PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Memasuki milenium baru, Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes
RI) telah mencanangkan Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan yang dilandasi
paradigma sehat. Paradigma sehat adalah cara pandang, pola pikir atau model
pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, melihat masalah kesehatan yang
dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor dan upayanya lebih
diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatan. Penanganan
masalah secara holistik menurut konsep Triangle of Epidemiology diartikan sebagai
penanganan
terhadap
masalah
dengan
mempertimbangkan
host,
agent
dan
environment sebagai faktor determinan masalah. Secara makro, paradigma sehat berarti
semua sektor memberikan kontribusi positif bagi pengembangan perilaku dan
lingkungan sehat, sedangkan secara mikro berarti pembangunan kesehatan lebih
menekankan upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan
rehabilitatif (Depkes RI, 2010).
Sesuai dengan strategi Indonesia Sehat 2010 dan kebutuhan pembangunan sektor
kesehatan di era desentralisasi ini, Depkes RI menetapkan visi dan misi puskesmas. Visi
pembangunan kesehatan puskesmas adalah terwujudnya kecamatan sehat yang
merupakan gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang hidup di lingkungan
yang sehat dan perilaku hidup masyarakat yang juga sehat, mampu menjangkau
pelayanan kesehatan yang ada di wilayahnya serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Pencapaian visi tersebut dapat dicapai dengan menggerakan
puskesmas sebagai pelaksana teknis dinas kesehatan (dinkes) terbawah yang memiliki
enam kewajiban yang harus dilaksanakan, yaitu upaya promosi kesehatan, kesehatan
lingkungan (kesling), kesehatan ibu anak dan keluarga berencana, perbaikan gizi
masyarakat, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular serta pengobatan
(Depkes RI, 2010).
Program kesling pada masyarakat adalah bagian dari program pembangunan
kesehatan nasional. Tujuan utamanya adalah meningkatkan derajat kesehatan dan
kemandirian masyarakat dalam pemeliharaan kesehatan dengan titik berat pada upaya
peningkatan kualitas hidup dan pencegahan penyakit. Indikator yang dicapai adalah
1
meningkatnya
PJB di RW 2, 4, 7, 12, 13, 19 Kelurahan Pancoran Mas dan RW 3, 6, 14, 18, 19, 20
Kelurahan Depok di wilayah kerja Puskesmas Pancoran Mas periode Januari-Desember
2014.
I.3. TUJUAN
I.3.1. Tujuan Umum
Diketahuinya evaluasi program PJB di RW 2, 4, 7, 12, 13, 19 Kelurahan Pancoran
Mas dan RW 3, 6, 14, 18, 19, 20 Kelurahan Depok di wilayah kerja Puskesmas
Pancoran Mas periode Januari-Desember 2014.
I.3.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya cakupan ABJ di RW 2, 4, 7, 12, 13, 19 Kelurahan Pancoran Mas
dan RW 3, 6, 14, 18, 19, 20 Kelurahan Depok di wilayah kerja Puskesmas
Pancoran Mas periode Januari-Desember 2014.
2. Diketahuinya masalah program PJB di RW 2, 4, 7, 12, 13, 19 Kelurahan
Pancoran Mas dan RW 3, 6, 14, 18, 19, 20 Kelurahan Depok di wilayah kerja
Puskesmas Pancoran Mas periode Januari-Desember 2014.
3. Diketahuinya prioritas masalah program PJB di RW 2, 4, 7, 12, 13, 19
Kelurahan Pancoran Mas dan RW 3, 6, 14, 18, 19, 20 Kelurahan Depok di
wilayah kerja Puskesmas Pancoran Mas periode Januari-Desember 2014.
4. Diketahuinya penyebab dari prioritas masalah program PJB di RW 2, 4, 7, 12,
13, 19 Kelurahan Pancoran Mas dan RW 3, 6, 14, 18, 19, 20 Kelurahan Depok
di wilayah kerja Puskesmas Pancoran Mas periode Januari-Desember 2014.
5. Diketahuinya alternatif pemecahan masalah program PJB di RW 2, 4, 7, 12, 13,
19 Kelurahan Pancoran Mas dan RW 3, 6, 14, 18, 19, 20 Kelurahan Depok di
wilayah kerja Puskesmas Pancoran Mas periode Januari-Desember 2014.
6. Diketahuinya prioritas dari alternatif pemecahan masalah program PJB di RW
2, 4, 7, 12, 13, 19 Kelurahan Pancoran Mas dan RW 3, 6, 14, 18, 19, 20
Kelurahan Depok di wilayah kerja Puskesmas Pancoran Mas periode JanuariDesember 2014.
I.4.
MANFAAT
I.4.1. Bagi Puskesmas
1. Mendapatkan gambaran dalam mengidentifikasi masalah dan penyebab
masalah program PJB di Puskesmas Pancoran Mas.
2. Mendapatkan alternatif pemecahan masalah program PJB di Puskesmas
Pancoran Mas guna pencapaian yang lebih maksimal.
3. Sebagai bahan kajian bagi penentu kebijakan dalam program PJB selanjutnya
di Puskesmas Pancoran Mas dalam upaya peningkatan kualitas kerja.
I.4.2. Bagi Masyarakat
1. Menambah informasi bagi masyarakat mengenai cara penularan dan dampak
yang ditimbulkan dari kasus DBD serta upaya pencegahannya di lingkungan
tempat tinggal.
2. Meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan ketrampilan masyarakat dengan
mensosialisasikan program PJB yang dilaksanakan di wilayah kerja
Puskesmas Pancoran Mas.
I.4.3. Bagi Peneliti
1. Sebagai penerapan aplikasi ilmu pengetahuan yang telah didapat selama
menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan
Nasional Veteran Jakarta.
2. Mendapatkan pengalaman belajar mengenai manajemen dan evaluasi suatu
program di Puskesmas Pancoran Mas.
3. Mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan program PJB di Puskesmas
Pancoran Mas periode Januari-Desember 2014, mulai dari identifikasi masalah
sampai memberikan alternatif pemecahan masalah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
II.1.1. Definisi
DBD adalah penyakit infeksi akut yang seringkali muncul dengan gejala
sakit kepala, sakit pada tulang, sendi dan otot serta ruam merah pada kulit. DBD
ditandai dengan empat manifestasi klinik utama, yakni demam tinggi,
perdarahan, pembengkakan hati dan pada beberapa kasus yang parah terjadi
kegagalan sirkulasi darah. DBD adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan melalui perantara vektor nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus yang ditandai dengan demam mendadak 2-7 hari tanpa
penyebab yang jelas, lelah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati disertai dengan
perdarahan pada kulit berupa bintik-bintik (ptekie), lebam (ekimosis) atau ruam
(purpura), dapat pula terjadi mimisan, muntah darah, penurunan kesadaran atau
renjatan (syok). Penyakit ini merupakan salah satu masalah kesehatan utama
karena dapat menyerang semua golongan umur dan menyebabkan kematian.
II.1.2. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam genus
Flavivirus grup famili Togaviridae. Virus ini mempunyai ukuran diameter
sebesar 30 nanometer dan terdiri dari empat serotip, yakni dengue (DEN) 1,
DEN 2, DEN 3 serta DEN 4. Virus yang ditularkan pada manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, pada suhu 30C
memerlukan 8-10 hari untuk menyelesaikan masa inkubasi ekstrinsik dari
lambung sampai kelenjar ludah nyamuk tersebut. Sebelum demam muncul,
virus ini sudah terlebih dahulu berada dalam darah 1-2 hari. Selanjutnya
penderita berada dalam kondisi viremia selama 4-7 hari.
II.1.3. Penularan
Virus dengue (arbovirus) ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti betina, dapat pula melalui gigitan nyamuk Aedes albopictus
namun nyamuk tersebut bukan sebagai vektor utama di daerah perkotaan. Sekali
terinfeksi dengan arbovirus, maka seumur hidup nyamuk akan tetap terinfeksi
dan dapat terus menularkan virus tersebut pada manusia. Beberapa faktor yang
berkaitan dengan peningkatan penularan antara lain:
a. Vektor: perkembangbiakan vektor, kepadatan vektor di lingkungan,
transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain.
b. Host: terdapatnya penderita di lingkungan, mobilisasi dan paparan terhadap
nyamuk.
c. Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk (Widiyono,
2011).
II.1.4. Patogenesis
Ada dua perubahan patofisiologi utama yang terjadi pada DBD. Pertama
adalah peningkatan permeabilitas vaskular yang meningkatkan kehilangan
plasma
dari
kompartemen
vaskular.
Keadaan
ini
mengakibatkan
hemokonsentrasi, tekanan nadi rendah dan tanda syok lainnya. Perubahan kedua
adalah gangguan pada hemostatis yang mencakup perubahan vaskular,
trombositopenia dan koagulopati.
Virus bereplikasi di nodus limfatikus regional dan menyebar ke jaringan
lain, terutama ke sistem retikuloendotelial dan kulit secara hematogen. Tubuh
akan membentuk kompleks virus-antibodi dalam sirkulasi darah sehingga akan
mengaktivasi sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya anafilaktosin
C3a-C5a sehingga permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat. Akan
terjadi juga agregasi trombosit yang melepaskan ADP, trombosit melepaskan zat
vasoaktif yang bersifat meningkatkan permeabilitas kapiler dan melepaskan
trombosit faktor III yang merangsang koagulasi intrvaskular. Terjadinya aktivasi
faktor XII akan menyebabkan pembekuan intravaskular yang meluas dan
meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah. Defek trombosit terjadi
baik kualitatif dan kuantitatif. Beberapa trombosit yang bersirkulasi selama fase
akut DBD tidak dapat berfungsi normal. Oleh karena itu, meskipun penderita
dengan jumlah trombosit >100.000/mm3 mungkin masih mengalami
masa
perdarahan panjang.
2. Pemeriksaan Laboratorium
8
Bila terjadi syok berat dengan tekanan darah tidak teratur dan nadi sulit
teraba (Suhendro, 2009).
II.1.7. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi spesifik untuk DBD, prinsip utama adalah terapi suportif.
Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting
dalam penanganan DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga terutama
cairan oral. Bila asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka
dibutuhkan tambahan cairan melalui intravena untuk mencegah kebocoran
plasma yang berlebihan dan untuk mengganti cairan intravaskular.
10
12
Sangat domestik
Senang tinggal di dalam ruangan
Senang bersitirahat di tempat yang gelap dan lembab
Senang hinggap di benda-benda yang menggantung
Menggigit pada pagi hari (09-12) dan sore hari (15-17)
Hidup tersebar di daerah tropis dan dataran rendah
Jarak terbang rata-rata 40-100 m.
umumnya telur akan menetas menjadi larva/jentik biasanya sekitar dua hari
setelah telur terendam air.
Stadium larva/jentik berlangsung 2-4 hari. Jentik nyamuk Aedes aegypti
selalu bergerak aktif di dalam air, gerakannya naik turun dari bawah ke atas
secara berulang. Gerakan ini dilakukan untuk bernapas. Jika terkena cahaya,
jentik akan bergerak menjauhi sumber cahaya. Pada waktu istirahat, posisi
jentik berada tegak lurus dengan permukaan air. Sesuai dengan pertumbuhan
jentik nyamuk Aedes aegypti, ada empat tingkatan (instar) jentik yang
dibedakan berdasarkan ukuran tubuh, yakni instar I (1-2 mm), instar II (2,5-3,5
mm), instar III (ukuran lebih besar sedikit dari instar II) dan instar IV (5 mm).
Jentik biasanya hidup di air bersih yang tergenang, tidak terkena sinar matahari
dan tidak berhubungan langsung dengan tanah. Jentik sering ditemukan di bak
mandi, lokasi pengumpulan barang bekas, tempat air untuk menyiram tanaman
dan kendi. Jentik akan berubah menjadi pupa setelah 6-8 hari.
Stadium berikutnya adalah pupa berbentuk koma yang berlangsung dua
hari pada suhu 24-27C. Gerakannya lambat dan sering berada di atas
permukaan air. Setelah 1-2 hari akan berubah menjadi dewasa dan melanjutkan
siklus berikutnya. Dalam suasana yang optimal, perkembangan dari telur
menjadi dewasa memerlukan waktu sedikitnya sembilan hari. Umur nyamuk
betina diperkirakan mencapai 2-3 bulan.
Untuk keperluan hidupnya, nyamuk Aedes aegypti betina menghisap
darah. Darah manusia lebih disukai daripada darah binatang (antropofilik).
Nyamuk Aedes aegypti menghisap darah manusia setiap dua hari. Protein yang
terkandung dalam darah manusia digunakan untuk mematangkan telur yang
dikandungnya agar dapat menetas jika dibuahi oleh nyamuk Aedes aegypti
jantan. Berbeda dengan nyamuk Aedes aegypti betina, nyamuk Aedes aegypti
jantan biasanya menghisap sari bunga atau tumbuhan. Setelah menghisap darah,
nyamuk akan mencari tempat hinggap yang digunakan untuk istirahat. Tempat
yang disukai nyamuk untuk beristirahat berupa benda-benda yang tergantung
seperti
pakaian,
kelambu,
gorden
atau
tumbuhan
di
dekat
tempat
hidup
nyamuk
dewasa
dan
juga
meningkatkan
2. Survei jentik
Survei jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut:
16
hasil
dalam
peraturan/pedoman
yang
akan
disosialisasikan
c. Melakukan advokasi terhadap pengambilan keputusan di tingkat
kecamatan maupun kabupaten/kota
d. Menjalin jejaring kerjasama baik terhadap lintas sektor maupun swasta
e. Hasil sosialisasi dilaporkan kepada atasan langsung atau sektor terkait.
5. Monitoring dan evaluasi
a. Pemantauan berkala terhadap hasil surveilans tempat perindukan vektor
b. Pembinaan teknis terhadap pemerintah (dinas kesehatan, puskesmas),
swasta dan masyarakat.
6. Peningkatan sumber daya manusia (SDM)
a. Menentukan jenis pelatihan yang sesuai dengan peserta yang dilatih
b. Melaksanakan pelatihan pengendalian vektor.
penularan,
namun
tindakan
ini
perlu
diikuti
dengan
18
pelaporan bulanan program PJB dilakukan oleh koordinator sanitasi dan kesling
Puskesmas Pancoran Mas sebagai bahan evaluasi tahunan Puskesmas Pancoran
Mas. Berikut ini adalah tolok ukur pencapaian yang digunakan sebagai landasan
dalam program PJB Puskesmas Pancoran Mas:
Tabel 1. Variabel dan tolok ukur penilaian
No
1
Variabel
Cakupan
angka bebas
jentik (ABJ)
Laporan
kasus yang
ditindaklanjut
i dengan
penyelidikan
epidemiologi
(PE)
Pencatatan
dan
pelaporan
Angka
morbiditas
dan
mortalitas
DBD
Tolok ukur
keberhasilan
>95%
Dilakukan
evaluasi
program
Mengalami
penurunan dari
tahun ke tahun
Sumber: Peraturan Pemerintah Daerah No. 6 Tahun 2007 tentang Pengendalian DBD
II.3. SISTEM
II.3.1. Definisi
Kata sistem awalnya berasal dari bahasa Yunani (sustma) dan bahasa
Latin (systma). Beberapa macam pengertian dari sistem antara lain:
a)
b)
21
c)
d)
Sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari berbagai elemen
yang berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan sadar
dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sesuatu disebut sebagai sistem apabila ia memiliki beberapa ciri pokok
kesehatan,
masukan
terdiri
atas
tenaga,
dana,
metode,
sarana/material.
2. Proses (process)
Proses adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan
yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang
22
LINGKUNG
AN
MASUKA
N
PROSES
KELUARAN
DAMPA
K
UMPAN
BALIK
Bagan 1. Hubungan unsur-sistem
(system approach). Pada sistem ini batasan tentang pendekatan sistem banyak
macamnya, beberapa yang terpenting adalah :
23
1.
2.
Pendekatan
sistem
adalah
suatu
strategi
yang
24
25
BAB III
METODE EVALUASI
III.1. BAHAN EVALUASI
Evaluasi ini dilakukan dengan pendekatan sistem. Data dikumpulkan menurut komponen
sistem, baik tolok ukur maupun pencapaian program. Sumber rujukan variabel dan tolok ukur
penilaian yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Profil kesehatan Puskesmas Pancoran Mas tahun 2014
2. Laporan bulanan program kerja sanitasi dan kesling Puskesmas Pancoran Mas tahun 2014
3. Hasil wawancara dengan koordinator bagian sanitasi dan kesling Puskesmas Pancoran Mas
Variabel
Cakupan
angka bebas
jentik (ABJ)
Laporan
kasus yang
ditindaklanjut
Tolok ukur
keberhasilan
>95%
i dengan
penyelidikan
epidemiologi
(PE)
Pencatatan
dan
pelaporan
Angka
morbiditas
dan
mortalitas
DBD
dengan PE
Dilakukan
evaluasi
program
Mengalami
penurunan dari
tahun ke tahun
Sumber: Peraturan Pemerintah Daerah No. 6 Tahun 2007 tentang Pengendalian DBD
Dana
Data
Sarana
Metode
Tolok ukur
Satu orang penanggungjawab program PJB dan pelaksana
lapangan non medik seperti kader, PKK dan jumantik dalam
setiap RW, jumlah tergantung luas wilayah atau sedikitnya dua
orang dalam satu RW.
Kader adalah orang yang mengerti tentang PJB.
Tersedianya dana yang sesuai untuk pelaksanaan program PJB
setiap bulan.
Tersedianya sumber dana yang berasal dari subsidi penuh
pemerintah.
Terdapat data lengkap warga di dua kelurahan yang merupakan
wilayah kerja puskesmas
1. Medis: bubuk abate tiap kali melaksanakan PJB terutama
untuk wilayah yang berpotensi ditemukan jentik.
2. Non medis:
a. sarana penyuluhan bagi warga berupa poster dan leaflet
mengenai siklus hidup nyamuk Aedes aegypti.
b. lampu senter untuk pelaksanaan program PJB.
Penggunaan formulir pemeriksaan entomologi yang didapat dari
puskesmas setiap pelaksanaan PJB.
Sumber: Peraturan Pemerintah Daerah No. 6 Tahun 2007 tentang Pengendalian DBD
No
Variabel
1
Perencanaan
2
3
Pengorganisa
sian
Pelaksanaan
Pencatatan
dan
pelaporan
Pengawasan
dan penilaian
Tolok ukur
Adanya perencanaan operasional yang jelas: jenis kegiatan,
target kegiatan, waktu kegiatan dan pendanaan kegiatan.
Adanya struktur organisasi program PJB serta pembagian
tugas dan tanggung jawab yang jelas.
Dilakukan minimal tiga bulan sekali oleh petugas
kesehatan.
Dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu sekali oleh
jumantik.
Ruang lingkup program PJB adalah di rumah dan tempat
umum.
Pelaksanaan minimal pada 30 KK per RW.
Pelaksanaan program PJB diikuti penyuluhan PSN.
Semua tempat yang berpotensi menjadi sarang nyamuk
diperiksa.
Penilaian kegiatan dicatat dan disusun dalam bentuk
laporan tertulis secara periodik dan dilaporkan per tahun.
Dilakukan oleh kepala puskesmas dalam bentuk pertemuan
di puskesmas.
Sumber: Peraturan Pemerintah Daerah No. 6 Tahun 2007 tentang Pengendalian DBD
Umpan
balik
Tolok ukur
Tingkat pengetahuan masyarakat tentang PJB yang didukung
adanya penyuluhan tentang PSN.
Pencatatan dan pelaporan tahun sebelumnya digunakan
sebagai masukan dalam evaluasi program PJB.
Pencatatan dan pelaporan untuk diteruskan ke kotamadya dan
propinsi.
Sumber: Peraturan Pemerintah Daerah No. 6 Tahun 2007 tentang Pengendalian DBD
III.2. LANGKAH EVALUASI
Pada kegiatan evaluasi program PJB, metode yang digunakan ialah analisis
sistem. Pendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisis organisasi yang
menggunakan sifat-sifat dasar sebagai pusat analisis. Cara penilaian dan evaluasi
dilakukan dengan pendekatan sistem sebagai berikut:
a.Menetapkan tolok ukur dari masukan, proses, keluaran, dampak, umpan balik dan
lingkungan berdasarkan nilai standar dari puskesmas.
b.Membandingkan keluaran dengan tolak ukur untuk mencari adanya kesenjangan yang
kemudian ditetapkan sebagai masalah.
28
melaksanakan jalan keluar. Makin besar biaya yang diperlukan, makin tidak
efisien jalan keluar tersebut. Nilai prioritas (P/Priority) dihitung untuk setiap
alternatif jalan keluar dengan membagi hasil perkalian nilai MxI xV dengan
C. Jalan keluar dengan nilai P tertinggi, adalah prioritas jalan keluar terpilih.
III.3. CARA EVALUASI
31
rangka
32
BAB IV
PENYAJIAN DATA
IV.1. DATA UMUM PUSKESMAS PANCORAN MAS
IV.1.1. Kondisi Geografis
Puskesmas Pancoran Mas merupakan puskesmas di Kota Depok yang
mempunyai tanggung jawab dua wilayah kelurahan, yaitu Kelurahan Depok dan
Kelurahan Pancoran Mas. Puskesmas Pancoran Mas merupakan dataran rendah
yang terletak di tengah wilayah Kota Depok. Luas wilayah kerja Puskesmas
Pancoran Mas 18,2 km2 dengan tingkat kepadatan penduduk 116.726/km2.
Batas-batas wilayah kerja Puskesmas Pancoran mas adalah sebagai berikut:
a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Beji
b. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cipayung
c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Bojong Gede
d. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sukmajaya
Golongan Umur
Tahun 2014
04
L
8.303
5 14
18.865
38.496
57.361
15 44
64.693
130.570
195.272
45 64
18.179
39.986
58.165
> 65
7.897
17.672
25.569
125.756
117.937
361.639
Jumlah
P
16.969
Total
25.272
Kelurahan
Tingkat Pendidikan
34
Tidak
Tamat
Tamat
Tamat
Tamat
Tamat
tamat
SD
SLTP
SMU
Diploma
AK/PT
Jumlah
Depok
SD
3.518
6.619
10.314
16.947
3.358
2.377
43.133
Pancoran
6.828
9.402
9.836
24.387
3.034
3.930
57.417
16.021
20.150 41.334
6.392
6.307
Sumber: Kecamatan Pancoran Mas tahun 2014
100.550
Mas
Jumlah
10.346
Kelurahan
Tingkat Pendidikan
Petani
Pedagang
Buruh
Wiraswasta
PNS/TNI
Pegawai
/POLRI
Swasta
Jasa
Lainnya
Jumlah
1.
Depok
29.621
2.064
24.900
1.556
2.427
5.480
1.795
67.843
2.
Pancoran
3.880
1.691
12.945
283
13.639
200
14.432
47.070
31.312
2.064
37.845
1.839
16.066
5.680
16.227
114.913
Mas
Jumlah
3.880
35
Tabel 8. Jumlah penduduk menurut jumlah KK, jumlah RT dan RW di wilayah kerja
Puskesmas Pancoran Mas Tahun 2014
No
Kelurahan
Tingkat Pendidikan
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Penduduk
KK
RT
RW
1.
Depok
49.268
13.692
116
23
2.
Pancoran
69.626
18.574
132
21
118.894
32.266
248
44
Mas
Jumlah
Jumlah
Kematian neonatal
b. Asfiksia berat
c.
BBLR
d. Infeksi lain
36
Yang ada
Dokter Umum
Dokter Gigi
18
Perawat
10
Perawat Gigi
Apoteker
Asisten Apoteker
Analis
Tenaga Gizi
Sanitarian
TU/Bendahara/Umum
Petugas Pendaftaran
Perkaya
Administrasi
Pertugas Kebersihan
Penjaga Puskesmas
Kasir
Supir
Juru Masak
37
Tabel 11. Sarana pelayanan kesehatan swasta di wilayah kerja Puskesmas Pancoran Mas
Jenis Sarana
Rumah Sakit
Jumlah
5
BP/Klinik
Rumah Bersalin
dr. Gigi
Klinik Fisioterapi
Bidan
Apotik
Optik
Laboraturium
Radiologi
Pengobatan Tradisional
Akupuntur
Toko Obat
38
Bendahara JKN
UNIT YANKES
KESGA
P2P
BPU: dr. D.
Ningsih
Kesling:
Ecih S.
LANSIA: dr.
Laura Lubis
Imunisasi:
Meiliana,
Am.Keb
Bendahara
Bendahara Barang
Desi Purvawidiati
Rohaedi Jayaatmaja
UNIT
PENUNJANG
RB/PONED
PJ : dr. Dian N.
Bidan: Engkas
A, Am. Keb
Farmasi: Etik
Yuliana, Apt
Lab: Aan M,
AMAK
Survailan: dr.
Kathia Utami
UNIT KHUSUS
PJ: Rini S, S. Kep
Mata: Rufina
Primestari, AMK
Kesor: Nuriana
Harianja, SKM
Batra: Rini, S. Kep
TBC: Nuriana
Harianja, SKM
Kusta: Rufina
Primestari,
AMK
Dr. Zakiah
PUSTU
RANGKAPAN JAYA
39
Kelurahan Depok
42 Kader
46 Kader
Morbiditas
15
37
Mortalitas
0
1
Tabel 13. Persentase rumah/bangunan bebas jentik nyamuk Aedes aegypti di wilayah kerja
Puskesmas Pancoran Mas tahun 2014
No
1
2
Kelurahan
Jumlah rumah/bangunan
Jumlah rumah/bangunan
Pancoran Mas
Depok
Jumlah
yang diperiksa
13.956
12.120
26.076
Sumber: Laporan tahunan bagian sanitasi dan kesling Puskesmas Pancoran Mas tahun 2014
40
Target
Kelurahan
Pencapaian
Kelurahan
Pencapaian
95%
95%
Pancoran Mas
RW 01
RW 02
96,71%
93,88%
Depok
RW 01
RW 02
1
2
95,83%
99,89%
95%
RW 03
97,3%
RW 03
94,91%
95%
RW 04
89,8%
RW 04
98,8%
95%
RW 05
97,18%
RW 05
98,33%
95%
RW 06
100%
RW 06
93,66%
95%
RW 07
93,03%
RW 07
96,28%
95%
RW 08
95,97%
RW 08
95,67%
95%
RW 09
99,56%
RW 09
97,91%
10
95%
RW 10
96,57%
RW 10
98,75%
11
95%
RW 11
97,21%
RW 11
98,75%
12
95%
RW 12
94,44%
RW 12
96,14%
13
95%
RW 13
94,06%
RW 13
96,7%
14
95%
RW 14
95,28%
RW 14
91,95%
15
95%
RW 15
95,43%
RW 15
99,23%
16
95%
RW 16
95,93%
RW 16
98%
17
95%
RW 17
99,79%
RW 17
96,18%
18
95%
RW 18
98,12%
RW 18
92,71%
19
95%
RW 19
91,63%
RW 19
92,67%
20
95%
RW 20
95,5%
RW 20
92,87%
21
95%
RW 21
95,34%
RW 21
98,33%
22
95%
RW 22
99,16%
23
95%
RW 23
100%
Jumlah
95,84%
96,64%
Sumber: Laporan tahunan bagian sanitasi dan kesling Puskesmas Pancoran Mas tahun 2014
Tabel 15. Persentase rumah/bangunan bebas jentik nyamuk Aedes aegypti di RW wilayah
kerja Puskesmas Pancoran Mas dengan ABJ <95% tahun 2014
41
No
Wilayah
Pancoran Mas
1 RW 02
Jumlah rumah/bangunan
Jumlah rumah/bangunan
yang diperiksa
1.080
1.014
RW 04
1.040
934
RW 07
1.120
1.042
RW 12
1.080
1.020
RW 13
1.280
1.204
6 RW 19
Depok
1 RW 03
1.040
953
1.120
1.063
RW 06
1.120
1.049
RW 14
1.280
1.177
RW 18
920
853
RW 19
1.160
1.075
RW 20
1.080
1.003
Sumber: Laporan tahunan bagian sanitasi dan kesling Puskesmas Pancoran Mas tahun 2014
BAB V
EVALUASI DAN PEMBAHASAN
42
Tolok ukur
95%
Pencapaian
18.742 x100%
19.452
= 96,24%
Masalah
(-)
95%
RW 02
93,88%
(+)
RW 04
89,8%
(+)
RW 07
93,03%
(+)
RW 12
94,44%
(+)
RW 13
94,06%
(+)
RW 19
91,63%
(+)
RW 03
94,91%
(+)
RW 06
93,66%
(+)
RW 14
91,95%
(+)
RW 18
92,71%
(+)
RW 19
92,67%
(+)
RW 20
92,87%
(+)
Kelurahan Depok:
95%
43
2.
ditindaklanjuti dengan
ada di wilayah
kasus
penyelidikan
kerja puskesmas
ditindaklanjuti
epidemiologi (PE)
termasuk kasus
dengan PE.
(-)
yang ditemukan di
3.
rumah sakit.
Pencatatan dan
Dilakukan
pelaporan tahun
evaluasi program.
(-)
sebelumnya
digunakan sebagai
masukan dalam
upaya perbaikan
program
4.
selanjutnya.
Morbiditas:
Mengalami
mortalitas DBD
banyaknya jumlah
penurunan dari
penderita DBD.
tahun ke tahun
(+)
Mortalitas:
banyaknya jumlah
penderita yang
meninggal akibat
DBD.
Sumber: Peraturan Pemerintah Daerah No. 6 Tahun 2007 tentang Pengendalian DBD
matrix technique). Penetapan prioritas masalah di atas dilakukan dengan teknik skoring
sederhana, penilaian antara 1 (tidak penting) sampai dengan dengan 5 (sangat penting).
Tabel 17. Pemilihan prioritas masalah
No
Daftar masalah
cakupan ABJ di
I
S RI DU SB
PB
PC
Jumlah
(I x T x
R)
306
270
RW 2, 4, 7, 12,
13, 19 Kelurahan
Pancoran
Mas
dan RW 3, 6, 14,
18,
19,
20
Kelurahan Depok
belum
2
mencapai
target
angka morbiditas
dan
mortalitas
DBD
meningkat
dari
tahun
sebelumnya
Keterangan :
P: Prevalence
S: Severity
T: Technical feasiability
R: Resources availability
dan dapat menjadi sumber penularan DBD sehingga angka kejadian kasus DBD
masih ditemukan dan berpotensi menjadi KLB.
b. Berdasarkan akibat yang ditimbulkan dari masalah/S (severity)
Cakupan ABJ dan angka morbiditas mortalitas DBD diberikan nilai 5
karena cakupan ABJ yang rendah menandakan wilayah tersebut masih menjadi
endemis DBD dan bila angka morbiditas mortalitas masih tinggi dapat
menurunkan derajat kesehatan masyarakat.
c. Berdasarkan kenaikan besarnya masalah/RI (Rate of Increase)
Cakupan ABJ diberikan nilai 5 karena cakupan ABJ yang belum mencapai
target menandakan program PJB belum berjalan optimal. Angka morbiditas
mortalitas DBD diberikan nilai 4 karena dapat menjadi bukti bahwa kasus DBD
masih menjadi masalah yang perlu ditindaklanjuti.
d. Berdasarkan derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi/DU (Degree of
Unmeet Need)
Cakupan ABJ diberikan nilai 4 karena secara keseluruhan program PJB
telah berjalan baik, hanya belum merata di seluruh wilayah. Angka morbiditas
mortalitas DBD diberikan nilai 3 karena kesadaran masyarakat dalam membantu
memberantas DBD (pelaksanaan PSN) masih kurang.
e. Berdasarkan keuntungan sosial karena selesainya masalah/SB (sosial benefit)
Cakupan ABJ dan angka morbiditas mortalitas DBD diberikan nilai 5
karena jika cakupan ABJ merata di seluruh wilayah, menandakan bahwa tidak
adanya lagi wilayah yang menjadi endemis DBD, program PJB juga sudah
berjalan baik serta dapat mengeliminasi kasus DBD.
f. Berdasarkan rasa kepedulian masyarakat terhadap masalah/PB (public concern)
Cakupan ABJ diberikan nilai 5 karena jika cakupan ABJ masih di bawah
target akan sangat disayangkan sekali padahal program PJB telah berjalan dan
keaktifan kader menandakan bentuk partisipasi dalam upaya pemberantasan kasus
DBD. Angka morbiditas mortalitas DBD diberikan nilai 3 karena masih banyak
masyarakat yang belum peduli tentang pelaksanaan PSN.
g. Berdasarkan suasana politik /PC (political climate)
Cakupan ABJ dan angka morbiditas mortalitas DBD diberikan nilai 5 karena
perhatian pemerintah cukup besar untuk mengatasi permasalahan ini.
2. Berdasarkan technical feasibility (T)/kriteria kelayakan teknologi
Cakupan ABJ dan angka morbiditas mortalitas DBD diberikan nilai 3 karena
46
perlu direncanakan dengan baik agar pembagian tugas jelas sehingga masingmasing koordinator dapat bekerja sesuai tugasnya masing-masing dan tercipta
kerjasama yang baik. Pengawasan juga merupakan hal penting karena apabila
tidak terlaksana dengan baik, dapat menyebabkan tidak adanya laporan tertulis,
penyimpanan laporan yang tidak tersistematisasi dengan baik dan pelaporan
yang terlambat atau tidak lengkap di puskesmas. Hal-hal di atas pada akhirnya
mengakibatkan target pencapaian program yang telah ditentukan tidak tercapai.
Komponen lingkungan juga berperan dalam keberhasilan program.
Komponen ini meliputi tingkat pendidikan masyarakat dan tingkat sosial
ekonomi. Komponen umpan balik terdiri dari masukan hasil pelaporan yang
diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menyusun rencana
program selanjutnya sehingga diharapkan adanya perbaikan.
V.4.3. Konfirmasi Penyebab Masalah
Tabel 18. Konfirmasi penyebab masalah program PJB pada komponen masukan
No
1
Variabel
Tenaga
Tolok ukur
Pencapaian
satu
Penyebab
orang
masalah
(-)
PKK
dalam
setiap
dan
RW,
jumlah RW.
adalah
orang
yang Kader
Dana
sudah
mendapatkan
pelatihan
PJB sebelumnya.
Tersedianya dana yang sesuai Dana tidak selalu tersedia
untuk
pelaksanaan
(-)
program sesuai
(+)
jadwal
pelaksanaan PJB.
Dana
pemerintah.
kader
yang
karena
tersedia
(+)
program
setiap bulannya.
3.
4.
Data
Sarana
(-)
kerja puskesmas.
3. Medis: bubuk abate tiap kali Tersedia bubuk abate tiap
(-)
wilayah
yang
leaflet
siklus
hanya
penyampaian
mengenai langsung
hidup
saja
nyamuk (konseling),
Aedes aegypti.
(+)
tidak
b. lampu
senter
pelaksanaan
untuk Lampu
Metode
kadang
(+)
PJB.
5.
senter
Penggunaan
formulir Digunakan
formulir
(-)
pelaksanaan
program PJB.
Sumber: Peraturan Pemerintah Daerah No. 6 Tahun 2007 tentang Pengendalian DBD
Tabel 19. Konfirmasi penyebab masalah program PJB pada komponen proses
No
1
Variabel
Tolok ukur
Pencapaian
Perencana
Adanya
an
perencanaan Rencana
target
operasional
Penyebab
masalah
(-)
pelaksanaan lapangan.
Pengorgan
Adanya
struktur
organisasi Terdapat
isasian
perantara
struktur
pembagian
(-)
tugas
yang jelas.
Pelaksana
an
(-)
minggu
sekali
jumantik.
(-)
rumah
dan
tempat di
umum.
rumah
warga
(-)
dan
tempat umum.
(-)
Pelaksanaan
program
(+)
dengan
sarang
diperiksa.
semua
tempat
(+)
mandi,
dispenser,
dalam
bentuk
pelaporan
tertulis
secara
(-)
Pengawas
Dilakukan
kepala Adanya
pertemuan
(-)
51
an
dan puskesmas
penilaian
dalam
bentuk kepala
pertemuan di puskesmas.
puskesmas
dengan
penanggungjawab
program PJB.
Sumber: Peraturan Pemerintah Daerah No. 6 Tahun 2007 tentang Pengendalian DBD
Tabel 20. Konfirmasi penyebab masalah program PJB pada komponen lingkungan dan
umpan balik
No
1
Variabel
Tolok ukur
Lingkunga Tingkat
n
Pencapaian
pengetahuan Masyarakat
2.
mengerti
masalah
(+)
dilakukannya
Umpan
tentang PSN.
Pencatatan dan
balik
Penyebab
masukan
program
(-)
PJB
dalam selanjutnya.
Pelaporan
diteruskan
(-)
dan propinsi.
Sumber: Peraturan Pemerintah Daerah No. 6 Tahun 2007 tentang Pengendalian DBD
52
2. Komponen Proses
a. Program PJB tidak selalu diikuti dengan penyuluhan tentang PSN.
b. Tidak semua tempat diperiksa kader (kulkas, bak mandi, dispenser, tempat
minum burung, kaleng bekas).
3. Komponen Lingkungan
a. Masyarakat mengerti manfaat dilakukannya PSN namun tidak mau
melakukannya.
V.5. PENETAPAN PRIORITAS PENYEBAB MASALAH
Berdasarkan penyajian data di atas, ditemukan beberapa penyebab dari masalah
yang terjadi. Namun penyebab masalah tersebut tidak dapat diselesaikan semua secara
langsung karena mungkin ada masalah yang saling berkaitan dan karena adanya
keterbatasan kemampuan dalam menyelesaikan semua masalah. Oleh karena itu harus
ditentukan prioritas penyebab masalah dengan menggunakan teknik kriteria matriks
sebgaai berikut:
Tabel 21. Prioritas penyebab masalah
No
Masalah
Penentu Prioritas
Penyebab
C
T
R
4
3
4
Total
CxTxR
48
yang
tersedia
juga
langsung
dan
alat
64
64
60
saja
tidak
bantu
penyuluhan.
Lampu senter
kadang
habis
baterai
senter
yang
atau
pelaksanaan PJB.
Program PJB tidak selalu diikuti
53
(kulkas,
bak
60
75
mandi,
kaleng bekas).
Masyarakat mengerti
dilakukannya PJB
manfaat
dan PSN
54
3. Resources/R
Diberikan nilai 4 pada butir 1, 2, 3, 4 dan 5 karena dirasakan pemanfaatan
sumber daya berupa tenaga, material dan dana mempengaruhi tercapainya cakupan
yang optimal dan akan memberikan pengaruh yang besar.
Diberikan nilai 5 pada butir 6 karena peran kader sangat dibutuhkan dalam
kegiatan PJB ini untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menjalankan
PSN sehingga sangat dibutuhkan sumber daya tenaga.
Berdasarkan tabel di atas maka prioritas penyebab masalah adalah masyarakat
mengerti manfaat dilakukannya PJB dan PSN namun tidak mau melakukannya.
V.6. PENETAPAN ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
Berdasarkan penetapan prioritas penyebab masalah, didapatkan alternatif
pemecahan masalah dan penjabaran programnya yang diharapkan dapat mengatasi
penyebab masalah di atas adalah:
1. Penyuluhan mengenai PSN
Tujuan: meningkatkan cakupan ABJ pada program PJB dengan meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk melaksanakan PSN
Sasaran: seluruh kepala keluarga di wilayah kerja Puskesmas Pancoran Mas
Bentuk kegiatan: penyuluhan tentang penyakit DBD dan kegiatan PSN
Waktu dan tempat: tiga kali dalam setahun, bertempat di aula Kelurahan Pancoran
Mas dan Kelurahan Depok
Pelaksana: koordinator program PJB Puskesmas Pancoran Mas
Alat dan bahan: ruang pertemuan, laptop, proyektor LCD, leaflet
Dana: APBD
Alokasi dana:
Jasa tenaga pengajar
Foto kopi leaflet
Konsumsi
Notebook & proyektor
Biaya tak terduga
Total dana
1 x Rp 100.000
30.000 x Rp 400
30.000 x Rp 2.000
milik puskesmas
=Rp 100.000
=Rp 12.000.000
=Rp 60.000.000
=Rp
100.000
=Rp 72.200.000
Waktu dan tempat: dua kali dalam setahun, bertempat di aula Puskesmas Pancoran
Mas
Pelaksana: koordinator program PJB Puskesmas Pancoran Mas
Alat dan bahan: ruang pertemuan, laptop, proyektor LCD, handout, leaflet
Dana: APBD
Alokasi dana :
Jasa tenaga pengajar
Fotokopi handout
Foto kopi leaflet
Konsumsi
Notebook & proyektor
Biaya tak terduga
Total dana
1 x Rp 100.000
88 x Rp 5.000
88 x Rp 500
88 x Rp 5.000
milik puskesmas
=Rp 100.000
=Rp 440.000
=Rp 44.000
=Rp 440.000
=Rp 100.000
=Rp 1.124.000
Alternatif Pemecahan
M
Masalah
Efektifitas
I
V
Efisiensi
(C)
Jumlah (P)
MxIxV
1.
C
16
2.
pada masyarakat
Penyuluhan
41,6
mengenai 5
56
Diberikan nilai 3 pada butir 1 karena pentingnya jalan keluar dikaitkan dengan
kelanggengan masalah. Pada masyarakat yang kesadarannya kurang mengenai
kegiatan PSN akan menghambat kelanggengan kegiatan PJB.
Diberikan nilai 5 pada butir 2 karena makin langgeng suatu masalah, maka
makin cepat prioritas jalan keluar. Pengaktifan kader dapat membantu meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk melakukan kegiatan PSN.
3. Vulnerability/V
Diberikan nilai 4 pada butir 1 dan 2 karena waktu yang dibutuhkan
kemungkinan sama, namun tetap diperlukan kesadaran masyarakat demi berjalannya
program PJB ini.
4. Cost/C
Diberikan nilai 5 pada butir 1 dan nilai 3 pada butir 2 karena perkiraan dana
yang dibutuhkan untuk penyuluhan kader lebih sedikit daripada penyuluhan langsung
ke masyarakat.
Berdasarkan tabel di atas maka prioritas pemecahan masalah adalah penyuluhan
mengenai program PJB pada kader agar lebih aktif, rutin dan teliti pelaksanaan program
PJB di wilayahnya. Diharapkan dengan keberadaan kader, dapat membantu mencegah
penularan kasus DBD di masyarakat dan memberikan pelayanan serta penyuluhan
langsung ke masyarakat.
57
BAB VI
PENUTUP
VI.1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil evaluasi program PJB Puskesmas Pancoran Mas periode JanuariDesember tahun 2014 didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1.
Secara
keseluruhan,
cakupan
ABJ
3.
58
VI.2. SARAN
Berdasarkan evaluasi program dan kesimpulan di atas, saran yang dapat diberikan
untuk meningkatkan pencapaian program PJB Puskesmas Pancoran Mas antara lain:
1. Pemerintah diharapkan selalu menyediakan dana untuk program PJB sesuai jadwal
agar kegiatan ini tidak terkendala masalah biaya.
2. Puskesmas diharapkan menyediakan sarana penyuluhan (leaflet, poster, brosur) dan
sarana pemeriksaan (lampu senter+baterai) untuk program PJB agar kegiatan ini dapat
berjalan optimal.
3. Kader diharapkan melaksanakan program PJB secara rutin dan teliti, memeriksa
semua tempat yang mungkin menjadi tempat perkembangbiakan vektor DBD seperti
(kulkas, bak mandi, dispenser, tempat minum burung, kaleng bekas).
4. Puskesmas beserta kader diharapkan mengadakan penyuluhan di masyarakat
mengenai DBD, PJB dan PSN secara berkala untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat.
59
DAFTAR PUSTAKA
1. Anwar Azrul dkk. 2008. Evaluasi Program Kedokteran / Kesehatan Berdasarkan
pendekatan Sistem. Departement Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2. Depkes RI. Kesehatan dan Indonesia Sehat 2010. http://www.depkes.go.id [diunduh
pada Januari 2015]
3. Dini AMV, Fitriany RN, Wulandari RA. Faktor iklim dan angka insiden DBD di
Kabupaten Serang. Depok: Universitas Indonesia; 2010.
4. Hadi UK, Soviana Susi, Gunandini DD. Aktivitas nokturnal vektor demam berdarah
dengue di Indonesia. Bogor: IPB; 2012.
5. Kemenkes RI. Tabulasi kasus DBD di Indonesia. Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2011.
6. Profil Kesehatan Kota Depok. http://dinkes.depok.go.id/wp-content/uploads/narasiprofil-2013-anyar1.pdf [diunduh pada Januari 2015]
7. Sayono, Syafruddin Din, Sumanto Didik. Distribusi resistensi nyamuk Aedes aegypti
terhadap insektisida sipermetrin di Semarang. Semarang: Unimus 2012.
8. Shepherd
SM.
Dengue
fever
[serial
online]
2007.
Tropis:
Epidemiologi,
penularan,
pencegahan
&
14. World Health Organisation. Dengue hemorrhagic fever [serial online] 2009.
http://www.who.int. [diunduh pada Januari 2015]
15. Yulianti NS. Pengaruh keaktifan jumantik terhadap ABJ dan kejadian DBD (studi
pada pelaksanaan gerakan jumat berseri + PSN 60 menit di Kota Mojokerto).
Surabaya: Universitas Airlangga; 2007.
16. Profil Puskesmas Pancoran Mas Tahun 2014.
61
LAMPIRAN
62
V. Bentuk Kegiatan
Penyuluhan dan diskusi tentang penyakit DBD, pgoram PJB dan kegiatan PSN
Puskesmas Pancoran Mas.
VI. Waktu dan Tempat
Awal periode baru pelayanan puskesmas, dua kali dalam setahun. Bertempat di aula
Puskesmas Pancoran Mas.
VII. Alat dan Bahan
Ruang pertemuan, laptop, proyektor LCD, handout, leaflet.
VIII. Materi
Diadakan pertemuan setiap enam bulan di Puskesmas Pancoran Mas yang
melibatkan koordinator program PJB Puskesmas Pancoran Mas. Penyampaian materi
dilakukan dalam bentuk presentasi singkat mengenai penyakit DBD, program PJB dan
kegiatan PSN. Presentasi menggunakan LCD proyektor, poster dan leaflet yang
dibagikan kepada peserta.
Saat penyampaian materi, peserta diperbolehkan untuk bertanya atau dapat juga
dilakukan setelah selesai pemberian materi. Diharapkan peserta turut berperan aktif
dalam diskusi sehingga diketahui tingkat pemahaman peserta. Selain diskusi juga
dilakukan simulasi mengenai pemeriksaan PJB dan PSN.
Selain penyampaian materi dan tanya jawab, diberikan himbauan agar para
peserta dapat melakukan pencatatan dan pelaporan kasus DBD yang ditangani. Data
tersebut kemudian dilaporkan ke puskesmas untuk evaluasi program selanjutnya.
IX. Anggaran Dana
Perencanaan anggaran dana dihitung setiap kali kegiatan dilakukan yaitu :
Jasa tenaga pengajar
1 x Rp 100.000
=Rp 100.000
Fotokopi handout
88 x Rp 5.000
=Rp 440.000
Foto kopi leaflet
88 x Rp 500
=Rp 44.000
Konsumsi
88 x Rp 5.000
=Rp 440.000
Notebook & proyektor milik puskesmas
Biaya tak terduga
=Rp 100.000
Total dana
=Rp 1.124.000
65