Anda di halaman 1dari 5

ALIRAN - ALIRAN DALAM FILSAFAT

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap paham yang lahir adalah merupakan reson, kritik, reaksi terhadap paham
sebelumnya. Lahirnya filosof yunani kuno di sebabkan karna tidak adanya penghargaan terhadap
akal pada masa itu, begitu juga lahirnya filsafat abad pertengahan karna pemikiran yag terlalu
bebas dan seharusnya mengikuti ajaran agama.
Di lanjutkan filsafat medern yang melahirnkan sebuah kebebasan berfikir sehingga
lahirnya beberapa aliran yang memisahkan negara dan agama sehingga agama hanya di anggap
sebuah bungkus untuk melengkapi sebuah kawajiban saja. Tanpa harus menjalankannya
semaksimal mungkin.
Aliran filsafat yang beragam berasal dari beberapa fundamental atau ide-ide dasar
babbarapa aliran filsafat, seperti : Rasionalisme, Empirisme, Kritisisme, Postivisme, Dialektika
dan lainnya. Beberapa aliran ini kini melahirkan berbagai aliran yang bercabang hingga kini.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimanakah aliran rasionalisme yang di usung oleh Rene descartes terbentuk?
2. Apa penyebab lahirnya aliran filsafat empirisme?
3. Bagaimana immanuel kant menggabungkan kedua aliran dalam kritisisme?
4. Bagaiman pengaruh positivisme dalam dunia metefisik?
C. Tujuan

1.
2.
3.
4.

penulisan

Mengetahui cara berfikir aliran rasionalisme


Memahami corak fikir aliran empirisme
Mengetahui cara immanuel kant menggabungkan kedua aliran filsafat sebelumnya.
Mengetaui efek dari lahirnya aliran positivisme

BAB II
PEMBAHASAN
ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT
A. Rasionalisme
Adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa dasar sebuah kebenaran adalah akal
fikiran itu sendiri, merupakan usaha manusia untuk memberikan akal suatu kedudukan yang
berdiri sendiri.
Rasionalisme adalah aliran yang terlahir karna keraguan yang di alami oleh Rene
descartes, ia merasa ketidak pastian merajalela pada zaman itu dalam kalangan filosof. Adapun
metode yang ia gunakan adalah methode baru yaitu keraguan yang menuju kepastian yang
sebenarnya.
cogito ergo sum (aku berfikir maka aku ada) melambangkan keraguan descartes telah
mencapai tahap tinggi, bahkn ia meragukan keberadaan nya sendiri. Ia berfikir atas
keraguannya dan menemukan sebuah kepastian bahwa selama iamasih bisa berfikir maka ia
bisa meyakini bahwa sebenarnya ia ada, dan itu lah kepastian yang descartes cari. Pernyataan
ini sangat terkenal dalam perkembangan pemikiran modern, karena mengangkat kembali derajat
rasio dan pemikiran sebagai indikasi eksistensi setiap individu.
Menurut Descartes pada dasarnya lahirnya manusia membawa 3 kebenaran hal dalam
hidupnya yaitu : fikiran, ALLAH, dan keluasan.
Mengapa fikiran? Karna bila saya memahami diri sebagai mahluk yang berfikir maka
sesungguhnya hakekat saya adalah fikiran.
Mengapa ALLAH? Kalau saya memiliki idea yang sempurna, maka akan ada yang
menyebabkan sempurnanya idea itu, dan haruslah penyebab lebih kuasa dari akibat.
Mengapa pula keluasan? Saya mengerti meteri sebagai keluasan (eksistensi).
Maka dari pada itu menurut descartes rasiolah yang menjadi sumber dan pangkal segala
pengertian dan budilah yang memegang pimpinan dalam sagala pengertian. Pengertian aliran ini
sangat mengagungkan rasio sehingga dilebih-lebihkan oleh descartes dengan mengabaikan nilai
pengetahuan indra, yang menurutnya kerapkali menyesatkan manusia[1].
Akibat dari keyakinan yang berlebihan terhadap kemampuan akal, manusia berharap
menciptakan dunia baru yang lebih sempurna, dunia baru yang di pimpin oleh akal sehat
manusia, sehingga mereka melupakan teosentris yang di ajarkan pada abad pertengahan.
Secara ringkas 2 hal pokok dalam ciri pikiran rasionalisme :
a. Adanya keyakinan bahwa kebenaran yang hakiki itu secara langsung dapat di peroleh dengan
menggunakan akal.
b. Adanya suatu penjabaran secara logik atau deduksi rinci yang di maksudkan untuk membuktikan
pengetahuan berdasarkan kebenaran hakiki yang di sebut di atas.
Tokoh filosofnya adalah Rene Descartes (1596- 16 ), Baruch Spinoza (1632-1677) , Blaise
Pascal (1623-1662), Leibniz (1632-1677).
B. Empirisme

Empirisme berasal dari kata Yunani yaitu "empiris" yang berarti pengalaman inderawi.
Oleh karena itu empirisme dinisbatkan kepada faham yang memilih pengalaman sebagai sumber
utama pengenalanan dan yang dimaksudkan dengannya adalah baik pengalaman lahiriah yang
menyangkut dunia maupun pengalaman batiniah yang menyangkut pribadi manusia.

1.
2.
3.
4.

Pada dasarnya Empirisme sangat bertentangan dengan Rasionalisme. Rasionalisme


mengatakan bahwa pengenalan yang sejati berasal dari ratio, sehingga pengenalan inderawi
merupakan suatu bentuk pengenalan yang kabur. sebaliknya Empirisme berpendapat bahwa
pengetahuan berasal dari pengalaman sehingga pengenalan inderawi merupakan pengenalan
yang paling jelas dan sempurna.
Bagi Bacon haruslah sebuah ilmu pengetahuan itu berasal dari induksi, yang
menggunakan pengalaman sebagai sumber pengetahuan nya. Karna baginya manusia lahir ke
dunia tidak meiliki ide-ide bawaan (innate ideas). Bagi empirisisme manusia lahir bagai kertas
putih yang belumterisi oleh apa-apa. Dan baru terisi setelah memiliki pengalaman lahiriah
maupun bathiniah.
Bacon memperkenalkan methode eksperiment dalam sebuah penyelidikan atau
penelitian. Menurutnya manusia melalui pengalamannya dapat mengetahui benda-benda dan
hukum-hukum relasi antara benda-benda.
Bacon memperingati para ilmuan untuk berhati-hati dengan idola-idola (yunani- khayal,
kekeliruan,) :
Idola tribus yaitu menarik kesimpulan secara terburu-buru.
Idola specus yaitu menarik kesimpulan sesuai dengan seleranya.
Idola fori yaitu menrik kesimpulan berdasarkan pendapat orang banyak.
Idola theatri yaitu menarik kesimpulan berdasarkan ilmuan sebelumnya.[2]
secara ringkas dapatkan disimpulakan bahwa ciri khas empiristik adalah posteriori dan
proposisinya adalah sintetik, yakni dapat di uji kebenaran nya dengan cara menganalist
pernyataan dan juga harus di uji secara empiriknya.
Empirisme memegang peranan yang amat penting bagi pengetahuan, malah barangkali
merupakan satu-satunya sumber dan dasar ilmu pengetahuan menurut penganut Empirisme.
Pengalaman inderawi sering dianggap sebagai pengadilan yang tertinggi.[3]
Tokoh-tokohnya: Francis Bacon (1210 -1292), Thomas Hobbes ( 1588 -1679), John Locke
( 1632 -1704),George Berkeley ( 1665 -1753), David Hume ( 1711 -1776), Roger Bacon ( 1214
-1294).
C. Kritisisme

pada rasionalisme dan empirisme terlihat sangat jelas pertentangan antara akal budi dan
pengalaman, dan menimbulkan sebuah pertanyaan manakah sumber pengetahuan yang benar?
masing-masing meminta untuk kedaulatan sepenuhnya, masing-masing juga memiliki kasukaran.
Immanuel kant seorang filosof jerman menjebatani dua ajaran yang bertentangan antara
rasionalisme dan empirisme. Menurut immanuel kant Kritisisme adalah sebuah teory
pengetahuan yang menjadi hasil akhir yang di peroleh dari kerja sama dua komponen.
Untuk menyelesaikan permasalah antara rasionalisme dan empirisme, kant
mengemukakan bahwa pengetahuan itu seharusnya sintesis a priori. Sistesis priori
membutuhkan kerja sama antara akal budi dan pengelama indrawi.
Bagi kant pedoman sesusilaan adalah : berbuatlah demikian, sehingga pedoman tingkah
mu itu berlaku bagi seluruh manusia. Karna manusia pada umumnya lah yang menjadi pedoman
dan ukuran segala tingkah laku, bukan individu.
Barang siapa yang berpedoman seperti di atas, maka ia adalah individu yag bersusila.
Bertindak menurut kesadaran akan kewajiban itu lah yang terbaik. Dan kesadaran kewajiban
menurut kant adalah : kemerdekaan (kehendak), ketidak-matian jiwa,dan Tuhan. Oleh karna itu
kant adalah orang yang percaya tuhan dan mengakui adanya kesusilaan.

Selanjutnya kant mengatakan bahwa ilmu pengetahuan harus lah bersifat sintesis.
Pengetahuan indrawi merupakan sistesis dari luar, bentuk, ruang, dan waktu sedangkan
pengetahuan akal budi adalah sintesis dari data-data yang di peroleh oleh data indrawi.
Ia berusaha meneliti kemampuan dan batas-batas rasio. Ia memposisikan akal dan rasa
pada tempatnya, menyelamatkan sains dan agama dari gangguan skeptisisme.Dengan
menggunakan cara tersebut kant membuat ilmu pengetahuan lebuh berkembang dan imbang
antara akal ddan pengalaman indrawi. Dan ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan
filsafat di kemudian hari.
D. Positivisme

Sementara itu muncullah sebuah aliran di Prancis yang disebut Positivisme yang di
tokohi oleh August comte. Filsafat comte anti-metafisis, ia hanya menerima fakta yanng di
temukan secara positif-ilmiah, dan menghindari semua yang membahas dan mengatasi bidang
ilmu yang positiv.
savoir pour prevoir (mengetahui supaya siap untuk bertindak), adalah semboyang
comte yang terkenal yang artinya adalah manusia harus menyelidiki gejala segala sesuatu dan
hubungan antar gejala supaya dapat diramalkan apa yang akan terjadi.
Adapun menurut comte akal budi memiliki 3 tingkatan pada tiap jalan hidup manusia.
Tingkat pertama adalah tingkat teologi, yang menerangkan segala sesuatu dangan pengaruh dan
sebab-sebab yang melebihi kodrat; tingkat kedua adalah tingkat metafisika yang hendak
menerangkan segala sesuatu melalui abtraksi;dan tingkatan tertinggi adalah tingkatan positif
yang hanya menerangkan yang sungguh-sungguh serta sebab-akibat yang sudah tertentukan.[4]
Filsafat comte di sebut juga empirisme-kritis, bahwa pengamatan dengan teori berjalan
dengan seiring. Tidak mungkin pengamatan di lakukan tanpa melakukan penafsiran atas dasar
sebuah teori, dan pengamatan tidak boleh terisolasi oleh teori lain. Dengan kata lain antar teori
harus belence.
Tokoh-tokoh nya: August comte (1798-1857), H Teine (1828-1893), Emile Durkehim
(1858-1971), Jhon Stuart Mill (1806-1873)
E. Aliran

filsafat dewasa kini

Seperti yang kita bahas sebelumnya bahwa Setiap paham yang lahir adalah merupakan
reson, kritik, reaksi terhadap paham sebelumnya. Maka bebrapaaliran di bawah ini adalah reaksi
dari aliran-aliran besar di atas.
1. Materialisme
Pada abad ke-19 pertengahan, aliran Materialisme tumbuh subur di Barat. Faktir yang
menyebabkannya adalah bahwa orang merasa dengan faham Materialisme mempunyai harapanharapan yang besar atas hasil-hasil ilmu pengetahuan alam.
Selain itu, faham Materialisme ini praktis tidak memerlukan dalil-dalil yang muluk-muluk dan
abstrak, juga teorinya jelas berpegang pada kenyataan kenyataan yang jelas dan mudah
dimengerti.Kemajuan aliran ini mendapat tantangan yang keras dan hebat dari kaum agama
dimana-mana. Hal ini disebabkan bahwa faham Materialisme ini pada abad ke-19 tidak
mengakui adanya Tuhan (atheis) yang sudah diyakini mengatur budi masyarakat.
2. Prgmatisme

Dalam hal ini penganut pragmatisme hanya mengerti kata praktis, persesuaian antara objeknya
tidak mungkin di sesuaikan maka yang di fikirkan adalah gunanya (yunani: pragma-guna)
untuk mempengaruhi perubahan dunia.
Bagi Dewey manusiabergerak kesungguhan yang selalu berubah-ubah. Jika ia menghadapi
sebuah kesulitan maka ia akan berfikir untuk menyelesaikannya. Maka berfikir tidak lain adalah
alat dari pada bertindak. Kebenaran itu di ukur dari berhasil atau tidakmempengaruhi
kesungguhan. Filsafat Jhon Dewey banyak pengaruhnya dalam dunia pendidikan.
3. Eksistensialisme
Tak ada aliran yang menjadi pembahasan yang lebih panjang hingga masakini melebihi
pembahasan tentang eksistensialisme. Karna di dalamnya terkandung ajaran-ajaran yang sangat
berbeda.
a.
b.
c.
d.

Sifat-sifat eksistensialist :
Orang yang menyuguhkan dirinya (existere) dalam kesungghan yang tertentu.
Orang harus berhubungan dengan dunia.
Orang merupakan kesatuan sebelun berpisah antara badan dan jiwa.
Orang berhubungan dengan ada.[5]
Aliran ini menjadi mode filsafat di pertengahan abad 20, dan mendapat reaksi dari aliran
strukturalisme, jika aliran ini memiliki sifat individualis namun strukturalis lebi mengedepankan
keterkuungan manusia dalam menjalani kehidupannya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setiap aliran yang terlahir adalah merupakan respon dari aliran yang sebelumnya, dari
beberapa aliran fundamental di atas akan terlahir kembali aliran-aliran perespon nya, dan itu
tidak akan berhenti terus bertransisi selama manusia masih menggunakan fikiran nya untuk
berfikir.
Setiap ajaran memang baik bila di jalani semaksimal mungkin namun akan menjadi
sebuah ke-ekstriman tersendiri jika itu menjadi sebuah aliran yang fanatik dan menafikan semua
ajaran yang selainnya.
Demi kelancaran beberapa aliran maka terjadilah pluralis realita yang mengharuskan kita
untuk saling menghormati dan juga menjudge aliran lain tanpa harus mengikuti aliran tersebut.

Anda mungkin juga menyukai