PENDAHULUAN
Di dunia ini setiap menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait
dengan kehamilan dan persalinan. Dengan kata lain, 1.400 perempuan meninggal setiap hari atau
lebih dari 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan dan persalinan. Di Indonesia,
2 orang ibu meninggal setiap jam karena kehamilan, persalinan dan nifas. Begitu juga dengan
kematian anak, di Indonesia setiap 20 menit anak usia di bawah 5 tahun meninggal. Dengan kata lain
30.000 anak balita meninggal setiap hari dan 10,6 juta anak balita meninggal setiap tahun. Sekitar 99
% dari kematian ibu dan balita terjadi di negara miskin, terutama di Afrika dan Asia Selatan. Di
Indonesia angka kematian anak balita menurun 15 % dalam 15 tahun, dari 79 kematian per 1.000
kelahiran hidup pada tahun 1988 menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup pada kurun waktu 1998-2002
(Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2002/2003). Sebagai perbandingan, angka kematian bayi di
negara maju seperti di Inggris saat ini sekitar 5 per 1.000 kelahiran hidup (WHO, 2005). Sebagian
besar kematian perempuan disebabkan komplikasi karena kehamilan dan persalinan, termasuk
perdarahan, infeksi, aborsi tidak aman, tekanan darah tinggi dan persalinan lama (Langelo, 2012).
Preeklampsia-eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang masih merupakan penyebab
utama kematian ibu dan penyebab kematian perinatal tertinggi di Indonesia. Wahdi, dkk (2000)
mendapatkan angka kematian ibu akibat preeklampsia/ eklampsia di RSUP Dr. Kariadi Semarang
selama tahun 1996-1998 sebanyak 10 kasus (48%). Data ini sebanding dengan dokumen WHO (18
September 1989) yang menyatakan bahwa penyebab langsung kematian terbanyak adalah
preeklampsia/eklampsia, perdarahan, infeksi dan penyebab tak langsung adalah anemia, penyakit
jantung. Sehingga diagnosis dini preeklampsia yang merupakan pendahuluan eklampsia serta
penatalaksanaannya harus diperhatikan dengan seksama. Disamping itu, pemeriksaan antenatal yang
teratur dan secara rutin untuk mencari tanda preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria sangat
penting dalam usaha pencegahan, disamping pengendalian faktor-faktor predisposisi lain (Sudinaya,
2003).
Insiden preeklampsia sangat dipengaruhi oleh paritas, berkaitan dengan ras dan etnis.
Disamping itu juga dipengaruhi oleh predisposisi genetik dan juga faktor lingkungan. Sebagai contoh,
dilaporkan bahwa tempat yang tinggi di Colorado meningkatkan insiden preeklampsia. Beberapa
penelitian menyimpulkan bahwa wanita dengan sosio ekonominya lebih maju jarang terkena
preeklampsia (Cunningham, 2003). Preeklampsia lebih sering terjadi pada primigravida dibandingkan
multigravida. Faktor risiko lain yang menjadi predisposisi terjadinya preeklampsia meliputi hipertensi
kronik, kelainan faktor pembekuan, diabetes, penyakit ginjal, penyakit autoimun seperti Lupus, usia
ibu yang terlalu muda atau yang terlalu tua dan riwayat preeklampsia dalam keluarga (Cunningham,
2003).
1
Rumusan Masalah
1
Apakah definisi dari preeklamsia ?
2
Bagaimana epidemiologi dari preeklamsia?
3
Apakah etologi daripreeklamsia?
4
Bagaimana patofisiologidaripreeklamsia?
5
Bagaimanagambaranklinisdaripreeklamsia?
6
Bagaimanamendiagnosispreeklamsia?
7
Bagaimanapenatalaksanaandaripreeklamsia?
8
Bagaimanakomplikasidaripreeklamsia?
9
Bagaimana prognosis daripreeklamsia?
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Tujuan
Mengetahui definisi dari preeklamsia.
Mengetahui epidemiologi dari preeklamsia.
Mengetahui etiologi dari preeklamsia.
Mengetahui patofisiologi dari preeklamsia.
Mengetahui gambaran klinis preeklamsia.
Mengetahui caramendiagnosis preeklamsia.
Mengetahui penatalaksanaandari preeklamsia.
Mengetahui komplikasi daripreeklamsia
Mengetahui prognosis daripreeklamsia.
Manfaat
Penulisan laporan kasus ini dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dokter muda
mengenai preeklamsia
Definisi Preeklampsia
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi
organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan
proteinuria (Cunningham et al, 2003). Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu,
paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada
pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai
preeklampsia yang berat (Wahdi, 2000).
2
Epidemiologi Preeklampsia
1 Insiden Preeklampsia
Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang
mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan kriteria dalam penentuan
diagnosis dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10% (Tomasulo,
2006), Sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari
semua kehamilan (23,6 kasus per 1.000 kelahiran). Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih
tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda, Sudinaya (2000)
mendapatkan angka kejadian preeklampsia dan eklamsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar
74 kasus (5,1%) dari 1431 persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31 Desember 2000,
dengan preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklamsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama
dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan primigravida (17,5%). Diabetes melitus, mola hidatidosa,
kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor predisposisi
untuk terjadinya preeklampsia. Peningkatan kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin
disebabkan karena adanya hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa dengan superimposed PIH
(Langelo, 2012).
Di samping itu, preklamsia juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi, dkk (1999) mendapatkan
angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung paling
banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak terjadi
pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus.
Wanita dengan kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan tunggal, maka
memperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13 % : 6 %) dan preeklampsia (13 % : 5 %) yang
secara bermakna lebih tinggi. Selain itu, wanita dengan kehamilan kembar memperlihatkan prognosis
neonatus yang lebih buruk daripada wanita dengan kehamilan tunggal (Suyono, 2002).
2 Faktor Risiko Preeklampsia
Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya preeklampsia, tetapi
beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia.
Faktor risiko tersebut meliputi;
1
Riwayat preeklampsia. Seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia atau riwayat keluarga
dengan preeklampsia maka akan meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia.
Kegemukan
Kehamilan ganda. Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang mempuyai bayi kembar
atau lebih.
Riwayat penyakit tertentu. Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu sebelumnya,
memiliki risiko terjadinya preeklampsia. Penyakit tersebut meliputi hipertensi kronik, diabetes,
penyakit ginjal atau penyakit degenerati seperti reumatik arthritis atau lupus (Wagner, 2004).
Etiologi Preeklampsia
Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori yang
dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut
penyakit teori; namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori sekarang yang
dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori iskemia plasenta. Namun teori ini belum dapat
menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini (Mochtar, 1998).
Adapun teori-teori tersebut adalah ;
1
Disfungsi dan aktivasi dari endotelial. Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan
penting dalam patogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin diketahui dilepaskan oleh sel
endotel yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah wanita hamil
dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai pada trimester pertama
kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai dengan kemajuan kehamilan
(Prawirohardjo, 1999).
Patofisiologi Preeklampsia
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah
organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia (Cunningham, 2003).
Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai
substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan
agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang
ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan
penurunan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler
menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler
meliputi penurunan volume intavaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan
pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni.
Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian
janin dalam rahim (Tomasulo, 2006).
Perubahan kardiovaskuler.
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia dan eklamsia.
Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat
hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis
hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid
intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru
(Cunningham, 2003).
2
Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklampsia dan eklamsia daripada
pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat
mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi
glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan
protein tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium,
dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal (Tomasulo, 2006).
3
Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi ablasio
retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan
terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan tanda preklamsia berat yang mengarah pada
eklamsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan
preedaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau didalam retina (Mochtar, 1998).
4
Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri,
Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga terjadi
gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia
dan eklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga
terjadi partus prematur. (Surjadi, 1999)
Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang
menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses paru
(Wahdi, 2000).
5
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan sistolik 30 mmHg
dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mmHg. Tekanan darah pada
preklamsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain
itu kita juga akan menemukan takikarda, takipnu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi
ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak (Pangeman, 2005).
6
Diagnosis Preeklampsia
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium.
Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu;
1
Tekanan darah 140/90 mmHg sampai < 160/110 mmHg setelah usia kehamilan >20 minggu.
Proteinuria kuantitatif 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter atau
midstearm.
Trombositopeni
Bila umur kehamilan < 37 minggu, tanpa adanya keluhan subyektif dengan keadaan janin
baik.
Pengobatan dilakukan di Kamar Bersalin / Ruang Isolasi :
a Tirah baring dengan miring ke satu sisi (kiri)
b Infus Dekstrose 5%, 20 tetes/menit
c Pasang kateter tetap
d Pemberian obat anti kejang : Magnesium Sulfat (MgSO 4)
Langsung berikan dosis pemeliharaan MgSO4 2 g/jam IV
Caranya :
- Siapkan larutan infus Dekstrose 5% atau NaCL 0,9% 500 cc
- Masukkan MgSO4 40% 30 cc ke dalam 500 cc larutan infuse
- Atur tetesan 28 tetes/menit (1 kolf/ 6 jam)
Pemeriksaan Laboratorium :
Konsultasi :
Pengobatandanevaluasiselamarawatinap di KamarBersalin :
a Tirah Baring
b Medikamentosa :
Nifedipin 3 x 10 mg (po).
Roboransia
c
Pemeriksaan Laboratorium :
Diet biasa
Perawatan konservatif dianggap berhasil bila : penderita sudah mencapai perbaikan dengan
tanda-tanda pre-eklampsia ringan dan perawatan dilanjutkan sekurang-kurangnya selama 3
hari lagi kemudian penderita boleh pulang.
Indikasi :
1
2
3
4
5
6
Pengobatan Medikamentosa :
1
2
3
Terminasi Kehamilan :
Jika servik matang, lakukan induksi dengan oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml
dekstrose 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin (Abdul bari, 2001).
2.8 Komplikasi
Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi pada neonatus berupa
prematuritas. Resiko fetus diakibatkan oleh insufisiensi plasenta baik akut maupun kronis. Pada kasus
berat dapat ditemui fetal distress baik pada saat kelahiran maupun sesudah kelahiran . Komplikasi
yang sering terjadi pada preklampsia berat adalah (Wagner, 2004) :
1
Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu hamil yang menderita hipertensi
akut. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5 % solusio plasenta terjadi pada pasien
preeklampsia.
Hipofibrinogenemia.
hipofibrinogenemia.
Hemolisis. Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukan gejala klinik
Pada
preeklampsia
berat,
Zuspan
(1978)
menemukan
23%
hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan
kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering
4
5
ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan mekanisme ikterus tersebut.
Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal.
Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung selama seminggu
dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan tanda
hati. Sindroma HELLP, yaitu hemolysis, elevated liver enzymes dan low platelet.
Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus berupa pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang
8
9
2.9 Prognosis
Prognosis untuk eklampsia selalu serius walaupun angka kematian ibu akibat eklampsia
telah menurun selama tiga dekade terakhir dari 5 sampai sepuluh persen menjadi kurang dari tiga
persen kasus. Kematian ini disebabkan karena kurang sempurnanya pengawasan antenatal, disamping
itu penderita eklampsia biasanya sering terlambat mendapat pertolongan. Kematian ibu biasanya
karena perdarahan otak, decompensatio cordis, oedem paru, payah ginjal dan aspirasi cairan lambung.
Sebab kematian bayi karena prematuritas dan hipoksia intra uterin (Wagner,2004).
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
:Ny. Soleha
No. Pasien
: 125004
Umur
: 19 tahun
Jeniskelamin
: Perempuan
Pekerjaan
Alamat
: Kalipuro
Ruangan
: RPK
: 13 Tahun
Lama
: 7 Hari
Siklus
: 28 Hari
Jumlah darah
: tidak
Keadaan
kehamilan,
Persalinan, Keguguran, dan
nifas
Hamil ini
Umur
sekarang/ tgl
lahir
Keadaan
anak
Tempat
perawatan
Riwayat Operasi :
Tidak terdapat riwayat operasi
Riwayat Kehamilan sekarang :
Periksa kehamilan :ANC di bidan sebanyak 4x selama hamil. 1 kali pada trimester I, 1 kali pada
trimester II, dan 2 kali pada trimester III. Pasien mendapatkan nifedipin 2x10 mg, , vitamin, dan
nasihat untuk mengatur pola makan yang baik bagi ibu hamil.
Hari Perkiraan Lahir (HPL) : 16 Desember 2015
Riwayat Keluarga Berencana ( KB ) : Tidak ada.
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Vital Sign
: T :140/100 mmHg
N : 82 x/menit
S : 36,4 C
R : 20 x/menit
Berat Badan
: 70 Kg
Tinggi Badan
: 158 cm
Kepala
Leher
Dada
Paru
: Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi tidak ada, Wheezing tidak ada
Abdomen
Ekstremitas
b. Pemeriksaan Obstetri
Inspeksi
Palpasi
: Leopold I
TFU : 4 jari dibawah processus xyphoideus
Teraba 1 bagian besar, bulat, lunak
Leopold II
Kanan : teraba bagian memanjang seperti papan
Kiri : teraba bagian-bagian kecil
Leopold III
Teraba 1 bagian besar, bulat, keras
Mudah digerakkan
Leopold IV
Konvergen
Auskultasi : DJJ = (+) 140x/menit
His (-)
TFU : 25 cm,
Pemeriksaan Dalam
Vaginal toucher : , p (-), portio posterior, konsistensi sedang, KK (+), efficement 30%, bagian
bawah kepala Hodge I, punggung di sebalah kiri, lendir darah (-)
IV. DIAGNOSIS
G1P0A0 usia kehamilan 32-33 minggu dengan Preeklamsia Berat
II. TATALAKSANA (23 Oktober 2015)
1. Inform consent
2. Infus RL 20 tpm
3. Pasang DC
4. Injeksi MgSO4 20% 4 gram bolus iv pelan. Lanjut injeksi MgSO4 40% 10gr drip dalam
Dextrose 5%
5. Injeksi dexamethason iv 3x1ampul
6. Nifedipin 3 x 10 mg tablet
7. Observasi tanda-tanda perburukan PEB, tanda-tanda vital, keluhan, his, kemajuan persalinan,
produksi urine, balance cairan, impending eklampsia
SOAP HARIAN
24-10-2015
S
- Mual (+)
- Nafsu makan menurun
- Pusing
- gerak anak aktif
- kedua kaki bengkak
KU : cukup
Kesadaran : CM/456
Vital sign
Tensi : 140/80 mmHg
Nadi : 80 x/mnt
RR : 18 x/mnt
Tax : 36,9C
K/L : A-/I-/C-/DTHORAK : Normochest, simetris, Retraksi ( -), sonor/sonor, v/v, Rh -/-,
Wh -/-, S1S2 Tunggal, Gallop (-), Murmur (-)
ABDOMEN : Cembung, simetris, Supel, Nyeri Tekan (+), Tympani, BU (+)
normal, his (-), DJJ 138x/menit, pervaginam bersih
EXTREMITAS ;
Superior : Akral hangat (+/+), Sianosis (-/-), edema (-/-)
Inferior : Akral hangat (+/+), Sianosis (-/-), edema (-/-)
Dx:
Observasi TTV
Tx:
Inf. RL 20 tpm
SM Stop
Injeksi Dexamethason 3x1 ampul iv
Po: nifedipin 2 x 5mg bila TD >160/110
25-10-2015
S
- Pusing
- Nafsu makan menurun
- kaki bengkak mulai membaik
- gerak anak aktif
KU : sakit sedang
Kesadaran : CM/456
Vital sign
Tensi : 140/80 mmHg
Nadi : 80 x/mnt
RR : 18 x/mnt
Tax : 36,5C
K/L : A-/I-/C-/DTHORAK : Normochest, simetris, Retraksi ( -), sonor/sonor, v/v, Rh -/-,
Wh -/-, S1S2 Tunggal, Gallop (-), Murmur (-)
ABDOMEN : Cembung, simetris, Supel, Nyeri Tekan (+), Tympani, BU (+)
normal, his (-), DJJ 142x/ menit, pervagianm bersih
EXTREMITAS ;
Superior : Akral hangat (+/+), Sianosis (-/-), edema (-/-),
Inferior : Akral hangat (+/+), Sianosis (-/-), edema (-/-),
26-10-2015
S
KU : sakit sedang
Kesadaran : CM/456
Vital sign
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/mnt
RR : 22 x/mnt
Tax : 36,6C
K/L : A-/I-/C-/DTHORAK : Normochest, simetris, Retraksi ( -), sonor/sonor, v/v, Rh -/-,
Wh -/-, S1S2 Tunggal, Gallop (-), Murmur (-)
ABDOMEN : Cembung, simetris, Supel, Nyeri Tekan (-), Tympani, BU (+)
normal, His (-), DJJ (+) 138x/menit, pervagianm bersih
EXTREMITAS ;
Superior : Akral hangat (+/+), Sianosis (-/-), edema (-/-)
Inferior : Akral hangat (+/+), Sianosis (-/-), edema (-/-)
Dx : USGbesok
Observasi TTV Ibu dan keadaan janin
Tx :
Inf. RL 20 tpm
Injeksi Dexamethason 3x1 ampul iv
Po: nifedipin 2 x 5mg bila TD >160/110
27-10-2015
S
KU : cukup
Kesadaran : CM/456
Vital sign
Tensi : 110/80 mmHg
Nadi : 88 x/mnt
RR : 22 x/mnt
Tax : 36C
K/L : A-/I-/C-/DTHORAK : Normochest, simetris, Retraksi ( -), sonor/sonor, v/v, Rh -/-,
Wh -/-, S1S2 Tunggal, Gallop (-), Murmur (-)
ABDOMEN : Cembung, simetris, Supel, Nyeri Tekan (-), Tympani, BU (+)
normal
EXTREMITAS ;
Superior : Akral hangat (+/+), Sianosis (-/-), edema (-/-),
Inferior : Akral hangat (+/+), Sianosis (-/-), edema (-/-)
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, B.M., (2005, January 05 Last update), Pregnancy, Preeclampsia, Available from:
http://www.emedicine.com/emerg/topic480.htm (Accesed: 2008, November 20)
Cunningham, F.G. et all, 2003, Williams Obstetrics, 21st ed, McGraw-Hill Companies.
Langelo W., et al. 2012. Faktor Risiko Kejadian Preeklampsia di Rskd Ibu dan Anak Siti
Fatimah Makassar Tahun 2011-2012. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin
Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Editor: Delfi Lutan,
EGC, Jakarta
Pangeman, W.T. 2002. Komplikasi Akut pada Preeklampsia. Bagian Obstetri dan Ginekologi
RSMH/ FK UNSRI Palembang
Prawirohardjo S., Wiknjosastro H. 1999. Ilmu Kandungan. FKUI: Jakarta.
Sudinaya I.P., 2003, Insiden Preeklamsia-Eklamsia di Rumah Sakit Umum Tarakan
Kalimantan Timur-Tahun 2000, Cermin Dunia Kedokteran, 139, 13-15.
Surjadi, M.L. dkk, 1999, Perbandingan Rasio Ekskresi Kalsium/Kreatinin Dalam Urin Antara
Penderita Preeklamsia Dan Kehamilan Normal, Majalah Obstetri Dan Ginekologi
Indonesia, 23, 23-26.
Suyono, Y.J., 2002, Dasar-Dasar Obstetri & Ginekologi, edisi 6, Hipokrates, Jakarta
Tomasulo, P.J. & Lubetkin, D., (2006, March 15 Review date), Preeclamsia,
Availablefrom:http://www.obgyn.health.ivillage.com/pregnancybacics/preeclamsia.cmf.
Wagner,
L.,
(2004),
Diagnosis
And
Management
Of
Preeclampsia,
Available:
NO
NAMA
TANDA TANGAN
1
1
2
2
3
3
4
4
LAPORAN KASUS
TANDA TANGAN
Oleh :
dr. Ramadhani Hidayat D.P.
Pendamping :
dr. Harijanto Winarko
Pembimbing :
dr. Haris Wibawanto, SpOG