PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Puskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan yang letaknya berada paling dekat di
tengah-tengah masyarakat dan mudah dijangkau dibandingkan dengan unit pelayanan kesehatan
lainnya (rumah sakit swasta maupun negeri). Fungsi puskesmas adalah mengembangkan
pelayanan kesehatan yang menyeluruh seiring dengan misinya. Pelayanan kesehatan tersebut
harus bersifat menyeluruh atau yang disebut dengan Comprehensive Health Care Service yang
meliputi aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Prioritas yang harus dikembangkan
oleh puskesmas harus diarahkan ke bentuk pelayanan kesehatan dasar (basic health care
services) yang lebih mengedepankan upaya promosi dan pencegahan (public health service).
Fungsi
puskesmas
menurut
keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Hipertensisebagai salah satu penyakit kronis, hanya dapat dikendalikan dan tidak dapat
disembuhkan. Maka dari itu kepatuhan terhadap pengobatan merupakan kunci pengendalian
penyakit hipertensi. Masalah besar yang muncul pada penderita hipertensi adalah ketidakpatuhan
dalam mengonsumsi obat antihipertensi. Sebagian besar penderita hipertensi tidak teratur minum
obat dan menghentikan pengobatan ketika tekanan darah mereka sudah kembali normal. 4 Sebuah
studi fenomenologi tentang kepatuhan minum obat penderita hipertensi menemukan bahwa
penderita hipertensi tidak rutin minum obat, bahkan ketika obat telah habis, penderita tidak
berupaya untuk melakukan kontrol.5 Ketidakpatuhan tersebut menjadi masalah yang berpotensi
untuk meningkatkan morbiditas dan mortalitas serta memperbesar biaya pengobatan penderita
hipertensi.6
Menurut laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2003, kepatuhan rata-rata
pasien pada terapi jangka panjang terhadap penyakit kronis di negara maju sebesar 50%, dan di
negara berkembang diperkirakan akan lebih rendah. Sebuah metaanalisis mengenai hubungan
antara kepatuhan penggunaan obat terhadap kejadian mortalitas yang berasal dari 21 penelitian
menunjukkan bahwa, kepatuhan terhadap penggunaan obat berhubungan positif dengan hasil
pengobatan. Kepatuhan merupakan faktor kunci yang terkait dengan efektivitas dari semua terapi
farmakologis.7
Ketidakpatuhan dengan program terapi merupakan masalah yang besar pada pasien
hipertensi. Menurut Hanns pada tahun 2008 menjelaskan bahwa diseluruh dunia sekitar 20% dari
semua pasien hipertensi yang di diagnosis patuh untuk minum obat yang diresepkan oleh dokter,
sedangkan menurut Departemen Kesehatan 2006, hanya 50% pasien yang diresepkan obat
antihipertensi tidak minum obat sesuai anjuran tenaga kesehatan.8
Adapun berbagai faktor yang mempengaruhi kepatuhan penderita hipertensi dalam minum
obat antihipertensi yang diteliti pada penelitian ini adalah dukungan keluarga, pendidikan, status
pekerjaan, tingkat pengetahuan, dosis obat.
I.II
Masalah
I.III
I.IV
Tujuan
Manfaat
BAB II
ISI
3
tua (umur lebih dari 50 tahun), utamanya pada wanita (58%) yang biasanya didapatkan lebih
banyak ISH dibanding IDH.17
Hipertensi mengambil porsi sekitar 60% dari seluruh kematian dunia. Pada anak-anak yang
tumbuh kembang hipertensi meningkat mengikuti dengan pertumbuhan badan. Dengan
bertambahnya umur, angka kejadian hipertensi juga makin meningkat, sehingga di atas umur 60
tahun prevalensinya mencapai 65,4%. Obesitas, sindroma metabolik, kenaikan berat badan
adalah faktor risiko independen untuk kejadian hipertensi. Faktor asupan NaCl pada diet juga
sangat erat hubungannya dengan kejadian hipertensi. Mengkonsumsi alkohol, rokok, stres
kehidupan sehari-hari, kurang olah raga juga berperan dalam kontribusi kejadian hipertensi.17
Bila anamnesa keluarga ada yang didapatkan hipertensi, maka sebelum umur 55 tahun
risiko menjadi hipertensi diperkirakan sekitar empat kali dibandingkan dengan anamnesa
keluarga yang tidak didapatkan hipertensi. Setelah umur 55 tahun, semua orang akan menjadi
hipertensi (90%). Menurut NHES 1999-2000, prevalensi tekanan darah tinggi pada populasi
dewasa yang berumur di atas 20 tahun di Amerika Serikat, adalah sebagai berikut: normal 38%,
pre hipertensi 31%, hipertensi 31%.17
Patofisiologi Hipertensi
Tekanan dibutuhkan untuk mengalirkan darah dalam pembuluh darah yang dilakukan oleh
aktivitas memompa jantung (cardiac output) dan tonus dari arteri (peripheral resisten). Faktorfaktor ini menentukan besarnya tekanan darah. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi
cardiac output dan resistensi perifer. Hipertensi terjadi karena kelainan dari salah faktor
tersebut.18
Cardiac output berhubungan dengan hipertensi, peningkatan cardiac output secara logis
timbul dari dua jalur, yaitu baik melalui peningkatan cairan (preload) atau peningkatan
kontraktilitas dari efek stimulasi saraf simpatis. Tetapi tubuh dapat mengkompensasi agar
cardiac output tidak meningkat yaiutu dengan cara meningkatkan resistensi perifer. 18
Selain itu konsumsi natrium berlebih dapat menyebabkan hipertensi karena peningkatan
volume cairan dalam pembuluh darah dan preload, sehingga meningkatkan cardiac output.18
Klasifikasi Hipertensi
5
Grade E/Rekomendasi E Expert opinion. Bukti-bukti belum dianggap cukup atau masih
belum jelas atau terdapat konflik (misal karena berbagai perbedaan hasil), tetapi
direkomendasikan oleh komite karena dirasakan penting untuk dimasukan dalam guideline.
dengan target tekanan darah pada populasi umum usia 60 tahun atau lebih. Berbeda dengan
sebelumnya, target tekanan darah pada populasi tersebut lebih tinggi yaitu tekanan darah sistolik
kurang dari 150 mmHg serta tekanan darah diastolik kurang dari 90 mmHg. Rekomendasi A
menjadi label dari rekomendasi nomor 1 ini. Apabila ternyata pasien sudah mencapai tekanan
darah yang lebih rendah, seperti misalnya tekanan darah sistolik <140 mmHg (mengikuti JNC 7),
selama tidak ada efek samping pada kesehatan pasien atau kualitas hidup, terapi tidak perlu
diubah. Rekomendasi ini didasarkan bahwa pada beberapa RCT didapatkan bahwa dengan
melakukan terapi dengan tekanan darah sistolik <150/90 mmHg sudah terjadi penurunan
kejadian stroke, gagal jantung, dan penyakit jantung koroner. Ditambah dengan penemuan bahwa
dengan menerapkan target tekanan darah <140 mmHg pada usia tersebut tidak didapatkan
manfaat tambahan dibandingkan dengan kelompok dengan target tekanan darah sistolik yang
lebih tinggi. Namun, terdapat beberapa anggota komite JNC yang tepat menyarankan untuk
menggunakan target JNC 7 (<140 mmHg) berdasarkan expert opinion terutama pada pasien
dengan factor risiko multipel, pasien dengan penyakit kardiovaskular termasuk stroke serta orang
kulit hitam.16
Rekomendasi 2. Rekomendasi kedua dari JNC 8 adalah pada populasi umum yang lebih
muda dari 60 tahun, terapi farmakologi dimulai untuk menurunkan tekanan darah diastolik <90
mmHg. Secara umum, target tekanan darah diastolic pada populasi ini tidak berbeda dengan
7
populasi yang lebih tua. Untuk golongan usia 30-59 tahun, terdapat rekomendasi A, sementara
untuk usia 18-29 tahun, terdapat expert opinion. Terdapat bukti-bukti yang dianggap berkualitas
dan kuat dari 5 percobaan tentang tekanan darah diastolic yang dilakukan oleh HDFP,
Hypertension-Stroke Cooperative, MRC, ANBP, dan VA Cooperative. Dengan tekanan darah
<90 mmHg, didapatkan penurunan kejadian serebrovaskular, gagal jantung, serta angka kematian
secara umum. Juga, didapatkan bukti bahwa menatalaksana dengan target 80 mmHg atau lebih
rendah tidak memberikan manfaat yang lebih dibandingkan target 90 mmHg. Pada populasi lebih
muda dari 30 tahun, belum ada RCT yang memadai. Namun, disimpulkan bahwa target untuk
populasi tersebut mestinya sama dengan usia 30-59 tahun.16
Rekomendasi 3. Rekomendasi ketiga dari JNC adalah pada populasi umum yang lebih
muda dari 60 tahun, terapi farmakologi dimulai untuk menurunkan tekanan darah sistolik <140
mmHg. Rekomendasi ini berdasarkan pada expert opinion. RCT terbaru mengenai populasi ini
serta target tekanan darahnya dianggap masih kurang memadai. Oleh karena itu, panelist tetap
merekomendasikan standar yang sudah dipakai sebelumnya pada JNC 7. Selain itu, tidak ada
alasan yang dirasakan membuat standar tersebut perlu diganti. Alasan berikutnya terkait dengan
penelitian tentang tekanan darah diastolic yang digunakan pada rekomendasi 2 yang mana
didapatkan bahwa pasien yang mendapatkan tekanan darah kurang dari 90 mmHg juga
mengalami penurunan tekanan darah sistolik kurang dari 140 mmHg. Sulit untuk menentukan
bahwa benefit yang terjadi pada penelitian tersebut disebabkan oleh penurunan tekanan darah
sistolik, diastolic atau keduanya. Tentunya dengan mengkombinasikan rekomendasi 2 dan 3,
manfaat yang didapatkan seperti pada penelitian tersebut juga diharapkan mampu digapai.16
Rekomendasi 4. Rekomendasi 4 dikhususkan untuk populasi penderita tekanan darah
tinggi dengan chronic kidney disease (CKD). Populasi usia 18 tahun atau lebih dengan CKD
perlu diinisiasi terapi hipertensi untuk mendapatkan target tekanan darah sistolik kurang dari 140
mmHg serta diastolik kurang dari 90 mmHg. Rekomendasi ini merupakan expert opinion. RCT
yang digunakan untuk mendukung rekomendasi ini melibatkan populasi usia kurang dari 70
tahun dengan eGFR atau measured GFR kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 dan pada orang dengan
albuminuria (lebih dari 30 mg albumin/g kreatinin) pada berbagai level GFR maupun usia. Perlu
diperhatikan bahwa setelah kita mengetahui data usia pasien, pada pasien lebih dari 60 tahun kita
perlu menentukan status fungsi ginjal. Jika tidak ada CKD, target tekanan darah sistolik yang
digunakan adalah 150/90 mmHg sementara jika ada CKD, targetnya lebih rendah, yaitu 140/90
mmHg.16
Rekomendasi 5. Pada pasien usia 18 tahun atau lebih dengan diabetes, inisiasi terapi
dimulai untuk menurunkan tekanan darah sistolik kurang dari 140 mmHg dan diastolic kurang
dari 90 mmHg. Rekomendasi ini merupakan expert opinion. Target tekanan darah ini lebih tinggi
dari guideline sebelumnya, yaitu tekanan darah sistolik <130 mmHg serta diastolic <85 mmHg.16
Rekomendasi 6. Pada populasi umum non kulit hitam (negro), termasuk pasien dengan
diabetes, terapi antihipertensi inisial sebaiknya menyertakan diuretic thiazid, Calcium channel
blocker (CCB), Angiotensin-converting Enzyme Inhibitor (ACEI) atau Angiotensin Receptor
Blocker (ARB). Rekomendasi ini merupakan rekomendasi B. Masing-masing kelas obat tersebut
direkomendasikan karena memberikan efek yang dapat dibandingkan terkait angka kematian
secara umum, fungsi kardiovaskular, serebrovaskular dan outcome ginjal, kecuali gagal jantung.
Terapi inisiasi dengan diuretic thiazid lebih efektif dibandingkan CCB atau ACEI, dan ACEI
lebih efektif dibandingkan CCB dalam meningkatkan outcome pada gagal jantung. Jadi pada
kasus selain gagal jantung kita dapat memilih salah satu dari golongan obat tersebut, tetapi pada
gagal jantung sebaiknya thiazid yang dipilih. Beta blocker tidak direkomendasikan untuk terapi
inisial hipertensi karena penggunaan beta blocker memberikan kejadian yang lebih tinggi pada
kematian akibat penyakit kardiovaskular, infark miokard, atau stroke dibandingkan dengan ARB.
Sementara itu, alpha blocker tidak direkomendasikan karena justru golongan obat tersebut
memberikan kejadian cerebrovaskular, gagal jantung dan outcome kardiovaskular yang lebih
jelek dibandingkan dengan penggunaan diuretic sebagai terapi inisiasi.16
Rekomendasi 7. Pada populasi kulit hitam, termasuk mereka dengan diabetes, terapi
inisial hipertensi sebaiknya menggunakan diuretic tipe thiazide atau CCB. Pada populasi ini,
ARB dan ACEI tidak direkomendasikan. Rekomendasi untuk populasi kulit hitam adalah
rekomendasi B sedangkan populasi kulit hitam dengan diabetes adalah rekomendasi C. Pada
studi yang digunakan, didapatkan bahwa penggunaan diuretic thiazide memberikan perbaikan
yang lebih tinggi pada kejadian cerebrovaskular, gagal jantung dan outcome kardiovaskular yang
dikombinasi dibandingkan ACEI. Sementara itu, meski CCB lebih kurang dibandingkan diuretic
dalam mencegah gagal jantung, tetapi outcome lain tidak terlalu berbeda dibandingkan dengan
diuretik thiazide. CCB juga lebih direkomendasikan dibandingkan ACEI karena ternyata
didapatkan hasil bahwa pada pasien kulit hitam memiliki 51% kejadian lebih tinggi mengalami
9
stroke pada penggunaan ACEI sebagai terapi inisial dibandingkan dengan penggunaan CCB.
Selain itu, pada populasi kulit hitam, ACEI juga memberikan efek penurunan tekanan darah yang
kurang efektif dibandingkan CCB.16
Rekomendasi 8. Pada populasi berusia 18 tahun atau lebih dengan CKD dan hipertensi,
ACEI atau ARB sebaiknya digunakan dalam terapi inisial atau terapi tambahan untuk
meningkatkan outcome pada ginjal. Hal ini berlaku pada semua pasien CKD dalam semua ras
maupun status diabetes. Pasien CKD, dengan atau tanpa proteinuria mendapatkan outcome ginjal
yang lebih baik dengan penggunaan ACEI atau ARB. Sementara itu, pada pasien kulit hitam
dengan CKD, terutama yang mengalami proteinuria, ACEI atau ARB tetap direkomendasikan
karena adanya kemungkinan untuk progresif menjadi ESRD (end stage renal disease).
Sementara jika tidak ada proteinuria, pilihan terapi inisial masih belum jelas antara thiazide,
ARB, ACEI atau CCB. Jadi, bisa dipilih salah satunya. Jika ACEI atau ARB tidak digunakan
dalam terapi inisial, obat tersebut juga bisa digunakan sebagai terapi tambahan atau terapi
kombinasi. Penggunaan ACEI dan ARB secara umum dapat meningkatkan kadar kreatinin serum
dan mungkin menghasilkan efek metabolic seperti hiperkalemia, terutama pada mereka dengan
fungsi ginjal yang sudah menurun. Peningkatan kadar kreatinin dan potassium tidak selalu
membutuhkan penyesuaian terapi. Namun, kita perlu memantau kadar elektrolit dan kreatinin
yang mana pada beberapa kasus perlu mendapatkan penurunan dosis atau penghentian obat.16
Rekomendasi 9. Rekomendasi 9 ini termasuk dalam rekomendasi E atau expert opinion.
Rekomendasi 9 dari JNC 8 mengarahkan kita untuk melakukan penyesuaian apabila terapi inisial
yang diberikan belum memberikan target tekanan darah yang diharapkan. Jangka waktu yang
menjadi patokan awal adalah satu bulan, Jika dalam satu bulan target tekanan darah belum
tercapai, kita dapat memilih antara meningkatkan dosis obat pertama atau menambahkan obat
lain sebagai terapi kombinasi. Obat yang digunakan sesuai dengan rekomendasi yaitu thiazide,
ACEI, ARB atau CCB. Namun, ARB dan ACEI sebaiknya tidak dikombinasikan. Jika dengan
dua obat belum berhasil, kita dapat memberikan obat ketiga secara titrasi. Pada masing-masing
tahap kita perlu terus memantai perkembangan tekanan darahnya serta bagaimana terapi
dijalankan, termasuk kepatuhan pasien. Jika perlu lebih dari tiga obat atau obat yang
direkomendasikan tersebut tidak dapat diberikan, kita bisa menggunakan antihipertensi golongan
lain.16
10
Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
peningkatan tekanan darah intrakranium
Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dikedua lengan.
mencari kerusakan organ sasaran (retinopati, gangguan neurologi, payah jantung
kongestif, diseksiaorta).Palpasi denyut nadi, auskultasi untuk mendengar ada atau tidak
bruit pembuluh darah besar, bising jantung dan ronkiparu.5,6
Pengukuran tekanan darah dilakukan sesuai dengan standar WHO dengan alat
sphygomanometer. Untuk menegakan diagnosis hipertensi perlu dilakukan pengukuran
tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah
<160/100mmHg.1
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi :
-
Hematologi lengkap
Gula darah
11
Profil lemak
Fungsi ginjal : Urea N, kreatinin, asam urat, albumin urin kuantitatif
Gangguan elektrolit : Natrium, kalium
hsCRP
EKG
Diagnosis
Diagnosa Hipertensi
Tekanan darah diukur setelah seseorang duduk atau berbaring selama 5 menit.
Angka 140/90 mmHg atau lebih dapat diartikan sebagai hipertensi, terapi diagnosis tidak
dapat ditegakkan hanya berdasarkan 1x pengukuran.
Jika pada pengukuran pertama tinggi, maka dapat diukur kembali dan kemudian
diukur sebanyak 2x dengan jarak 1 minggu untuk meyakinkan adanya hipertensi. Hasil
pengukuran bukan hanya menentukan adanya tekanan darah tinggi, tetapi juga digunakan
untuk menggolongkan beratnya hipertensi.
Setelah diagnosis ditegakkan :
Dilakukan pemeriksaan terhadap organ utama terutama pembuluh darah, jantung, otak,
ginjal.
-
Retina
hipertensi.
Jantung : Pembesaran jantung, bisa ditemukan pada EKG, dan foto thorax
Ginjal
: Adanya sel darah dan albumin dalam urin, bisa menjadi petunjuk ada
kerusakan ginjal
12
Pada mayoritas pasien, menurunkan tekanan sitolik lebih sulit dibandingkan dengan
menurunkan tekanan diastol. Walaupun kontrol tekanan darah yang efektif dapat dicapai pada
penderita hipertensi, mayoritas membutuhkan dua obat antihipertensi atau lebih. Kegagalan
melakukan modifikasi gaya hidup, dosis obat antihipertensi yang adekuat, atau kombinasi obat
yang tidak sesuai menyebabkan kontrol tekanan darah tidak adekuat.15
Tujuan Terapi
Tujuan dari terapi menggunakan obat antihipertensi adalah untuk mengurangi resiko
morbiditas dan mortalitas kardiovaskular dan ginjal. Target tekanan darah adalah < 140/90
mmHg disertai dengan penurunan risiko penyakit kardiovaskular. Pada pasien dengan diabetes
atau penyakit ginjal, target tekanan darah adalah <130/80 mmHg. Keuntungan dari obat
antihipertensi ini berhubungan dengan penurunan dari (1) insiden stroke, skitar 35-40 % (2)
MCI, sekitar 20-25% dan gagal jantung, sekitar > dari 50 %. Estimasi ini dilakukan pada
hipertensi derajat 1 dengan tekanan sistolik 140-159 mmHg dan atau tekanan diastolik 90-99
mmHg.15
Perubahan Gaya Hidup
Gaya hidup yang sehat merupakan prevensi terhadap peningkatan tekanan darah dan
termasuk dalam pengobatan hipertensi. Perubahan gaya hidup dapat menurunkan atau menunda
insiden dari hipertensi, dan meningkatkan efek dari obat antihipertensi, dan penurunan risiko
kardiovaskular.15
Tabel 1. Perubahan Gaya Hidup untuk Mencegah dan Pengobatan hipertensi.15
Obat-obat Antihipertensi
13
Dikenal 5 kelompok obat lini pertama yang lazim digunakan untuk pengobatan awal
hipertensi, yaitu: diuretik, penyekat reseptor beta adrenergik (B-blocker), penghambat
angiotensin-converting ezyme (ACE-inhibitor), penghambat reseptor angiotensin (angiotensinreceptor blocker, ARB), dan antagonis kalsium. Pada JNC VII, penyekat reseptor alfa adrenergik
(A-blocker) tidak dimasukkan dalam kelompok obat lini pertama. Sedangkan pada JNC
sebelumnya termasuk lini pertama. Selain itu dikenal juga tiga kelompok obat yang dianggap lini
kedua, yaitu: penghambat saraf adrenergik, agonis A-2 sentral, dan vasodilator. Berikut adalah 5
kelompok obat lini pertama yang digunakan untuk pengobatan hipertensi menurut JNC VIII.20
Diuretik
Obat yang termasuk golongan diuretik atau tiazid antara lain hidroklorotiazid,
bendroflumetiazid, klorotiazid, dan diuretik lain yang memiliki gugus aryl-sulfonamida
(indapamid dan klotalidon). Hidroklorotiazid (HCT) merupakan prototipe golongan tiazid dan
dianjurkan untuk sebagian besar kasus hipertensi ringan dan sedang dan dalam kombinasi
dengan berbagai antihipertensi lain. Golongan tiazid umumnya kurang efektif pada gangguan
fungsi ginjal, dapat memperburuk fungsi ginjal dan pada pemakaian lama menyebabkan
hiperlipidemia. Efek hipotensif tiazid baru terlihat setelah 2-3 hari dan mencapai maksimum
setelah 2-4 minggu. Karena itu, peningkatan dosis haru dilakukan dengan interval waktu tidak
kurang dari 4 minggu.20
B-Bloker
Penurunan tekanan darah oleh B-bloker yang diberikan per oral berlangsung lambat. Efek
ini mulai terlihat dalam 24 jam sampai 1 minggu setelah terapi dimulai, dan tidak diperoleh
penurunan tekanan darah lebih lanjut setelah 2 minggu bila dosisnya tetap. Obat ini tidak
menimbulkan hipotensi ortostatik dan tidak meninmbulkan retensi air dan garam.20
Ace-Inhibitor
Kaptopril merupakan ACE-inhibitor yang pertama ditemukan dan banyak digunakan.
ACE-inhibitor efektif utnuk hipertensi ringan, sedang, maupun berat. Bahkan beberapa
diantaranya dapat digunakan pada krisis hipertensi. Kombinasi dengan diuretik memberikan efek
sinergistik. ACE-inhibitor terpilih untuk hipertensi dengan gagal jantung kongestif. Obat ini juga
14
menunjukkan efek positif terhadap lipid darah dan mengurangi resistensi insulin sehingga sangat
baik untuk hipertensi pada diabetes, displipidemia, dan obesitas. Obat ini juga sering digunakan
untuk mengurangi proteinuria pada sindrom nefrotik dan nefropati DM. Selain itu ACE-inhibitor
juga sangat baik untuk hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri, penyakit jantung koroner, dan
lain-lain.20
Angiotensin Reseptor Bloker (ARB)
ARB sangat efektif menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi dengan kadar renin
yang tinggi seperti hipertensi renovaskular dan hipertensi genetik, tapi kurang efektif pada
hipertensi dengan aktivitas renin yang rendah. Pada pasien dengan hipovolemia, dosis ARB perlu
diturunkan.20
Antagonis Calsium
Sebagai monoterapi antagonis kalsium memberikan efektivitas yang sama dengan obat
antihipertensi lain. Nifedipin kerja singkat paling sering menyebabkan hipotensi dan dapat
menyebabkan iskemia miokard dan serebral. Refleks takikardia dan palpitasi mempermudah
terjadinya serangan angina pada pasien dengan PJK. Hipotensi sering terjadi pada pasien usai
lanjut, keadaan deplesi cairan dan yang mendapat antihipertensi lain. Amlodipin dan nifedipin
lepas lambat dengan mula kerja yang lambat menimbulkan efek samping yang lebih jarang dan
lebih ringan.20
Dosis Target
Jumlah
Dosis Harian, mg
RCT, mg
Obat / Hari
1. Captopril
50
150-200
20
1-2
Obat Antihipertensi
ACE inhibitors
Enalapril
15
Lisinopril
10
40
1. Eprosartan
400
600-800
1-2
Candesartan
12-32
Losartan
50
100
1-2
Valsartan
40-80
160-320
Irbesartan
75
300
1. Atenolol
25-50
100
50
100-200
1-2
1. Amlodipine
2,5
10
120-180
360
Nitredipine
10
20
1-2
1. Bendroflumethiazide
10
Chlorthalidone
12,5
12,5-25
Hydrochlorothiazide
12,5-25
25-100
1-2
Indapamide
1,25
1,25-2,5
-Blockers
Metoprolol
Thiazide-type diuretics
Terapi Kombinasi
ESH-ESC 2007 merekomendasi, dua obat dapat langsung diberikan sebagai terapi awal
untuk yang dikalsifikasikan sebagai high atau very high cardiovascular risk. WHO dan JNC 7
juga memberi rekomendasi yan sama terutama untuk tambahan obat kedua pada hipertensi
dengan tekanan darah 20 mmHg di atas sistolik blood pressure goal atau 10 mmHg di atas
diastolik blood pressure goal atau yang dengan compelling indications. CHEP 2011
menganjurkan memberi satu tablet yang sudah berisi dua obat dari pada masing-masing obat
diberikan secara terpisah. Walaupun semua guideline ESH-ESC 2007 saja yang dengan tegas
merekomendasi efek sinergistik obat-obat tersebut.17
16
Jantung
Penyakit jantung merupakan penyebab yang tersering menyebabkan kematian pada pasien
hipertensi. Penyakit jantung hipertensi merupakan hasil dari perubahan struktur dan fungsi yang
menyebabkan pembesaran jantung kiri disfungsi diastolik, dan gagal jantung.21
Otak
Hipertensi merupakan faktor risiko yang penting terhadap infark dan hemoragik otak.
Sekitar 85 % dari stroke karena infark dan sisanya karena hemoragik. Insiden dari stroke
meningkat secara progresif seiring dengan peningkatan tekanan darah, khususnya pada usia >65
tahun. Pengobatan pada hipertensi menurunkan insiden baik stroke iskemik ataupun stroke
hemorgik.21
Ginjal
Hipertensi kronik menyebabkan nefrosklerosis, penyebab yang sering terjadi pada renal
insufficiency. Pasien dengan hipertensif nefropati, tekanan darah harus 130/80 mmHg atau lebih
rendah, khususnya ketika ada proteinuria.21
Prognosis
WHO membuat tabel stratifikasi dan membuat tiga kategori risiko yang berhubungan
dengan timbulnya kejadian penyakit kardiovaskular selama 10 tahun ke depan: (1) risiko rendah,
kurang dari 15 % (2) risiko menengah , sekitar 15-20 % (3) risiko tinggi, lebih dari 20 %.8
Tabel 3. Faktor yang Mempengaruhi Prognosis.20
17
Tabel 3. Prognosis.13
BAB III
MATERI DAN METODE
III.I
Materi
sekitarnya yang dapat menunjang munculnya agent maupun malah mendukung host sehingga
penyakit tidak muncul. Selain dipengaruhi lingkungan, juga dipengaruhi oleh faktor keturunan,
mekanisme pertahanan tubuh, umur, jenis kelamin, ras, status perkawinan, macam pekerjaan dan
kebiasaan hidup. Oleh karena itu pada laporan kasus juga dicantumkan hal tersebut.
Puskemas adalah sarana pelayanan kesehatan strata pertama yang bertanggung jawab
menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat di wilayah
kerjanya. Oleh karena itu, pengisian laporan kasus dilakukan pada pasien yang datang ke
Puskesmas, guna mengetahui secara langsung kesehatan perorangan maupun masyarakat yang
berada di sekitar Puskesmas tersebut.
III.I
Metode
Wawancara Pasien
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka dan
tanya jawab langsung antara pengumpul data maupun peneliti terhadap nara sumber atau sumber
data. Wawancara pada penelitian sampel besar biasanya hanya dilakukan sebagai studi
pendahuluan karena tidak mungkin menggunakan wawancara pada 1000 responden, sedangkan
pada sampel kecil teknik pengumpul data (umumnya penelitian kualitatif).
Wawancara terbagi atas wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara
terstruktur artinya peneliti telah mengetahui dengan pasti apa informasi yang ingin digali dari
informasi yang ingin digali dari responden sehingga daftar pertanyaan sudah dibuat secara
sistematis. Peneliti juga dapat menggunakan alat bantu tape recorder, kamera foto, dan material
lain yang dapat membantu kelancaran wawancara. Wawancara tidak terstruktur adalah
wawancara bebas, yaitu peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan
yang akan diajukan secara spesifik, dan hanya memuat poin-poin penting masalah yang ingin
digali dari responden.
19
BAB IV
HASIL KUNJUNGAN RUMAH
IV.I
Puskesmas
: Puskesmas Klari
Nomor register
:-
Nama
Umur
Jenis kelamin
Pekerjaan
Pendidikan
: Ny. I
: 45 tahun
: Perempuan
: Ibu rumah tangga
: Tidak tamat SD
20
f. Alamat
g. Telepon
: Cukup
: Sedang
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada
: Baik
: Baik
: 2 orang
3. Psikologis Keluarga
a. Kebiasaan buruk
b.
c.
d.
e.
Pengambilan keputusan
: Keluarga
Ketergantungan obat
: Tidak ada
Tempat mencari pelayanan kesehatan : Puskesmas Klari
Pola rekreasi
: Kurang
4. Keadaan rumah/lingkungan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
Jenis bangunan
Lantai rumah
Luas rumah
Penerangan
Kebersihan
Ventilasi
Dapur
Jamban keluarga
Sumber air minum
Sumber pencemaran air
Pemanfaatan perkarangan
Sistem pembuangan air limbah
Tempat pembuangan sampah
Sanitasi lingkungan
: Permanen
: Tanah
: 90 m2
: Kurang
: Kurang
: Kurang
: Ada
: Ada
: Sumur
: Ada
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada
: Kurang
5. Spiritual Keluarga
a. Ketaatan beribadah
b. Keyakinan tentang kesehatan
: Baik
: Baik
21
Tingkat pendidikan
Hubungan antar anggota keluarga
Hubungan dengan orang lain
Kegiatan organisasi sosial
e. Keadaan ekonomi
: Rendah
: Baik
: Baik
: Kurang
: Kurang
7. Kultural Keluarga
Adat yang berpengaruh
Nama
Hub dgn KK
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Agama
Keadaan
Keadaa
Imunisasi
KB
Nn. I
Anak
11 th
SD
Pelajar
Islam
Kesehatan
Baik
n Gizi
Baik
Lengkap
perempuan
9. Keluhan Utama
tangan sejak 10 tahun yang lalu. Awalnya rasa kesemutan tersebut disertai dengan
munculnya bercak kemerahan. Pasien tidak berobat dan tetap melanjutkan kegiatan seharihari seperti mengambil rumput dan sayuran di sawah. Lama kelamaan satu per satu jari
pasien putus dan pasien baru berobat ke puskesmas. Setelah menjalani pengobatan sampai
tuntas, pasien tetap mengeluh tidak bisa merasakan semua ujung jari tangan sampai batas
lengan bawah dan semua ujung jari kaki sampai batas betis. Hingga sekarang pasien tetap
merasa baal namun jari yang tersisa tidak ada yang putus lagi.
12. Riwayat Penyakit Dahulu
: Tidak ada
Released
From
Treatment
(post
Kusta
Multibasiler)
16. Diagnosis Keluarga
23
18. Prognosis
a. Penyakit
:
Jika pasien teratur meminum obat rutin,ke Puskesmas secara teratur, serta didukung
dengan pola hidup sehat yang baik maka prognosis penyakit pasien adalah baik (dubia
et bonam).
b. Keluarga
:
Adanya hubungan yang baik antar anggota keluarga serta mendukung kesehatan pasien
dapat membuat suasana keluarga yang sehat jasmani dan rohani dan prognosisnya baik
untuk pasien juga keluarganya.
c. Masyarakat :
Untuk masyarakat sekitar pasien tinggal, prognosisnya ad bonam. Karena meskipun
termasuk penyakit menular, butuh kontak terus menerus dan dalam jangka waktu yang
lama sampai tertular.
IV. Resume
1. Telah diperiksa seorang perempuan, bernamaNy.I, dengan keluhan baal pada kaki dan tangan
lebih dari 1 tahun yang lalu. Pasien mengeluh sering kesemutan pada kaki dan tangan sejak
10 tahun yang lalu. Awalnya rasa kesemutan tersebut disertai dengan munculnya bercak
kemerahan. Pasien tidak berobat dan tetap melanjutkan kegiatan sehari-hari seperti
mengambil rumput dan sayuran di sawah. Lama kelamaan satu per satu jari pasien putus dan
pasien baru berobat ke puskesmas. Setelah menjalani pengobatan sampai tuntas, pasien tetap
mengeluh tidak bisa merasakan semua ujung jari tangan sampai batas lengan bawah dan
semua ujung jari kaki sampai batas betis. Hingga sekarang pasien tetap merasa baal namun
jari yang tersisa tidak ada yang putus lagi.
24
BAB V
ANALISIS MASALAH
1. Analisa Kasus
Pada tanggal 17 Oktober 2015 dilakukan kunjungan rumah pada Ny.I berusia 45 tahun, untuk
melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik berupa pengukuran tanda vital serta melihat kondisi
rumah pasien, dan didapatkan keterangan bahwa Ny.I sudah menderita kusta sejak 11 tahun
terakhir dan sudah menjalani pengobatan rutin sampai selesai sejak lebih dari setahun
belakangan. Pasien tinggal di pemukiman padat penduduk dan di depan pabrik.
2. Analisa Kunjungan Rumah
a. Kondisi pasien
Kondisi pasien dalam keadaan baik. Pasien mengeluhkan rasa baal pada kedua tangan
dan kedua kaki.
b. Pendidikan
Pasien bersekolah sampai tingkat SD tetapi tidak tamat.
c. Keadaan rumah
Lokasi :Jarak antara rumah yang satu dengan yang lain rapat.
Kondisi :Jenis bangunan rumah pasien adalah permanen. Rumah terbuat dari batu
bata, lantainya terbuat dari tanah, beratap genteng. Rumah tampak kotor dan tidak
terawat.
Luas rumah : 90 m2.
d. Pembagian rumah
Rumah terdiri dari 1 tingkat, terdiri dari1 kamar tidur, 1 ruang dapur, dan 1 kamar
e.
f.
g.
h.
mandi.
Ventilasi
Tidak terdapat ventilasi yang cukup pada rumah pasien.
Penerangan
Penerangan kurang.
Kebersihan
Kebersihan dalam rumah kurang.
Sanitasi dasar
Sumber air minum berasal dari air sumur, dan air tersebut digunakan untuk keperluan
memasak, mencuci dan mandi. Terdapat satu kamar mandi beserta kakus yang
digunakan hanya untuk keluarga pasien. Kamar mandi bersebelahan dengan dapur dan
dijadikan sebagai tempat untuk mencuci peralatan masak dan pakaian.
25
BAB V
PENUTUP
V.I
kesehatan keluarga pasien sekarang sudah sembuh, disarankan untuk tindakan pencegahan dan
perlindungan terhadap penyakit masih perlu diperhatikan, perlu dilakukan pembenahan baik dari
26
segi keadaan biologis maupun psikologi keluarga, keadaan rumah/lingkungan atau pun sosial
keluarga.
Dari data pasien didapatkan pula bahwa pasien mengetahui penyakit yang dideritanya,
serta dampaknya bagi kesehatan. Hal ini dibuktikan dengan sikap dan perilaku pasien untuk
meminum obatnya secara rutinsampai selesai pengobatan dan dinyatakan RFT. Dibutuhkan suatu
promosi kesehatan dalam bentuk kegiatan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap,
dan perilaku pasien dan keluarga terhadap penyakitnya.
Daftar Pustaka
1. Kosasih A, Wisnu IM, Dili SE, Menaldi SL. Kusta. Dalam : Djuanda,Adhi dkk.(ed). Ilmu
penyakit kulit dan kelamin. Ed.5. Jakarta: FKUI; 2010.h.73-88
2. Siregar S. Saripati penyakit kulit, Jakarta: EGC; 2006.h.124-6
3. Lewis S.Leprosy. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/1104977-overview#showall , 31 Oktober 2015.
4. Hayley W. Leprosy.Diunduh dari:http://www.patient.co.uk/doctor/Leprosy.htm , 31 Oktober
2015.
5. WHO.
Model
Prescribing
Information:
Drugs
Used
in
Leprosy.
Diunduh
28