Anda di halaman 1dari 16

BAB I

LAPORAN KASUS

A.

B.

Identitas Pasien
Nama/Jenis Kelamin/Umur
Pekerjaan orang tua
Alamat

: An. A / Perempuan / 4 tahun 8 bulan


: Ibu rumah tangga
: RT 6 EkaJaya

Latar Belakang Sosial, Ekonomi, Demografi Lingkungan, dan Keluarga


a. Jumlah saudara
: 1 (satu) orang
b. Status ekonomi
: Menengah
c. Biaya Kesehatan
: BPJS
d. Lingkungan
:
Os tinggal bersama ayah, ibu, dan 1 orang kakaknya di rumah permanen
dengan 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, 1 ruang tamu, dan 1 ruang dapur.
Os tinggal di lingkungan yang cukup ramai penduduk dan cukup terjaga
kebersihan lingkungannya. Ventilasi di rumah cukup memadai untuk
mendapatkan sinar matahari.

C.

Keluhan Utama:
Os mengeluh di bagian bawah mata kanannya bengkak sejak kemarin sore.

D.

Keluhan Tambahan:
Kadang terasa nyeri dan gatal pada bagian bawah mata kanannya.

E.

Riwayat Perjalanan Penyakit:


Dari hasil alloanamnesis dari ibu pasien, diketahui bahwa sejak kemarin
sore, pasien mengeluh mata sebelah kanan bagian bawah terlihat bengkak
dan merah. Menurut ibu pasien, mata merah tersebut muncul secara tibatiba, dan kadang terasa nyeri dan gatal, pandangan tidak kabur.

Mata

kadang berair, namun tidak banyak. Ibu pasien menyangka bahwa bengkak
pada mata anaknya tersebut akan hilang dengan sendirinya besok.
Namun keesokan paginya, keluhan tersebut masih dirasakan oleh anaknya.
Dan ibu pasien mengkompres mata anaknya dengan air hangat. Meskipun
demikian, karena takut tidak ada perbaikan, maka siang ini Ibu pasien
membawa pasien ke Puskesmas untuk berobat. Mata kiri tidak ada keluhan.
F.

Riwayat Penyakit Dahulu


1

Riwayat keluhan yang sama sebelumnya (-)


G.

Riwayat Penyakit keluarga:


- Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama sebelumnya (-).
- Tetangga atau orang-orang di sekitar lingkungan rumah tidak ada yang
mengalami hal serupa.

H.

Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Keadaan umum
Kesadaran
Suhu
Nadi
Pernafasan
Berat Badan
Tinggi Badan

: Tampak sakit ringan


: Compos mentis
: 36, 9C
: 95 x/menit
: 21 x/menit
: 17 kg
: 105 cm

Pemeriksaan Fisik Head to Toe


1. Kepala

: normocephal, simetris

Mata

: *lihat status oftalmikus

Hidung
Telinga
Mulut

: tidak ada kelainan


: tidak ada kelainan
Bibir
: lembab

2. Leher
3. Thorax
Pulmo

Gusi

: warna merah muda, perdarahan (-)

Lidah

: merah, ulkus (-)

Tonsil

: T1/T1, hiperemis (-)

Faring

: hiperemis (-), granul (-)

: tak ada pembesaran KGB, JVP 5 2 cmH2O


: simetris, pergerakan dinding dada tertinggal (-)

Inspeksi

: Statis, dinamis simetris kanan = kiri

Palpasi

: Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi

: Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultrasi : Vesikuler (+) normal, ronki (-/-), wheezing (-/-)


Jantung

Inspeksi

: Pulsasi, iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis teraba 1jari LMCS ICS V

Perkusi

: Jantung dalam batas normal

Auskultasi : Irama reguler, murmur dan gallop tidak ada


4. Abdomen
Inspeksi : venektasi (-), skar (-)
Palpasi
: lemas, hepar & lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
5. Ekstremitas
Edema (-), akral hangat.
6. Genitalia
Tidak diperiksa.

I. Status Oftalmikus
Pemeriksaan
Visus
Posisi

OD
Tidak diperiksa
Kedudukan Bola Mata
Ortoforia

OS
Tidak diperiksa
Ortoforia

Pergerakan bola mata

- Duksi
- Versi

Baik
Baik

Jernih

Superior

Baik
Baik

jernih

jernih

Konjungtiva
Palpebra
Hiperemis (-), edema (-), Hiperemis (-), edema (-),
laserasi (-), benjolan (-)

Inferior

Jernih,

laserasi (-),benjolan (-)

Hiperemis (+), edema (-), Hiperemis (-), edema (-),


laserasi (-), benjolan (+)

laserasi (-),benjolan (-)


3

Konjungtiva

Konjungtiva
tarsus Hiperemis (-), Anemis (-), Hiperemis (-), Anemis (-),

superior
Konjungtiva

Papil (-), folikel (-), lytiasis Papil (-), folikel (-), lytiasis
(-)
tarsus Hiperemis

(+)

(-)
minimal, Hiperemis (-), Anemis (-),

inferior

Anemis (-), Papil (-), folikel Papil (-), folikel (-), lytiasis

Konjungtiva bulbi

(-), lytiasis (-)


(-)
Injeksi konjungtiva (-), Injeksi Injeksi

konjungtiva

(-),

Silier (-), jar. Fibrovascular Injeksi

Silier

jar.

(-), sekret (-)


Jernih

Fibrovasular (-), sekret (-)


Kornea
+

Edema

Ulkus

Perforasi

Makula

Leukoria

Pigmen iris

Laserasi

Bekas jahitan

Jaringan fibrovaskuler
Arcus sinilis
Bekas jahitan
Jaringan fibrovaskuler
Sklera biru
Episkleritis
Skleritis
Warna
Prolaps

(-),

Limbus Kornea
Sklera
-

Iris
Cokelat Kehitaman

Cokelat Kehitaman

Bentuk

Pupil
Bulat

Bulat

Isokoria

Isokor

Isokor

Ukuran

3 mm

3 mm
4

RCL
RCTL
Kejernihan
J.

+
Lensa
Jernih

+
Jernih

Diagnosa
Hordeolum Eksterna OD

K.
L.

Diagnosis Banding
Kalazion
Selulitis Preseptal
Manajemen
Non medikamentosa
-

Edukasi kepada orang tua pasien bahwa keluhan ini akan sembuh

dengan sendiri dalam waktu 5-7 hari.


Kompres hangat 4-6 kali sehari selama 15 menit tiap kalinya untuk
membantu drainase, kemudian bersihkan kelopak mata dengan air
bersih atau pun dengan sabun atau sampo yang tidak menimbulkan

iritasi, seperti sabun bayi.


Hindari menekan hordeolum, hal ini dapat menimbulkan infeksi yang

lebih serius.
Hindari pemakaian bedak pada mata, karena kemungkinan hal itu
menjadi penyebab infeksi.

Medikamentosa
-

Antibiotik topikal: Salep Bacytracin-Polymixin dioleskan 3 kali sehari

pada mata yang sakit selama 7-10 hari.


Analgetik: Paracetamol syrup 3 kali 1 sendok teh bila terasa nyeri dan
gatal.

Resep
DINAS KESEHATAN KOTA JAMBI
PUSKESMAS TALANG BAKUNG

Jambi, 21 Juli 2016

R/

Paracetamol syr fls


S3dd cth I1/2 p(.r.n)

No. I

R/

Bacytracin-Polymixin salep mata

No. I

S3dd S.u.e OD

Pro
: An. A
Umur : 4 tahun 8 bulan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Palpebra1


Palpebra superior dan inferior adalah modifikasi lipatan kulit yang dapat
menutup dan melindungi bola mata bagian anterior. Berkedip melindungi kornea
dan konjungtiva dari dehidrasi. Palpebra superior berakhir pada alis mata;
palpebra inferior menyatu dengan pipi.
Palpebra terdiri atas lima bidang jaringan utama. Dari superfisial ke dalam
terdapat lapis kulit, lapis otot rangka (orbikularis okuli), jaringan areolar, jaringan
fibrosa (tarsus), dan lapis membran mukosa (konjungtiva pelpebrae). Kulit pada
palpebra berbeda dari kulit bagian lain tubuh karena tipis, longgar, dan elastis,
dengan sedikit folikel rambut, tanpa lemak subkutan. Muskulus orbikularis okuli
berfungsi untuk munutup palpebra. Serat ototnya mengelilingi fissura palpebra
secara konsentris dan meluas sedikit melewati tepian orbita. Sebagian serat
berjalan ke pipi dan dahi. Bagian otot yang terdapat di dalam palpebra dikenal
sebagai bagian pratarsal; bagian diatas septum orbitae adalah bagian praseptal.
Segmen luar palpebra disebut bagian orbita. Orbikularis okuli dipersarafi oleh
nervus facialis.
Jaringan areolar terdapat di bawah muskulus orbikularis okuli,
berhubungan degan lapis subaponeurotik dari kulit kepala. Tarsus merupakan
struktur penyokong utama dari palpebra adalah lapis jaringan fibrosa padat yang
disebut tarsus superior dan inferior. Tarsus terdiri atas jaringan penyokong
kelopak mata dengan kelenjar Meibom (40 buah di kelopak atas dan 20 buah di
kelopak bawah).
Konjungtiva Palpebra, bagian posterior palpebrae dilapisi selapismembran
mukosa, konjungtiva palpebra, yang melekat erat pada tarsus. Tepian palpebra
dipisahkan oleh garis kelabu (batas mukokutan) menjadi tepian anterior dan
posterior. Tepian anterior terdiri dari bulu mata, glandula Zeiss dan Moll.
Glandula Zeiss adalah modifikasi kelenjar sebasea kecil yang bermuara dalam

folikel rambut pada dasar bulu mata. Glandula Moll adalah modifikasi kelenjar
keringat yang bermuara ke dalam satu baris dekat bulu mata. Tepian posterior
berkontak dengan bola mata, dan sepanjang tepian ini terdapat muara-muara kecil
dari kelenjar sebasesa yang telah dimodifikasi (glandula Meibom atau tarsal).
Punktum lakrimalis terletak pada ujung medial dari tepian posterior
palpebra. Punktum ini berfungsi menghantarkan air mata ke bawah melalui
kanalikulus terkait ke sakus lakrimalis.
Fisura palpebrae adalah ruang elips di antara kedua palpebra yang dibuka.
Fisura ini berakhir di kanthus medialis dan lateralis. Kanthus lateralis kira-kira 0,5
cm dari tepian lateral orbita dan membentuk sudut tajam. Septum orbitale adalah
fascia di belakang bagian muskularis orbikularis yang terletak di antara tepian
orbita dan tarsus dan berfungsi sebagai sawar antara palpebra orbita. Septum
orbitale superius menyatu dengan tendo dari levator palpebra superior dan tarsus
superior; septum orbitale inferius menyatu dengan tarsus inferior.Retraktor
palpebrae berfungsi membuka palpebra. Di palpebra superior, bagian otot rangka
adalah levator palpebra superioris, yang berasal dari apeks orbita dan berjalan ke
depan dan bercabang menjadi sebuah aponeurosis dan bagian yang lebih dalam
yang mengandung serat-serat otot polos dari muskulus Muller (tarsalis superior).
Di palpebra inferior, retraktor utama adalah muskulus rektus inferior, yang
menjulurkan jaringan fibrosa untuk membungkus meuskulus obliqus inferior dan
berinsersio ke dalam batas bawah tarsus inferior dan orbikularis okuli. Otot polos
dari retraktor palpebrae disarafi oleh nervus simpatis. Levator dan muskulus
rektus inferior dipasok oleh nervus okulomotoris.
Pembuluh

darah

yang

memperdarahi palpebrae adalah


a. Palpebra. Persarafan sensorik
kelopak mata atas didapatkan
dari ramus frontal nervus V,
sedang kelopak mata bawah oleh
cabang kedua nervus V.

B. Definisi2,3
Hordeolum merupakan infeksi atau peradangan pada kelenjar di tepi
kelopak mata bagian atas maupun bawah yang disebabkan oleh bakteri.
Hordeolum dapat timbul pada 1 kelenjar kelopak mata atau lebih. Kelenjar
kelopak mata tersebut meliputi kelenjar Meibom, kelenjar Zeis, dan Moll.
Berdasarkan tempatnya, hordeolum terbagi menjadi 2 jenis, yaitu:
hordeolum interna terjadi peradangan pada kelenjar Meibom. Pada hordeolum
interna ini benjolan mengarah ke konjungtiva (selaput kelopak mata bagian
dalam). Hordeolum eksterna terjadi peradangan pada kelenjar Zies dan kelenjar
Moll. Benjolan ini Nampak dari luar pada kulit kelopak mata (palpebra).

Hordeolum interna

Hordeolum eksterna

C. Epidemiologi2,3
Data

epidemiologi

internasional

menyebutkan

bahwa

hordeolum

merupakan jenis penyakit infeksi kelopak mata yang paling sering ditemukan.
Insidensi tidak bergantungan dengan ras dan jenis kelamin. Dapat mengenai
semua usia, tapi lebih sering menyerang pada dewasa muda.
D. Faktor Risiko2,4
Adapun beberapa hal yang menjadi faktor resiko dari hordeolum adalah
sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Penyakit kronik.
Kesehatan atau daya tahan tubuh yang buruk.
Peradangan kelopak mata kronik, seperti Blefaritis.
Diabetes.
Hiperlipidemia, termasuk hiperkolesterolemia.
Riwayat hordeolum sebelumnya.
Higiene dan lingkungan yang tidak bersih.
Kondisi kulit seperti dermatitis seboroik.
9

E. Etiologi3,4
Hordeolum

merupakan

infeksi

yang

disebabkan

oleh

bakteri

Staphylococcus dan Streptoccocus pada kelenjar sebasea kelopak mata.


Staphylococcus aureus merupakan agent infeksi pada 90-95% kasus hordeolum.
F. Patogenesis dan Patofisiologi3,4
Hordeolum disebabkan oleh adanya infeksi dari bakteri Staphylococcus
aureus yang akan menyebabkan inflamasi pada kelenjar kelopak mata. Hordeolum
externum timbul dari blokade dan infeksi dari kelenjar Zeiss atau Moll.
Hordeolum internum timbul dari infeksi pada kelenjar Meibom yang terletak di
dalam tarsus. Obstruksi dari kelenjar-kelenjar ini memberikan reaksi pada tarsus
dan jaringan sekitarnya. Kedua tipe hordeolum dapat timbul dari komplikasi
blefaritis. Apabila infeksi pada kelenjar Meibom mengalami infeksi sekunder dan
inflamasi supuratif dapat menyebabkan komplikasi konjungtiva.
G. Gejala Klinis2,3,4
Gejala utama pada hordeolum yaitu nyeri, bengkak, dan merah. Intensitas
nyeri menandakan hebatnya pembengkakan palpebral. Gejala dan tanda yang lain
pada hordeolum yaitu: eritema, terasa panas dan tidak nyaman, sakit bila ditekan
serta ada rasa yang mengganjal. Biasanya disertai dengan adanya konjungtivitis
yang menahun, kemunduran keadaan umum, acne vulgaris.
Ada 2 stadium pada hordeolum, yaitu: stadium infiltrat yang ditandai
dengan kelopak mata bengkak, kemerahan, nyeri tekan dan keluar sedikit kotoran.
Stadium supuratif yang ditandai dengan adanya benjolan yang berisi pus (core).
H. Diagnosis2,3
Diagnosis hordeolum ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda klinis yang
muncul pada pasien dan dengan melakukan pemeriksaan mata yang sederhana.
Karena kekhasan dari manifestasi klinis penyakit ini pemeriksaan penunjang tidak
diperlukan dalam mendiagnosis hordeolum.
I. Diagnosis Banding2,3,4

10

Diagnosis banding dari hordeolum, yaitu: kalazion, tumor palpebra, dan


selulitis preseptal. Kalazion merupakan suatu peradangan granulomatosa kelenjar
Meibom yang tersumbat. Kalazion memberikan gejala benjolan pada kelopak
mata, tidak hiperemi, dan tidak ada nyeri tekan, serta adanya pseudoptosis. Hal
yang membedakan antara kalazion dan hordeolum adalah pada hordeolum
terdapat hiperemi palpebra dan nyeri tekan.
Selulitis preseptal merupakan infeksi umum pada kelopak mata dan
jaringan lunak periorbital yang dikarakteristikkan denan adanya eritema pada
kelopak mata yang akut dan edema. Yang membedakan selulitis preseptal dengan
hodeolum adalah perjalanan penyakitnya, yang ditandai dengan adanya demam
yang diikuti oleh pembengkakan.
Tumor palpebra merupakan suatu pertumbuhan sel yang abnormal pada
kelopak mata. Adapun gejala yang membedakan antara tumor palpebra dengan
hordeolum adalah tidak adanya tanda-tanda peradangan seperti hiperemi dan
hangat. Tumor palpebra harus ditegakkan diagnosisnya dengan pemeriksaan
biopsy.
J. Penatalaksanaan4,5,6
Pada umumnya hordeolum dapat sembuh dengan sendiri dalam waktu 5-7
hari. Penatalaksaan pada hordeolum dilakukan dengan terapi medikamentosa pada
stadium infiltrate dan pembedahan untuk fase supuratif atau tidak sembuh dengan
menggunakan terapi medikamentosa.
Untuk terapi medikamentosa dapat dilakukan dengan memberikan
kompres hangat 4-6 kali sehari selama 15 menit tiap kalinya untuk membantu
drainase, kemudian bersihkan kelopak mata dengan air bersih atau pun dengan
sabun atau sampo yang tidak menimbulkan iritasi, seperti sabun bayi.
menghindari menekan atau menusuk hordeolum, hal ini dapat menimbulkan
infeksi yang lebih serius. Menghindari pemakaian makeup pada mata, karena
kemungkinan hal itu menjadi penyebab infeksi, menghindari memakai lensa
kontak karena dapat menyebarkan infeksi ke kornea.
Terapi dengan menggunakan antibiotika topikal diindikasikan bila dengan
kompres hangat selama 24 jam tidak ada perbaikan, dan bila proses peradangan

11

menyebar ke sekitar daerah hordeolum. Bacitracin atau tobramicin salep mata


diberikan setiap 4 jam selama 7-10 hari. Dapat juga diberikan eritromicin salep
mata untuk kasus hordeolum eksterna dan hordeolum interna ringan. Antibiotik
sistemik diberikan bila terdapat tanda-tanda bakterimia atau terdapat tanda
pembesaran kelenjar limfe di preauricular, pada kasus hordeolum internum
dengan kasus yang sedang sampai berat. Dapat diberikan cephalexin atau
dicloxacilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 7 hari. Bila alergi penisilin atau
cephalosporin dapat diberikan clindamycin 300 mg oral 4 kali sehari selama 7 hari
atau klaritromycin 500 mg 2 kali sehari selama 7 hari. Analgetika seperti asam
mefenamat atau paracetamol dapat juga diberikan.
Pembedahan dilakukan apabila dengan terapi medikamentosa tidak
berespon dengan baik dan hordeolum tersebut sudah masuk dalam stadium
supuratif, maka prosedur pembedahan diperlukan untuk membuat drainase pada
hordeolum. Pada insisi hordeolum terlebih dahulu diberikan anestesi topikal
dengan pantokain tetes mata. Dilakukan anestesi filtrasi dengan prokain atau
lidokain di daerah hordeolum. Hordeolum internum dibuat insisi pada daerah
fluktuasi pus, tegak lurus (vertikal) pada margo palpebral dan pada hordeolum
eksternum dibuat insisi sejajar (horizontal) dengan margo palpebra.
K. Komplikasi3,4
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari hordeolum adalah selulitis
palpebral yang merupakan radang jaringan ikat longgar palpebral di depan septum
orbita, serta abses palpebral.
L. Prognosis3,4
Walaupun hordeolum tidak berbahaya dan komplikasinya sangat jarang,
tetapi hordeolum sangat mudah kambuh. Hordeolum biasanya sembuh sendiri atau
pecah dalam beberapa hari sampai minggu. Dengan pengobatan yang baik
hordeolum cenderung sembuh dengan cepat dan tanpa komplikasi. Prognosis baik
apabila hordeolum tidak ditekan atau ditusuk karena infeksi dapat menyebar ke
jaringan sekitar.

12

BAB III
ANALISA KASUS

13

A. Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar


Dari hasil alloanamnesis dengan ibu pasien didapatkan keluhan berupa
bengkak pada bagian bawah mata kanan anaknya sejak kemarin sore. Keluhan
kadang disertai rasa gatal dan nyeri. Mata anaknya kadang berair, namun tidak
banyak. Di rumah sudah dikompres oleh ibunya dengan air hangat tadi pagi,
namun karena takut tidak ada perubahan maka sang anak dibawa ke
Puskesmas untuk berobat. Mata kirinya tidak ada keluahan. Sebelumnya Os
belum pernah mengeluhkan hal yang sama, di keluarga ataupun orang-orang
yang tinggal di sekitar lingkungan Os juga tidak ada yang mengeluhkan hal
yang sama.
B. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga
Dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara diagnosis dengan
keadaan keluarga dan hubungan keluarga.
C. Analisis untuk mengurangi paparan/memutus rantai penularan dengan faktor
resiko atau etiologi pada pasien ini
Edukasi kepada orang tua pasien bahwa keluhan ini akan sembuh dengan

sendiri dalam waktu 5-7 hari.


Kompres hangat 4-6 kali sehari selama 15 menit tiap kalinya untuk
membantu drainase, kemudian bersihkan kelopak mata dengan air bersih
atau pun dengan sabun atau sampo yang tidak menimbulkan iritasi, seperti

sabun bayi.
Hindari menekan hordeolum, hal ini dapat menimbulkan infeksi yang

lebih serius.
Hindari pemakaian bedak pada mata, karena kemungkinan hal itu menjadi
penyebab infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton B, Hall J. Propulsi dan Pencampuran Makanan dalam Saluran


Pencernaan. Dalam: Guyton B, Hall J, penyunting. 2008. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran, Edisi ke-11. Jakarta: EGC. hal.830.
2. Nana, Wijana. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: EGC. 1996.

14

3. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2004.
4. PERDAMI. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum Dan Mahasiswa
Kedokteran.Jakarta. 2002.
5. Amir Syarif dkk. 2009. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
6. Katzung BG. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Jakarta: EGC.

Lampiran

15

16

Anda mungkin juga menyukai