Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu penyakit infeksi sistemik akut yang banyak djumpai diberbagai belaha duni
hingga saat ini adalah demam tipoid. Munculnya daerah edemik demam tipoid dipengaruhi
oleh berbagai faktor, antra lain laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, peningkatan
urbnisasi, rendahnya kualitas pelayanan kesehatan, kurangnya suplai air, buruknya sanitasi.
Demam tipoid merupakan penyakit infeksi yang biasanya diikuti dengan demam, sakit kepala
dan ruam, yang paling sering disebabkan oleh salmonella typhi dan merupakan suatu
penyakit pada saluran pencernaan yang sering menyerang anak-anak bahkan orang dewasa
serta merupakan penyakit endemik.
Data badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam tipoid di
seluruh dunia mencapai 16-33 juta penderita. Negara yang sering terkena deman tipus adalah
negara kawasan Asia Tengah dan Asia Tenggara. Di indonesia rata-rata terdapat 900.000
kasus, 91% pada umur 3-19 tahun dengan 20.000 kematian setiao tahun. Penyakit ini ditandai
dengan panas tinggi dan persisten 7-10 hari, disertai sakit kepala, malaise ganggan defekasi.
Penyakit demam tipoid merupakan penyakit yng disebabkan

oleh bakteri salmonella

enterica, khususnya turunannya yaitu salmonella Typhi terutma menyerang bagian saluran
pencernaan. Demam tipoid adalah penyakit infesi akut yang selalu ada di masyarakat di
indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa. (Sari bunga dkk. 2012).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diangkat pada makalah ini adalah bagaimana pelaksanaan
asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem gastrointestinal khususnya pada
pasien demam tifoid.
1.3 Tujuan Penulisan
A. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mempelajari dan memahami konsep materi mengenai sistem
gastrointestinal dan gangguannya beserta asuhan keperawatannya, khusunya mengenai
demam tifoid.
1

B. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menyebutkan dan memahami definisi demam tifoid.
2. Mahasiswa mampu menyebutkan dan memahami etiologi demam tifoid.
3. Mahasiswa mampu menyebutkan dan memahami manifestasi klinis demam tifoid.
4. Mahasiswa mampu menyebutkan dan memahami ptofisiologi demam tifoid.
5. Mahasiswa mampu menyebutkan dan memahami komploikasi demam tifoid.
6. Mahasiswa mampu menyebutkan dan memahami penatalaksaan demam tifoid.
7. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah keperawatan yang muncul pada klien
yang menderita demam tifoid.
8. Mahasiswa mampu membuat rencana tindakan keperawatan kepada pasien yang
menderita demam tifoid.

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Menurut Sodikin, 2011:240 pengertian deman tifoid adalah sebagai berikut:
Demam tifoid (entric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
cerna, dengan gejala kurang lebih 1 minggu, gannguan pada pencernaan, dan gangguan
kesadaran. Penyakit infeksi dari Salmonella (Salmonellosis) ialah segolongan penyakit
infeksi yang disebabkan sejumlah besar species yang tergolong dalam genus Salmonella,
biasanya mengenai saluran oencernaan (Hasan & Alatas, 1991). Pertimbangkan demam tifoid
pada anak yang demam dan memiliki salah satu tanda seperti diare (konstipasi), muntah,
nyeri perut, dan sakit kepala (batuk). Hal ini terutama bila demam telah berlangsung selama 7
hari atau lebuh dan penyakit lain sudah disisihkan (WHO, 2005).
2.2 Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah jenis Salmonella typhosa, kuman ini memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora
2. Memiliki paling sedikit 3 macam antigen, yaitu antigen O (somatik yang terdiri dari
zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella), dan antigen Vi. Berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium pasien, biasanya terdapat zat anti (aglutinin) terhadap
ketiga macam antigen tersebut.
Salmonella terdiri atas beratus-ratus species, namun memiliki susunan antigen yang
serupa, yaitu sekurang-kurangnya antigen O (somatik) dan antigen H (flagella). Perbedaan di
antara species tersebutdisebabkan oleh faktor antigen dan sifat biokimia.
Mekanisme masuknya kuman diawali dengan infeksi yang terjadi pada saluran pencernaan,
basil diserap oleh usus melalui pembuluh limfe lalu masuk ke dalam peredaran darah sampai
di oragan-organ lain, terutama hati dan limpa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak
dalam hati dan limpa sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai dengan rasa
nyeri pada perabaan, kemudian hasil masuk kembali ke dalam darah (bakterimia) dan
menyebar ke seluruh tuhuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus, sehingga
menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa di atas plak peyeri, tukak tersebut dapat
menimbulkan perdarahan dan perforasi usus, gejala demam disebabkan oleh endotoksin,
3

sedangkan gejala pada saluran pencernaaan disebabkan oleh kelainan pada usus. (Sodikin,
2011:240)
2.3 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada anak umumnya bersifat lebih ringan dan lebih bervariasi.
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada
umumnya, seperti demam, sakit kepala, mual, muntah, nafsu makan menurun, sakit perut,
diare atau justru sembelit (sulit buang air besar) selama beberapa hari. Suhu tubuh meningkat
pada sore dan malam hari. Pada minggu kedua, gejala yang timbul menjadi lebih jelas.
Demam yang tinggi terus- menerus, napas berbau tak sedap, kulit kering, rambut kering, bibir
kering, lidah tertutup selaput putih kotorujung dan tepinya kemerahan dan tremor. Hati dan
limpa membesar, timbul rasa nyeri bila diraba, serta perut kembung. Penderita tampak sakit
berat, disertai gangguan kesadaran dari yang ringan seperti apatis, sampai berat (delirium dan
koma).
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi dari penyakit ini masih blum diketahui dengan pasti tetapi diketahui
bahwa S.typhi seperti halnya semua salmonella mempunyai antigen simpai (flagellar), tubuh
(somatic) dan kulit luar (outer-coat) yang dinamai antigen H2O dan Vi. Organisme ini
bersifat sitotosik pada epitel usus dan menyebabkan pengelupasan sel-sel pada jonjot usus,
dengan demikian menyediakan jalan masuk bagi kuman ke dalam mukosa. Juga, telah
diidentifikasi suatu enterotoksin serupa kolera yang merangsang adenilat sikllase.
Enterotoksin ini dianggap menimbulkan diare. Setelah kuman masuk dalam tubuh manusia
melalui mulut dan melewati massa inkubasi 1 sampi 2 minggu, organisme tersebut
menerobos mukosa usus halus, dengan segera

mengikuti aliran limfe dan kemudian

memasuki aliran darah. Organisme yang mengkontaminasi darah itu di tangkap oleh
makrofag dan sel monosit menuju sistem retikuloendotelial (RES). Kuman berkembang biak
di dalamnya dan dengan adanya proses penghancuran makrofag, maka kuman itu akan
terlepas dan menimbulkan gelombang bakterimia ulangan. Kelainan pada usus disebabkn
oleh adanya penyemaian kuman pada plak player di ileum terminal. Proses yang serupa
menyebabkan terjadiya hiperplasi RES di seluruh tubuh, pembesaran limpa dan yang disebut
nodul tifoid pada hati sumsum tulang dan kelenjar getah bening.
Pada ileum terminalis. Plak player membesar dan tampak jelas gundukan seperti
dataran meninggi. Permukaan luminal yang melapisi plak itu terlepas, menimbulkan tukak
4

yang berbentuk oval, dengan sumbu panjangnya sejajar dengan sumbu panjang usus.
Tukaknya biasanya dangkal kadang-kadang timbul perforasi dan bisa menyebabkan
perdarahan. Secara histologgi, plak peyer diubah menjadi massa atau kumpulan nodul-nodul
yng terdiri dari makrofag epiteloid yang besar dan bulat, yang sering mengandung basil dan
sel darah merah (eritofagositosis). Diantara makrofag-makrfag ini tersebar sel limfosit dan sel
plasma, tetapi sel netrofil sangat jarang dijumpai.
Limpa secara nyata membesar, melunak dan mengebung sebagai hasil poliferasi
besar-besara darimononukleus fagosit di pulpa merah. Kuman dan sel darah merah yang
terfagosit, akan terlihat dengan jelas disini. organ hati secara khusus mengandung agregat
fokal dari sel mononukleus foositik yang bbeerasal dari kedua sel kufer dan monsit serta
menciptakan nodul tifoid. (silvia price. 2008; 278-279)
2.5 Pathway (terlampir)
2.6 Komplikasi
Menurut sodikin, 2011:241 komplikasi yang terjadi pada deman tifoid adalah sebagai
berikut:
Kompilasi biasanya terjadi pada usus halus, namun hal tersebut jarang terjadi. Apabila
komplikasi ini terjadi pada seorang anak, maka dapat berakibat fatal. Gangguan pada usus
halus ini dapat berupa:
1. Perdarahan usus
Apabila perdarahan terjadi dalam jumlah sedikir, perdarahan tersebut hanya dapat
ditemukan jika dilakukan pemeriksaan feses dengan benzidin; jika perdarahan
banyak, maka dapat terjadi melene yang bisa disertai nyeri perut dengan tanda-tanda
renjatan.perforasi usus biasannya timbul pada minggu ketiga ataui stelahnya dan
terjadi pada bagian usus distal ileum.
2. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanaya dapat ditemukan di rongga peritonium,
yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada foto
rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
3. Peritonitis
Peritonitis biasanya menyertau perforasi, namun dapat juga terjadi tanpa perforasi
usus. Ditemukan gejala abdomen akut seperti nyeri perut yang hebat, dinding
abdomen tegang (defence musculair), dan nyeri tekan.
4. Komplikasi di luar usus

Terjadi lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia), yaitu mengitis, kolesistisis,


ensefelopati, dan lain-lain. Komplikasi di luar usus ini terjadi karene infeksi sekunder,
yaitu bronkopneumonia.
2.7 Penatalaksanaan
a. Penataksanaan medis
Penataksanaan anak dengan demem tifoid menurut WHO (2005) adalah:
1). Obati dengan kloramfenikol (50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis per oral
atau intravena) selama 10-14 hari, tetapi untuk bayi muda perlu dipertimbangkan
secara lebih spesifik.
2). Apabila tidak diberikan kloramfenikol, pakai amoksisilin 100 mg/kgBB/hari per
oral atau ampisilin intravena selama 10 hari, atau kotrimoksazol 48 mg/kgBB/hari
(dibagi 2 dosis) per oral selama 10 hari.
3). Apabila kondisi klinis tidak ada perbaikan, gunakan generasi ketiga sefalosporin
seperti sefriakson (80 mg/kg IM atau IV, sehari sekali, selama 5-7 hari)matau seiksim
oral (20 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 10 hari. Perawatan penunjang dilakukan
bila anak demam ( 39C), berikan parasetamol dan lakukan pemantauan terhadap
tanda komplikasi.
b. penatalaksanaan keperawatan.
2.8 Pemeriksan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang (laboratorium) menurut Sodikin tahun 2011 : 243.
a. Pada pemeriksaan darah tepi terdapat leukopenia, limpositosis relative, dan
aneosinofilia pada permukaan sakit.
b. Kultur darah ( biakan, empedu) dan widal.
c. Biakan empedu basil salmonella typhosa dapat di temukan dalam darah pasien pada
minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering di temukan dalam urin dan feses.
d. Pemeriksaan widal, pemeriksaan yang di perlukan adalah titer zat anti terhadap
antigen O. titer yang bernilai 1/200 atau lebih merupakan kenaikan yang progresif.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid.
Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
b) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
6

c) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TYPOID
3.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan menurut Sodikin tahun 2011 : 242 243.
1. Identifikasi
Penyakit ini sering di temukan pada anak berumur satu tahun.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama berupa tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan kurang
bersemangat serta nafsu makan berkurang (terutama pada masa inkubasi).
3. Suhu Tubu
Pada khasus yang khas, demam berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris renitens,
dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur
angsur baik setiap harinya, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada
sore dan malam hari. Pada minggu ke dua, pasien terus berada dalam keadaan demam.
Saat minggu ketiga, suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada minggu ke
tiga.
4. Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak seberapa dalam yaitu apatis
sampai sobnolen ; jarang terjadi stupor, koma atau gelisah (kecuali dua penyakitnya
berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Selain gejala gejala tersebut,
mungkin dapat di temukan gejala lainnya, seperti pada punggung dan anggota gerak
dapat di temukan reseola (binti bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler
sulit yang dapat di temukan pada minggu pertama demam), kadang di temukan juga
bradikardi dan epistaksis pada anak yang lebih besar.
5. Pemeriksaan fisik
a. Terdapat bau nafas yang tidak sedap, bibir kerling dan pecah- pecah. Lidah
tertutup selaput putih kotor sementara ujuung dan tepinya berwarna
kemerahan, dan jarang di sertai termor.
b. Abdomen
Dapat di temukan keadaan perut kembung, bisa terjadi konstipasi, diare atau
normal.
c. Hati dan Limpa
Pada organ ini terlihat membesar di sertai dengan nyeri pada saat di raba.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d proses inflamasi
2. Ketidakefektifan termoregulasi b.d perubahan suhu lingkungan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari tubuh b.d anoreksia
8

4. Resiko kekurangan volume cairan b.d mual muntah


5. Diare b.d proses infeksi di usus
6. Hipertermi b.d proses inflamasi
3.3 Intervensi Keperawatan
1. Nyeri b.d proses inflamasi
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri
dapat berkurang bahkan hilang, dengan kriteria hasil:
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi)
Mampu mengenali nyeri (penyebab, kualitas, darerah, skala, dan waktu nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Intervensi:
Lakukan pengkajian nyeri (penyebab, kualitas, darerah, skala, dan waktu nyeri)
Ajarkan kepada pasien tentang teknik nonfarmakologi
Kolaborasi dengan pemberian analgesik sesuai yang dianjurkan oleh dokter
2. Ketidakefektifan termoregulasi b.d perubahan suhu lingkungan
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
termoregulasi kembali stabil, dengan kriteria hasil:
Keseimbangan antara produksi panas, panas yang diterima dan kehilangan panas
Temperature stabil: 36,5-37C
Intervensi:
Monitor suhu minimal tiap 2 jam
Monitor TD, nadi, RR, warna dan suhu kulit
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Berikan kolaborasi antipiretik jika perlu
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari tubuh b.d anoreksia
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan nutrisi
pasien dapat terpenuhi dengan kriteria hasil:
Adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Intervensi:
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Monitor kalori dan intake nutrisi pasien
Kolaborasi dengan ahli gigi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
4. Resiko kekurangan volume cairan b.d mual muntah
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan volume
cairan pasien kembali normal dengan kriteria hasil:
TTV dalam batas normal
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
Intervensi:
Monitor vital sign
Monitor status dehidrasi
9

Pertahankan catatan intake dan output yang akurat


5. Diare b.d proses infeksi di usus
Tujuan: setelah dikakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan diare
dapat teratasi dengan kriteria hasil:
Feses berbentuk, BAB sehari sekali tiga hari
Tidak mengalami diare
Intervensi:
Evaluasi intake makanan yang masuk
Observasi turgor kulit secara rutin
Kolaborasi pemberian obat sesuai yang dianjurkan dokter
6. Hipertermi b.d proses inflamasi
Tujuan: setelah dilkukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan suhu
tubuh kembali normal dengan kriteria hasil:
Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5- 37,5oC)
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Intervensi:
Monitor suhu sesering mungkin
Monitor warna dan suhu kulit
Kompres pasien pada lipat paha dan axila
Kolaborasi pemberian obat sesuai anjuran dokter

10

BAB IV
PENUTUP
2.9 Simpulan
Demam tifoid adalah suatu infeksi akut pada usus kecil yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella Typhi. Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering
pada umur 5-9 tahun. Dengan keadaan seperti ini dapat memberikan asuhan keperawatan
dengan cara mengetahui tanda dan gejalanya, seperti demam yang berkepanjangan (lebih dari
7 hari).
4.2 Saran
Dari uraian makalah yang telah disajikan maka kami dapat memberikan saran untuk
menjaga kebersihan lingkungan, makanan yang dikonsumsi harus higiene dan perlunya
penyuluhan kepada masyarakat tentang demam tifoid.

11

DAFTAR PUSTAKA
Sodikin.2011. Asuhan Keperawatan Anak Gangguan Gastrointestinal dan
Hepatobiliar. Jakarta : Salemba Medika
PT Elex Media Komputindo. 2007. Inner Healing at Home Siasat
Menangkal Sumber Penyakit dan Pencetus Kanker di Rumah Anda Pangkalan Ide.
Jakarta: Gramedia

12

Anda mungkin juga menyukai