Disusun oleh:
Anisa Rahmatia
G99151043
Rindy Saputri
G99151044
Sri Retnowati
G99151045
Priaji Setiadani
G99151046
G99151047
Pembimbing:
dr. Sugiharto, M.Kes (MMR), S.H.
merupakan
istilah
yang
dipakai
pada
tahun
1400-
yang
baik,
mengambil
keputusan
yang
tepat,
mampu
perkembangan
kefarmasian.
Mitologi,
konsep
dan
praktek
kesulitan yang cukup berat, antara lain kekurangan devisa dan terjadinya
sistem penjatahan bahan baku obat sehingga industri yang dapat bertahan
hanyalah industri yang memperoleh bagian jatah atau mereka yang
mempunyai relasi dengan luar negeri. Pada periode ini, terutama antara tahun
1960-1965, karena kesulitan devisa dan keadaan ekonomi yang suram,
industri farmasi dalam negeri hanya dapat berproduksi sekitar 30% dari
kapasitas produksinya. Oleh karena itu, penyediaan obat menjadi sangat
terbatas dan sebagian besar berasal dari impor. Sementara itu karena
pengawasan belum dapat dilakukan dengan baik banyak terjadi kasus bahan
baku maupun obat jadi yang tidak memenuhi persyaratan standar.Sekitar
tahun 1960-1965, beberapa peraturan perundang-undangan yang penting dan
berkaitan dengan kefarmasian yang dikeluarkan oleh pemerintah antara lain :
ini pula ada hal penting yang patut dicatat dalam sejarah kefarmasian di
Indonesia, yakni berakhirnya apotek dokter dan apotek darurat.
Dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 33148/Kab/176 tanggal
8 Juni 1962, antara lain ditetapkan :
Tidak dikeluarkan lagi izin baru untuk pembukaan apotek-dokter, dan
Semua izin apotek-dokter dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1
Januari 1963.
Sedangkan berakhirnya apotek darurat ditetapkan dengan Surat Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 770/Ph/63/b tanggal 29 Oktober 1963 yang isinya
antara lain :
Tidak dikeluarkan lagi izin baru untuk pembukaan apotek darurat,
Semua izin apotek darurat Ibukota Daerah Tingkat I dinyatakan tidak
obat,
pemberian
etiket,
penyerahan,
informasi
dan
dokumentasi
b. Visite ke ruang rawat: Melakukan visete ke ruang rawat untuk
melaksanakan asuhan kefarmasian
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO): Menyiapkan dan memberikan
pelayanan informasi obat
d. Konseling obat: Memberikan solusi atas keluhan-keluhan pasien yang
berkenan dengan penggunaan obat dan memotivasinya sehingga tujuan
terapi tercapai secara optimal
4
kefarmasiaan
Evaluasi penggunaan obat
Pemantauan penggunaan obat
Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Pemantauan kadar obat dalam darah: Menentukan kadar obat dalam
darah pasien atas permintaan dokter yang bertujuan untuk menjamin
Layanan
yang ada.
Lifelong learner
Di sekolah farmasi, tidak mungkin untuk memperoleh semua
pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan untuk meniti karir seumur
hidup sebagai seorang apoteker. Konsep, prinsip dan komitmen untuk
belajar seumur hidup harus dimulai saat kuliah farmasi dan harus
didukung sepanjang karir apoteker. Apoteker harus belajar bagaimana
penggunaan
obat
yang
rasional. Apoteker
dapat
juga
resep:
melakukan
pemeriksaan
kelengkapan dan keabsahan resep yaitu nama dokter, nomor izin praktek,
alamat, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter serta nama,
alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien (Ginting, 2008).
a. Melakukan
c. Mengambil
obat
dengan
menggunakan
sarung
tangan/alat/spatula/sendok
d. Menutup kembali wadah obat setelah pengambilan dan mengembalikan
ke tempat semula
e. Meracik obat (timbang, campur, kemas)
f. Mengencerkan sirup kering sesuai takaran dengan air yang layak
minum
g. Menyiapkan etiket
h. Menulis nama dan cara pemakaian obat pada etiket sesuai dengan
permintaan pada resep
3. Penyerahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
a. Melakukan pemeriksaan akhir sebelum dilakukan penyerahan
b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien
c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien
d. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat
e. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh
apoteker
f. Menyiapkan resep pada tempatnya dan mendokumentasikan
4. Pelayanan komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Apoteker hendaknya mampu menggalang komunikasi dengan tenaga
kesehatan lainnya, termasuk kepada dokter.
5. Pelayanan informasi obat
Kegiatan pelayanan obat yang dilakukan oleh apoteker untuk
memberikan informasi dan konsultasi secara akurat, tidak bias, faktual,
terkini, mudah dimengerti, etis dan bijaksana.
Prosedur tetap pelayanan informasi obat:
a. Memberikan informasi obat kepada pasien berdasarkan resep atau
kartu pengobatan pasien (medication record) atau kondisi kesehatan
pasien baik lisan maupun tertulis
b. Melakukan penelusuran literature bila diperlukan, secara sistematis
untuk memberikan informasi
10
adalah
kegiatan
pemberdayaan
masyarakat
dengan
data
pelayanan
dilakukan
11
swamedikasi
yang
telah
7. Konseling
Sherzer dan Stone (1974) mendefinisikan konseling adalah suatu
proses yang terjadi dalam hubungan tatap muka
12
question:
mengidentifikasi
berhubungan
dan
dengan
menyelesaikan
cara
masalah
penggunaan
obat
yang
untuk
14
dapat diberi obatnya atau perlu pergi konsultasi ke dokter atau tidak.
Pengobatan dengan non resep jelas akan makin bertambah.
Terhadap pelayanan resep, sebaiknya ada motto setiap resep yang
masuk, keluarnya harus obat artinya yaitu apabila ada pasien membawa
resep dokter ke apotek, diusahakan agar pasien itu jadi membeli obatnya di
apotek tersebut. Jangan sampai hanya menanyakan harganya, lalu pergi ke
apotek lain. Apabila terpaksa sampai demikian, harus lah dicatat alas analasannya. Apakah dikarenakan si pasien kurang mampu, kurang uangnya
atau karena tidak mengerti/tidak dapat membaca resepnya, apakah
pelayanan kurang ramah, kurang luwes, dan sebagainya.
Sebagai seorang pengelola, apoteker bertugas mencari tambahan
langganan baru, membina langganan lama, meningkatkan pelayanan
dengan pembinaan karyawan, turut membantu mencairkan piutang-piutang
lama, mencari sumber pembelian yang lebih murah dengan jangka waktu
kredit yang lebih lama, dan sebagainya.
Kecenderungan masyarakat konsumen hanya bersandar kepada
sejumlah lembaga advokasi konsumen, sesuai dengan pasal 44 UUPK,
yaitu
dengan
adanya
pengakuan
pemerintah
terhadap
lembaga
15
DAFTAR PUSTAKA
RI
No.
16