Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

MATA KULIAH ILMU BEDAH MULUT IV

APOPTOSIS

Disusun Oleh :

Deka Dharma Putra


NPM 160121150004
Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Harmas Yazid Yusuf drg., Sp. BM (K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS


BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PADJAJARAN
2016
0

BAB I
PENDAHULUAN

Setiap organisme yang hidup terdiri dari ratusan tipe sel, yang semuanya berasal dari
fertilisasi sel telur. Selama perkembangannya sejumlah sel bertambah secara dramatis yang
kemudian akan membentuk berbagai jenis jaringan dan organ. Seiring dengan pembentukan
sel yang baru tersebut, sel yang mati merupakan proses regulasi yang normal pada sejumlah
sel dari jaringan. Pengendalian terhadap eliminasi sel-sel yang mati ini disebut dengan
kematian sel yang terprogram atau apoptosis.1
Apoptosis berasal dari bahasa Greek, yang artinya gugurnya putik bunga ataupun
daun dari batangnya. Apoptosis pertama diidentifikasikan sebagai bentuk kematian sel
berdasarkan kepada morfologinya. Penelitian mengenai insiden biokomiawi dan genetik
merupakan prediksi dari peranannya dalam mengontrol sel ditentukan secara genetik dan
alamiah sehingga kontrol genetik dan mekanisme biokimia dari apoptosis menjadi lebih
dimengerti dalam perkembangan dan strategi terapi yang mengatur kejadian dalam proses
penyakit.1,2
Kenyataannya bahwa apoptosis terjadi pada tumor bukan hal yang baru. Lebih dari 20
tahun yang lalu telah ditegaskan bahwa apoptosis telah banyak dilaporkan pada kehilangan
sel secara spontan yang dikenal dari penelitian-penelitian kinetik yang terjadi pada tumor, dan
hal ini telah jelas bahwa secara luas mengetahui tumor dalam menetapkan dengan baik
pengobatan radiasi, khemoterapi sitositis, pemanasan dan hormonal. Walaupun demikian,
selama bertahun-tahun yang lalu, pengertian terdepan pada pengontrolan apoptosis di level
molekuler telah meluas dibahas secara bermakna dalam potensial onkologi dan telah
melampaui jauh melengkapi suatu penjelasan mekanik dari penghapusan sel tumor.
Khususnya, penemuan bahwa apoptosis dapat diatur oleh produk proto-onkogen dan tumor
supresorgen p53 telah membuka jalan untuk penelitian masa depan.2,3
Usulan bahwa apoptosis adalah suatu fenomena yang berlainan terhadap perbedaan
fundamental dari degeneratif

kematian sel atau nekrosis berdasarkan pada morfologi,

biokimia, dan insiden.4

Dalam tiga dekade terakhir ini, dua bentuk sel mati berbeda secara mendasar,
apoptosis dan nekrosis. Telah didefinisikan dalam istilah morfologi, biokimia dan insidennya.
Dalam keadaan normal, sel-sel tubuh dapat memberikan respon atau adaptasi terhadap
lingkungannya. Bila aktivitas yang dilakukan sel tersebut meningkat, atau stimulus yang
diterimanya meningkat, maka untuk mencapai keseimbangan dalam merespon hal tersebut,
sel akan mengalami hipertropi. Sebaliknya bila stimulus berkurang atau terjadi penurunan
aktivitas sel, maka sel tersebut akan mengalami atropi.2,3

BAB II
2

DEFINISI DAN PENYEBAB

Apoptosis adalah suatu proses kematian sel yang terprogram, diatur secara genetik,
bersifat aktif, ditandai dengan adanya kondensasi chromatin, fragmentasi sel dan fagositosis
sel tersebut oleh sel tetangganya. 2.3 Kresno dalam tulisannya, apoptosis adalah kematian sel
terprogram yang merupakan proses penting dalam pengaturan homeostasis normal, proses ini
menghasilkan keseimbangan dalam jumlah sel jaringan tertentu melalui eliminasi sel yang
rusak dan proliferasi fisiologis dan dengan demikian memelihara agar fungsi jaringan normal.
Deregulasi apoptosis mengakibatkan keadaan patologis, termasuk proliferasi sel secara tidak
terkontrol seperti dijumpai pada kanker. Ada berbagai bukti yang menyatakan kontrol
apoptosis dikaitkan dengan gen yang mengatur berlangsungnya siklus sel, diantaranya gen
p53, Rb, Myc, E1A dan keluarga Bcl-2. Gangguan regulasi dan proliferasi sel baik akibat
aktivitas onkogen dominan maupun inaktivasi tumor suppressor genes ada hubungannya
dengan kontrol apoptosis. Beberapa jenis virus onkologik melaksanakan proses transformasi
sel dengan cara mengganggu fungsi apoptosis dalam sel. Misalnya SV40, herpes dan
adenovirus, polioma maupun virus Epstein Barr (EBV).6 Proses apoptosis secara garis besar
diilustrasikan pada gambar 1.

Gambar 1. Proses apoptosis

Dalam literatur lain menyebutkan apoptosis merupakan suatu bentuk kematian sel
yang didesain untuk menghilangkan sel-sel host yang tidak diinginkan melalui aktivasi
serangkaian peristiwa yang terprogram secara internal melalui serangkaian produk gen.
Adapun terjadinya penyebab diatas sebagai berikut :
A. Selama proses perkembangan.
B. Sebagai suatu mekanisme homeostatik untuk memelihara sel di jaringan.
C. Sebagai suatu mekanisme pertahanan seperti reaksi imun.
D. Apabila sel-sel dihancurkan oleh penyakit atau agen-agen yang berbahaya.
E. Proses Penuaan.

Faktor-faktor yang bertanggung jawab dari serangkaian peristiwa apoptosis baik


fisiologis, adaptif maupun patologis adalah :
A. Kerusakan

sel

yang

terprogram

selama

embriogenesis

termasuk

implantasi,

organogenesis, involusi perkembangan dan metamorfosis yang tidak selalu didefinisikan


secara fungsional sebagai kematian sel yang terprogram. Oleh ahli Embriologi
terminologi ini sering digunakan.
B.

Proses involusi yang tergantung hormon pada orang dewasa seperti penurunan sel
endometrium selama siklus menstruasi, atresia folikuler ovarium pada menopause,
regresi payudara setelah menyapih dan atropi prostat setelah katrasi.

C. Delesi sel pada populasi sel-sel yang berproliferasi seperti epitel kripta usus (intestinum).
D. Kematian sel pada tumor paling sering selama regresi tapi juga pada tumor dengan
pertumbuhan sel yang aktif.
E. Kematian netropil selama respon inflamasi akut.
F.

Kematian sel-sel imun baik limfosit B & T, setelah deflesi sitokin, seiring dengan delesi
sel-sel T autoreaktif pada timus yang sedang berkembang.

G.

Kematian sel yang diinduksi oleh sel-sel T Sitotoksik, seperti pada penolakan imum
seluler.

H. Atropi patologis pada organ parenkim setelah obtruksi duktus, seperti yang terjadi di
pankreas, kelenjer parotis & ginjal.
I.

Lesi sel pada penyakit virus tertentu, misalnya pada hepatitis virus, dimana sel-sel yang
mengalami apoptosis dihepar yang dikenal sebagai badan Councilman

J.

Kematian sel akibat berbagai stimulus lesi yang mampu menyebabkan nekrosis, kecuali
bila diberikan dosis rendah, contohnya panas, radiasi, obat-obat anti kanker sitotoksik &
hipoksia dapat menyebabkan apoptosis jika kerusakan ringan, tapi dosis besar dengan
stimulus yang sama menyebabkan kematian sel nekrotik.2

BAB III
MORFOLOGI

Gambaran morfologi dapat dilihat dengan mikroskop elektron yang menggambarkan :


A. Pengerutan sel
Sel berukuran lebih kecil, sitoplasmanya padat, meskipun organella masih normal
tetapi tampak padat.
B. Kondensasi Kromatin (piknotik)
Ini gambaran apoptosis yang paling khas. Kromatin mengalami agregasi diperifer
dibawah selaput dinding inti menjadi massa padat yang terbatas dalam berbagai
bentuk dan ukuran. Intinya sendiri dapat pecah membentuk 2 fragmen atau lebih (
karyorhexis)
C. Pembentukan tonjolan sitoplasma dan apoptosis.
Sel apoptotik mula-mula menunjukkan blebbing permukaan yang luas
kemudian mengalami fragmentasi menjadi sejumlah badan apoptosis yang
berikatan dengan membran yang disusun oleh sitoplasma dan organella padat
atau tanpa fragmen inti.
D. Fagositosis badan Apoptosis
Badan apoptosis ini akan difagotosis oleh sel-sel sehat disekitarnya, baik sel-sel
parenkim maupun makrofag. Badan apoptosis dapat didegradasi di dalam lisosom
dan sel-sel yang berdekatan bermigrasi atau berproliferasi untuk menggantikan
ruangan sebelumnya diisi oleh sel apoptosis yang hilang.2
Karakteristik apoptosis mempengaruhi sel tunggal yang terpencar tidak ada kelompok
sel yang bergabung. Pada nekrosis pengenalan lebih awal perubahan morfologi adalah
tersusun padat (kompak) dan agregasi kromatin inti, dengan terbentuk gambaran yang jelas,
masa granular yang seragam dengan jelas menjadi kecil membungkus inti dan pemadatan
sitoplasma. Kelanjutan pemadatan itu didampingi oleh lilitan (kekusutan) gambaran baru inti
6

dan sel ini diikuti oleh pemecahan inti kedalam fragmen berlainan yang dikelilingi oleh
lapisan pembungkus double dan tunas sel secara keseluruhan menghasilkan apoptotic
bodies yang dikelilingi membran, sedangkan yang lain kekurangan komponen inti. Sebagai
tambahan, tingkatan/luas dari inti dan tunas seluler bervariasi dari tipe sel, sering secara
relatif dibatasi pada selsel kecil dengan rasio inti sitoplasma yang tinggi seperti limfosit.
Organel sitoplasma terbentuk pada apoptotic bodies yang baru tetap terpelihara dengan baik.
Apoptotic bodies yang muncul di jaringan secara cepat diserap oleh sel di dekatnya
dan dihancurkan oleh sel lisosom. Tidak ada hubungan inflamasi dengan adanya fagosit
khusus dalam jaringan seperti terjadi dengan nekrosis dan tipe sel yang beragam dari sel
tetangga, termasuk sel epitel

yang berpartisipasi dalam sifatnya. Akan tetapi bentukan

apoptotic bodies pada kultur sel kebanyakan hilang oleh fogositosis dan bahkan degenerasi.
Awal kejadian seluler dalam apoptosis diselesaikan dengan cepat dengan hanya beberapa
menit berlalu antara perjalanan proses dan pembentukan suatu kelompok apoptotic bodies.
Oleh karena itu tunas-tunas sel dan garis besar yang kusut jarang diamati pada potongan
jaringan. Ukuran kecil dari apoptotic bodies membuat mereka secara relatif tak dikenal
dangan mikroskop cahaya. Setelah fagositosis, pencernaan mereka lengkap dalam beberapa
jam. Kenyataan ini telah melahirkan pikiran kapan apoptosis dapat ditentukan secara
histologi.5
Perbedaan antara apoptosis dan nekrosis dengan tegas terlihat pada penelitian dengan
mikroskop elektron dan secara praktis, dua proses ini dapat dikenali dengan memakai
mikroskop cahaya. Pemadatan kromatin inti terjadi pada stadium awal nekrosis, tetapi
kromatin tidak secara radikal terdistribusi kembali, sebagai mana dalam apoptosis, dan sudut
gumpalan kromatin cenderung irregular dan terlihat dengan jelas. Sebagai tambahan, inti sel
nekrotik tidak pernah terpisah menjadi berlainan, membran disertai fragmen-fragmen.
Nekrosis berlanjut sampai kromatin menghilang. Sitoplasma sel nekrotik menjadi
pembengkakan yang mencolok, plasma dan membran organella secara progresif disintegrasi.
Walaupun ini konfigurasi sel secara keseluruhan cenderung diawetkan sampai dipindahkan
oleh fagosit mononuklear. Keterlibatan kelompok sel berdekatan dan adanya suatu eksudat
inflamasi biasanya didapatkan tambahan konfirmasi bukti-bukti kategorisasi kematian sel
yang ada disekitarnya sebagai nekrosis. Dalam tumor, seperti fokus-fokus dari nekrosis
cenderung terlokasi di pusat nodul, sedangkan sel- sel individual yang berlangsung apoptosis
diamati pada jaringan tumor.4 Perbedaan antara apoptosis dan nekrosis dapat dilihat pada
gambar 2.
7

Gambar 2. Perbedaan antara apoptosis dan nekrosis


Menurut Underwood, perbedaan apoptosis dan nekrosis telihat seperti pada tabel di
bawah ini: 6
Tabel 1. Perbedaan apoptosis dan nekrosis

Pada penelitian histologi, pada jaringan yang dicat dengan hematoxylin-eosin,


apoptosis melibatkan sel tunggal dan kelompok sel kecil, sel-sel apoptosis tampak sebagai
8

massa bulat atau oval dari sitoplasma eosinopilik yang terlibat dengan fragmen kromatin inti
yang padat. Karena penyusutan dan pembentukan sel dari badan apoptosis berlangsung cepat
dan fragmennya cepat dipagositosis, dirusak atau dilepas ke dalam lumen, apoptosis pada
jaringan dapat terjadi sebelum kelihatan jelas pada pemeriksaan histologis. Sebagai
tambahan, proses apoptosis berlawanan dengan nekrosis karena apoptosis tidak menimbulkan
inflamasi sehingga lebih sulit untuk dideteksi secara histologis.2

BAB IV
PERANAN APOPTOSIS
9

Apoptosis memainkan peranan penting dalam perkembangan sel normal vertebrata.


Sebagai contoh, hal yang bertanggung jawab untuk regresi dari ekor tadpole (berudu) yang
mengambil tempat selama metamorfosis menjadi seekor kodok dan untuk memindahkan
interdigital webs selama pertumbuhan anggota gerak pada embrio mamalia.
Pada mamalia dewasa, apoptosis terjadi secara berkesinambungan dalam populasi sel
yang berproliferasi lambat seperti epitel hati, prostat dan korteks adrenal dan dalam populasi
yang berproliferasi cepat seperti epitel intestinal yang membentukkan kripta dan deferensiasi
spermatogonia. Walaupun banyak sel yang hilang dalam populasi pada tipe yang lebih lambat
secara jelas adalah hasil dari kumpulan selsel dijaringan, dalam kenyataannya, mitosis dan
apoptosis seimbang satu sama lain dibawah kondisi yang siap. Ada yang sedang tumbuh
membuktikan bahwa apoptosis diatur dalam suatu mode resiprokal ke mitosis oleh faktor
pertumbuhan (growth factor) dan hormon - hormon tropik. Raff telah menegaskan bahwa
kebanyakan sel-sel pada binatang yang lebih tinggi mungkin memerlukan simulasi tropik
yang terus menerus untuk kehidupan. Raff juga menyatakan bahwa suatu peningkatan dalam
jumlah sel pada tempat-tempat khusus dapat memimpin kompetisi seluler yang lebih besar
untuk faktor tropik yang menstimulasi mitosis dan menghambat apoptosis, ini berbalik
secara temporer terhadap keseimbangan antara kedua proses. Walaupun demikian, terdapat
bukti bahwa substansi yang aktif menstimulasi apoptosis juga mungkin terlibat didalam
hemostatis populasi sel normal. Dalam kultur primer sel endokrin kelinci, faktor yang
menginduksi mitosis dan apoptosis telah ditemukan disekresi ke dalam siklik kecuali model
reciprocal, dengan hasil bahwa sejumlah sel menunjukkan fluktuasi pada dasar harian tetapi
relatif tetap konstan untuk berlanjut ke periode waktu tertentu.
Sejumlah proses involusi tumor dalam mamalia dewasa normal telah ditunjukkan
berhubungan dengan peningkatan apoptosis. Dokumentasi yang baik mencontohkan termasuk
reversi mamae laktasi menjadi keadaan istirahat setelah menyapi, atresia folikel ovarium dan
involusi folikel rambut. Tanggung jawab triger untuk peningkatan apoptosis yang terjadi
selama involusi mamae tepatnya hormonal, tetapi dalam contoh lain secara alamiah stimulasi
awal dapat ditentukan.
Pada sistem imun, apoptosis memiliki aturan fisiologi spesifik yang eksklusif untuk
kebutuhan fungsi sistem tersebut. Sebagai contoh tanggung jawab untuk penghapusan sel-sel
10

T autoreaktif dalam thymus bertanggung jawab untuk batas toleransinya sendiri dan untuk
seleksi sel-sel B dalam pusat germinal limfoid selama respon imun humoral.
4.1. APOPTOSIS SPONTAN DALAM TUMOR
Apoptosis dapat ditemukan pada semua tumor ganas yang tidak diterapi dan
walaupun terdapat beberapa penelitian kwantitatif yang ringkas, penilaian histologik
mengindikasikan bahwa luasnya pendekatan beberapa tumor manusia yang terlihat didalam
involusi

yang

cepat

mengindikasikan

bahwa

kemaknaan

kinetik

kadang

dapat

dipertimbangkan.
Sel didalam daerah stemsel secara hirarki mengatur proliferasi populasi yang cepat
seperti kripta usus, diffrensiasi spermatogonia, proliferasi yang cepat dijanin dan limfosit
mempunyai kepekaan khusus dan telah diargumentasikan secara teologikal, bahwa ditandai
dengan berlangsungnya destruksi sel setelah induksikerusakan DNA sebagai reflikasi yang
berpotensi berbahaya yang berhubungan penetapan dalam bentuk mutan. Oleh karenanya,
menetapnya sel-sel stem dengan kerusakan DNA yang tak diperbaiki dalam abnormalitas
genetik, satu sel mutan hidup didalam suatu zona proliferasi pada janin akan memberikan
banyak asal-usul mutan dalam menghasilkan jaringan matur, spermatogonia mutan yang
survive akan menimbulkan gamet-gamet mutan, dan beberapa limfosit dengan mutasi pada
reseptor gennya mungkin mempunyai kapasitas untuk menjadi penyakit autoimum.
Bagian yang mana radiasi menstimulasi apoptosis pada sel-sel normal & neoplastik
secara lengkap belum diketahui sampai sekarang, dan kemungkinan bahwa gen-gen supresor
tumor p53 terlibat. Telah ditegaskan bahwa produk p53 bereaksi sebagai polisi molekuler
memantau integritas genome jika DNA dirusak, produk p53 bertumpuk melalui suatu
mekanisme stabilisasi dan mengistirahatkan siklus sel di G1 memberikan waktu untuk
perbaikan. Jika perbaikan gagal, p53 boleh memicu penghapusan sel dengan apoptosis.
Cogent membuktikan keterlibatan gen p53 dalam

induksi apoptosis oleh radiasi telah

terdapat didalam penemuan bahwa thymocyte kekurangan p53 adalah resisten terhadap efek
letal dari radiasi tetapi mempertahankan kenormalannya untuk terjadi apoptosis setelah
pengobatan dengan glukokortikoid. Walaupun demikian, perlu dicatat bahwa langkah terakhir
dalam deretan usulan, induksi apoptosis oleh sutu peningkatan level normal (wild-tepy). Gen
p53 tampak telah didemonstrasikan hanya pada derivat sel tumor.
4.2. INDUKSI APOPTOSIS OLEH OBAT KEMOTERAPI KANKER
11

Bermacam

obat kanker telah menunjukkan penginduksian apoptosis secara luas

dalam populasi sel yang berproliferasi normal, jaringan limfoid dan tumor. Oleh karenanya
peningkatan apoptosis bertanggung jawab dari berbagai kerugian efek dari kemoterapi dan
regresi tumor.
Cara obat-obat anti kanker menginduksi apoptosis tidak diketahui. Pengertian yang
lebih baik dari proses keterlibatan secara jelas mungkin dipakai untuk memperbaiki regimen
terapi. Walaupun demikian, terdapat suatu tambahan penting

sebagai konsekuensi dari

realisasi bahwa obat-obat anti kanker menengahi efek terapinya dengan mentriger apoptosis.
Telah ditekankan apoptosis adalah suatu fenomena pengaturan yang mampu dihambat dan
dan diaktifkan. Di dalam hepar mungkin terletak suatu penjelasan untuk contoh tertentu
resistensi obat. Terdapat bukti bahwa stimulasi beberapa lapisan sel oleh sitokine tropik atau
peningkatan level ekspresinya dari proto-oncogen Bcl-2 (gen Bcl-2 menghambat terjadinya
apoptosis dalam suatu variasi keadaan) dapat meningkatkan secara besar resistensi mereka
terhadap efek induksi apoptosis dari obat anti kanker.
Kemoterapi sekarang diketahui yang membunuh sel dengan menginduksi apoptosis
dimana ada suatu proses yang memerintahkan program kematian sel. Saat sel hematopotik
merupakan derivat dari faktor pertumbuhan (Growth Factor) merupakan hal yang penting,
mereka juga mati dengan cara apoptosis. Percobaan pada laboratorium kemoterapi dapat
mempengaruhi growth factor. Sabagai contoh : bekerja pada reseptor growth factor
epidermis di sel-sel Hela dan 3T3. Aktivasi sinyal protein kinase C intrasel meningkatkan
pembunuhan sel oleh cisplastin tanpa meningkatkan uptake obat.
4.3. INDUKSI APOPTOSIS OLEH HORMON WITHDRAWAL ATAU TAMBAHAN
Apoptosis

terlibat dalam proses atrofi dari organ endokrin independent, seperti

prostat dan adrenal yang mengikuti withdrawal stimulasi hormonal tropik dan mungkin
diharapkan juga mempertinggi tumor yang disebabkan oleh hormonal dependent setelah
berhasil diterapi. Sebaliknya peningkatan level glukokortikoid menginduksi apoptosis timosit
dan efek yang sama diamati pada banyak leukimia limfositik dan limfoma maligna.
Gambaran kemungkinan peranan peningkatan ekspresi Bcl-2 proto oncogen di dalam
pertumbuhan resistensi tumor terhadap obat anti kanker, ketertarikan yang besar bahwa
laporan baru baru ini mengindikasikan bahwa mungkin juga terlibat dalam resistensi terapi
hormonal. Oleh karena itu, walaupun ekspresi Bcl-2 telah ditemukan secara virsuali tidak
12

dapat dideteksi oleh imunohistokimia pada kanker prostat manusia yang merupakan
androgen-dependent pada bungkus 13-19, semua kanker androgen-independent yang diteliti
dengan kekecualian jaringan yang didapat dari metatasis sumsum tulang, terpajang
pengecatan positif untuk protein Bcl-2. Sebagai tambahan, ekspresi Bcl-2 terlihat
dihubungkan dengan resistensi untuk menginduksi apoptosis oleh glukokotikoid pada
beberapa sel limfoid.
4.4. INDUKSI APOPTOSIS OLEH ANTIBODI APO-1 ATAU FAS ANTIGEN
Antigen APO-1 telah didefinisikan dari penelitian antibodi monoklonal yang
meningkat pada sel limfoblast B manusia. Satu dari antibodi yang telah ditemukan
menginduksi apoptosis yang diaktifkan imfosit B dan T manusia dan bermacam-macam sel
dari derivat sel tumor limfoid manusia. Antigen membran sel dimana antibodi ini melekat
diberi nama APO-1. Antigan FAS, didefinisikan sebagai suatu antibodi monoklonal kedua
yang dikembangkan oleh kelompok kerja lain, telah menemukan identitas antigen APO-1.
Molekul ini memiliki reseptor faktor nekrosis tumor manusia/ reseptor faktor pertumbuhan
syaraf yang merupakan famili dari protein permukaan sel.
Injeksi anti-antibodi monoklonal APO-1 menyebabkan regresi yang cepat murime
xenograft dari APO-1, ekspresi dari turunan sel limfoid manusia, dengan regresi yang
didampingi oleh apoptosis meningkat cepat dari sel-sel yang didorong. Tidak diketahui
apakah efek anti-antibodi APO-1 pada sel-sel normal akan mencegah pengaturan sel pada
manusia.
4.5. INDUKSI APOPTOSIS OLEH LIMFOSIT SITOKSIK
Penelitian penelitian invitro telah menunjukkan bahwa target kematian sel diinduksi
oleh sel T dan sel K dan sel NK, dan peningkatan apoptosis telah diamati secara invitro pada
penolakan imunitas selular dari alograf dan penyakit-penyakit graft-versus host. Penghapusan
sel-sel terinfeksi virus oleh imfosit sitotoksik berperan penting dalam pengaturan eliminasi
virus dari tubuh, dan keterlibatan apoptosis dalam penghapusan ini secara jelas menunjukkan
fungsi hemostatik. Induksi apoptosis oleh sel-sel T sitotoksin tidak dihambat oleh
penghambat sintesis protein atau oleh ekspresi Bcl-2. Mekanisme aktivasi itu sendiri
kemungkinan terlihat.4

13

BAB V
MEKANISME TERJADINYA APOPTOSIS

Dengan memeriksa kondisi dimana apoptosis terjadi, dapat disimpulkan bahwa


apoptosis dapat diaktifkan oleh beberapa sinyal yang mencetuskan kematian, berkisar dari
14

kurangnya faktor atau hormon pertumbuhan, sampai interaksi Ligand reseptor positif dan
agen-agen lesi spesifik sebagai tambahan ada koordinasi tapi sering pula ada hubungan yang
berlawanan antara pertumbuhan sel dan apoptosis sebenarnya.
A. Peran aktivitas
Mekanisme terjadinya apopotosis untuk tiap sel berbeda-beda. Aktivasi mekanisme
apoptosis untuk tiap sel tertentu disebabkan oleh aktivitas yang berbeda-beda pula.
B. Kadar ion kalsium
Apabila terjadi aktivitas stimulus terhadap sel dan aktivitas apoptosis, akan terjadi
peningkatan kadar ion Ca++ didalam inti sel. Ion Ca++ ini mengaktifkan enzim Kalsium
dependent Nuklear Indo Nuklease yang terdiri dari Endonoklease, Protease
Transglutaminase.
C. Reseptor Makrofag
Proses Fagositosis terhadap apoptotic bodies atau sel lain ditentukan oleh reseptor yang
ada di permukaan makrofag atau sel fagosit tersebut : contoh sel makrofag yang
mengandung viktonektin reseptor, suatu beta 3 integrin, memudahkan fagositas apoptosis
netrofil.
D. Regulasi genetik
Beberapa gen bila distimulasi akan menyebabkan apoptosis, seperti Heta shock protein
dan proto onkogen. Tetapi stimulasi gen ini tidak berhubungan langsung dengan proses
mulainya apoptosis.
Ada berbagai bukti yang menyatakan bahwa apoptosis, seperti halnya karsinogenesis,
berhubungan dengan berbagai gen yang mengatur perkembangan sel, dan bahwa kelainan
pada aktivitas proliferasi sel juga berkaitan erat dengan kontrol apoptosis. Proses apotosis
dapat dibagi dalam tiga fase, yaitu : fase inisiasi atau induksi heterogen yang bergantung pada
stimulus, fase efektor atau komitmen pada saat mana diambil keputusan untuk bunuh diri,
dan fase degradasi atau eksekusi di mana sel-sel bersangkutan memperlihatkan gambaran
biokimia dan morfologi apoptosis. Selama fase induksi atau inisiasi yang heterogen, sel
menerima stimulus yang menginduksi kematian, kehilangan faktor-faktor yang menunjang

15

ketahanan hidup, kekurangan suplai untuk metabolisme dan terjadi pengikatan reseptor yang
meneruskan sinyal kematian, misalnya pengikatan Fas/FasL, TNF/TNFR dan lain-lain.
Reaksi kimia yang berperan dalam fase induksi ini sangat heterogen bergantung pada
seberapa lethal stimulus yang diterimanya. Pada fase berikutnya, yaitu fase efektor, proses
inisiasi dilanjutkan dengan reaksi metabolik dengan pola yang lebih teratur, dan sel
mengambil keputusan atau komitmen untuk bunuh diri. Pada fase selanjutnya, yaitu fase
degradasi atau fase eksekusi, terjadi peningkatan berbagai aktivitas, termasuk peningkatan
aktivasi enzim-enzim katabolik dan produksi reactive oxygen species (ROS). Pada fase ini
perubahan morfologi dan biokimiawi sel, di antaranya fragmentasi DNA, degradasi berbagai
jenis protein dan lain-lain menjadi lebih jelas. Semua sel mengalami apoptosis menurut pola
tertentu dan mengandung inhibitor sintesis protein cycloheximide, yang menunjukkan bahwa
sel-sel tersebut mengekspresikan semua komponen protein yang diperlukan untuk
mengeksekusi kematian sel (gambar 3).

Gambar 3. Mekanisme proses apoptosis.


Pada gambar 3, apoptosis dapat diinduksi oleh kerusakan subnekrosis atau melalui
sinyal yang diterima oleh reseptor pada permukaan sel. Proses induksi apoptosis yang terjadi
selanjutnya dalam fase ini bergantung pada stimulus, sehingga jalur ini merupakan jalur
privat dan heterogen. Integrasi berbagai jalur privat ke dalam jalur umum yang berlaku
bagi semua jalur apoptosis dan tidak bergantung pada apa yang menginduksinya, berlangsung
melalui transisi permeabilitas mitokhondria (PT).
Onkoprotein Bcl2 mengatur induksi PT dan sebagai respons terhadap induksi PT,
mitokhondria melepaskan apoptosis inducing factor (AIF) yang memberikan sinyal apoptosis
pada nukleus. Di samping itu, PT mengakibatkan penglepasan reactive oxygen species (ROS)
16

dan ekspresi phosphatidyl serine (PS) pada permukaan sel dalam waktu singkat. PT diduga
berhubungan dengan aktivasi protease spesifik dan penglepasan ROS, perubahan sitoplasma
dan apoptosis nukleus mungkin merupakan peristiwa yang tidak bergantung satu sama lain
dan bukan merupakan sebab akibat satu dari yang lain.
5.1. FASE INISIASI
Berbagai stimulus dapat mengawali fase inisiasi melalui aktivasi berbagai reseptor
transmembran. Contoh khas dari stimulasi ini adalah pengikatan Fas (CD95) yang merupakan
protein homotrimerik dengan FasL, TNF- dengan TNFR dan beberapa yang lain. Pada
pengikatan Fas/FasL terjadi oligomerisasi dari reseptor yang mengakibatkan bagian
intraseluler dari CD95 menggumpal dan dikenal dengan sebutan death domain. Protein lain
yang kemudian di-rekrut dari sitoplasma dan berfungsi juga sebagai death domain adalah
FADD (Fas associated death domain). FADD merupakan molekul adaptor yang berperan
me-rekrut caspase. Untuk mempermudah proses ini molekul FADD mengandung molekul
pengikat yang disebut DED (death effector domain) yang juga dimiliki oleh procaspase-8,
sehingga keduanya dapat saling berikatan. (gambar 4).

Gambar 4: Salah satu jalur sinyal apoptosis melalui CD95 (Fas).


Fas (CD95), suatu reseptor pada permukaan sel yang berikatan dengan FasL (CD95L)
merupakan awal dari sinyal apoptosis. Pada gambar 4 tampak bahwa sekuen asam amino
yang merupakan unsur-unsur death domains, death effector domains , FADD dan
procaspase-8 saling berikatan untuk menginduksi fase efektor. Pengikatan CD95 pada FADD
terjadi akibat interaksi homotipik antara death domain kedua protein. Faktor-faktor lain
yang berperan pada inisiasi apoptosis adalah reseptor TNF (TNFR), CD27, CD30, CD40,
DR3, DR4 dan DR5. Seperti halnya molekul CD95, molekul TNFR1, DR3, DR4 dan DR5
17

juga memiliki death domain, walaupun masing-masing meneruskan sinyal apoptosis


melalui jalur yang tidak sama. Beberapa penelitian terakhir mengungkapkan bahwa pada saat
berlangsung sinyal apoptosis melalui Fas, yang pertama terbentuk adalah Fas-DISC (Fasdeath inducing signal). Salah satu komponen Fas-DISC adalah SADS (small accelerator for
death signaling) yang fungsinya meningkatkan interaksi antara FADD dengan procaspase-8.
Hambatan terhadap SADS memperlambat apoptosis.
Apoptosis juga dapat berlangsung melalui reseptor sel T (TCR). Hal ini terjadi apabila
sel T mengenali antigen-diri (self antigen) dan merupakan suatu proses yang diperlukan
untuk menyingkirkan sel-sel T autoreaktif. Apoptosis ini disebut apoptosis yang diinduksi
aktivasi (activation induced apoptosis). Apoptosis yang diinduksi aktivasi ini juga terdiri atas
fase induksi yang dirangsang dengan pengikatan TCR, disusul oleh fase efektor di mana
terjadi berbagai reaksi biokimia untuk melangsungkan apoptosis. Jalur apoptosis melalui
TCR diperlihatkan secara skematis pada gambar 5.

Gambar 5: Fase induksi dan fase efektor apoptosis melalui TCR.


Sinyal yang diberikan oleh TNF/TNFR mengatur interface antara fase induksi awal
yang mengatur ekspresi TNF/TNFR dengan fase efektor yang melibatkan aktivasi caspases.
ALG-3 dan NFAT merupakan regulator positif ekspresi FasL selama apoptosis dengan
perantaraan TCR/CD3, sedangkan RAR (retinoic acid receptor) menghambat proses ini.
TNFR tidak mengandung death domain tetapi menggunakan protein TRAF sebagai adaptor
sinyal untuk merekrut molekul-molekul transduksi seperti TRADD, cIAP dan TRIP. Fas
mengandung death domain pada bagian intrasitoplasmik dan berinteraksi dengan molekul
adaptor sinyal yang juga mengandung death domain (FADD) dan dengan demikian merekrut
molekul transduksi sinyal misalnya FLICE. ZAP-70 dan Lck merupakan enzim kinase yang
18

merupakan pengatur jalur sinyal melalui TCR. Protein-protein yang berfungsi sebagai efektor
tampak pada bagian kanan gambar 5.
5.2. FASE EFEKTOR
Seperti telah disebut di atas, ada berbagai bukti bahwa pengendalian apoptosis
dihubungkan dengan gen yang mengatur siklus sel, termasuk di antaranya gen p53, Rb, myc
dan lain-lain. Di sisi lain berbagai jenis gen berfungsi sebagai penghambat apoptosis, di
antaranya keluarga bcl2 dan beberapa jenis onkogen virus yang dikenal memiliki potensi
untuk mengakibatkan transformasi sel menjadi ganas.
5.2.1. Gen p53 dan retinoblastoma (Rb)
Fungsi produk gen p53 dan Rb terkait erat dengan peristiwa dalam siklus sel pada fase
G1. Mekanisme kerja p53 sangat kompleks. Ia dapat berikatan dengan berbagai jenis protein
dan terlibat dalam mengatur ekspresi berbagai gen. Dalam beberapa tahun terakhir terungkap
bahwa p53 dapat mengatur proliferasi sel maupun apoptosis tergantung situasi dan latar
belakang sel. Sel yang kehilangan p53 baik karena mutasi, infeksi virus atau sebab lain,
mengakibatkan sel kehilangan kemampuan apoptosis yang diinduksi oleh khemoterapi,
radiasi, kehilangan Rb, ekspresi c-myc dan anoksia. Di lain fihak, p53 yang wild type dapat
mengkompensasi kehilangan Rb1 sehingga dengan demikian dapat mencegah terjadinya
transformasi. Gen retinoblastoma (Rb) mencegah berlangsungnya siklus sel pada fase G1/S
dengan menghambat fungsi faktor transkripsi E2F dan dengan demikian menghambat fungsi
berbagai gen yang bekerja pada fase S, termasuk di antaranya myc, myb, dan DNA
polimerase . Sebagian besar partner Rb1 dalam mengatur siklus sel adalah regulator
transkripsi seperti E2F yang telah disebut di atas, c-Abl dan Mdm2. Mdm2 merupakan salah
satu faktor yang menghambat apoptosis. Pada saat apoptosis Mdm2 mengalami degradasi
oleh caspases.
Pada induksi apoptosis terjadi cleavage pada C terminal molekul Rb oleh caspases
sehingga terjadi akumulasi Rb1. Fragmen Rb1 ini secara biologis tetap aktif karena
domain fungsional minimal Rb1 sebagai gen supresor terletak pada bagian ini, sehingga
apoptosis lebih banyak diasosiasikan dengan kehilangan seluruh rantai Rb1 dan tidak
bergantung pada akumulasi Rb1. Walaupun tetap aktif secara biologis, Rb1 kehilangan
kemampuan untuk mengikat Mdm2 yang mengakibatkan Mdm2 lebih peka terhadap
degradasi oleh caspases. Karena itu cleavage Rb1 dan Mdm2 oleh caspases secara bersama
19

menyebabkan aktivasi E2F-1 dan p53, yang diketahui merupakan pemicu apoptosis. Pada
keadaan hilangnya fungsi Rb, siklus sel tetap berlanjut ke fase S, tetapi gen p53 yang aktif
akan menginduksi sel tersebut untuk apoptosis. Gambar 6 memperlihatkan model peran p53,
sedangkan pada gambar 7 tampak model peran Rb1 pada apoptosis.

Gambar 6: Peran p53 pada apoptosis.


Perombakan Rb1 di-katalisasi oleh upstream caspase(s) yang tidak memiliki
kemampuan untuk membunuh sel kemudian dirombak oleh caspase(s) yang mampu
membunuh sel (death effector caspases). Pada apoptosis yang diinduksi oleh Fas/FasL death
effector caspases diaktivasi melalui jalur yang tidak bergantung pada Rb1. Preservasi Rb1
melalui ekspresi Rb1 tidak berdampak pada apoptosis melalui jalur Fas/FasL, tetapi pada
induksi melalui TNF-R, upstream caspases diaktifkan untuk merombak Rb1, walaupun
mekanisme ini tidak cukup efisien untuk menghasilkan kematian sel. Degradasi selanjutnya
bersama-sama dengan perombakan Mdm2 mengakibatkan aktivasi E2F dan p53. Ekspresi
Rb1 mutant yang resisten terhadap perombakan oleh caspases melindungi E2F dan mencegah
degradasi Mdm2, sehingga aktivasi death effector caspases terhambat dan tidak terjadi
apoptosis. Dalam konteks ini Rb1 merupakan substrat penting bagi caspases.Gambar 7
memperlihatkan skema peran Rb1 dalam pengaturan apoptosis.

20

Gambar 7: Model peran Rb1 dalam pengaturan apoptosis.


5.2.2. Gen myc
Onkogen myc juga banyak dipelajari peranannya dalam proliferasi sel maupun
apoptosis. Ekspresi c-myc dihubungkan dengan rangsangan mitogenik dan diperlukan untuk
pertumbuhan sel. Ekspresi myc diperlukan dan cukup untuk mengakibatkan sel dalam fase
G0 masuk ke dalam siklus sel, tetapi pada sel yang terus berproliferasi ekspresi myc juga
dapat dijumpai pada fese G1. Walaupun c-myc berperan dalam proliferasi sel, ia sekaligus
juga dapat berperan dalam apoptosis. Model peran gen yang bertentangan ini dijelaskan
dengan model sinyal ganda, di mana myc merangsang jalur proliferasi sekaligus jalur
apoptosis. Dalam model ini, sementara mitogen mengaktifkan jalur proliferasi, jalur
apoptosis secara aktif dihambat oleh faktor-faktor anti-apoptotik, misalnya oleh keluarga gen
Bcl2.
Dalam fungsinya ia membentuk heterodimer dengan gen max. Kompleks onkoprotein
myc-max meningkatkan apoptosis bila sel kehilangan faktor pertumbuhan, atau bila ada
intervensi farmakologis. Dimerisasi myc-max diperlukan baik untuk proliferasi maupun
apoptosis. Walaupun demikian myc dan max masing-masing memodulasi jalur apoptotik
yang berbeda. Hal ini dibuktikan dalam suatu penelitian yang menyatakan bahwa Bcl-xL
menghambat apoptosis sel yang mengekspresikan max berlebihan tetapi tidak pada sel-sel
yang mengekspresikan c-myc berlebihan.
5.2.3. Keluarga gen Bcl-2
21

Gen Bcl2 sejak lama dikenal sebagai inhibitor apoptosis. Gen Bcl2 secara spesifik
menghambat kemampuan c-myc untuk menginduksi apoptosis tanpa mempengaruhi sifat
mitogenik gen bersangkutan. Walaupun gen Bcl2 merupakan anti-apoptotik yang kuat, ia
tidak dapat menghambat semua bentuk apoptosis, salah satu contoh di antaranya adalah
apoptosis yang diinduksi oleh TNF yang tidak dapat dihambat oleh Bcl2. Gen ini termasuk
keluarga gen yang anggota keluarganya makin lama makin bertambah; beberapa anggota
keluarga gen ini bersifat menghambat apoptosis (Bcl2, Bcl-x1, Mcl1 dan lain-lain), tetapi
beberapa anggota keluarga yang lain ternyata bersifat memudahkan apoptosis (Bax, Bcl-xs,
Bad, Bak, dan lain-lain) Gambar 8 memperlihatkan beberapa subtipe keluarga Bcl2.

Gambar 8: Sub-tipe protein keluarga Bcl-2


Sebagian besar keluarga protein Bcl2 mengandung rantai asam amino hidrofobik pada
sisi carboxy-terminal yang setelah di-translasi mengakibatkan mereka dapat menancap pada
membran biologis, khususnya membran mitokhondria, envelop nucleus dan bagian dari
retikulum endoplasmik. Ekspresi relatif anggota keluarga Bcl-2 yang pro-apoptotik dan antiapoptotik menunjukkan bahwa suatu sel dengan mudah mengalami apoptosis bila dihadapkan
pada stimulus yang tepat. Beberapa protein anggota keluarga Bcl2 terdapat secara luas dalam
jaringan di seluruh tubuh, tetapi diekspresikan dengan pola spesifik jaringan yang bervariasi
sesuai fase proliferasi dan diferensiasi yang seringkali unik untuk sel tertentu. Belum
diketahui pasti bagaimana mekanisme Bcl2 menghambat apoptosis, tetapi beberapa data
akhir-akhir ini menunjukkan bahwa Bcl2 dan anggota keluarga lainnya yang anti-apoptotik,
melangsungkan sedikitnya 2 aktivitas yang independen. Fungsi Bcl-2 diilustrasikan dalam
gambar 9.

22

Gambar 9: Fungsi Bcl-2


Protein-protein tersebut membentuk pori pada membran yang ditancapnya, dan
berinteraksi dengan berbagai jenis protein intraseluler lain yang secara langsung atau tidak
langsung terlibat dalam proses apoptosis (gambar 9). Bcl2 dan Bcl-xL diketahui dapat
berinteraksi dengan berbagai protein, misalnya protein CED-4, Raf-1 (-kinase) dan fosfatase
calcineurin (tabel 2).

23

Tabel 2: Protein pengikat Bcl-

Interaksi ini menunjukkan bahwa salah satu peran Bcl2 adalah memberikan tempat
bagi protein lain untuk berlabuh sehingga aktivitas seluler protein bersangkutan terhenti.
Peristiwa ini menyebabkan terperangkapnya protein-protein seperti CED-4 atau calcineurin
sehingga mereka tidak dapat berinteraksi dengan protein lain dalam sitosol. Peristiwa
berlabuhnya protein, misalnya Raf-1, pada Bcl2 itu juga mengakibatkan protein tersebut
melekat pada membran dan berinteraksi dengan protein membran yang lain. Raf-1 yang
merupakan suatu enzim kinase, yang dalam keadaan normal terdapat dalam sitosol, berpindah
tempat (translokasi) ke membran, menjadi aktif kemudian menginduksi fosforilasi protein
pro-apoptotik Bad sehingga Bad menjadi inaktif. Homolog gen Bcl2 yang bersifat antiapoptotik juga terdapat pada virus herpes yang menyebabkan kanker, termasuk di antaranya
virus Epstein Barr (EBV) dan virus sarcoma kaposi (KSV).

5.3. FASE DEGRADASI ATAU EKSEKUSI


Fase terakhir dari apoptosis adalah eksekusi yang terjadi melalui aktivasi enzim
caspase yang merupakan eksekutor utama dari apoptosis. Skema jalur apoptosis dapat dilihat
pada gambar 10.
24

Gambar 10: Skema jalur apoptosis.


Pada gambar 10 memperlihatkan bahwa caspase merupakan pusat mekanisme
apoptosis yang mempunyai fungsi katalitik terhadap berbagai substrat. Caspases yang
merupakan protease cysteine, selalu ada dalam sitosol sel normal dalam bentuk proenzim
rantai tunggal (pro-caspases). Proenzim diaktivasi menjadi enzim proteases yang berfungsi
penuh melalui suatu proses cleavage pertama pada proses mana rantai tunggal proenzim itu
menjadi beberapa sub-unit caspases berukuran besar dan kecil, dan cleavage kedua untuk
menghilangkan domain N-terminal.
Aktivasi caspase dapat terjadi melalui interaksi antar caspase satu dengan yang lain
melalui suatu kaskade aktivasi, tetapi juga dapat terjadi akibat diaktivasi oleh protease lain
misalnya granzyme B yang diintroduksikan ke dalam sel oleh limfosit sitotoksik dan
merangsang apoptosis melalui aktivasi caspase-3. Caspase dengan prodomain pendek yang
tidak memiliki kandungan protein interaksi (caspase 3,-6,-7) mungkin terutama diaktivasi
melalui protease lain, dan caspase ini disebut caspase down stream, efektor atau eksekutor.
Agregasi pro-caspase cukup untuk mengawali auto- atau transprocessing untuk
menghasilkan caspase yang aktif. Agregasi pro-caspase terjadi melalui pengikatan molekul
adaptor pada domain interaksi yang terdapat pada caspase, di antaranya yang merupakan
death efector domain (DEDs) dan caspases recruitment domain (CARDs).
Faktor lain yang berperan pada apoptosis adalah cytochrome-c. Pelepasan
cytochrome-c oleh mitokhondria tidak bergantung pada caspases, dan dampaknya tidak selalu
diasosiasikan dengan terjadinya pori pada membran mitokhondria. Atas rangsangan apoptosis
(pengikatan Fas atau TNFR), bax yang merupakan factor proapoptotik dari keluarga gen Bcl2
25

segera berpindah tempat dari sitoplasma ke mitokhondria dan secara langsung dapat
menginduksi penglepasan cytochrome-c melalui pori yang dibuatnya pada membran
mitokhondria. Apabila aktivasi caspase-8 melalui cara ini inefisien, ditempuh jalur lain yaitu
melalui Bid, faktor pro-apoptotik anggota keluarga Bcl2 yang lain. Bid segera mengalami
cleavage dan fragmen C-terminalnya segera merangsang mitokhondria untuk melepaskan
cytochrome-c (gambar 11).

Gambar 11: Interaksi antar-jalur apoptosis.


Pada gambar 11 tampak bahwa caspase-8 yang teraktivasi (misalnya karena
pengikatan Fas/FasL) memecah Bid, menghasilkan fragmen C-terminal yang kemudian
melekat pada mitokhondria dan menginduksi penglepasan cytochrome-c. Cytochrome-c
kemudian berfungsi mengaktifkan Apaf-1 (apoptosis protease activating factor) dan
pemrosesan caspase-9 yang selanjutnya mengaktifkan kaskade caspase yang lainnya. Bcl2/Bcl-xl berfungsi menghambat penglepasan cytochrome-c dan dengan demikian
menghambat apoptosis.
Di samping enzim katalitik caspases, faktor lain yang jg penting dalam proses
apoptosis adalah berbagai substrat yang merupakan sasaran aksi katalitik caspases. Tabel 3
menunjukkan berbagai protein yang dirombak oleh caspases pada proses apoptosis.

Tabel 3: Protein-protein yang merupakan substrat sasaran caspases.


26

Seperti tampak pada tabel 3, protein-protein sasaran caspase dikelompokkan dalam


protein yang menyusun struktur sel, protein yang meneruskan sinyal, protein dan enzim yang
terlibat dalam metabolisme DNA. Walaupun demikian, tidak semua protein protein di atas
harus dirombak untuk proses apoptosis karena ada variasi di antara berbagai sel. Substrat
yang penting adalah substrat yang perombakannya diperlukan oleh upstream caspase untuk
dapat merombak downstream caspase (death effector caspase). Mutasi berbagai substrat pada
umumnya mengakibatkan substrat resisten terhadap aksi katalitik caspases sehingga dengan
demikian menghambat apoptosis.6

BAB VI
27

PROSES BIOKIMIAWI

Fragmentasi inti DNA yang cepat dan teratur sudah sejak lama dianggap pertanda
utama dari apoptosis. Perubahan biokimia yang utama adalah terjadinya double strand break
dari DNA. Terbentuknya fragmen gen yang terdiri dari 180-200 pasang basa. Pragment ini
dengan pemeriksaan agoroze gel elektroforesis dapat diketahui. Sitogenetik proteinase seperti
interleukin I B converting enzyme (ICE) dan granzime B terlihat dalam memproduksi
perubahan yang bermakna dari sel pada apoptosis, sedangkan tranglutaminase jaringan yang
teraktivasi pada akhir apoptosis menghasilkan hubungan

silang yang erat dari protein

suplasmalemal, yang mencegah pelepasan enzim intraseluler yang berpotensi merusak badan
apoptotic sebelum difagosit. Fagositosis yang cepat dari badan apoptotik oleh sel yang
berdekatan ini nampaknya tergantung pada perubahan kimiawi yang spesifik dalam badan
apoptotik.
Pengaturan genetik dari apoptosis sampai saat ini belum dapat dijelaskan secara
lengkap. Gen yang sudah diketahui berhubungan dengan pengaturan p-53 dan Bcl-2. Pada
nekrosis, degradasi DNA terdiri dari 300-500 kilo pasangan basa. Degradasi ini diketahui
disebabkan oleh enzyme endonuklease, yang aktif bila kadar ion Ca ++ dan Mg++ meningkat,
dan dihambat bila kadar Zn++ meningkat.6
Ringkasnya perubahan kimia pada apoptosis dimulai dengan aktifnya Ca++
dependent enzymes yaitu endonuclease, protease dan tranglutaminase.

BAB VII
28

KESIMPULAN

Hal yang penting dari apoptosis adalah masalah stimulasi dan inhibisi apoptosis.
Penelitian mendalam tentang inhibisi Bcl-2 terhadap apoptosis pada suatu saat akan
memungkinkan ditemukannya metode pengobatan terhadap tumor-tumor resisten. Apoptosis
adalah kematian sel

terprogram yang merupakan proses penting dalam pengaturan

homeostasis normal, proses ini menghasilkan keseimbangan dalam jumlah sel jaringan
tertentu melalui eliminasi sel yang rusak dan proliferasi fisiologis dengan demikian
memelihara agar fungsi jaringan normal. Pengaturan genetik dari apoptosis sampai saat ini
belum dapat dijelaskan secara lengkap. Gen yang sudah diketahui berhubungan dengan
pengaturan p-53 dan Bcl-2.

DAFTAR PUSTAKA
29

1. Carson DA, Riberto JM. Apoptosis and disease. The Lancet 1993 : 341; 1251-1254
2. Cotran RS, et al. Robbins patologic basis of disease. 6th ed. WB Saunders Company.
Tokyo-London-Sydney: 1999; 18-25
3. Damico AV, McKenna WG. Apoptosis and re-investigation of the biologic Basis of cancer
therapy, radiotherapy and oncology, 1994; 33: 3-10
4. Sanif R. Sinopsis onkologi ginekologi. Sub bagian Onkologi Ginekologi Bagian Obstetri
dan Ginekologi FKUI/RSUPN dr. Cipto Mangun kusumo. Jakarta. 2001 ; 45-63
5. Kresno SB. Ilmu onkologi dasar. Bagian patologi klinik FKUI. 2001 ; 13-15
6. Goepel JR. Responses to celluler injury. In : Underwood JCE. General and systematic
pathology. 2nd ed. Churchill livingstone. NewYork-London-Madrid: 1996 ; 117-119

30

Anda mungkin juga menyukai

  • Infeksi
    Infeksi
    Dokumen24 halaman
    Infeksi
    Deka Dharma Putra
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi Prosiding Nassip 4
    Daftar Isi Prosiding Nassip 4
    Dokumen6 halaman
    Daftar Isi Prosiding Nassip 4
    Deka Dharma Putra
    Belum ada peringkat
  • Draft CV
    Draft CV
    Dokumen3 halaman
    Draft CV
    Deka Dharma Putra
    Belum ada peringkat
  • Denah Poli
    Denah Poli
    Dokumen1 halaman
    Denah Poli
    Deka Dharma Putra
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Deka Dharma Putra
    Belum ada peringkat
  • SKP DRG Deka
    SKP DRG Deka
    Dokumen15 halaman
    SKP DRG Deka
    Deka Dharma Putra
    Belum ada peringkat
  • Fraktur Kondil Fix
    Fraktur Kondil Fix
    Dokumen43 halaman
    Fraktur Kondil Fix
    Deka Dharma Putra
    Belum ada peringkat