Anda di halaman 1dari 17

REFERAT FORENSIK

APOTEKER DITINJAU DARI ASPEK MEDIKOLEGAL

Disusun oleh:
Anisa Rahmatia

G99151043

Rindy Saputri

G99151044

Sri Retnowati

G99151045

Priaji Setiadani

G99151046

Niza Nurul Miftah

G99151047

Pembimbing:
dr. Sugiharto, M.Kes (MMR), S.H.

KEPANITERAAN KLINIK SMF/BAGIAN ILMU FORENSIK DAN


MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr.
MOEWARDI
SURAKARTA
2016
0

APOTEKER DITINJAU DARI ASPEK MEDIKOLEGAL


A. SEJARAH APOTEKER DI INDONESIA
Farmasi

merupakan

istilah

yang

dipakai

pada

tahun

1400-

1600an. Dalam bahasa inggris Farmasi adalah pharmacy, sedangkan dalam


bahasa yunani adalah pharmacon, yang artinya obat. Farmasi merupakan
salah satu bidang ilmu professional kesehatan yang merupakan kombinasi
dari ilmu kesehatan, ilmu fisika, dan ilmu kimia. Yang mempunyai tanggung
jawab untuk memastikan efektivitas, keamanan, dan penggunaan obat.
Menurut kamus, farmasi adalah seni dan ilmu meracik dan menyerahkan atau
membagikan obat. Sedangkan farmasis adalah seseorang yang meracik dan
menyerahkan atau membagikan obat. Menurut kamus lainnya farmasi adalah
seni atau praktek penyiapan, pengawetan, peracikan dan penyerahan obat
(Pemerintah RI, 2009).
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker (Pemerintah RI, 2009).
Apoteker harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan
pelayanan

yang

baik,

mengambil

keputusan

yang

tepat,

mampu

berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pemimpin dalam


situasi multidisipliner, kemampuan mengelola sumber daya (manusia, fisik
dan anggaran) secara efektif, selalu belajar sepanjang karir dan membantu
member pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan
(Menkes RI, 2004).
Berbagai konsep dasar dan teori dalam ilmu fisiologi, patologi,
farmakologi, farmakognosi, fitokimia, kimia analisis, kimia sintesis, kimia
medisinal, farmasetika/formulasi obat dapat ditemukan pada tiap jaman dalam
sejarah

perkembangan

kefarmasian.

Mitologi,

konsep

dan

praktek

pengobatan, praktisi/profesi pengobatan, bentuk sediaan obat serta bahan obat


di berbagai jaman atau di suatu kebudayaan tertentu ternyata tidak hanya
mendasari dan mempengaruhi perkembangan ilmu kefarmasian dan ilmu
kedokteran saat ini, namun mendasari dan mempengaruhi perkembangan ilmu
1

pengobatan tradisional di suatu suku bangsa tertentu, bahkan beberapa konsep


dasar masih dipakai dalam sistem pengobatan tersebut.
Ruang lingkup farmasi sangatlah luas termasuk penelitian, pembuatan,
peracikan, penyediaan sediaan obat, pengujian, serta pelayanan informasi
obat. Farmasi sebagai profesi di Indonesia sebenarnya relatif masih muda dan
baru dapat berkembang secara berarti setelah masa kemerdekaan. Pada zaman
penjajahan, baik pada masa pemerintahan Hindia Belanda maupun masa
pendudukan Jepang, kefarmasian di Indonesia pertumbuhannya sangat
lambat, dan profesi ini belum dikenal secara luas oleh masyarakat. Sampai
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, para tenaga farmasi Indonesia
pada umumnya masih terdiri dari asisten apoteker dengan jumlah yang sangat
sedikit. Mula-mula dari periode zaman penjajahan sampai perang
kemerdekaan, kemudian setelah perang kemerdekaan sampai tahun 1958 serta
pada periode tahun 1958 1967.
Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan
Tonggak sejarah kefarmasian di Indonesia pada umumnya diawali dengan
pendidikan asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.
Periode Setelah Perang Kemerdekaan Sampai dengan Tahun 1958
Pada periode ini jumlah tenaga farmasi, terutama tenaga asisten apoteker
mulai bertambah jumlah yang relatif lebih besar. Pada tahun 1950 di Jakarta
dibuka sekolah asisten apoteker Negeri (Republik) yang pertama , dengan
jangka waktu pendidikan selama dua tahun. Lulusan angkatan pertama
sekolah asisten apoteker ini tercatat sekitar 30 orang, sementara itu jumlah
apoteker juga mengalami peningkatan, baik yang berasal dari pendidikan di
luar negeri maupun lulusan dari dalam negeri.
Periode Tahun 1958 sampai dengan 1967
Pada periode ini meskipun untuk memproduksi obat telah banyak dirintis,
dalam kenyataannya industri-industri farmasi menghadapi hambatan dan
2

kesulitan yang cukup berat, antara lain kekurangan devisa dan terjadinya
sistem penjatahan bahan baku obat sehingga industri yang dapat bertahan
hanyalah industri yang memperoleh bagian jatah atau mereka yang
mempunyai relasi dengan luar negeri. Pada periode ini, terutama antara tahun
1960-1965, karena kesulitan devisa dan keadaan ekonomi yang suram,
industri farmasi dalam negeri hanya dapat berproduksi sekitar 30% dari
kapasitas produksinya. Oleh karena itu, penyediaan obat menjadi sangat
terbatas dan sebagian besar berasal dari impor. Sementara itu karena
pengawasan belum dapat dilakukan dengan baik banyak terjadi kasus bahan
baku maupun obat jadi yang tidak memenuhi persyaratan standar.Sekitar
tahun 1960-1965, beberapa peraturan perundang-undangan yang penting dan
berkaitan dengan kefarmasian yang dikeluarkan oleh pemerintah antara lain :

Undang-undang Nomor 9 tahun 1960 tentang Pokok pokok Kesehatan


Undang-undang Nomor 10 tahun 1961 tentang Barang
Undang-undang Nomor 7 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan
Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 tentang Apotek. Pada periode

ini pula ada hal penting yang patut dicatat dalam sejarah kefarmasian di
Indonesia, yakni berakhirnya apotek dokter dan apotek darurat.
Dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 33148/Kab/176 tanggal
8 Juni 1962, antara lain ditetapkan :
Tidak dikeluarkan lagi izin baru untuk pembukaan apotek-dokter, dan
Semua izin apotek-dokter dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1

Januari 1963.
Sedangkan berakhirnya apotek darurat ditetapkan dengan Surat Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 770/Ph/63/b tanggal 29 Oktober 1963 yang isinya
antara lain :
Tidak dikeluarkan lagi izin baru untuk pembukaan apotek darurat,
Semua izin apotek darurat Ibukota Daerah Tingkat I dinyatakan tidak

berlaku lagi sejak tanggal 1 Februari 1964, dan


Semua izin apotek darirat di ibukota Daerah Tingkat II dan kota-kota
lainnya dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1 Mei 1964.Pada tahun
1963, sebagai realisasi Undang-undang Pokok Kesehatan telah dibentuk
Lembaga Farmasi Nasional.

Periode tahun 1980 sampai sekarang


3

Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1980 tentang perubahan atas PP

No. 26 tentang apotek.


Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.

B. TUGAS POKOK APOTEKER


Menurut PERMENKES RI tahun 2009, tugas pokok apoteker yaitu
melaksanakan pekerjaan kefarmasian antara lain: penyiapan rencana kerja
kefarmasian, pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan farmasi klinik, dan
pelayanan farmasi khusus.
1. Penyiapan rencana kerja kefarmasian
Menyiapkan rencana kegiatan: Menyiapkan dan menyusun perangkat
lunak dalam rangka menjamintercapainya pekerjaan kefarmasian yang
optimal, terpadu dan berkesinambungan.
a. Membuat kerangka acuan
Pelaksana: Apt. Pertama
b. Menelaah atau mengkaji data-data
Pelaksana: Apt. Muda
c. Membuat rencana kegiatan
Pelaksana: Apt. Muda
d. Menyajikan rancangan kegiatan
Pelaksana: Apt. Madya
2. Pengelolaan perbekalan farmasi
a. Pemilihan
b. Perencanaan
c. Pengadaan
d. Produksi sediaan farmasi
3. Pelayanan farmasi klinik
a. Dispending: Pelayanan yang dimulai dari tahap validasi, interpretasi,
penyiapan

obat,

pemberian

etiket,

penyerahan,

informasi

dan

dokumentasi
b. Visite ke ruang rawat: Melakukan visete ke ruang rawat untuk
melaksanakan asuhan kefarmasian
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO): Menyiapkan dan memberikan
pelayanan informasi obat
d. Konseling obat: Memberikan solusi atas keluhan-keluhan pasien yang
berkenan dengan penggunaan obat dan memotivasinya sehingga tujuan
terapi tercapai secara optimal
4

e. Konsultasi dengan dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya:


Melakukan konsultasi dengan tenaga medis/paramedic tentang asuhan
f.
g.
h.
i.

kefarmasiaan
Evaluasi penggunaan obat
Pemantauan penggunaan obat
Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Pemantauan kadar obat dalam darah: Menentukan kadar obat dalam
darah pasien atas permintaan dokter yang bertujuan untuk menjamin

tercapainya efek terapi yang diinginkan


j. Menganalisis efektrivitas biaya: Mengkaji atau menelaah rasionalitas
penggunaan obat
k. Menyusun laporan kegiatan farmasi klinik
4. Pelayanan farmasi khusus
a. Pelayanan kefarmasian jarak jauh
b. Home care
c. Ambulatory services
d. Swamedikasi
e. Pelayanan paliatif
C. FUNGSI APOTEKER
Peran apoteker disimpulkan melalui konsep yang disusun oleh WHO (2006)
dan FIP (International Pharmaceutical Federation) yang disebut Seven-Star
Pharmacist di mana seorang apoteker digambarkan sebagai caregiver,
communicator, decision-maker, teacher, lifelong learner, leader dan manager.
Konsep tersebut dijelaskan dalam Handbook on Developing pharmacy
practice - A focus on patient care. Untuk tujuan buku pedoman ini, fungsi
researcher telah ditambahkan.
1. Caregiver
Apoteker menyediakan layanan pengasuhan. Mereka harus beranggapan
bahwa praktik mereka terintegrasi berkesinambungan dengan sistem
pelayanan kesehatan dan profesional kesehatan lainnya.

Layanan

tersebut harus berkualitas tertinggi.


2. Communicator
Apoteker berada dalam posisi ideal untuk menjelaskan resep kepada
pasien, dan untuk mengkomunikasikan informasi mengenai kesehatan
5

dan obat-obatan kepada masyarakat. Dia harus berpengetahuan dan


percaya diri saat berinteraksi dengan profesional kesehatan lainnya dan
masyarakat. Komunikasi melibatkan verbal, non-verbal, mendengarkan
dan keterampilan menulis.
3. Decision-maker
Penggunaan sumber daya yang tepat, berkhasiat, aman dan hemat biaya
(misalnya, tenaga kerja, obat-obatan, bahan kimia, peralatan, prosedur,
praktek) harus menjadi landasan kerja apoteker. Pada tingkat lokal dan
nasional, apoteker berperan dalam menetapkan kebijakan obat-obatan.
Pencapaian tujuan ini memerlukan kemampuan untuk mengevaluasi,
menyatukan data dan informasi dan memutuskan tindakan yang paling
tepat tindakan.
4. Teacher
Apoteker memiliki tanggung jawab untuk membantu pendidikan dan
pelatihan generasi masa depan apoteker dan masyarakat umum.
Berpartisipasi sebagai pengajar tidak hanya menanamkan pengetahuan
kepada orang lain, tapi juga menawarkan kesempatan bagi praktisi untuk
mendapatkan pengetahuan baru dan untuk mempersiapkan keterampilan
5.

yang ada.
Lifelong learner
Di sekolah farmasi, tidak mungkin untuk memperoleh semua
pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan untuk meniti karir seumur
hidup sebagai seorang apoteker. Konsep, prinsip dan komitmen untuk
belajar seumur hidup harus dimulai saat kuliah farmasi dan harus
didukung sepanjang karir apoteker. Apoteker harus belajar bagaimana

menjaga pengetahuan dan keterampilan agar selalu up to date.


6. Leader
Dalam multidisiplin, kepedulian di daerah di mana penyedia layanan
kesehatan sangat minim atau tidak ada, apoteker wajib memposisikan diri
sebagai pemimpin dalam kesejahteraan seluruh pasien dan masyarakat.
Kepemimpinan yang dimaksud termasuk kasih sayang dan empati serta
visi dan kemampuan untuk membuat keputusan, berkomunikasi, dan
mengatur secara efektif.
7. Manager
6

Apoteker harus mampu mengelola sumber daya (manusia, fisik dan


keuangan) dan informasi secara efektif. Mereka juga harus bersedia
diatur oleh orang lain, baik oleh pemberi kerja, manajer atau pemimpin
tim pelayanan kesehatan. Semakin banyak informasi dan teknologi yang
terkait akan memberikan tantangan sebagai apoteker, memikul tanggung
jawab yang lebih besar untuk berbagi informasi tentang obat-obatan dan
produk-produk terkait dan memastikan kualitasnya.
8. Researcher
Apoteker harus dapat menggunakan evidence base (misalnya, saintifik,
praktek farmasi, sistem kesehatan) secara efektif untuk menyarankan
tentang

penggunaan

obat

yang

rasional. Apoteker

dapat

juga

berkontribusi terhadap evidence base dengan tujuan mengoptimalkan


layanan kepada pasien dan hasil yang diperoleh. Sebagai peneliti,
apoteker dapat meningkatkan aksesibilitas kesehatan dan pemberi
informasi obat-obatan kepada masyarakat dan profesional kesehatan
lainnya.
Peran dan Fungsi Apoteker di Apotek
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, peran dan fungsi apoteker
di apotek yang melayani langsung pasien adalah:
Sebagai Pelayan:
1. Sebagai Pelayan Resep melakukan :
a. Skrining / pembacaan resep, melakukan :
- Pemeriksaan persyaratan administrative resep :
1) Nama dokter, alamat, SIP.
2) Tanggal penulisan
3) Paraf / tanda tangan.
4) Nama pasien, alamat, umur, jenis kelamin, berat badan.
5) Signa (cara pakai) yang jelas.
6) Informasi lainnya.
- Kesesuaian farmasetik :
1) Bentuk sediaan.
2) Dosis.
3) Potensi.
4) Stabilitas.
5) Inkomptabilitas.
6) Cara dan lama pemberian.
- Pertimbangan klinis :
7

Alergi, efek samping, interaksi.


b. Penyiapan obat ( buat protap protap )
- Peracikan ( hitung, sediakan, campur, kemas, label)
- Penyerahan obat.
- Pemberian informasi dan konseling.
- Monitoring penggunaan obat ( penyakit CVS, DM, TBC ).
2. Sebagai tenaga Promosi dan Edukasi, melakukan :
a. Swa medikasi ( dengan medication record )
b. Penyebaran brosur, poster tentang kesehatan.
3. Sebagai tenaga Pelayanan Residensi ( home care ) :
Untuk penyakit kronis (dengan medication record).
Peran dan Fungsi Apoteker di Rumah Sakit
Apoteker memiliki peran yang sangat penting dalam mendampingi,
memberikan konseling, membantu penderita mencegah dan mengendalikan
komplikasi yang mungkin timbul, mencegah dan mengendalikan efek
samping obat, menyesuaikan regimen dan dosis obat yang harus dikonsumsi
penderita merupakan tugas profesi kefarmasian.
Apoteker juga harus melaksanakan fungsinya sebagai :
Clinical Pharmacist, harus mendampingi para dokter sebagai sumber
informasi mengenai perkembangan baru dalam bidang obat
Harus menjadi counterpart dalam bidang pengobatan dan mengawasi
supaya pengobatan yang dilakukan para dokter tetap rasional, dan
memonitor efek samping yang timbul karena pengobatan.
Fungsi pokok apoteker di apotek rumah sakit menurut ASHP (American
Society of Hospital Pharmacist) adalah sebagai berikut :
a. Membuat dan mensterilisasi obat injeksi bilamana dibuat di Rumah
Sakit
b. Membuat obat yang sederhana
c. Memberikan (dispensing) obat, bahan kimia dan preparat farmasi
d. Mengisi dan memberikan etiket pada semua container yang berisi obat
dan diberikan kepada pasien maupun bagian Rumah Sakit
e. Mengawasi semua pharmaceutical supplies yang dikirimkan dan
dipergunakan di berbagai bagian Rumah Sakit.
f. Menyediakan persediaan antidotum dan lain-lain obat untuk keadaan
darurat
g. Mengawasi pengeluaran obat narkotika dan alkohol dan membuat
daftar inventory

h. Membuat spesifikasi (kualitas dan sumber) dari pembelian semua


obat, bahan kimia, antibiotika, biological dan preparat-preparat yang
dipakai dalam pengobatan pasien di Rumah Sakit
i. Memberikan informasi mengenai perkembangan terbaru berbagai obat
kepada para dokter, perawat dan lain-lain orang yang berkepentingan
j. Membantu mengajar para mahasiswa kedokteran dan perawat pada
program koasisten fakultas kedokteran/perawat
k. Melaksanakan keputusan-keputusan yang diambil oleh panitia
Pharmacy and Therapeutic
D. WEWENANG APOTEKER
1. Pelayanan resep
Menurut Kongres Nasional XVII Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia
pelayanan resep adalah suatu proses pelayanan terhadap permintaan
tertulis dokter, dokter gigi, dan dokter hewan kepada apoteker untuk
menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan
perundangan yang berlaku.
Prosedur tetap pelayanan

resep:

melakukan

pemeriksaan

kelengkapan dan keabsahan resep yaitu nama dokter, nomor izin praktek,
alamat, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter serta nama,
alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien (Ginting, 2008).
a. Melakukan

pemeriksaan kesesuaian farmasetik yaitu: bentuk sediaan,

dosis, frekuensi, kekuatan, stabilitas, inkompabilitas, cara dan lama


pemberian obat
b. Mengkaji aspek klinis yaitu: adanya alergi, efek samping, interaksi
kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan kondisi khusus lainnya).
Membuatkan kartu pengobatan pasien (medication record)
c. Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila diperlukan.
2. Menyediakan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
a. Menyiapkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai dengan
permintaan pada resep
b. Menghitung kesesuaian dosis dan tidak melebihi dosis maksimum

c. Mengambil

obat

dengan

menggunakan

sarung

tangan/alat/spatula/sendok
d. Menutup kembali wadah obat setelah pengambilan dan mengembalikan
ke tempat semula
e. Meracik obat (timbang, campur, kemas)
f. Mengencerkan sirup kering sesuai takaran dengan air yang layak
minum
g. Menyiapkan etiket
h. Menulis nama dan cara pemakaian obat pada etiket sesuai dengan
permintaan pada resep
3. Penyerahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
a. Melakukan pemeriksaan akhir sebelum dilakukan penyerahan
b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien
c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien
d. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat
e. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh
apoteker
f. Menyiapkan resep pada tempatnya dan mendokumentasikan
4. Pelayanan komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Apoteker hendaknya mampu menggalang komunikasi dengan tenaga
kesehatan lainnya, termasuk kepada dokter.
5. Pelayanan informasi obat
Kegiatan pelayanan obat yang dilakukan oleh apoteker untuk
memberikan informasi dan konsultasi secara akurat, tidak bias, faktual,
terkini, mudah dimengerti, etis dan bijaksana.
Prosedur tetap pelayanan informasi obat:
a. Memberikan informasi obat kepada pasien berdasarkan resep atau
kartu pengobatan pasien (medication record) atau kondisi kesehatan
pasien baik lisan maupun tertulis
b. Melakukan penelusuran literature bila diperlukan, secara sistematis
untuk memberikan informasi

10

c. Menjawab pertanyaan pasien dengan jelas dan mudah dimengerti,


tidak bias, etis dan bijaksana baik secara lisan maupun tertulis
d. Mendisplai brosur, leaflet, poster atau majalah kesehatan untuk
informasi pasien
e. Mendokumentasikan setiap kegiatan pelayanan informasi obat
6. Edukasi
Edukasi

adalah

kegiatan

pemberdayaan

masyarakat

dengan

memberikan pengetahuan tentang obat dan pengobatan serta mengambil


keputusan bersama pasien setelah mendapat informasi, untuk tercapainya
hasil pengobatan yang optimal (Hanifah, 2001).
Prosedur tetap swamedikasi:
a. Mendengarkan keluhan penyakit pasien yang ingin melakukan
swamedikasi
b. Menggali informasi dari pasien meliputi:
o tempat timbulnya gejala penyakit
o seperti apa rasanya gejala penyakit
o kapan mulai timbul gejala dan apa yang menjadi pencetusnya
o sudah berapa lama gejala dirasakan
o ada tidaknya gejala penyerta
o pengobatan yang sebelumnya sudah dilakukan
c. Memilihkan obat yang sesuai dengan kerasionalan dan kemampuan
ekonomi pasien dengan menggunakan obat bebas, obat bebas terbatas
dan obat wajib apotek
d. Memberikan informasi tentang obat yang diberikan kepada pasien
meliputi: nama obat, tujuan pengobatan, cara pakai, lamanya
pengobatan, efek samping yang mungkin terjadi, serta hal-hal yang
harus dilakukan oleh pasien dalam menunjang pengobatan. Bila sakit
berlanjut/lebih dari 3 hari hubungi dokter
e. Mendokumentasikan

data

pelayanan

dilakukan
11

swamedikasi

yang

telah

7. Konseling
Sherzer dan Stone (1974) mendefinisikan konseling adalah suatu
proses yang terjadi dalam hubungan tatap muka

antara seorang individu

yang terganggu oleh karena masalah-masalah yang tidak dapat diatasinya


sendiri dengan seorang pekerja professional, yaitu orang yang terlatih dan
berpengalaman membantu orang lain mengenai pemecahan-pemecahan
terhadap berbagai jenis kesulitan pribadi. Bahwa konseling adalah
pemberian nasehat atau penasehatan kepada orang lain secara individual
yang dilakukan secara berhadapanh dari seorang yang mempunyai
kemahiran (konselor) kepada seorang yang mempunyai masalah (klien).
Adapun tujuan dari konseling pasien adalah mengoptimalkan hasil
terapi obat dan tujuan medis dari obat dapat tercapai, membina hubungan
dengan pasien dan menimbulkan kepercayaan pasien, menunjukkan
perhatian kita kepada pasien, membantu pasien dalam mengatasi kesulitan
yang berkaitan dengan penyakitnya, mencegah dan mengurangi efek
samping, toksisitas, resistensi antibiotika, dan ketidakpatuhan pasien.
Konseling dapat dilakukan kepada:
a. pasien dengan penyakit kronik seperti: diabetes, TB dan Asma
b. pasien dengan sejarah ketidakpatuhan dalam pengobatan
c. pasien yang menerima obat dengan indeks terapi sempit yang
memerlukan pemantauan
d. pasien dengan multiregimen obat
e. pasien lansia
f. pasien pediatric melalui orang tua dan pengasuhnya
g. pasien yang mengalami Drug Related Problems prosedur tetap
konseling:
o

Melakukan konseling sesuai dengan kondisi penyakit pasien

Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien/keluarga


pasien

12

Menanyakan tiga pertanyaan kunci menyangkut obat yang


dikatakan dokter kepada

pasien dengan metode open-ended

question:

apa yang telah dokter katakan mengenai obat itu

cara pemakaian, bagaimana dokter menerangkan cara


pemakaian

apa yang diharapkan dalam pemakaian ini

Memperagakan dan menjelaskan mengenai pemakaian obat-obatan


tertentu (inhaler, supostoria,dll)

Melakukan verifikasi akhir meliputi:

mengecek pemahaman pasien

mengidentifikasi
berhubungan

dan

dengan

menyelesaikan
cara

masalah

penggunaan

obat

yang
untuk

mengoptimalkan tujuan terapi


o

Melakukan pencatatan konseling yang dilakukan pada kartu


pengobatan

8. Pelayanan Residensial (home care)


Pelayanan kefarmasian yang diberikan kepada pasien yang dilakukan
di rumah khususnya untuk kelompok lanjut usia dan pasien penyakit
kronis, serta pasien dengan pengobatan paliatif. Jenis layanan home care:
a. informasi penggunaan obat
b. konseling pasien
c. memantau kondisi pasien pada saat menggunakan obat dan kondisinya
setelah menggunakan obat serta kepatuhan pasien dalam meminum obat
home care dapat dilakukan dengan 2 cara;
o dengan kunjungan langsung ke rumah
o melalui telepon
Untuk aktifitas ini, apoteker harus membuat catatan pengobatan
(medication record) prosedur tetap pelayanan residensial (home care)
d. Menyeleksi pasien melalui kartu pengobatan
13

e. Menawarkan pelayanan residensial


f. Mempelajari riwayat pengobatan pasien
g. Menyepakati jadwal kunjungan
h. Melakukan kunjungan ke rumah pasien
i. Melakukan tindak lanjut dengan memanfaatkan sarana komunikasi
yang ada atau kunjungan berikutnya, secara berkesinambungan
j. Melakukan pencatatan dan evaluasi pengobatan
E. TANGGUNG JAWAB APOTEKER
Apotek mempunyai fungsi utama dalam pelayanan obat atas dasar resep
dan yang berhubungan dengan itu, serta pelayanan obat tanpa resep yang
biasa dipakai di rumah. Dalam pelayanan obat ini apoteker harus berorientasi
pada pasien/penderita, bagaimana obat yang diinginkan pasien tersebut dapat
menyembuhkan penyakitnya serta tidak ada tidaknya efek samping yang
merugikan.
Tanggung jawab tugas apoteker di apotek dalam Kode Etik apoteker
Indonesia tahun 2009:
1. Tanggung jawab atas obat dengan resep
Apoteker mampu menjelaskan tentang obat kepada pasien, sebab apoteker
mengetahui
a. Bagaimana obat tersebut digunakan
b. Reaksi samping obat yang mungkin ada
c. Stabilitas obat dalam bermacam-macam kondisi
d. Cara dan rute pemakaian obat
2. Tanggung jawab apoteker untuk memberi informasi pada masyarakat
dalam memakai obat bebas terbatas (OTC)
Apoteker mempunyai tanggung jawab penuh dalam menghadapi
kasus self medication atau mengobati sendiri dan pemakaian obat tanpa
resep. Apoteker menentukan apakah self medication dari penderita itu

14

dapat diberi obatnya atau perlu pergi konsultasi ke dokter atau tidak.
Pengobatan dengan non resep jelas akan makin bertambah.
Terhadap pelayanan resep, sebaiknya ada motto setiap resep yang
masuk, keluarnya harus obat artinya yaitu apabila ada pasien membawa
resep dokter ke apotek, diusahakan agar pasien itu jadi membeli obatnya di
apotek tersebut. Jangan sampai hanya menanyakan harganya, lalu pergi ke
apotek lain. Apabila terpaksa sampai demikian, harus lah dicatat alas analasannya. Apakah dikarenakan si pasien kurang mampu, kurang uangnya
atau karena tidak mengerti/tidak dapat membaca resepnya, apakah
pelayanan kurang ramah, kurang luwes, dan sebagainya.
Sebagai seorang pengelola, apoteker bertugas mencari tambahan
langganan baru, membina langganan lama, meningkatkan pelayanan
dengan pembinaan karyawan, turut membantu mencairkan piutang-piutang
lama, mencari sumber pembelian yang lebih murah dengan jangka waktu
kredit yang lebih lama, dan sebagainya.
Kecenderungan masyarakat konsumen hanya bersandar kepada
sejumlah lembaga advokasi konsumen, sesuai dengan pasal 44 UUPK,
yaitu

dengan

adanya

pengakuan

pemerintah

terhadap

lembaga

perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang mempunyai kegiatan


yang meliputi, penyebaran informasi dalam rangka meningkatkan
kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam
mengkonsumsi barang dan jasa, memberikan nasehat kepada konsumen
yang memerlukannya, bekerjasama dengan instansi terkait dalam upaya
mewujudkan perlindungan konsumen, membantu konsumen dalam
memperjuangkan haknya, dan termasuk menerima keluhan atau pengaduan
konsumen.

15

DAFTAR PUSTAKA

Ginting, Adelina. 2008. Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek di


kota Medan tahun 2008. Medan, Universitas Sumatera Utara. Skripsi
Hanifah, Jusuf. 2001. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta:
Kedokteran ECG
Kode Etik Apoteker di Indonesia. 2009. Kongres Nasional XVII Ikatan Sarjana
Farmasi Indonesia. Jakarta: Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia
Menteri Kesehatan RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan

RI

No.

1027/Menkes/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di


Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Pemerintah RI. 2009. PP 51 Tahun 2009. Diakses 19 Januari 2011.
http://www.PPNo.51tahun2009.com
PERMENKES RI. 2009. Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Apoteker dan Angka
Kreditnya. Kementerian Kesehatan Indonesia
WHO. 2006. Handbook on Developing pharmacy practice - A focus on patient
care.
http://www.who.int/medicines/publications/WHO_PSM_PAR_2006.5.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai