PENDAHULUAN
Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Bila kemudian
tempat nidasi tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dengan besarnya buah
kehamilan, akan terjadi ruptura dan menjadi kehamilan ektopik terganggu. 1
Hampir 95% kehamilan ektopik terimplantasi di berbagai segmen tuba uterine
yang terdiri atas pars ampularis (55%), pars ismika (25%), pars fimbriae (17%),
dan pars interstisialis (2%). Kehamilan ektopik lain (<5%) terjadi di serviks
uterus, ovarium, atau abdominal. 2
Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists tahun
2008, 2% dari seluruh kehamilan trimester pertama di Amerika Serikat adalah
kehamilan ektopik. Jumlah ini berkontribusi sekitar 6% pada semua kematian
terkait kehamilan. Riset World Health Organization (WHO) tahun 2007
menunjukkan bahwa KET merupakan penyebab 1 dari 200 (5-6%) mortalitas
maternal di negara maju, dengan 60.000 kasus setiap tahun atau 3% dari populasi
masyarakat. Namun, kematian akibat kehamilan ektopik di Amerika Serikat kini
semakin jarang terjadi setelah tahun 1970-an. Angka kematian kasus dari
kehamilan ektopik turun tajam dari tahun 1980 hingga 1992. Penurunan ini
kemungkinan besar disebabkan oleh membaiknya diagnosis dan penatalaksanaan
pada kehamilan ektopik. Menurut WHO, angka kejadian KET di Indonesia
diperkirakan tidak jauh berbeda dengan negara maju..2,3
Faktor risiko yang memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik antara
lain riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, pemakaian alat kontrasepsi dalam
rahim atau IUD (Intra Uterine Device), patologi tuba, pembedahan tuba, riwayat
infeksi tuba atau penyakit menular seksual, merokok, dan riwayat abortus.
Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu biasanya tidak khas,
sampai terjadi abortus tuba atau ruptur tuba, oleh sebab itu diagnosis yang cepat
dan tepat merupakan hal yang sangat penting dalam penanganan kehamilan
ektopik karena dapat menurunkan angka kematian ibu dan mempertahankan
kualitas reproduksinya.2,4
BAB II
2
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Ny. TY
Umur
: 28 tahun
Pekerjaan
: IRT
Pendidikan
: SMA
Nama suami
: Tn. RR
Pendidikan Suami
: SMP
Alamat
Agama
: Islam
Suku / Bangsa
: Indonesia
Tanggal MRS
: 15 Desember 2015
ANAMNESA
Keluhan Utama
ANAMNESA GINEKOLOGI
Riwayat Haid
o Menarche umur 15 tahun
o Siklus teratur
o Lamanya haid 3 sampai 4 hari
o Banyaknya haid 3 pembalut/hari
o Tanggal hari pertama haid terakhir 10 November 2015
Riwayat Keluarga
o Perkawinan 1 kali
o Status perkawinan sah
PEMERIKSAAN FISIK
Status Praesens
Keadaan Umum
: Sakit Sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan darah
: 100/60 mmHg
Nadi
: 92 x/menit
Pernapasan
: 24 x/menit
Suhu badan
: 36,0 oC
Mata
Thoraks
Pulmo
Abdomen
Ekstremitas
: Edema (-)
Status Lokalis
Abdomen
Inspeksi
: Datar
Palpasi
Perkusi
: WD (-)
Auskultasi
Status Ginekologi
Inspeksi
Inspekulo
Periksa Dalam
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium (15 Desember 2015 - 05:00 AM):
HEMATOLOGI
Leukosit
19500
Eritrosit
1.26
Hemoglobin
4.3
Hematokrit
11.3
Trombosit
199
10^3/uL
MCH
34.1
pg
MCHC
38.1
g/dL
MCV
89.7
fL
/uL
10^6/uL
g/dL
EKG
RESUME MASUK
P2A0 32 tahun, datang ke IRDO tanggal 15 Desember 2015 jam 03.40
WITA, dengan keluhan utama : nyeri perut hebat, mual dan muntah > 2 kali.
Penderita dirujuk dari RSAD R. W. Mongisidi dengan diagnosa sementara
Kehamilan Ektopik Terganggu. Keluhan utama: nyeri perut hebat dirasakan 1 hari
SMRS. Perdarahan dari jalan lahir (+), mual (+), muntah (+) > 2 kali berisi cairan
dan makanan. Riwayat terlambat haid (+), tes kehamilan (+), BAB dan BAK
biasa.
DIAGNOSIS
Jam 06.00
: Operasi dimulai
Obyektif Pre-Op
Diagnosa Pre-Op
Jenis Operasi
Jalannya operasi
Salpingektomi sinistra
darah, dihisap
dan ovarium baik. Tampak ruptur tuba pars interstisialis sinistra, tidak ditemukan
janin.
Diputuskan
dilakukan
salpingektomi
sinistra.
Pangkal
tuba
dan
mesosalphing sinistra dijepit dengan 2 klem, digunting dan dijahit double ligasi.
Kontrol perdarahan: (-). Rongga abdomen kemudian dicuci dengan NaCl
0.9%. Eksplorasi rongga abdomen. Kontrol perdarahan: (-). Tidak ada instrument
dan/atau kassa tertinggal. Selanjutnya dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
Peritoneum dijahit dengan chromic cutgut. Otot dijahit interuptus dengan chromic
catgut. Fascia dijahit jelujur dengan safil 1. Lemak dijahit dengan plain catgut.
Kulit dijahit subkutikuler dengan chromic cutgut 2/0 cutting. Luka operasi di
tutup dengan kassa steril, operasi selesai.
KU Post Op
T : 100/60 mmHg,
N : 85 x/mnt,
R : 20 x/mnt,
S: 36, 3 C
Perdarahan
Diuresis
Diagnosa Post Op
: 2600 cc
: 200 cc
Sikap Post Op
- O2 lpm
FOLLOW UP
Hari I - Tanggal 16 Desember 2015
S
: -
: KU: Cukup
: P2A0, 28 tahun, post laparatomi a/i ruptur tuba pars istmika, telah
dilakukan salpingektomi sinistra H-I
HEMATOLOGI
Leukosit
11.600
Eritrosit
2.69
Hemoglobin
8.0
Hematokrit
22.3
Trombosit
125
10^3/uL
MCH
29.7
pg
MCHC
35.9
g/dL
MCV
82.9
fL
/uL
10^6/uL
g/dL
: -
: KU: Cukup
: P2A0, 28 tahun, post laparatomi a/i ruptur tuba pars istmika, telah
dilakukan salpingektomi sinistra H-2
SF tab 1x1
Ranitidin inj 2x1amp
Transfusi PRC sampai Hb=10gr/dl (2 bag)
Aff kateter
Mobilisasi
Rawat luka
: -
: KU: Cukup
10
: P2A0, 28 tahun, post laparatomi a/i ruptur tuba pars istmika, telah
dilakukan salpingektomi sinistra H-3
SF tab 1x1
Ranitidin inj 2x1amp
Transfusi PRC sampai Hb=10gr/dl (2 bag)
Mobilisasi
: -
: KU: Cukup
: P2A0, 28 tahun, post laparatomi a/i ruptur tuba pars istmika, telah
dilakukan salpingektomi sinistra H-4
SF tab 1x1
Ranitidin inj 2x1amp
Transfusi PRC sampai Hb=10gr/dl (2 bag)
Mobilisasi
Cek Hb post transfuse
10.700
Eritrosit
4.58
10^6/uL
Hemoglobin
10.7
g/dL
Hematokrit
32.1
Trombosit
154
10^3/uL
MCH
30.1
pg
MCHC
36.8
g/dL
MCV
85.3
fL
/uL
11
: -
: KU: Cukup
: P2A0, 28 tahun, post laparatomi a/i ruptur tuba pars istmika, telah
dilakukan salpingektomi sinistra H-5
SF tab 1x1
Ranitidin inj 2x1amp
Aff infus
Mobilisasi
Rencana pulang
12
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini yang akan dibahas adalah mengenai aspek klinis dari kehamilan
ektopik terganggu (KET) yang meliputi :
I.
Patogenesis
II.
Diagnosis
III.
Penanganan
IV.
Prognosis
PATOGENESIS
Mekanisme fertilisasi ovum bergantung pada motilitas tuba, pergerakan silia tuba fallopi
dan keadaan tuba. Faktor-faktor tersebut berkontribusi dalam transportasi sperma hingga bertemu
ovum mengalami proses fertilisasi lalu berjalan turun melalui tuba fallopi. 3-4 hari setelah
fertilisasi, ovum yang telah dibuahi akan berimplantasi di kavum uteri. 8,9
Kesalahan dalam implantasi yang terjadi pada kehamilan ektopik terganggu terjadi
karena adanya defek anatomi atau defek fungsional pada tuba fallopi, ovarium, atau uterus.
Defek anatomi pada tuba fallopi dapat disebabkan oleh jaringan parut pasca pembedahan atau
infeksi. Defek fungsional pada ovarium dapat terjadi pada wanita dengan terapi fertilitas.
Sedangkan pada uterus dapat terjadi pada uterus bicornu atau jaringan parut bekas sectio
cessarea.8,9
Riwayat infeksi panggul atau ruptur appendiks dapat menyebabkan perlekatan
peritubular, serta menyebabkan kerusakan struktur internal tuba fallopi yang kemudian menjadi
lokasi predisposisi implantasi hasil fertilisasi. Penggunaan kontrasepsi progesteron tunggal
dihubungkan dengan gangguan motilitas tuba.8,9
13
DIAGNOSIS
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu ditegakkan melalui anamnesis yang teliti,
pemeriksaan fisik yang cermat, dan di tunjang dengan pemeriksaan penunjang lainnya.
I. Anamnesis
Pada anamnesis kehamilan ektopik ditandai oleh keterlambatan haid(amenorea), diikuti
oleh spotting atau perdarahan ringan oer vagina. Jika terjadi ruptur, pasien biasanya mengeluh
nyeri hebat dibagian abdomen bawah dan panggul. Gejala tersebut merupakan tanda eksaserbasi
perdarahan intraperitoneal.8 Pada kasus ini penderita datang dengan keluhan utama yakni nyeri
perut hebat bagian bawah, perdarahan pada jalan lahir serta adanya keterlambatan haid yakni
dengan HPHT tanggal 10 November 2015.
II. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan umum dapat ditemukan pasien tampak kesakitan dan pucat. Pada
perdarahan dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada pemeriksaan
ginekologis, dapat ditemukan tanda-tanda kehamilan seperti livide, nyeri goyang serviks dan
tenesmus pada abdomen diakibatkan adanya perdarahan di rongga peritoneum. Dapat terjadi
sedikit pembesaran uterus dan dapat teraba massa di adneksa. Kavum Douglas teraba menonjol
dan nyeri tekan menunjukan adanya hematokel retrouterina.8
Pada kasus ini pasien datang dengan keadaan yang tampak sakit dan kesadaran penuh.
Pada pemeriksaan fisik juga ditemukan tekanan darah 100/60 mmHg dengan nadi 92x/menit.
Pada pemeriksaan regio abdomen, ditemukan adanya tanda-tanda dari akut abdomen yakni
tenesmus dan nyeri saat palpasi. Pada pemeriksaan ginekologis ditemukan adanya nyeri goyang
dan livide yang positif pada porsio, penonjolan pada kavum Douglas, serta corpus uteri sukar
dievaluasi karena nyeri yang dirasakan oleh pasien.
14
Tes kehamilan
Tes kehamilan dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hormon human chorionic
gonadotropin (HCG) dalam urine. Tes ini memiliki sensitivitas yang rendah karena pada jaringan
trofoblas kehamilan ektopik kadar HCG yang dihasilkan lebih rendah daripada kehamilan
intrauterin normal, dan tes kehamilan tidak dapat membedakan kehamilan intrauterin dengan
kehamilan ektopik.Oleh sebab itu dibutuhkan tes yang mempunyai tingkat sensitifitas yang lebih
tinggi.11,12
Pada pasien ini telah dilakukan uji kehamilan dengan menggunakan pregna tes yang
dicelupkan ke dalam urin selama 1 menit, dan hasilnya positif (2 garis).
Kuldosentesis
Kuldosentesis adalah satu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum
Douglas ada darah atau cairan lain. Cara ini amat berguna dalam membantu membuat diagnosis
kehamilan ektopik terganggu. Cara ini tidak digunakan pada kehamilan ektopik belum
terganggu.11
15
Untuk melakukan kuldosentesis penderita ditidurkan pada meja ginekologi dengan posisi
litotomi dan pinggang penderita lebih rendah daripada dadanya, dengan demikian darah mengalir
ke dalam kavum Doglas. Sepasang spekulum dimasukkan ke dalam vagina agar serviks terlihat
jelas. Serviks ditarik dengan tenakulum lalu dilakukan pungsi dengan jarum No.18 pada forniks
posterior tanpa menggunakan anestesi. Pada kehamilan ektopik terganggu darah mula-mula
mengalami pembekuan kemudian terjadi fibrinolisis sehingga pada akhirnya darah tersebut cair
kembali. Oleh karena itu jika pada aspirasi keluar darah cair, segera lakukan laparotomi karena
darah cair itu berasal dari perdarahan dalam rongga perut. Jika dengan kuldosetesis terdapat
hasil yang meragukan kerjakan uji coba lain untuk kepastian diagnosis.
Pada penderita ini sulit dilakukan kuldosentesis akibat nyeri yang tidak tertahankan.
Ultrasonografi
Aspek yang terpenting dalam penggunaan ultrasonografi pada penderita yang diduga
mengalami kehamilan ialah evaluasi uterus. Kemungkinan kehamilan ektopik yang terjadi
bersama-sama kehamilan intrauterin adalah 1 : 30.000 kasus, maka dapat dikatakan bahwa
apabila dalam pemeriksaan ultrasonografi ditemukan kantong gestasi intrauterin, kemungkinan
kehamilan ektopik dapat disingkirkan.11 Setelah selesai melakukan evaluasi uterus, langkah
berikutnya ialah melakukan evaluasi adneksa. Diagnosis pasti kehamilan ektopik melalui
ultrasonografi ialah apabila ditemukan kantong gestasi di luar uterus yang di dalamnya tampak
16
denyut jantung janin. Hal ini hanya terjadi pada 5% kasus kehamilan ektopik. Pada kehamilan
ektopik biasanya dapat ditemukan kantung gestasi ektopik. Gambaran yang tampak ialah cairan
bebas dalam rongga peritoneum terutama dalam kavum Douglas.8,9,10
Pada hasil USG pasien ini ditemukan uterus AF ukuran 6x4,1 cm, EL/Endometrium Line
(+), Adneksa Parametrium sinistra tampak massa kompleks uk. 1,8x1,8 cm dextra (-), FF/Free
fluid (+), kesan : kehamilan ektopik.
Laparoskopi
Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk kehamilan
ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan. Melalui prosedur
laparoskopi, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis dapat dinilai keadaan
uterus, ovarium, kavum douglas, dan ligamentum latum. Laparoskopi diindikasikan untuk
kehamilan ektopik tetapi belum pecah, serta kehamilan ektopik dengan nyeri dan keadaan
hemodinamik yang tidak stabil.8,10
Dalam kasus ini pemeriksaan laparoskopi pun tidak lagi dilakukan. Dengan alasan
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan, seperti tes kehamilan dan USG sudah
cukup untuk dapat mendiagnosis suatu kehamilan ektopik yang terganggu. Selain itu juga,
pemeriksaan laparoskopi pada kasus kehamilan ektopik yang telah pecah, dapat menjadi sulit
karena adanya darah dalam rongga pelvis sehingga mempengaruhi dalam visualisasi alat-alat
kandungan.
PENANGANAN
Penangan pada kehamilan ektopik dapat dilakukan dengan pembedahan maupun tanpa
pembedahan. Pada kehamilan ektopik tanpa ruptur tuba yakni dengan keadaan hemodinamik
yang stabil, gejala minimal dan cairan bebas di intraperitoneal yang sedikit, dapat diberikan
terapi medikamentosa berupa Methotrexate dosis tunggal. Methotrexate bekerja menghambat
proliferasi sel sitotrofoblas, menurunkan kemampuan sel, menurunkan sekresi -HCG hingga
terjadi resolusi kehamilan ektopik. Penanganan dengan pembedahan juga dapat dilakukan,
17
dengan pembedahan yang bersifat elektif (terencana). Pada kehamilan ektopik akut dengan
manifestasi syok, dilakukan koreksi cairan yang cepat, crossmatch darah, dan koreksi
hemoglobin.8,9
Laparotomi dilakukan pada keadaan ruptur tuba yang menyebabkan perdarahan
intraperitoneal. Beberapa hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu : kondisi
pasien saat itu, keinginan pasien akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi
anatomik organ pelvis, kemampuan teknik bedah dokter operator. Hasil pertimbangan ini
memungkinkan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba, atau dapat
dilakukan pembedahan konservatif yakni dilakukan salpingostomi. 11 Tindakan pembedahan yang
dapat dilakukan pada kehamilan ektopik antara lain salpingektomi dan salpingostomi. Bila tuba
kontralateral tidak mengalami kerusakan, pilihan yang dianjurkan adalah salpingektomi, yaitu
dengan pengangkatan tuba fallopi yang terisi hasil gestasi.8,9,10
Dalam kasus ini penanganan utama yang dilakukan adalah memperbaiki keadaan umum
pasien (emergency treatment), yakni dengan memberikan terapi cairan dengan IVFD RL tetesan
secepatnya. Setelah diagnosis kehamilan ektopik terganggu ditegakkan dilakukan tindakan
pembedahan yaitu dengan melakukan laparotomi cito untuk segera mencari dan menghentikan
sumber perdarahan agar tidak terjadi komplikasi yang lebih lanjut. Dalam kasus ini jenis
pembedahan yang dilakukan adalah salpingektomi sinistra. Setelah melakukan pembedahan,
penanganan selanjutnya adalah membantu proses penyembuhan (supporative treatment). Pada
pasien diberikan IVFD RL:D5% 2:2 (28 gtt), serta medikamentosa berupa Ceftriaxone 3x1 gr
IV, Metronidasole
Ondansetron 3x1 amp, Kaltrofen 1x2 supp dan transfusi PRC bila Hb 10mg/dl. Dan setelah
penderita telah dapat makan dan minum, terapi injeksi tesebut diganti dengan pemberian terapi
oral. Adapun pemberian terapi oral tersebut Cefadroxil 3x1 tablet, SF 1x1 tablet, dan Ranitidin
3x1 tablet.
Selama 5 hari perawatan pasca operasi, keadaan pasien berangsur membaik dan pasien
diperbolehkan untuk pulang dengan anjuran kembali kontrol di poliklinik kebidanan dan
kandungan.
18
PROGNOSIS
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun dengan diagnosis dini
dan penanganan kegawatdaruratan yang cepat, selain itu prognosis kehamilan ektopik juga
bergantung pada jumlah perdarahan dan tindakan yang tepat.
Dengan melihat manajemen penanganan dari pasien ini mulai dari diagnosis, tindakan,
sampai pada follow up, semua dilaksanakan dengan tepat. Maka prognosis pada pasien ini dubia
ad bonam.
19
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah kehamilan yang terjadi diluar kavum uteri yang
telah pecah atau ruptur karena berkembang melebihi kapasitas ruang implantasinya.
Pada anamnesis didapatkan gejala khas KET yakni amenore dan nyeri perut.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda akut abdomen, nyeri goyang pada porsio, dan
penonjolan kavum Doglas.
Prognosis pada penderita adalah dubia ad bonam, karena diagnosis dan penanganannya
dilakukan secara cepat dan tepat.
S AR AN
Menghindari adanya hubungan multi partner pada suami dan istri untuk mencegah
terjadinya penyakit infeksi menular seksual.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawihardjo S. Kehamilan Ektopik. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Praworohardjo; 2010. hal. 474-87.
2. Cunningham FG. Ectopic Pregnancy. Williams Obstetrics. 21 st ed. New York: McGrawHills; 2001. p. 883-910
3. Aling DMR, Kaeng JJ, Wantania J. Hubungan Penggunaan Kontrasepsi dengan Kejadian
Kehamilan Ektopik Terganggu di BLU RSUP Prof. R. D. Kandou Manado Periode 2009
2013. eCl. 2014;2(3):1-5.
4. Suryawan A, Gunanegara RF, Hartanto H, Sastrawinata US. Profil Penderita Kehamilan
Ektopik Terganggu Periode 1 Januari 2003 31 Desember 2004 di RS Imanuel Bandung.
JKM. 2007;6(2):1-8.
5. Lozeau Am, Potter B. Diagnosis and Management of Ectopic Pregnancy. American
Academy of Family Physician; 2005. hal 1707-14
6. Ptawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Jakarta: P.T Bina pustaka; 2011.h. 201-8
7. Chalik TMA, Kehamilan Ektopik. Dalam: Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta : Widya Medika, 1997 : 6386.
8. Norwitz, Errol R, Arulkumaran S, Symonds IM, Fowlie A. Early Pregnancy Problems.
Dalam: Oxford American Handbook of Obstetric and Gynecology. Edisi ke-1. Oxford
University Press;2007.h.478-95.
9. Pitkin J, Peattie AB, Magowan BA. Ectopic Pregnancy. Dalam: Obstetric and
Gynecology an illustrated colour text.Churchill Livingstone;2003.h.98-9
10. Sivalingam VN, Ducan WC, Kirk E, Shepard LA, Horne AW. Diagnosis and
Management of Ectopic Pregnancy. JFPRHC. 2011
11. Rachimhadhi T.
Kehamilan Ektopik.
13. Wood E. In Ectopic Pregnancy : Overview. 2002. Diakses 9 November 2015. Diunduh
dari: Http://www.emedicine.com
22