Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
ABSES PERITONSIL
Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti
Ujian Akhir Stase Telinga Hidung Tenggorokan dan Kepala Leher
RSUD Tidar Magelang
Diajukan Kepada :
dr. M. Chrisma P, Msi.Med., Sp.THT-KL
Disusun Oleh :
Ginesha Hafidzy Garishah
REFLEKSI KASUS
I. PENGALAMAN
Pasien laki-laki usia 59 tahun datang dengan keluhan nyeri tenggorokan dan
susah menelan, keluhan dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan dirasakan secara tiba-tiba /mendadak pada saat pasien sedang
bekerja dan nyeri dirasakan terus menerus. Pasien juga mengeluh suara
bergumam(+), sukar membuka mulut (+), mulut bau(+), demam (+), leher
sebelah kiri dirasakan membengkak (+), air liur banyak (+). Sebelum nyeri
tenggorokan dan susah menelan tidak didahului dengan tersedak makanan/
minuman. Keluhan dirasakan pertama kali, batuk pilek disangkal pasien,
riwayat konsumsi obat rutin(-), riwayat hipertensi (-), DM (-). Pasien di
diagnosa dengan abses peritonsil.
II. MASALAH YANG DIKAJI
Bagaimana gejala klinis dan penatalaksanaan pada abses peritonsil?
III.
ANALISIS MASALAH
Abses Peritonsil (Quinsy) merupakan salah satu dari abses
leher dalam. Pengertian dari abses leher dalam adalah
terkumpulnya nanah (pus) yang terbentuk di ruang potensial
diantara fasia leher dalam sebagai akibat dari penjalaran
infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok,
sinus paranasal, telinga tengah dan leher.
Abses
peritonsil
merupakan
terkumpulnya
material
dari
kelenjar
mucus
weber
di
kutub
atas
tonsil.
Kuman
aerob
(Group
tersering
adalah
Beta-hemolitik
Streptococcus
streptococcus),
anaerob
yang
berperan
Porphyromonas,
adalah
Fusobacterium,
Fusobacterium,
dan
Peptostreptococcus spp.
Pada stadium permulaan (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak
juga permukaan yang hiperemis. Bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunak
dan berwarna kekuning-kuningan. Tonsil terdorong ke tengah, depan, dan bawah,
uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral. Bila proses terus berlanjut,
peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada m.pterigoid
interna, sehingga timbul trismus. Abses dapat pecah spontan, sehingga dapat
terjadi aspirasi ke paru. Selain itu, abses peritonsiler terbukti dapat timbul de novo
tanpa ada riwayat tonsillitis kronis atau berulang sebelumnya.
Abses peritonsil yang timbul sebagai kelanjutan tonsilitis akut biasanya
timbul pada hari ke 3 dan ke 4 dari tonsillitis akut. Sumber infeksi berasal dari
salah satu kripta yang mengalami peradangan, biasanya kripta fossa supratonsil,
dimana ukurannya besar, merupakan kavitas seperti celah dengan tepi tidak
teratur, dan berhubungan erat dengan bagian posterior dan bagian luar tonsil.
Muara dari kripta yang mengalami infeksi tersebut tertutup sehingga abses yang
terbentuk di dalam saluran kripta akan pecah melalui kapsul tonsil dan berkumpul
pada tonsil bed. Pus yang berkumpul pada fosa supratonsil tersebut akan
menimbulkan penonjolan, pembengkakan dan edema dari palatum molle sehingga
tonsil akan terdorong kearah medial bawah. Walaupun sangat jarang abses
peritonsil dapat terbentuk di inferior.
Abses peritonsiler juga bisa sebagai kelanjutan dari infeksi yang
bersumber dari kelenjar mukus weber. Kelenjar ini berhubungan dengan
permukaan atas tonsil lewat duktus dan kelenjar ini membersihkan area tonsil dari
debris dan sisa makanan yang terperangkap di kripta tonsil. Inflamasi pada
lingua
dan
epiglotis
udem
perifokalis),
trismus
Tonsilitis Kronis
Eksaserbasi akut
Tonsilitis Kronis
Membesar/mengecil
tidak hiperemis
Kripte melebar
Detritus (+)
Perlengketan (+)
Bila mengganggu lakukan
tonsilektomi
Kripte melebar
Detritus (+)
Perlengketan (+)
Sembuhkan radangnya,
lakukan 2 6 minggu
setelah peradangan tenang
(Sumber: Derake A, Carr MM. Tonsillectomy. Dalam : Godsmith AJ, Talavera F,
Allen Ed.eMedicine.com.inc.2002:1 10)
Standar pemeriksaan klinis untuk tonsil telah dibuat oleh banyak pusat
penelitian dan kesehatan. Biasanya, meskipun tidak selalu, hipertrofi obstruktif
terjadi pada tonsil dan adenoid, dimana keadaan ini harus segera ditangani.
Permasalahan yang timbul adalah apabila obstruksi adenoid telah tampak, namun
pembesaran tonsil masih +1 atau +2. Pada kasus ini, keputusan klinik yang tepat
harus dibuat. Kecuali bila hipertrofi tonsil tampak signifikan, maka operasi tonsil
in situ dapat dilakukan.
Standar klasifikasi derajat pembesaran tonsil dibuat berdasarkan rasio
tonsil terhadap orofaring (dari sisi medial ke lateral) di antara pillar anterior.
-
PATOFISIOLOGI PENYAKIT
Abses Peritonsil
Penatalaksanaan
Penanganan
abses
peritonsiler
meliputi
hidrasi,
penanganan
yang
efektif
pada
75
abses
maka
indikasinya
adalah
tonsilektomi
dengan
segera.
Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika dosis tinggi,
dan obat simtomatik. Juga perlu kumur-kumur dengan cairan
hangat dan compres dingin pada leher. Pemilihan antibiotik yang
tepat tergantung dari hasil kultur mikroorganisme pada aspirasi
jarum.
Penisilin
peritonsilar
dan
merupakan
efektif
drug
pada
of
98%
chioce
pada
abses
kasus
jika
yang
mungkin setelah drainase abses. A tiede, yaitu tonsilektomi dilakukan 3-4 hari
setelah drainase abses. A froid (interval tonsilektomi), yaitu tonsilektomi
dilakukan 4-6 minggu sesudah drainase abses.
Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu 2-3
minggu sesudah drainase abses. Abses peritonsil mempunyai kecenderungan besar
untuk kambuh. Sampai saat ini belum ada kesepakatan kapan tonsilektomi
dilakukan pada abses peritonsil. Sebagian penulis menganjurkan tonsilektomi 68
minggu kemudian karena mengingat kemungkinan terjadi perdarahan atau sepsis,
sedangkan sebagian lagi menganjurkan tonsilektomi sesegera mungkin. Indikasiindikasi untuk tonsilektomi segera pada abses peritonsil, jika terdapat obstruksi
jalan napas atas, sepsis dengan adenitis servikalis atau abses ke leher bagian
dalam, riwayat abses peritonsiler sebelumnya, dan riwayat faringitis eksudatifa
berulang.
Tabel 1. Indikasi tonsilektomi segera pada abses tonsilaris2
Obstruksi jalan nafas atas
Sepsis dengan adenitis servikalis atau abses leher bagian dalam
Riwayat abses peritonsil sebelumnya
Riwayat faringitis eksudatif yang berulang
Fasano JC juga menjelaskan beberapa indikasi tonsilektomi segera pada abses
peritonsil yaitu:4
Abses peritonsil yang tidak dapat diinsisi dan drainase karena trismus atau
berbagai antibiotika
Penderita dengan usia >50 tahun dengan tonsil yang melekat karena abses
sangan mudah meluas ke leher dalam
Beberapa jenis operasi tonsilektomi yang dapat dilakukan antara lain:1
Buat sayatan U terbalik pada tonsil sebelah kanan, lakukan diseksi, tampak
jaringan yang rapuh dari pole atas sampai bawah
(throat pain), demam, dan trismus dibandingkan dengan kelompok yang hanya
diberi antibiotik parenteral. parenteral.
Komplikasi
Komplikasi abses peritonsil dapat berupa edema laring
akibat tertutupnya rima glotis atau edema glotis akibat proses
perluasan radang ke bawah. Keadaan ini membahayakan karena
bisa menyebabkan obstruksi jalan napas. Abses yang pecah
secara spontan terutama waktu tidur dapat mengakibatkan
aspirasi pneumonia dan piemia. Abses yang ruptur spontan
biasanya pecah dari pilar anterior. Penjalaran infeksi dan abses
ke daerah parafaring, sehingga dapat terjadi abses parafaring.
Kemudian dapat terjadi penjalaran ke mediastinum menimbulkan
mediastinitis. Bila terjadi penjalaran ke daerah intrakranial, dapat
mengakibatkan trombus sinus kavernosus, meningitis, dan abses
otak.
Sekuele
poststreptokokus
(glomerulonefritis,
demam
A.
Kematian,
walaupun
jarang
dapat
terjadi
akibat
2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tonsilitis akut dengan
asimetri
faring
sampai
dehidrasi
dan
sepsis.
Didapatkan
pernafasan.
3 Pemeriksaan Laboratorium
Yang merupakan gold standar untuk mendiagnosa
abses peritonsiler adalah dengan mengumpulkan pus dari abses
menggunakan aspirasi jarum. Pus kemudian dikultur dan dengan
kultur
ini
peritonsiler
dapat
serta
ditentukan
organisme
antibiotika
penatalaksanaannya.
4 Pemeriksaan Penunjang Lainnya
yang
penyebab
abses
tepat
untuk
kontras
intravena.
Ditemukan
gambaran
pada
perifer.
Gambaran
lainnya
termasuk
IV.KESIMPULAN
Pada pasien ini dilakukan tonsilektomi sudah sesuai indikasi absolut
menurut The American Academy of Otolaryngology, Head and Neck Surgery yaitu
: Ny. M T
: 59 tahun
: Buruh
: Islam
: Mertoyudan.
2. Anamnesis
a) Keluhan Utama
Nyeri tenggorokan dan Susah menelan
b) Riwayat Penyakit Sekarang
datang dengan keluhan nyeri tenggorokan dan susah menelan, keluhan
dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan dirasakan
secara tiba-tiba /mendadak pada saat pasien sedang bekerja dan nyeri
dirasakan terus menerus. Pasien juga mengeluh suara bergumam(+),
sukar membuka mulut (+), mulut bau(+), demam (+), leher sebelah kiri
dirasakan membengkak (+), air liur banyak (+). Sebelum nyeri
tenggorokan dan susah menelan tidak didahului dengan tersedak
makanan/ minuman. Keluhan dirasakan pertama kali, riwayat tersedak
(-), batuk pilek disangkal pasien,
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat asma
: disangkal
Riwayat jantung
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
Riwayat DM
: disangkal
Riwayat TBC
: disangkal
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat asma
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
Riwayat DM
: disangkal
Riwayat TBC
: disangkal
3. Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum
: Sakit sedang
Kesadaran
: CM
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Frekuensi Nadi: 78 x/ menit
Frekuensi Nafas
: 23 x/menit
Suhu tubuh : 36,7 oC
Telinga
Dextra
Sinistra
Auricula
Normotia
Normotia
Planummastoidiu
Nyeri tekan - ,
Nyeri tekan -,
m
Glandula limfatika
Canalis
audiotorius
extrena
Membran timpani
Deformitas
Kavum nasi
Konka inferior
Darah
Septum nasi
intak
Hidung
Lapang
Edem -
intak
Lapang
Edem -
Ditengah
Tenggorokan
T3
Ditengah
pharing
Tenang
Tonsil
Uvula
Dinding
posterior
4. Pemeriksaan Penunjang
Umum
o Istirahat yang cukup
o Jaga kebersihan mulut
o Minum obat dengan teratur
Khusus
o Insisi dan drainasi abses peritonsil
o Ketorolac inj. 3x30 mg
o Cefixime Inj. 2x100 mgr
o Dexametason Inj. 2x1 amp
T3
VI.
Qou ad Vitam
Quo ad Sanationam
: Bonam
: Bonam
REFERENSI
Andrianto P. Penyakit telinga hidung dan tenggorokan, Edisi V Jakarta:
EGC;1993. Hal: 308-309.
Efendi H. Penyakit-penyakit nasofaring dan orofaring. Dalam: Boies, buku ajar
penyakit THT Edisi VI. Jakarta: EGC; 1997. Hal: 333-354.
Fachruddin, Darnila. Abses leher dalam. Dalam: Buku ajar ilmu kesehatan,
telinga-hidung-tenggorokan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006. Hal: 185196.
Hatmansjah. Tonsilektomi. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran Vol. 89. Jakarta:
FKUI; 1993. Hal : 19-21
Iskandar H.N, Mangunkusumo E.H, Roezin A.H. Penyakit telinga, hidung,
tenggorok, kepala, dan leher. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994. Hal: 350-352.
Soepardi E.A, Iskandar H.N. Abses peritonsiler. Dalam: Buku ajar ilmu
kesehatan telinga, hidung dan tenggorokan. Jakarta: FKUl; 2000. Hal: 185189.