Anda di halaman 1dari 14

Pendahuluan

Testis merupakan organ yang berperan dalam proses reproduksi


dan hormonal pria. Fungsi utama dari testis adalah memproduksi sperma
dan hormon androgen terutama testosteron. Testis terdapat di dalam skrotum
yang merupakan kantung lapisan kulit yang tidak rata dimana dibawahnya
terdapat beberapa lapisan, yaitu tunika vaskulosa, tunika albuginea, dan
tunika vaginalis. Apabila terdapat massa skrotum berupa suatu benjolan atau
pembengkakan yang bisa dirasakan di dalam skrotum maka massa skrotum
yang jinak itu bisa merupakan spermatokel.
Spermatokel adalah suatu massa di dalam skrotum yang
menyerupai kista, yang mengandung cairan dan sel sperma yang mati.
Spermatokel berkembang di epididimis. Masa ini menimbulkan rasa sakit
dan bersifat jinak. Risiko terkena Spermatokel meningkat diduga pada usia
antara 40 hingga 60 tahun.
Penyebab spermatokel belum diketahui secara pasti. Tetapi, Banyak
ahli percaya hasil dari penyumbatan di salah satu tabung yang mengalirkan
sperma dari testis ke epididimis. Trauma dan peradangan juga dapat
menyebabkan spermatokel. Pemeriksaan radiologi pada tumor testis
dipercaya dapat membantu menegakkan diagnosis penyakit spermatokel ini.
Pemeriksaan dapat berupa Ultrasonografi (USG), Computed Tomography
(CT), dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Oleh karena itu melalui makalah ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan mengenai etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, diagnosis,
dan terapi spermatokel sehingga dapat menunjang diagnosis dini dan
meningkatkan prognosis jangka panjang pada pasien spermatokel.

Definisi Spermatokel
Spermatokel, yang juga dikenal sebagai kista spermatik, adalah
kondisi medis yang ditandai dengan terbentuknya kantung abnormal (kista)
yang terisi dengan cairan dan sperma mati di dalam epididimis, suatu
saluran bergulung padat yang terletak di belakang testis dimana sprema
disimpan dan matang. Ketika kista ini tidak terisi dengan sperma, kondisi ini
dikenal sebagai kista epdidimal.
1

Etiologi
Penyebab spermatokel belum diketahui secara pasti. Tetapi, Banyak
ahli percaya hasil dari penyumbatan di salah satu tabung yang mengalirkan
sperma dari testis ke epididimis. Trauma dan peradangan juga dapat
menyebabkan spermatokels.
Beberapa hipotesis termasuk bahwa spermatokel mungkin timbul dari
ductules eferen, mungkin dilations aneurisma dari epididimis, atau mungkin
dilatasi sekunder untuk obstruksi distal.
Manifestasi Klinis
Nyeri di testis juga bisa disebabkan oleh kista yang tumbuh di
epididimis (tabung melingkar yang terletak di belakang setiap testis). Kista
ini jinak dan mulai keluar sebagai akumulasi sel-sel sperma. Sering kali,
kista sangat kecil dan tidak menimbulkan masalah. Namun kadang-kadang,
kista tumbuh dengan ukuran beberapa sentimeter. Pada titik ini, pria
mungkin merasa berat di testis, tidak nyaman atau bahkan rasa sakit.
Patofisiologi
Spermatokel dapat berasal dari divertikulum rongga yang ditemukan
pada caput epididimid. Sperma yang menumpuk disitu lama kelamaan akan
menumpuk dan membuat suatu divertikulum pada caput epididimis.
Spermatokel ini diduga pula berasal dari epididimitis atau trauma
fisik. Timbulnya scar pada bagian manapun di epididmis, akan
menyebabkan

obstruksi

dan

mungkin

mengakibatkan

timbulnya

spermatokel.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan
fisik. Pemeriksan fisik menunjukkan adanya massa di dalam skrotum yang:
Unilateral (hanya ditemukan pada salah satu testis)
Lunak
2

Licin, berkelok-kelok atau bentuknya tidak beraturan


Berfluktuasi, berbatas tegas atau padat.
Pemeriksaan lainnya yang mungkin perlu dilakukan adalah:
1. Transluminasi
Spermatokel menunjukkan bahwa massa berupa cairan yang agak
padat. Adanya hidrokel bisa diketahui dengan menyinari skrotum dengan
lampu senter. Skrotum yang terisi cairan jernih akan tembus cahaya
(transiluminasi). Varikokel teraba sebagai massa yang berkelok-kelok di
sepanjang korda spermatika.
2. USG skrotum

Gambar 1. USG Skrotum


Pada pemeriksaan sonografi, spermatokel yang didefinisikan
dengan baik lesi hypoechoic epididimis biasanya berukuran 1-2 cm dan
menunjukkan posterior peningkatan akustik. Mereka biasanya tidak
teratur, dengan baik gema internal yang tingkat rendah dan kadang-kadang
septations.
Spermatocoeles adalah jenis umum dari kista ekstra testis, dan
merupakan dilatasi kistik tubulus dari ductules eferen di kepala epididimis.
Spermatocoeles biasanya unilocular tetapi dapat multilocular dan mungkin
terkait dengan vasektomi sebelumnya. Mereka lebih umum daripada kista
epididimis, tetapi dapat muncul sangat mirip.

Diagnosis Banding
Penyebab terbentuknya massa di dalam skrotum bervariasi dan bisa
merupakan sesuatu yang jinak maupun keganasan. Penyebab dari
pembentukan massa skrotum bisa berupa:
-

Peradangan maupun infeksi (misalnya epididimitis)


Cedera fisik pada skrotum
Herniasi (hernia inguinalis)
Tumor

Penatalaksanaan
Tidak ada terapi medis spesifik yang diindikasikan dalam
penatalaksanaan untuk simple spermatokel. Analgesik oral dapat diberikan
untuk mengobati gejala. Jika penyebab yang mendasarinya berupa
epididimitis

yang

menyebabkan

rasa

tidak

nyaman,

maka

dapat

ditambahkan antibiotik sebagai indikasinya. Observasi biasanya dilakukan


untuk kasus-kasus spermatokel yang simple, ringan ataupun tanpa gejala.
Pendekatan terapi dengan spermatoselektomi transskrotal merupakan
intervensi

operatif

yang

utama

untuk

kasus-kasus

spermatokel.

Antikoagulasi sistemik dan permintaan dari ayah pasien merupakan


kontraindikasi relatif.
Skleroterapi merupakan pilihan alternatif penanganan, namun
hasilnya menunjukkan kurang efektif. Skleroterapi ditujukan untuk laki-laki
yang sudah tidak memiliki keinginan untuk memiliki garis keturunan,
sebagai resiko dari bahan kimia yang membahayakan epididimis dan
sebagai dampak kerusakan epididimis yang dapat mengganggu kesuburan.
Oleh karena aspirasi dari spermatokel itu sendiri dikaitkan dengan tingkat
kekambuhan yang tinggi, maka agen sklerotik yang digunakan bertujuan
untuk menghancurkan dinding kista. Beberapa agen sklerotik yang telah
digunakan, termasuk diantaranya tetrasiklin, fibrin glue, fenol, sodium
tetradecyl sulfate, kuinin, talk powder, polidokanol, dan etanolamin oleate,

semuanya dengan berbagai derajat keberhasilan yang bervariasi antara 30%100%.


Komplikasi
a. Spermatoselektomi
- Epididymal injury
- Epididymal obstruction
- Scrotal hematoma
- Superficial wound infection, swelling, and recurrence of the
spermatocele
b. Skleroterapi
- Epididymal injury
- Infertility
- Bleeding
- Infection
- Chemical epididymitis
- Spermatocele recurrence (www.emedicine.medscape.com)

Prognosis Spermatokel
Prognosis

dari

kasus

spermatokel

yang

ditangani

dengan

spermatoselektomi cenderung baik. Penelitian akhir-akhir ini membuktikan


bahwa pasien yang mengalami eksisi spermatokel yang tidak nyaman, 94%
diantaranya mengalami bebas gejala nyeri. Dan spermatoselektomi
merupakan penatalaksanaan bedah terbaik untuk simptomatik spermatokel.
Sebaliknya, meskipun skleroterapi dapat menurunkan insidensi dari
komplikasi perdarahan dan hanya membutuhkan biaya yang ringan, namun
efikasinya secara keseluruhan masih lebih rendah dibandingkan dengan
spermatoselektomi.

Definisi Orkitis
Orkitis merupakan suatu proses inflamasi yang terjadi pada testis. Pada orkitis
terisolasi, umumnya etiologi tersering adalah infeksi viral, terutama infeksi
mumps / gondongan. Infeksi virus lain yang lebih jarang, seperti virus coxsackie

juga telah ditemukan dapat menimbulkan orkitis terisolasi.Selain itu, orkitis juga
bisa timbul sebagai komplikasi dari epididimitis, sehingga dapat pula disebut
epididimo-orkitis. Pada kasus epididimo-orkitis, umumnya memiliki etiologi
bakterial dari suatu infeksi saluran genitourinaria baik simptomatik maupun tidak.
Orkitis lebih sering timbul sebagai komplikasi dari epididimitis dibandingkan
dengan orkitis terisolasi.
Etiologi epididimo-orkitis yang umum ditemukan berbeda antar kelompok
usia. Pada kelompok laki-laki berusia 14-35 tahun, epididimo-orkitis umumnya
ditimbulkan oleh patogen yang ditransmisikan secara seksual, seperti N.
gonorrhoeae atau C. trachomatis. Epididimo-orkitis nonspesifik dapat disebabkan
oleh berbagai jenis bakteri aerob dan seringkali dikaitkan dengan abnormalitas
anatomik. Pada kelompok usia di bawah 14 tahun atau lebih tua dari 35 tahun,
infeksi dengan patogen genitourinaria umum seperti E. coli dapat ditemukan.E.
coli dan H. influenza umum ditemukan pada epididimitis pada pria homoseksual
yang melakukan seks anal insertif.
Epididimitis TB dapat terjadi pada daerah endemis TB dan merupakan TB
urogenital yang paling umum dijumpai. Epididimitis TB terjadi melalui
persebaran hematogen dan seringkali turut melibatkan ginjal.3Suatu laporan kasus
dari India mencantumkan adanya suatu insiden epididimo-orkitis TB yang
terisolasi tanpa adanya infeksi TB di organ lain termasuk ginjal, pada laki-laki
berusia 38 tahun dengan keluhan pembengkakan skrotum selama 4 bulan disertai
dengan nyeri skrotum dan sekret. Mengingat epidemiologi TB di Indonesia tinggi,
tentunya

TB

sebagai

suatu

penyebab

epididimo-orkitis

patut

pula

dipertimbangkan, terutama bila tidak dapat ditemukan etiologi lain yang mungkin.
Epididimo-orkitis juga dapat timbul sebagai bagian dari suatu penyakit
vaskulitis sistemik seperti sindrom Behcet, purpura Henoch-Schonlein, dan
sarkoidosis. Penggunaan obat amiodarone juga dapat menimbulkan epididimitis.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, setidaknya 20% pasien prepubertal (<10 tahun)
dengan infeksi mumps akan mengalami orkitis. Setidaknya 4 dari 5 kasus orkitis

akibat mumps terjadi pada usia prepubertal. Orkitis terisolasi cukup jarang
ditemukan.
Pada kasus orkitis bakterial, sebagian besar kasus diasosiasikan dengan
epididimitis (epididimo-orkitis), dan biasanya terjadi pada pasien pria usia di
bawah 35 tahun yang aktif secara seksual atau pada pasien pria usia lebih dari 50
tahun dengan BPH. Meskipun demikian, pada kelompok usia anak dan lanjut usia,
patogen urinaria seperti E. coli juga dapat menimbulkan epididimo-orkitis. Pada
pria homoseksual yang mempraktikkan seks anal, E. coli dan bakteri koliform
lainnya juga sering menimbulkan epididimo-orkitis, terutama pada pasangan yang
bertindak sebagai pasangan insertif.
Diperkirakan 1 tiap 1000 pria mengalami epididimitis tiap tahunnya di
Amerika Serikat, dengan angka kunjungan medis diperkirakan lebih dari 600.000
tiap tahunnya. Instrumentasi saluran kemih seperti pemasangan kateter, obstruksi
saluran kemih baik didapat maupun kongenital, refluks saluran kemih akibat
sebab didapat maupun kongenital, aktivitas fisik berat, mengendarai sepeda atau
sepeda motor, dan promiskuitas telah ditemukan sebagai faktor risiko epididimitis.
Epididimitis lebih sering terjadi dari orkitis. Orkitis dapat terjadi pada 58%
laki-laki yang terdiagnosis epididimitis.

Patofisiologi
Orkitis terisolasi biasanya timbul menyertai infeksi viral, terutama infeksi
mumps. Pada orkitis terisolasi, inflamasi hanya terjadi pada testis tanpa
melibatkan epididimis dan timbul melalui persebaran hematogen.
Pada epididimo-orkitis, patogenesis yang paling umum terjadi adalah
melalui suatu infeksi retrograd asendens dari saluran kemih yang kemudian
menyebar melalui vas deferens hingga ke epididimis dan bahkan testis. Faktor
anatomi memiliki peranan dalam proses ini. Selain itu, abnormalitas anatomis
saluran kemih, baik didapat (BPH pada pria usia lanjut) maupun kongenital
(stenosis meatal) dapat menimbulkan refluks urin yang telah ditemukan berperan
dalam patogenesis epididimo-orkitis.

Pada epididimitis, biasanya refluks pertama kali terjadi pada bagian ekor
epididimis melalui vas deferens. Kemudian, infeksi dari ekor epididimis dapat
meluas ke badan dan kepala epididimis, bahkan dapat mencapai korda
spermatikus menjadi funikulitis dan dapat mencapai testis sehingga menjadi
epididimo-orkitis.
Manifestasi Klinis
Manifestasi utama orkitis, baik orkitis terisolasi maupun sebagai bagian
dari epididimo-orkitis, adalah nyeri testikular dan pembengkakan skrotum. Nyeri
dan bengkak yang timbul biasanya semakin memberat secara bertahap dalam
hitungan hari (tidak seperti torsio testis yang umumnya memberat dengan cepat
dalam hitungan jam).
Mengingat etiologi orkitis terisolasi umumnya viral, biasanya orkitis
terisolasi bersifat akut dan dapat sembuh sendiri. 4 Sedangkan kasus epididimoorkitis dapat bersifat akut maupun kronik. Epididimo-orkitis akut memiliki
gambaran nyeri epididimal dan skrotal serta pembengkakan skrotal yang
awitannya cepat dalam periode beberapa hari, sedangkan epdidimo-orkitis kronik
biasanya memiliki gambaran klinis kronik lebih dari 6 minggu.
Pada pasien dengan orkitis terisolasi akibat virus, biasanya nyeri dan
pembengkakan skrotum timbul mendadak dan unilateral. Gejala lain yang
menyertai tidak menentu, namun dapat timbul malaise, demam, myalgia, mual,
dan nyeri kepala. Bila dikaitkan dengan infeksi mumps, orkitis biasanya timbul 47 hari setelah parotitis.
Pemeriksaan fisik pada orkitis terisolasi umumnya menunjukkan tandatanda inflamasi testis unilateral tanpa disertai tanda-tanda inflamasi epididimis.
Dapat ditemukan pembesaran testis, indurasi testis, nyeri tekan, eritema kulit
skrotum, dan edema kulit skrotum.
Pada pasien dengan epididimitis, nyeri biasanya terlokalisasi pada bagian
posterior testis dan dapat menjalar ke arah ingunal dan abdomen bawah. Bila
inflamasi telah meluas menjadi epididimo-orkitis, nyeri juga terasa pada testis dan
sulit dibedakan dengan nyeri pada posterior testis. Gejala-gejala infeksi saluran
kemih bawah seperti demam, frekuensi, urgensi, hematuria, dan disuria dapat

ditemukan, baik sebelum maupun bersamaan dengan nyeri dan pembengkakan


skrotum. Gejala-gejala infeksi saluran kemih bawah umum ditemukan pada
epididimo-orkitis, namun jarang terdapat pada torsio testis. Gejala mual-muntah
dapat ditemukan baik pada epididimo-orkitis maupun torsio testis, sehingga adatidaknya mual-muntah tidak dapat digunakan untuk menyingkirkan salah satu di
antara keduanya. Pasien dengan epididimitis dan orkitis seringkali mengalami
takikardia atau demam. Pasien juga dapat merasa tidak nyaman saat duduk atau
bila testis tersentuh.
Pemeriksaan fisik pada epididimitis tahap awal biasanya menunjukkan
adanya nyeri tekan pada bagian ekor epididimis, yang umumnya merupakan
lokasi awal timbulnya refluks dari vas deferens. Bila telah meluas, nyeri tekan
bisa terdapat pada seluruh bagian epididimis, testis, maupun korda spermatikus.
Pada epididimitis, dapat ditemukan pembengkakan dan indurasi pada bagian
posterolateral testis. Bila telah meluas menjadi epididimo-orkitis, dapat ditemukan
pembesarantestis, eritema kulit skrotum, dan hidrokel reaktif. Seringkali
pembesaran epididimis dan testis sulit dibedakan pada fase akut. Pada epididimoorkitis, testis terdapat pada posisi anatomis normal, tidak seperti pada torsio testis
yaitu testis berada pada posisi high-riding dan berorientasi transversal.
Tanda Prehn diperiksa dengan melakukan elevasi pada testis bersangkutan.
Pada

epididimo-orkitis,

biasanya

nyeri

akan

berkurang bila

dilakukan

pemeriksaan Prehn. Sedangkan sebaliknya, pada torsio testis biasanya nyeri akan
bertambah hebat bila dilakukan pemeriksaan Prehn. Pemeriksaan tanda Prehn
dapat dilakukan untuk membedakan epididimo-orkitis dengan torsio testis,
meskipun tidak selalu dapat diandalkan.
Pemeriksaan refleks kremaster dilakukan dengan memberikan rangsang
sentuh pada kulut paha sisi medial bagian atas. Refleks kremaster yang normal
(ditandai dengan kontraksi otot kremaster ipsilateral, menimbulkan elevasi testis
unilateral) biasanya ditemukan pada epididimo-orkitis, sedangkan refleks
kremaster biasanya tidak ditemukan pada torsio testis.
Pemeriksaan fisik juga dilakukan untuk mencari adanya infeksi saluran
kemih yang terkait. Pemeriksaan nyeri sudut kostovertebra (CVA) perlu dilakukan
untuk mencari tanda-tanda kemungkinan adanya suatu pyelonefritis yang terkait

dengan epididimo-orkitis. Tanda-tanda sistitis juga perlu dicari pada palpasi


daerah suprapubis.
Daerah inguinal perlu diperiksa untuk menyingkirkan hernia sekaligus
untuk memeriksa nodus limfe. Pada epididimo-orkitis, dapat dijumpai pembesaran
nodus limfe inguinal yang nyeri.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi orkitis dan
epididimitis, serta mendeteksi patogen penyebabnya.
Pada pemeriksaan hematologi, dapat ditemukan leukositosis, umumnya
pada epididimo-orkitis bakterial.
Urinalisis dapat menunjukkan adanya suatu infeksi saluran kemih yang
dapat menyertai epididimo-orkitis. Pada urinalisis dapat ditemukan pyuria atau
bakteriuria. Kultur urin juga dapat dilakukan, terutama pada pasien prepubertal
dan usia lanjut.
Bila terdapat sekret uretra, swab uretra dapat dilakukan untuk pemeriksaan
Gram dan kultur. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk mendeteksi uretritis dan
infeksi gonokokal. Pemeriksaan PCR juga dapat dilakukan untuk mendeteksi N.
gonorrhoeae dan C. trachomatis.
Bila dicurigai terdapat infeksi menular seksual, maka perlu dilakukan juga
pemeriksaan skrining sifilis dan HIV. Selain itu, perlu pula dilakukan konseling
terhadap pasangan.
Pemeriksaan radiologis sebaiknya dilakukan pada kasus-kasus epididimitis
dan orkitis. Pemeriksaan ultrasonografi dapat menunjukkan adanya pembesaran
dan penebalan epididimis dan/atau testis pada epididimis dan/atau orkitis. Selain
itu, ultrasonografi juga dapat menunjukkan adanya hidrokel reaktif.
Pemeriksaan ultrasonografi Doppler berwarna dapat dilakukan untuk
menilai perfusi testis dan anatomi internal skrotum, dapat pula digunakan untuk
menyingkirkan torsio testis. Pada pemeriksaan ultrasonografi Doppler berwarna,
gambaran pembesaran dan penebalan epididimis dan/atau testis dengan
peningkatan pulsasi gelombang Doppler (peningkatan aliran darah) menunjukkan
gambaran epididimitis dan/atau orkitis, sedangkan gambaran testis yang

10

menyerupai normal namun disertai dengan penurunan pulsasi gelombang Doppler


(penurunan aliran darah) menunjukkan gambaran torsio testis. Pada anak,
ultrasonografi Doppler berwarna memiliki sensitivitas 70% dan spesifisitas 88%
untuk epididimitis, dan sensitivitas 82% dan spesifisitas 100% untuk torsio testis.
Pemindaian radionuklid dan skintigrafi juga dapat dilakukan dengan
menggunakan injeksi technetium 99m (99mTc). Pada epididimitis akut terdapat
peningkatan ambilan tracer, sedangkan pada skrotum terdapat defek ambilan
tracer. Meskipun memiliki sensitivitas dan spesifitas yang baik, pemeriksaan ini
dibatasi oleh ketersediaan fasilitas, biaya, dan sumber daya manusia.
Pemeriksaan penunjang radiologis saluran kemih juga perlu dilakukan,
terutama pada anak prepubertal dengan epididimo-orkitis untuk menemukan
adanya kelainan kongenital pada saluran kemih. Untuk memenuhi tujuan ini dapat
dilakukan pemeriksaan vesikoureterogram, ultrasonografi abdomen, uretrografi
retrograd, dan sistouretroskopi.
Bila kecurigaan klinis cenderung mengarah pada torsio testis, maka pasien
harus segera dirujuk bantuan urolog untuk eksplorasi dan pemeriksaan penunjang
tidak boleh menghambat proses eksplorasi segera.

Diagnosis Banding

Torsio testis
Hidrokel
Trauma skrotalis
Tumor testis

Penatalaksanaan
Pada orkitis terisolasi akibat virus, penatalaksanaan terutama dilakukan
secara suportif. Dapat dilakukan tirah baring, elevasi skrotum, dan kompres
hangat atau dingin untuk mengurangi nyeri. Umumnya, orkitis viral dapat sembuh
sendiri dalam 3-10 hari dan tidak perlu diberikan antibiotik.
Pada epididimo-orkitis dengan kecurigaan penyebab bakterial, terapi
antibiotik dapat dimulai secara empiris sebelum kultur memberikan hasil.5Terapi
empiris yang dapat dilakukan berbeda sesuai dengan kelompok pasien. Untuk

11

pasien dengan usia di atas 35 tahun dengan kecurigaan infeksi organisme enterik
dapat diberikan ciprofloxacin 2x500 mg selama 14 hari, levofloxacin 1x500 mg
selama 10 hari, ofloxacin 2x300 mg selama 10 hari, trimethoprimsulfamethoxazole (160 mg/800 mg) 2x1 tablet selama 10 hari, atau amoxicillinclavulanate (875 mg/125 mg) 2x1 tablet selama 10 hari.
Pada pasien prepubertal dengan kecurigaan infeksi organisme enterik
dapat diberikan trimethoprim-sulfamethoxazole 3-6 mg/kgBB/kali 2x1 kali
selama 10 hari, atau amoxicillin-clavulanate 15-20 mg/kgBB/kali 2x1 kali selama
10 hari. Pada pasien yang aktif secara seksual berusia kurang dari 35 tahun
dengan kecurigaan infeksi menular seksual, dapat diberikan ceftriaxone 250 mg
IM dalam dosis tunggal, ditambah dengan azithromycin 1 g per oral dalam dosis
tunggal atau doxycycline 2x100 mg per oral selama 10 hari.
Bila memungkinkan, terapi antibiotik perlu dilakukan sesuai dengan
organisme penyebab pada kasus tersebut. Terapi yang sesuai dengan tiap-tiap
patogen antara lain:

E. coli, Klebsiella, dan organisme enterik lainnya: ciprofloxacin 2x500 mg


selama 10 hari, levofloxacin 1x500 mg selama 10 hari, ofloxacin 2x300
mg selama 10 hari, trimethoprim-sulfamethoxazole (160 mg/800 mg) 2x1
tablet selama 10 hari, atau amoxicillin-clavulanate 2x500-875 mg selama

10 hari
C. trachomatis: doxycycline 2x100 mg selama 10 hari, azithromycin 1 g
dosis tunggal per oral, ofloxacin

2x300 mg selama 10 hari, atau

levofloxacin 1x500 mg selama 10 hari


N. gonorrhoeae: ceftriaxone 250 mg IM dosis tunggal
Terapi suportif pada epididimo-orkitis juga dapat dilakukan. Berupa

pembatasan aktivitas fisik, topangan dan elevasi skrotum, kompres dingin,


OAINS, analgetik, dan menghindari instrumentasi uretra. Bila dicurigai
epididimo-orkitis disebabkan oleh infeksi menular seksual, maka pasangan seks
pasien juga perlu dievaluasi dan ditatalaksana, selain itu, pasien harus abstain dari
hubungan seksual hingga 7 hari setelah terapi antibiotik dosis tunggal atau setelah
selesai regimen terapi antibiotik 7 hari.
Pada beberapa kasus, tindakan bedah perlu dilakukan. Drainase terbuka
perlu dilakukan pada kasus epididimo-orkitis yang telah mengalami komplikasi
12

abses. Selain itu, pasien dengan kasus kronik dan rekuren dapat membutuhkan
epididimektomi untuk mengurangi gejala yang timbul.
Komplikasi
Pasien perlu diberikan informasi dan edukasi mengenai komplikasi yang
mungkin terjadi, seperti sepsis, abses, gangguan fertilitas, atrofi testis dan
perluasan infeksi. Pada pasien yang mengalami sepsis maka perlu dilakukan
hospitalisasi dan pemberian antibiotik parenteral. Pada pasien dengan komplikasi
abses maka perlu dilakukan drainase terbuka.

Prognosis
Follow-up untuk menilai perbaikan klinis dan massa testis sebaiknya
dilakukan 3-7 hari setelah evaluasi awal dan inisiasi terapi. Dengan terapi, nyeri
umumnya membaik dalam 1-3 hari, namun dibutuhkan 2-4 minggu hingga
indurasi mengalami resolusi.
Pada follow-up, anak laki-laki prepubertal sebaiknya dirujuk ke urolog
untuk evaluasi abnormalitas anatomi saluran urogenital. Laki-laki berusia lebih
dari 50 tahun sebaiknya dievaluasi untuk menilai obstruksi uretra akibat
pembesaran prostat.
Follow-up pada pasangan seksual juga perlu dilakukan, terutama bila
epididimo-orkitis disebabkan oleh infeksi menular seksual. Edukasi mengenai
pentingnya terapi antibiotik sampai selesai lengkap dan penggunaan kondom
perlu dilakukan.
Prognosis pada umumnya baik. Pada orkitis mumps atau infeksi virus
lainnya, biasanya dapat sembuh dengan spontan dalam 3-10 hari dengan
komplikasi yang jarang dan minimal. Pada epididimo-orkitis bakterial, umumnya
dapat sembuh tanpa komplikasi bila ditatalaksana dengan antibiotik secara tepat.

13

14

Anda mungkin juga menyukai