Yovinus deny
102010119 (E2)
Pendahuluan
Rematik merupakan suatu penyakit sendi. Reumatologi sendiri mencakup penyakit
autoimun, arthritis dan kelainan musculoskeletal. Jenis, berat dan penyebaran penyakit
rematik dipengaruhi oleh bebrapa faktor resiko seperti faktor umur, jenis kelamin, genetik
dan faktor lingkungan. Pada makalah ini akan dibahas mengenai hal pengertian tentang
penyakit-penyakit muskuloskeletal yang difokuskan pada penyakit reumatoid arthritis,
etiologi penyakit, penyimpangan-penyimpangan fisiologi dari tubuh kita, diagnosis dan
penatalaksanaannya, juga hasil prognosis. Selain itu, makalah ini juga mengemukakan
pemeriksaan yang dapat digunakan untuk menegakan diagnosis penyakit muskuloskeletal
khususnya reumatoid arthritis.
[Artritis Reumatoid]
Page 1
Anamnesa
Pemeriksaan anamnesa merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh seorang dokter dengan
cara memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan penyakit yang dikeluhkan oleh
pasien. Pertanyaan-pertanyaan ini adalah usaha dari dokter untuk menggali informasi tentang penyakit
pasien sehingga di dapat diagnosa dari penyakit tersebut. Berdasarkan skenario C, pertanyaanpertanyaan tersebut meliputi identitas pasien, riwayat penyakit pasien, gejala-gejala yang timbul,
pengobatan yang telah dijalankan sebelumnya jika ada, dan sebagainya yang berkaitan. 1
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan fisik,
Pemeriksaan fisik yang penting pada sistem muskulo skeletal dapat dibagi menjadi
pada saat diam/istirahat dan pada saat bergerak. Dan dapat juga dilakukan palpasi untuk
beberapa hal seperti yang akan dibahas. Inspeksi deformitas sangat perlu dilakukan pada
sendi-sendi yang terserang RA ini, selain daripada deformitas pada saat diam juga perlu
dilakukan inspeksi pada saat bagian tersebut coba digerakan. Hal ini bertujuan untuk
menentukan apakah tungkai tersebut mengalami deformitas yang dapat dikoreksi atau
deformitas yang sudah tidak dapat dikoreksi. Deformitas yang dapat dikoreksi apabila
deformitas tersebut masih dapat digerakan yang diakibatkan oleh penumpukan jaringan lunak.
Sedangkan deformitas yang tidak dapat dikoreksi biasanya disebabkan oleh restriksi kapsul
sendi atau kerusakan sendi. Pemeriksaan inspeksi lainnya yaitu melihat benjolan apabila
terdapat benjolan pada sendi pasien. Hal yang patut diperhatikan adalah ukuran dari benjolan,
suhu, warna kulit di sekitar benjolan. Bisanya pada penderita RA benjolannya akan berwarna
kemerahan, teraba panas, dan akan berasa nyeri. Untuk mendeteksi kelainan sekunder yang
mungkin terjadi yaitu mencari kelainan yang menyangkut anemia, pembersaran organ
limfoid, keadaan kardiovaskular dan tekanan darah. Kelainan yang mungkin juga timbul
walaupun sangat jarang terjadi yaitu timbulnya febris yang bersifat sistemik. Pergerakan
beserta bunyi apabila digerakan juga patut diperhatikan pada penderita.
Untuk tes pergerakan pasien disuru menggerakkan bagian organ yang sakit dengan melalukan
flexi ekstensi, rotasi, adduksi abduksi, supinasi pronasi. 1
2. Laboratorium
Rheumatoid Factor. Pada RA, antibodi yang mengumpulkan dalam joint synovium dikenal
sebagai faktor rheumatoid. Pada sekitar 80% dari kasus RA, tes darah mengungkapkan faktor
rheumatoid. Dapat juga muncul dalam tes darah orang-orang dengan penyakit lain. Namun,
ketika muncul pada pasien dengan nyeri rematik di kedua sisi tubuh, ini adalah indikator kuat
tipe 2 RA. Adanya rheumatoid faktor plus bukti kerusakan tulang pada foto sinar-x juga
menunjukkan kesempatan yang signifikan bagi kerusakan sendi yang progresif.
[Artritis Reumatoid]
Page 2
Test anti CCP, test yang digunakan untuk deteksi adanya antibodi citruline di darah, asam
amino citruline ditemukan di dalam cairan sendi penderita RA, adanya citruline menyebabkan
sistem imun membentuk autoantibody terhadap citruline.
Test kultur cairan sendi, kultur cairan sendi adalah uji laboratorium untuk mendeteksi
organisme penyebab infeksi pada sampel cairan yang mengelilingi sendi.
C-Reaktif Protein. Tingginya kadar C-reactive protein (CRP) juga indikator peradangan
aktif.Namun,
karena
obesitas
juga
meningkatkan
kadar
CRP,
dokter
harus
mempertimbangkan indeks massa tubuh ketika mengevaluasi CRP pada diagnosis RA.
Tes untuk Anemia. Anemia adalah komplikasi umum. Tes darah sering diperlukan untuk
menentukan jumlah sel darah merah (hemoglobin dan hematokrit) dan besi (transferin larut
reseptor dan serum feritin) dalam darah.1
Page 3
Osteoartitis, Kelainan di sekitar rawan sendi tergantung pada sendi yang terkena,
tetapi prinsipnya adalah adanya tanda-tanda inflamasi sendi, perubahan fungsi dan struktur
rawan sendi seperti persambungan sendi yang tidak normal, gangguan fleksibilitas,
pembesaran tulang serta gangguan fleksi dan ekstensi, terjadinya instabilitas sendi, timbulnya
krepitasi baik pada gerakan aktif maupun pasif.
Adanya prediksi OA pada sendi-sendi yang tertentu (carpometacarpal I,
metatarsophalangeal I, sendi apofiseal tulang belakang, lutut dan paha) adalah nyata sekali.
Sebagai perbandingan, OA siku, pergelangan tangan , glenohumeral atau pergelangan kaki
jarang sekali dan terutama terbatas pada orang tua. Distribusi yang selektif seperti itu sampai
sekarang masih sulit dijelaskan. Salah satu teori mengatakan bahwa sendi-sendi yang sering
terkena OA adalah sendi-sendi yang paling akhir mengalami perubahan-perubahan evolusi,
khususnya dalam kaitan dengan gerakan mencengkeram dan berdiri dua kaki. Sendi-sendi
tersebut mungkin mempunyai rancang bangun yang sub optimal untuk gerakan-gerakan yang
mereka lakukan, mempunyai cadangan mekanis yang tak mencukupi dan dengan demikian
lebih sering lebih sering gagal daripada sendi-sendi yang sudah mengalami adaptasi lebih
lama.
Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada sendi yang biasanya tak
banyak (<100cc). Sebab lain ialah karena adanya osteofit yang dapat mengubah permukaan
sendi. Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat
yang merata dan warna kemerahan) mungkin dijumpai pada OA karena adanya sinovitis.
Biasanya tanda-tanda ini tak menonjol dan timbul belakangan, seringkali dijumpai di lutut,
pergelangan kaki dan sendi-sendi kecil tangan dan kaki.3,5,6
Artritis Pirai (Artritis Gout)
Radang sendi pada stadium akut timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien
tidur tanpa gejala apa-apa. Pada saat bangun pagi terasa sakit yang hebat dan tidak dapat
berjalan. Yang biasanya bersifat monoartikuler keluhan utama berupa nyeri, bengkak, terasa
hangat, merah dengan gejala sistematik berupa demam, menggigil dan merasa
lelah.Lokalisasi yang paling sering pada MTP-1 yang biasanya disebut podagra. Apabila
proses penyakit berlanjut, dapat terkena sendi lain yaitu pergelangan tangan / kaki, lutut dan
siku. Serangan akut ini dilukiskan oleh Sydenham sebagai : sembuh beberapa hari sampai
beberapa minggu, bila tidak diobati, rekuren yang multipel, interval antar serangan singkat
dan dapat mengenai beberapa sendi. Pada serangan akut yang tidak berat, keluhan-keluhan
dapat hilang dalam beberapa jam atau hari.Pada serangan akut berat dapat sembuh dalam
beberapa hari sampai beberapa minggu.
[Artritis Reumatoid]
Page 4
Dengan menemukan kristal urat dalam tofi merupakan diagnostik spesifik untuk gout.
Akan tetapi tidak semua pasien mempunyai tofi, sehingga tes diagnostik ini kurang sensitif.
Oleh karena itu kombinasi dari penemuan-penemuan di bawah ini dapat dipakai untuk
menegakkan diagnostik:
-. Riwayat inflamasi klasik artritis monoartikuler khusus pada sendi MTP-1
-. Diikuti oleh stadium interkritik dimana bebas simptom
-. Resolusi sinovitis yang cepat dengan pengobatan kolkisin
-. Hiperurisemia
Hiperurisemia pada penyakit ini terjadi karena:
1. Pembentukan asam urat yang berlebihan.
2. Kurangnya pengeluaran asam urat melalui ginjal.
3. Perombakan dalam usus yang berkurang. Namun, secara klinis hal ini tidak penting.
Pada gout, sendi akan berwarna kemerahan dan adanya pembengkakan yang bila
dibiopsi akan terdapat massa amorf urat dan giant cell proses peradangan yang disebut
sebagai tophus. Tophus yang terjadi pada pada kristaline arthritis biasanya terjadi pada lokasi
yang spesifik dan khas seperti cuping telinga, olekranon, metatarsophalangeal 1, tendon
achiles dan jari tangan
Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) merupakan penyakit rematik autoimun yang ditandai
adanya inflamasi tersebar luas, yang memperngaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh. Penyakit
ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun, sehingga mengakibatkan
kerusakan jaringan,
Working diangnosis
Artritis Reumatoid, merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang walaupun
manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progesif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan
seluruh organ tubuh.Terlibatnya sendi pada pasien artritis reumatoid terjadi setelah penyakit ini
berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progesifitasnya Pada umumnya selain gejala artikular, AR
dapat pula menunjukkan gejala konstitusional berupa kelemahan umum, cepat lelah atau gangguan
organ non artikular lainnya.
Artritis Reumatoid ditandai dengan adanya peradangan dari lapisan selaput sendi (sinovium)
yang mana menyebabkan sakit, kekakuan, hangat, bengkak dan merah. Peradangan sinovium dapat
menyerang dan merusak tulang dan kartilago. Sel penyebab radang melepaskan enzim yang dapat
mencerna tulang dan kartilago. Sehingga dapat terjadi kehilangan bentuk dan kelurusan pada sendi,
yang menghasilkan rasa sakit dan pengurangan kemampuan bergerak.
[Artritis Reumatoid]
Page 5
Artritis adalah inflamasi dengan nyeri, panas, pembengkakan, kekakuan dan kemerahan pada
sendi. Akibat artritis, timbul inflamasi umum yang dikenal sebagai artritis reumatoid yang merupakan
penyakit autoimun.
Manifestasi tersering penyakit ini adalah terserangnya sendi yang umumnya menetap dan
progresif. Mula-mula yang terserang adalah sendi kecil tangan dan kaki. Seringkali keadaan ini
mengakibatkan deformitas sendi dan gangguan fungsi disertai rasa nyeri.
Epidemiologi
Pada kebanyakan populasi di dunia, prevalensi AR relatif kosntan yaitu berkisar antara 0,51%. Prevalensi yang tinggi didapatkan di Pima indian dan chippewa Indian masing-masing sebesar
5,3% dan 6,8%. Prevalensi AR di india dan di negara barat kurang lebih sama yaitu sekitar 0.75%.
sedangkan di china, indonesia, dan philipina prevalensinya kurang dari 0,4%, baik daerah urban
maupun rural. Hasil survey yang dilakukan di jawa tengah mendapatkan prevalensi AR sebesar 0,2%
di daerah rural dan 0.3% di daerah urban. Sedangkan penelitian yang dilakukan di malang pada
penduduk berusia diatas 40 tahun mendapatkan prevalensi AR sebesar AR 0,5% di daerah kotamadya
dan 0,6% di daerah kabupaten, di poliklinik reumatologi RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta,
kasus baru AR merupakan 4,1% dari seluruh kasus baru tahun 2000 dan pada periode januari s/d juni
2007 di dapatkan sebanyak 203 kasus AR dari jumlah seluruh kunjungan sebanyak 1.346 orang
(15,1%). Prevalensi AR lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki
dengan rasio 3 : 1 dan dapat terjadi pada semua kelompok umur, dengan angka kejadian tertinggi di
dapatkan pada dekade keempat dan kelima. 3
Etiologi
Penyebab Artritis Reumatoid masih belum diketahui. Faktor genetik dan beberapa faktor
lingkungan telah lama diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya
hubungan antara produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR 4 dengan
AR seropositif. Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4:1 untuk menderita penyakit ini.
Kecenderungan wanita untuk menderita AR dan sering dijumpainya remisi pada wanita yang
sedang hamil menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu
faktor yang berpengaruh pada penyakit ini. Walaupun demikian karena pemberian hormon estrogen
eksternal tidak pernah menghasilkan perbaikan sebagaimana yang diharapkan, sehingga kini belum
berhasil dipastikan bahwa faktor hormonal memang merupakan penyebab penyakit ini.
Sejak tahun 1930, infeksi telah diduga merupakan penyebab AR. Dugaan faktor infeksi
sebagai penyebab AR juga timbul karena umumnya onset penyakit ini terjadi secara mendadak dan
timbul dengan disertai oleh gambaran inflamasi yang mencolok. Walaupun hingga kini belum berhasil
[Artritis Reumatoid]
Page 6
dilakukan isolasi suatu mikroorganisme dari jaringan sinovial, hal ini tidak menyingkirkan
kemungkinan bahwa terdapat suatu komponen peptidoglikan atau endotoksin mikroorganisme yang
dapat mencetuskan terjadinya AR. Agen infeksius yang diduga merupakan penyebab AR antara lain
adalah bakteri, mikoplasma atau virus.
Heat shock protein (HSP) adalah sekelompok protein berukuran sedang (60 sampai 90 kDa)
yang dibentuk oleh sel seluruh spesies sebagai respons terhadap stress. Walaupun telah diketahui
terdapat hubungan antara HSP dan sel T pada pasien AR, mekanisme ini belum diketahui dengan
jelas. 3
Patogenesis
Kerusakan sendi pada AR dimulai dari proliferasi makrofag dan fibroblas sinovial setelah
adanya faktor pencetus, berupa autoimun atau infeksi. Limfosit menginfiltrasi daerah perivaskular dan
terjadi proliferasi sel-sel endotel, yang selanjutnya terjadi neruovaskularisasi. Pembuluh darah pada
sendi yang terlibar mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terjadi
pertumbuhan yang iregular pada jaringan sinovial yang mengalami inflamasi sehingga membentuk
jaringan pannus. Pannus menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang.berbagai macam sitokin,
interleukin, proteinase dan factor pertumbuhan dilepaskan sehingga mengakibatkan detruksi sendi dan
komplikasi sitemik. 3,6,7
Dari penelitian mutakhir diketahui bahwa patogenesis AR terjadi akibat rantai peristiwa
imunologis sebagai berikut : Suatu antigen penyebab AR yang berada pada membran sinovial, akan
diproses oleh antigen presenting cells (APC) yang terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel sinoviosit
A, sel dendritik atau makrofag yang semuanya mengekspresi determinan HLA-DR pada membran
selnya. Antigen yang telah diproses akan dikenali dan diikat oleh sel CD 4+ bersama dengan
determinan HLA-DR yang terdapat pada permukaan membran APC tersebut membentuk suatu
kompleks trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan bantuan interleukin-1 (IL-1) yang
dibebaskan oleh monosit atau makrofag selanjutnya akan menyebabkan terjadinya aktivasi sel CD 4+.
Pada tahap selanjutnya kompleks antigen trimolekular tersebut akan mengekspresi reseptor
interleukin-2 (IL-2) Pada permukaan CD 4+. IL-2 yang diekskresi oleh sel CD 4+ akan mengikatkan
diri pada reseptor spesifik pada permukaannya sendiri dan akan menyebabkan terjadinya mitosis dan
proliferasi sel tersebut. Proliferasi sel CD 4+ ini akan berlangsung terus selama antigen tetap berada
dalam lingkunan tersebut. Selain IL-2, CD4+ yang telah teraktivasi juga mensekresi berbagai limfokin
lain seperti gamma-interferon, tumor necrosis factor b (TNF-b), interleukin-3 (IL-3), interleukin-4
(IL-4), granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) serta beberapa mediator lain
yang bekerja merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan merangsang
proliferasi dan aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi. Produksi antibodi oleh sel B ini dibantu
[Artritis Reumatoid]
Page 7
oleh IL-1, IL-2, dan IL-4. Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang dihasilkan
akan membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara bebas ke dalam ruang sendi.
Pengendapan kompleks imun akan mengaktivasi sistem komplemen yang akan membebaskan
komponen-komplemen C5a. Komponen-komplemen C5a merupakan faktor kemotaktik yang selain
meningkatkan permeabilitas vaskular juga dapat menarik lebih banyak sel polimorfonuklear (PMN)
dan monosit ke arah lokasi tersebut. Pemeriksaan histopatologis membran sinovial menunjukkan
bahwa lesi yang paling dini dijumpai pada AR adalah peningkatan permeabilitas mikrovaskular
membran sinovial, infiltrasi sel PMN dan pengendapan fibrin pada membran sinovial.
Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh pembentukan dan pembebasan
radikal oksigen bebas, leukotrien, prostaglandin dan protease neutral (collagenase dan stromelysin)
yang akan menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang. Radikal oksigen bebas dapat menyebabkan
terjadinya depolimerisasi hialuronat sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas cairan
sendi. Selain itu radikal oksigen bebas juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan sendi.
Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan dapat merangsang
terjadinya resorpsi tulang osteoklastik dengan bantuan IL-1 dan TNF-b.
Rantai peristiwa imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila antigen penyebab dapat
dihilangkan dari lingkungan tersebut. Akan tetapi pada AR, antigen atau komponen antigen umumnya
akan menetap pada struktur persendian, sehingga proses destruksi sendi akan berlangsung terus. 10
Tidak terhentinya destruksi persendian pada AR kemungkinan juga disebabkan oleh terdapatnya
faktor reumatoid. Faktor reumatoid adalah suatu autoantibodi terhadap epitop fraksi Fc IgG yang
dijumpai pada 70-90 % pasien AR. Faktor reumatoid akan berikatan dengan komplemen atau
mengalami agregasi sendiri, sehingga proses peradangan akan berlanjut terus. Pengendapan kompleks
imun juga menyebabkan terjadinya degranulasi mast cell yang menyebabkan terjadinya pembebasan
histamin dan berbagai enzim proteolitik serta aktivasi jalur asam arakidonat.
Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat pengendapan kompleks imun
menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan elemen yang paling destruktif dalam patogenesis
AR. Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang berproliferasi,
mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Secara histopatologis pada daerah perbatasan rawan
sendi dan pannus terdapatnya sel mononukleus, umumnya banyak dijumpai kerusakan jaringan
kolagen dan proteoglikan. 3,6,
Manifestasi klinis
[Artritis Reumatoid]
Page 8
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita artritis reumatoid.
Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini
memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi.
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam.
Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
2. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya
tidak melibatkan sendi-sendi interphalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.
3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat generalisata tatapi terutama
menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang
biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari 1 jam.
[Artritis Reumatoid]
Page 9
Definisi
Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan disekitarnya,
sekurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal
3. Artritis pada
persendian tangan
4. Artritis simetris
5. Nodul rheumatoid
6. Faktor rheumatoid
[Artritis Reumatoid]
serum
7. Perubahan gambaran
reumotoid
posteroanterior
atau
pada
periksaan
pergelangan
sinar
tangan
tangan
yang
harus
Keterangan :
PIP
Proximal
Interphalangeal
MCP
Metacarpophalangeal
MTP
Metatarsophalangeal3,4
-
Walaupun gejala AR dapat timbul berupa serangan poliartritis akut yang berkembang cepat dalam
beberapa hari, pada umumnya gejala penyakit berkembang secara perlahan dalam masa beberapa
minggu. Dalam keadaan dini, AR dapat bermanifestasi sebagai palindromic rheumatism, yaitu
timbulnya gejala monoartritis yang hilang timbul yang berlangsung antara 3 sampai 5 hari dan
diselingi dengan masa remisi sempurna sebelum bermanifestasi sebagai AR yang khas. Dalam
keadaan ini AR juga dapat bermanifestasi sebagai paurciarticular rheumatism, yaitu gejala poliartritis
yang melibatkan 4 persendian atau kurang. Kedua gambaran klinis seperti ini seringkali menyebabkan
kesukaran dalam menegakkan diagnosis AR dalam masa dini.
-
Manivestasi Artikular
[Artritis Reumatoid]
Page 11
[Artritis Reumatoid]
Page 12
Walaupun peran sinovitis dalam menyebabkan deformitas persendian berlaku bagi semua persendian,
terdapat beberapa aspek khusus yang berhubungan dengan sendi tertentu.
Vertebra Servikalis
Walaupun AR jarang melibatkan segmen vertebralis lainnya, vertebra servikalis merupakan segmen
yang sering terlibat pada AR. Proses inflamasi ini melibatkan persendian diartrodial yang tidak
tampak atau teraba oleh pemeriksaan. Gejala dini AR pada Vertebra servikalis umumnya
bermanifestasi sebagai kekakuan pada seluruh segmen leher disertai dengan berkurangnya lingkup
gerak sendi secara menyeluruh.1 Tenosinovitis ligamen transversum C1 yang mempertahankan
kedudukan prosesus odontoid C2 dapat menyebabkan timbulnya gangguan stabilitas C 1- C2. Mielopati
dapat timbul akibat terjadinya erosi prosesus odontoin yang menyebabkan pengenduran dan ruptura
ligamen sehingga menimbulkan penekanan pada medulla spinalis. Gangguan stabilitas sendi akibat
peradangan dan kerusakan pada permukaan sendi apofiseal dan pengenduran ligamen juga dapat
menyebabkan terjadinya subluksasio yang sering dijumpai pada C 4-C5 atau C5 -C6.
Gelang Bahu
Peradangan pada gelang bahu akan mengurangi lingkup gerak sendi gelang bahu. Karena dalam
aktivitas sehari-hari gerakan bahu tidak memerlukan lingkup gerak yang luas, umumnya pada keadaan
dini pasien tidak merasa terganggu dengan keterbatasan tersebu. Walaupun demikian, tanpa latihan
pencegahan akan mudah terjadi kekakuan gelang bahu yang berat yang disebut sebagai frozen
shoulder syndrome.
Siku
Karena terletak superfisial, sinovitis artikulasio kubiti dapat dengan mudah teraba oleh pemeriksa.
Sinovitis dapat menimbulkan penekanan pada nervus ulnaris sehingga menimbulkan gejala neuropati
tekanan. Gejala ini bermanifestasi sebagai parestesia jari 4 dan 5 akan kelemahan otot fleksor jari 5.
[Artritis Reumatoid]
Page 13
[Artritis Reumatoid]
Page 14
[Artritis Reumatoid]
Page 15
penekanan akibat sinovitis pada rongga tarsalis (tarsal tunnel) yang dapat menimbulkan gejala
parestesia pada telapak kaki. 5
-
Manifestasi ekstraartikular
Walaupun artritis merupakan manifestasi klinis utama, tetapi AR merupakan penyakit sistemik
sehingga banyak penderita juga mempunyai manifestasi ekstraartikular. Manifestasi ekstraartikular
pada umumnya didapatkan pada penderita yang mempunyai titer faktor reumatoid (RF) serum tinggi.
Nodul reumatoid merupakan manifestasi kulit yang paling sering dijumpai, tetapi biasanya tidak
memerlukan intervensi khusus. Nodul reumatoid biasanya ditemukan di daerah ulna, olekranon.
Nodul reumatoid hanya ditemukan pada penderita AR dengan faktor reumatoid (sering titernya tinggi)
dan mungkin dikelirukan dengan tofus gout, kista ganglion, tendon xanthoma atau nodul yang
berhubungan dengan demam reumatik, lepra, MCTD, atau multicentric reticulohisyiocytosis.
Manifestasi paru juga bisa di dapatkan, tetapi beberapa perubahan patologik hanya ditemukan saat
otopsi. Beberapa manifestasi ekstraartikular seperti vaskulitis dan felty syndrome jarang ditemui,
tetapi sering memerlukan terapi spesifik. Manifestasi ekstraartikular AR dirangkum dalam tabel.
Tabel 3. Manifestasi ekstraartikular AR
Sistem organ
Konstitusional
Manifestasi
Demam, anoreksia, kelalahan, kelamahan,
Kulit
limfadenopati.
Nodul reumatoid, accelerated rheumatoid
nodulosis, rheumatoid vasculitis, pyoderma
Mata
Kardiovaskular
gangrenosum.
Scleritis,episcleritis, keratoconjuncitivs
Pericarditis, efusi perikardial, edokarditis,
Paru-paru
valvulitis.
Pleuritis, efusi pleura, interstitial fibrosis, nodul
Hematologi
Gastrointestinal
Neurologi
Ginjal
Metabolik
nephritis.
osteoporosis
Penatalaksanaan
Destruksi sendi pada AR dimulai beberapa minggu sejak timbulnya gejala, terapi sedini
mungkin akan menurunkan angka perburukan penyakit. Oleh karena itu sangat penting untuk
mlakukan diagnosis dan memulai terapi sedini mungkin. ACRSRA merekomendasikan bahwa
[Artritis Reumatoid]
Page 16
penderita dengan kecurigaan AR harus dirujuk dalam 3 bulan sejak timbulnya gejala untuk konfirmasi
diagnosis dan inisiasi terapi DMARDs (disease modifying antirheumatic drugs). Modalitas terapi
untuk AR meliputi terapi non farmakologik dan farmakologik.
Tujuan terapi pada penderita AR adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Mengurangi nyeri
Mempertahankan status fungsional
Mengurangi inflamasi
Mengendalikan keterlibatan sistemik
Proteksi sendi dan struktur ekstraartikular
Mengendalikan progresitivitas penyakit
Mengindari komplikasi yang berhubungan dengan terapi
Beberapa terapi non farmakologik telah dicoba pada penderita AR. Terapi puasa, suplementasi
asam lemak esensial, terapi spa dan latihan, menunjukan hasil yang baik. Pemberian suplemen
minyak ikan (cod liver oil) bisa digunakan sebagai NSAID-sparing agents pada penderita AR.
Memberikan edukasi dan pendekatan multidisiplin dalam perawatan penderita, bisa memberikan
manfaat jangka pendek. Penggunaan terapi herbal, accupunture dan splinting belum di dapatkan bukti
yang meyakinkan.
Pembedahan harus dipertimbangkan bila : 1. Terdapat nyeri hebar yang berhubungan dengan
kerusakan sendi yang eksentif, 2. Keterbatasan gerak yang bermakna atau keterbatasn fungsi yang
berat, 3. Ada ruptur tendon.
Terapi farmakologik
Farmakoterapi untuk penderita AR pada umumnya meliputi obat anti-inflamasi non steroid
(OAINS) untuk mengendalikan nyeri, glukokortikoid dosis rendah atau intraartikular dan DMARD.
Analgetik lain juga mungkin digunakan seperti acetaminophen, opiatm diproqualone dan lidokain
topikal. Pada dekade terdahulu, terapi farmakologik untuk AR menggunakan pendekatan pyramid
yaitu : pemberian terapi untuk mengurangi gejala dimulai saat diagnosis ditegakkan dan perubaan
dosis atau penamban terapi hanya diberikan bila terjadi perburukan gejala. Tetapi saat ini pendekatan
piramid terbalik (reserve pyramid) lebih disukai, yaitu pemberian DMARD sedini mungkin untuk
menghambat perburukan penyakit. Perubahan pendekatan ini merupakan hasil yang didapat dari
beberapa penelitian yaitu : 1.kerusakan sendi sudah terjadi sejak awal penyakit, 2. DMARD
memberikan manfaat yang bermakna bila diberikan sedini mungkin, 3. Manfaar DMARD bertambah
bila diberikan secara kombinasi, 4. Sejumlah DMARD yang baru sudah tersedia dan terbukti
memberikan efek menguntungkan, penderita dengan penyakit ringan dan hasil pemeriksaan radiologis
normal, bisa dimulai dengan terai hidroksiklorokuin/klorokuin fosfat, sulfasalazin atau minosiklin,
[Artritis Reumatoid]
Page 17
meskipun methotrexate (MTX) juga menjadi pilihan. Penderita dengan penyakit lebih berat atau ada
perubahan radiologis harus dimulai dengan terapi MTX. Jika gejalan tidak bisa dikendalikan secara
adekuat, maka pemberian leflunomide, azathioprine atau terapi kombinasi (MTX ditambah satu
DMARD yang terbaru) bisa dipertimbangkan. Kategori obat secara individual akan dibahas dibawah
ini3,4,8
OAINS
Digunakan sebagai terapi awal untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan. Oleh karena
obat-obat ini tidak merubah perjalanan penyakit maka tidak boleh digunakan secara tunggal. Penderita
AR mempunyai risiko dua kali lebih sering mengalami komplikasi serius akibat penggunaan OAINS
dibandingkan dengan penderita osteoartritis, oleh karena itu perlu pemantuan secara ketat terhadap
gejala efek samping gastrointestinal. 3,4,8
Glukokortikoid
Steroid dengan dosis ekuivalen dengan prednison kurang dari 10 mg perhari cukup efektif untuk
meredakan gejala dan dapat memperlambat kerusakan sendi. Dosis steroid harus diberikan dalam
dosis minimal karena risiko tinggi mengalami efek samping seperti osteoporosis, katarak, gejala
cushingoid, dan gangguan kadar gula darah. ACR merekomendasikan bahwa penderita yang
mendapat terapi glukokortikoid harus disertai dengan pemberian kalsium 1500mg dan vitamin D 400800 IU perhari. Bila artritis hanya mengenai satu sendi dan mengakibatkan disabilitas yang bermakna,
makan injeksi steroid cukup aman dan efektif, walaupun efeknya bersifat sementara. Adanya artritis
infeksi harus disingkirkan sebelum melakukan injeksi, gejala munhkin akan kambuh kembali bila
steroid dihentikan, terutama bila menggunakan streoid dosis tinggi, sehingga kebanykan
rheumatologist menghentikan steroid secara rebound effect. Steroid sistemik sering digunakan
sebagai bridging therapy selama periode inisiasi DMARD sampai timbulnya efek terapi dari DMARD
tersebut, tetapi DMARD terbaru saat ini mempunyai mula kerja relatif cepat. 3,4,8
DMARD
Pemberian DMARD harus dipertimbangkan untuk semua penderita AR. Pemilihan jenis
DMARD harus mempertimbangkan kepatuhan, beratnya penyakit, pengalaman dokter dan adanya
penyakit penyerta. DMARD yang paling umum digunakan adalah MTX, hidroksiklrokuin atau
klorkuin
fosfat,
sulfasalazin,
leflunomide,
infliximab
dan
etanercept.
Sulfasalazin
atau
hidroksiklorokuin sering digunakan sebagai terapi awal, tetapi pada kasus yang lebih berat, MTX atau
kombinasi terapi mungkin digunakan sebagai lini pertama. Banyak bukti menunujukan bahwa
[Artritis Reumatoid]
Page 18
kombinasi DMARD lebih efektif dibandingkan dengan terapi tunggal. Perempuan pasangan usia
subur harus menggunakan alat kontrasepsi yang adekuat bila sedang dalam terapi DMAR D, oleh
karena DMARD membahayakan fetus. 3,4,8
Komplikasi
Meskipun rheumatoid arthritis yang paling sering mempengaruhi sendi, ini adalah penyakit
seluruh tubuh. Hal ini dapat mempengaruhi banyak organ dan sistem tubuh selain sendi. Oleh
karena itu, rheumatoid arthritis adalah kadang-kadang disebut sebagai penyakit sistemik.
Muskuloskeletal struktur: Kerusakan pada otot-otot sekitar sendi dapat menyebabkan atrofi
(menyusut dan melemah). Hal ini paling umum di tangan. Atrofi mungkin juga hasil dari tidak
menggunakan otot, biasanya karena sakit atau bengkak. Kerusakan pada tulang dan tendon dapat
menyebabkan deformitas, terutama tangan dan kaki. Osteoporosis dan carpal tunnel syndrome adalah
pada pembuluh darah disebut vaskulitis , dan lesi ini vasculitic juga dapat menyebabkan ulkus kulit.
Hati: Kumpulan cairan di sekitar jantung dari peradangan tidak jarang di rheumatoid arthritis.
Ini biasanya hanya menyebabkan gejala ringan, jika ada, tetapi bisa sangat parah. Arthritis-terkait
peradangan arthritis dapat mempengaruhi otot jantung, yang katup jantung, atau pembuluh darah
kondisi tersebut.
Pembuluh darah: Peradangan dari pembuluh darah dapat menyebabkan masalah di organ
mana saja tetapi yang paling umum di kulit, di mana mereka muncul sebagai purpura borok atau kulit.
[Artritis Reumatoid]
Page 19
Darah: Anemia atau "darah rendah" adalah komplikasi umum dari rheumatoid arthritis.
Anemia berarti bahwa Anda memiliki jumlah rendah abnormal dari sel darah merah dan sel-sel yang
rendah hemoglobin , substansi yang membawa oksigen ke seluruh tubuh. (Anemia memiliki penyebab
yang berbeda dan tidak berarti unik untuk rheumatoid arthritis.) Sebuah jumlah sel darah putih rendah
(leukopenia) dapat terjadi dari sindrom Felty, sebuah komplikasi dari rheumatoid arthritis yang juga
Page 20
DAFTAR PUSTAKA
1. Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta; 2005.
2. Isselbecher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Harrisons principle of
internal medicine. 15th Ed. USA: McGraw Hill;2001.p. 1928-37.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadribata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam.
Edisi 5 Jilid 3. Jakarta: Interna publishing 2009.
4. I Nyoman S. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Artritis reumatoid. Edisi V. Jilid III.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta; 2009.h.2495-511.
5. Robbins. Buku Ajar Patologi Volume 2. Edisi 7.Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.cetakan 1: 2007. Hal 862-864.
6. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit dalam.
Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006.
7. Carter, Michael A.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
Jakarta : Buku kedokteran EGC. Cetakan 1: 2006. Hal.1385-1406.
8. Sulistia, Gunawan, Setiabudy R. Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Edisi
5. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2009.
9. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta
kedokteran. Jilid 1. Jakarta: Media aesculapius FKUI 2001.
[Artritis Reumatoid]
Page 21