahan di
seluruh dunia, di antaranya dijumpai 125.049 penderita hemofilia A dan 25.160
penderita hemofilia B. Sekitar sepertiga dari penderita hemofilia berat
memiliki riwayat keluarga yang negatif, mungkin dikarenakan adanya mutasi
spontan. Penderita hemofilia mencakup 63% seluruh penderita dengan kelainan
perdarahan. Penyakit von Willebrand merupakan jenis kelainan perdarahan yang
kedua terbanyak dalam survei ini setelah hemofilia yaitu sebesar 39.9%. Di Asia
2.3
Etiologi
Hemofilia A dan B bersifat sex linked resesif dan bersifat herediter (seperti
terlihat pada Gambar 2.1).3 Hemofilia A dan B diturunkan secara sex (X) linked
recessive dan gen untuk faktor VIII dan IX terletak pada ujung lengan panjang (q)
kromosom X. Oleh karena itu, perempuan biasanya sebagai pembawa sifat
sedangkan laki-laki sebagai penderita. Perempuan pembawa sifat hemofilia yang
menikah dengan laki-laki normal dapat menurunkan satu atau lebih anak lelaki
penderita hemofilia atau satu / lebih anak perempuan pembawa sifat. Sedangkan
laki-laki penderita hemofilia yang menikah dengan perempuan normal akan
menurunkan anak lelaki yang normal atau anak perempuan pembawa sifat.1
2.4
Patogenesis
Proses hemostasis tergantung pada faktor koagulasi, trombosit dan
pembuluh darah. Mekanisme hemostasis terdiri dari respons pembuluh darah,
adesi trombosit, agregasi trombosit, pembentukan bekuan darah, stabilisasi
bekuan darah, pembatasan bekuan darah pada tempat cedera oleh regulasi
antikoagulan, dan pemulihan aliran darah melalui proses fibrinolisis dan
penyembuhan pembuluh darah.4
Cedera pada pembuluh darah akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah dan terpaparnya darah terhadap matriks subendotelial. Faktor von
Willebrand (vWF) akan teraktifasi dan diikuti adesi trombosit. Setelah proses ini,
adenosine diphosphatase, tromboxane A2 dan protein lain trombosit dilepaskan
granul yang berada di dalam trombosit dan menyebabkan agregasi trombosit dan
perekrutan trombosit lebih lanjut. Cedera pada pembuluh darah juga melepaskan
tissue factor dan mengubah permukaan pembuluh darah, sehingga memulai
kaskade pembekuan darah dan menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan
trombosit ini akan distabilkan oleh faktor XIII.4
Kaskade pembekuan darah klasik diajukan oleh Davie dan Ratnoff pada tahun
1950an dapat dilihat pada Gambar 2. Kaskade ini menggambarkan jalur intrinsik
dan ekstrinsik pembentukan thrombin. Meskipun memiliki beberapa kelemahan,
kaskade ini masih dipakai untuk menerangkan uji koagulasi yang lazim dipakai
dalam praktek sehari-hari.4
Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX maka
pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena itu penderita
hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit berhenti. Pada
perdarahan dalam ruang tertutup seperti dalam sendi, proses perdarahan terhenti
akibat efek tamponade. Namun pada luka yang terbuka dimana efek tamponade
tidak ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan darah yang terbentuk tidak kuat
dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat proses fibrinolisis alami atau trauma
ringan.4
Klasifikasi
Pada keadaan normal kadar faktor VIII atau faktor IX berkisar diantara 50150 U/dl
faktor VIII atau IX kurang dari 1 %, hemofilia sedang bila kadarnya diantara 1-5
% dan hemofilia ringan bila kadarnya diantara 5-30%.1
Pasien dengan hemofilia berat dapat mengalami perdarahan spontan atau
akibat trauma ringan. Pada hemofilia sedang biasanya perdarahan terjadi karena
trauma yang lebih berat, sedangkan pada hemofilia ringan dapat tidak terdeteksi
untuk beberapa waktu sampai pasien mengalami tindakan operasi ringan seperti
cabut gigi atau sirkumsisi.1
2.6
Diagnosis7
Anamnesis
Secara klinis perdarahan pada hemofilia A maupun B tidak dapat dibedakan.
Perdarahan
o Perdarahan dapat terjadi spontan atau pasca trauma / operasi .
Berdasarkan aktivitas kadar faktor VIII/ IX, hemofilia dapat
diklasifikasikan menjadi ringan,sedang dan berat.
o Perdarahan yang dapat ditemukan dan memerlukan penanganan
serius:
Perdarahan
intrakranial
peningkatan
tekanan
akan
ditemukan
intrakranial
tanda-tanda
seperti
muntah,
Perdarahan
mata,
saluran
cerna,
leher/tenggorok,
Riwayat kelainan yang sama dalam keluarga, yaitu saudara laki laki pasien
atau saudara laki-laki dari ibu pasien. Seorang ibu diduga sebagai carier
obligat bila ia mempunyai lebih dari satu anak laki-laki ataupun
7
siku, atau
pegelangan tangan .
Pemeriksaan fisik
Tergantung letak perdarahan, misalnya :
Pada perdarahan berat dapat terjadi pucat syok hemoragik, dan penurunan
kesadaran.
Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan penurunan kadar
hemoglobin bila terjadi perdarahan masif , misalnya pada perdarahan intrakranial
atau perdarahan saluran cerna yang berat. Terdapat pemanjangan masa pembekuan
(clotting time /CT) dan masa tromboplastin parsial (activated partial
thromboplastin time / APTT) dengan masa protrombin (prothrombin time/PT)
yang normal. Diagnosis pasti adalah dengan pemeriksaan kadar faktor VIII dan
faktor IX .
Kriteria diagnosis
Untuk memudahkan diagnosis, terdapat beberapa kriteria yang dapat membantu,
yaitu:
2.7
Riwayat keluarga
Diagnosis Banding
Hemofilia A /
Hemofilia B /
Penyakit Von
Defisiensi faktor
Defisiensi faktor IX
Willebrand
Dominan (tidak
VIII
Pewarisan
Terkait jenis
kelamin
lengkap)
Lokasi utama
Membran mukosa,
perdarahan
operasi
operasi
Jumlah trombosit
Normal
Normal
Normal
Masa perdarahan
Normal
Normal
Memanjang
Masa protrombin
Normal
Normal
Normal
Masa tromboplastin
Memanjang
Memanjang
Memanjang atau
parsial
Faktor VIII
Normal
Rendah
Normal
Mungkin
berkurang sedang
Faktor IX
Normal
Rendah
Normal
VWF
Normal
Normal
Rendah
Agregasi trombosit
Normal
Normal
Terganggu
yang diinduksi
ristocetin
2.8
Komplikasi
Sekitar 20% penderita hemofilia A akan membentuk antibodi atau
inhibitor terhadap faktor VIII. Inhibitor ini juga timbul bila pada seseorang
penderita yang diberi faktor VIII dengan dosis cukup tidak memperlihatkan
penyembuhan seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena sebagian faktor
VIII yang diberikan, akan dinetralisir oleh inhibitor. Untuk mengatasi keadaan ini
biasanya dosis faktor VIII harus dinaikkan atau faktor VII a untuk memotong jalur
koagulasi. Perdarahan hebat, artritis kronik karena hemartrosis berulang juga
dapat terjadi.1,6
Penyulit setelah terapi adalah infeksi, hepatitis B atau C post tranfusi,
SGOT dan SGPT meningkat, infeksi HIV, timbulnya inhibitor setelah tranfusi
berulang. Sebelum ada uji tapis darah donor, tidak jarang timbul penyakit pada
resipien akibat penularan melalui tranfusi, khususnya bila yang dipakai adalah
kriopresipitat, plasma segar beku ataupun konsentrat faktor pembekuan yang
belum diproses dengan baik.1,6
Penyakit yang potensial yang dapat ditularkan adalah hepatitis dan infeksi
HIV. Dengan adanya penapisan yang memadai , penularan melalui faktor
pembekuan sudah sangat menurun.1,6
2.9
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita hemofilia harus dilakukan secara komprehensif.
Selain mengganti faktor pembekuan yang kurang, perawatan dan rehabilitasi serta
edukasi juga diperlukan bagi penderita maupun keluarganya.5
Mencegah perdarahan dengan cara menghindari trauma, tidak melakukan
tindakan yang dapat menimbulkan perdarahan seperti mencabut gigi atau
sirkumsisi tanpa persiapan merupakan penatalaksaan umum pada hemofilia.
Kegiatan fisik atau olahraga yang memadai dapat tetap dilakukan, dintaranya
adalah berenang, mendayung dan mendaki. Sedangkan yang bersifat atau
menyebabkan kontak fisik seperti bela diri, tinju, gulat dan sepak bola harus
dihindari.5,8
Sedangkan untuk penatalaksanaan hemofilia secara khusus ialah pada
hemofilia A diberikan tranfusi konsentrat faktor VIII atau kriopresipitat dan pada
hemofilia B diberikan tranfusi konsentrat faktor IX. 7 Faktor VIII dan faktor IX
diberikan untuk persiapan tindakan operatif seperti sirkumsisi, mencabut gigi dan
lain-lain. 10
Prinsip penatalaksanaan hemofilia klasik adalah: 9
10
1. Pengobatan dasar
- Tindakan saat terjadi perdarahan
- Pengobatan pencegahan
- Pengobatan di rumah
2. Perawatan komprehensif
3. Inhibitor terhadap faktor VIII.
4. Deteksi karier dan diagnosis prenatal : tes DNA ibu.
1. Pengobatan dasar
Pengobatan yang dimaksud adalah pemberian faktor pembekuan yang
kurang/defisiensi kepada individu secara langsung lewat vena, berarti mencegah
perdarahan atau mengurangi perdarahan serta efek samping.
Tindakan saat terjadi perdarahan
Bila terjadi perdarahan pada sendi dan otot, baik sebelum maupun sesudah
mendapat terapi, langkah-langkah RICE berikut hendaknya diikuti yaitu :
istirahatkan anggota tubuh dimana ada luka (R), kompres bagian tubuh yang luka
dan daerah sekitar dengan es atau bahan lain yang lembut dan beku/dingin (I),
tekan dan ikat, sehingga bagian tubuh yang mengalami perdarahan tidak dapat
bergerak. Gunakan perban elastis jangan terlalu keras (C), letakkan bagian tubuh
tersebut dalam posisi lebih tinggi dari posisi dada dan letakkan diatas benda yang
lembut seperti bantal (E). 9
Tindakan tersebut harus segera dilakukan terutama apabila jauh dari pusat
pengobatan. Kemudian dalam waktu 2 jam setelah perdarahan, penderita
hemofilia sudah harus mendapatkan faktor pembekuan yang diperlukan. Untuk
hemofilia A diberikan transfusi kriopresipitat atau konsentrat faktor VIII dengan
dosis 0,5 x BB x kadar yang diinginkan (%). Satu kantong kriopresipitat
mengandung sekitar 80 U faktor VIII. Dapat juga diberikan dosis rumatan
empiris, yaitu untuk faktor VIII 20-25 U/Kg setiap 12 jam.1
11
Hemartrosis ringan
15 20%
20-40%
Operasi besar
60-80%
Perdarahan intrakranial
100%
Hemartrosis
Pencabutan gigi
Epistaksis
Tekan selama
tampon
terapi
oli,
antifibrinolitik,
Mayor,
mengancam jiwa
perdarahan
2-4
U/kgbb/jam
untuk
selama
24
jam
kemudian
U/kgbb
tiap
12
jam
sampai
tidak
terkontrol
beri
13
Hemartrosis
selama
7-10
hari.
Pencabutan gigi
Epistaksis
Tekan selama
tampon
terapi
oli,
antifibrinolitik,
Mayor,
mengancam jiwa
perdarahan
setiap
12-24
jam
untuk
Hematuria
tidak
terkontrol
beri
14
Bila respons klinis tidak membaik setelah pemberian terapi dengan dosis
adekuat, perlu pemerikaan kadar inhibitor
Sumber faktor VIII adalah konsentrat faktor VIIII dan kriopresipitat,
sedangkan aumber faktor IX adalah konsentrat faktor IX dan FFP (fresh frozen
plasma). Replacement therapy diutamakan menggunakan konsentrat faktor
VIII/IX. Apabila konsentrat tidak tersedia, dapat diberikan kriopresipitat atau
FFP.
15
Perhitungan dosis
F VIII (Unit) = BB (kg) x % (target kadar plasma - kadar F VIII pasien) x 0,5
Indikasi:
o Hemofilia ringan - sedang, yang mengalami perdarahan ringan
atau akan menjalani prosedur minor
o Penyakit Von Willebrand (berusia di atas 2 tahun)
Cara pemberian:
diberikan melalui infus perlahan dalam 20-30 nenit. DDAVP juga dapat
diberikan intranasal dengan menggunakan preparat DDAVP nasal spray.
Dosis DDAVP intrarasal yaitu 300 ug, setara dengan dosis intravena 0,3
ug/kg. DDAVP intranasal terutama sangat berguna untuk mengatasi
perdarahan minor pasien hemofilia ringan-sedang di rumah .
Efek samping takikandi, flushing, tremor dan ryeri perut (terutama pada
pemberian intravena yang terlalu cepat, retensi cairan,dan hiponatremi
Asam traneksamat
o Indikasi perdarahan mukosa seperti epistaksis, pendarahan gusi
o Kontraindikasi : perdarahan saluran kemih (resiko obstruksi
saluran kemih akibat bekuan darah)
o Dosis 25 mg/kgBB/kali 3 x sehari , oral/ intravena, dapat diberikan
selama 5-10 hari.
2.10
Prognosis
16
Semakin
Cepat
Seseorang
penderita
hemofili
terdiagnosis
dan
17
BAB III
ILUSTRASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama / No. MR
Umur
Ayah / Ibu
Suku
Alamat
Tanggal masuk
: An. RA (9134XX)
: 16 Tahun
: Tn. S / Ny. R
: Jawa
: Taluk Kuantan
: 18 April 2016
ALLOANAMNESIS / AUTOANAMNESIS
Diberikan oleh
Keluhan Utama
Ketika pasien berusia 4 bulan, ibu pasien mengeluhkan sering muncul lebam
kebiruan dibadan anaknya. Ibu juga mengeluhkan lutut dan telapak tangan
anaknya sering bengkak dan muncul lebam ketika anaknya sedang belajar
merangkak. Ketika anak sudah pandai berjalan, kaki anaknya sering bengkak,
muncul lebam dan tidak bisa digerakkan. Anak juga dikeluhkan mimisan dan
gusi berdarah yang sukar berhenti. Kemudian dibawa berobat ke RS swasta
hingga usia 15 tahun namun belum diketahui penyebab penyakit anaknya.
Kemudian anak dirujuk ke Sp.A bagian hemato-onkologi dan didiagnosis
menderita hemofilia A pada November 2015 didapatkan factor VIII 7%, dan
kadar APTT memanjang.
18
Keterangan :
:
Meninggal
: Pedagang
: Ibu Rumah Tangga
:
Hemofilia
Riwayat Kehamilan
Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Ibu pasien
melahirkan dibantu bidan, tidak ada riwayat penyulit seperti tekanan darah tinggi,
gula darah tinggi, demam, dan keputihan. Anak lahir secara spontan cukup bulan,
langsung menangis, tidak ada biru pada tubuh pasien ketika baru lahir. Berat
badan lahir 3000 gr, panjang badan lahir 50 cm.
Riwayat Makan dan Minum
Usia 0 6 bulan
: ASI Ekslusif
Usia 7 bulan sampai 1 tahun : ASI + MPASI
1 tahun sampai sekarang
: Makanan biasa
Riwayat Imunisasi
Imunisasi Wajib Lengkap
Riwayat Pertumbuhan
BBL
: 3000 gram
BB sekarang : 68 kg
PBL
: 50 cm
PB sekarang : 170 cm
Riwayat Perkembangan
Berjalan usia 22 bulan
Bicara satu dua kata hingga umur sekarang
Mulai tengkurap usia 10 bulan
Mulai miring usia 10 bulan
Saat ini pasien bersekolah SMP diTaluk Kuantan, prestasi rata-rata.
19
Kesadaran
: Composmentis
Tanda-tanda vital
TD
: 110/70 mmHg
Suhu : 37,20C
Nadi : 80 x/menit, cepat, kuat
Nafas : 18 x/menit
Gizi
TB
: 170 cm
BB
: 68 kg
IMT
Kepala
: Normocepali
Rambut
Mata
Konjungtiva
: anemis (-/-),
Sklera
: ikterik (-/-)
Pupil
: bulat, isokor
Refleks cahaya
Telinga
Hidung
Mulut
Bibir
: Basah
Selaput lendir
: Basah
Palatum
: Utuh
20
Lidah
: tidak kotor
Gigi
: Karies (-)
Leher
KGB
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
: Tampak datar
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
Alat Kelamin
Ekstremitas
- Atas
- Bawah
Status Neurologis
: Tidak dilakukan
21
: Hemofilia A + hemarthrosis
: 68/57 x 100 %= 119,29 % (Overweight)
: Injeksi Kaote 1000 Unit/12jam selama 3 hari
: RDA x BBI
50 x 57 kg = 2.850 kkal/kgBB
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia
Quo ad fungsionam : dubia
22
FOLLOW UP
TANGGAL
Selasa, 19 April 2016
SUBYEKTIF,
TERAPI DAN
OBYEKTIF,
PLANNING
ASSESMENT
DIAGNOSIS
S : Demam (+), nyeri P :
ditungkai
bawah
dada
Vesikuler
Simetris,
(+/+),
Ronkhi
23
dada
Vesikuler
Simetris,
(+/+),
Ronkhi
Unit/ 12jam
24
ringan
Kesadaran : Composmentis
TD : 110/70 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
T: 37,4o C
Mata : Konjungtiva Anemis
(-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Leher : Pembesaran KGB
(-)
Thorax : I : Pergerakan
dinding
dada
Vesikuler
Simetris,
(+/+),
Ronkhi
Unit/ 12jam
25
N : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
T: 36,7o C
Mata : Konjungtiva Anemis
(-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Leher : Pembesaran KGB
(-)
Thorax : I : Pergerakan
dinding
dada
Vesikuler
Simetris,
(+/+),
Ronkhi
26
BAB IV
PEMBAHASAN
Telah dilaporkan satu kasus Hemofilia A dengan hematrosis pada seorang
anak laki-laki umur enam belas tahun, masuk ke Poli Hemato-onkologi RSUD AA
Pekanbaru dengan keluhan nyeri pada lutut dan tungkai bawah sebelah kanan
sejak 2 hari SMRS. Menegakkan diagnosis pasien dilakukan dari Anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dari hasil anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan nyeri dan bengkak
pada lutut dan tungkai bawah sebelah kanan. Nyeri dirasakan setelah pasien jatuh
dan terpeleset sehingga kaki pasien tertekuk. Pasien tidak dapat berjalan dan
mengeluhkan kakinya bengkak berwarna kemerahan dan terasa panas. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan memar berwarna kemerahan dan bengkak teraba
panas dan nyeri. Sebelumnya pasien sudah sering dirawat di RS dengan keluhan
gusi berdarah, mimisan, memar dan bengkak pada lutut seperti keluhan saat ini.
Pasien telah dikenal menderita hemofili A sejak bulan November 2015,
pada pasien sudah dilakukan pemeriksaan faktor VIII dengan hasil nilai faktor
VIII dibawah normal, dengan nilai 7 %. Pada pemeriksaan penunjang,
pemeriksaan darah rutin tidak dilakukan. Namun seharusnya perlu dilakukan
pemeriksan darah rutin untuk menilai apakah terdapat gangguan hemostatik.
Berdasarkan literatur, hal ini sesuai dengan gejala klinis yang ditemukan pada
hemofilia A yaitu terjadinya manifestasi perdarahan berulang dan kadar factor
VIII dibawah normal dan kadar APTT memanjang. Gangguan perdarahan ini juga
bersifat herediter yang disebabkan oleh karena kekurangan faktor VIII (antihemophilic factor).1,7
Pada pasien ini pengobatan hemofila A dengan hematrosis diberikan
injeksi Kaote 1000 unit/ 12 jam salama 3 hari dan diberikan paracetamol 500 mg
3x1 bila demam.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Gatot D. Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak. Ed. 2. IDAI. 2006. Hlm.
174-177.
2. Rina Rahardiani, H. S. Moeslichan MZ, Agus Firmansyah. Relation of
bleeding patterns and factor VIII levels in children with hemophilia.
Pediatrica Indonesiana. 2006; 46(7-8); 159-163
3. Teitel J., Walker I. Canadian comprehensive care standards for hemophilia
and other Inherited bleeding disorders . Canadian Hemophilia Standards
Group .2007.
4. Hans PK, Peter JG. Plasminogen-Activator Inbibitor Type 1 and Coronary
Artery Disease. NEng J Med .2000. 342 : 1792 1801.
5. Bakta IM. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC. 2002. Hlm. 246-249.
6. I Dewa Gede Ugrasena, Bambang Permono. Tatalaksana Terkini Hemofilia
Klasik (Recent Advance of Hemophilia A Treatment). Divisi HematologiOnkologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
7. Garna H, Melinda D. Nataprawira H. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Kesehatan Anak Edisi ke-3. Padjajaran. 2005.Hlm. 479-482.
8. Hoffbrand AV. Kapita Selekta Hematologi. Ed. 4. Jakarta : EGC. 2002. Hlm.
245-250.
9. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmonita
ED ed. Pedoman pelayanan medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Hlm
92-95
10. Ugrasena DG, Permono B. Tatalaksana terkini hemofilia klasik. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. 2009.
28