Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Di dunia ini setiap menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait
dengan kehamilan dan persalinan. Dengan kata lain, 1.400 perempuan meninggal setiap hari atau
lebih dari 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan dan persalinan. Di Indonesia,
2 orang ibu meninggal setiap jam karena kehamilan, persalinan dan nifas. Begitu juga dengan
kematian anak, di Indonesia setiap 20 menit anak usia di bawah 5 tahun meninggal. Dengan kata lain
30.000 anak balita meninggal setiap hari dan 10,6 juta anak balita meninggal setiap tahun. Sekitar 99
% dari kematian ibu dan balita terjadi di negara miskin, terutama di Afrika dan Asia Selatan. Di
Indonesia angka kematian anak balita menurun 15 % dalam 15 tahun, dari 79 kematian per 1.000
kelahiran hidup pada tahun 1988 menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup pada kurun waktu 1998-2002
(Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2002/2003). Sebagai perbandingan, angka kematian bayi di
negara maju seperti di Inggris saat ini sekitar 5 per 1.000 kelahiran hidup (WHO, 2005). Sebagian
besar kematian perempuan disebabkan komplikasi karena kehamilan dan persalinan, termasuk
perdarahan, infeksi, aborsi tidak aman, tekanan darah tinggi dan persalinan lama (Langelo, 2012).
Preeklampsia-eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang masih merupakan penyebab
utama kematian ibu dan penyebab kematian perinatal tertinggi di Indonesia. Wahdi, dkk (2000)
mendapatkan angka kematian ibu akibat preeklampsia/ eklampsia di RSUP Dr. Kariadi Semarang
selama tahun 1996-1998 sebanyak 10 kasus (48%). Data ini sebanding dengan dokumen WHO (18
September 1989) yang menyatakan bahwa penyebab langsung kematian terbanyak adalah
preeklampsia/eklampsia, perdarahan, infeksi dan penyebab tak langsung adalah anemia, penyakit
jantung. Sehingga diagnosis dini preeklampsia yang merupakan pendahuluan eklampsia serta
penatalaksanaannya harus diperhatikan dengan seksama. Disamping itu, pemeriksaan antenatal yang
teratur dan secara rutin untuk mencari tanda preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria sangat
penting dalam usaha pencegahan, disamping pengendalian faktor-faktor predisposisi lain (Sudinaya,
2003).
Insiden preeklampsia sangat dipengaruhi oleh paritas, berkaitan dengan ras dan etnis.
Disamping itu juga dipengaruhi oleh predisposisi genetik dan juga faktor lingkungan. Sebagai contoh,
dilaporkan bahwa tempat yang tinggi di Colorado meningkatkan insiden preeklampsia. Beberapa
penelitian menyimpulkan bahwa wanita dengan sosio ekonominya lebih maju jarang terkena
preeklampsia (Cunningham, 2003). Preeklampsia lebih sering terjadi pada primigravida dibandingkan
multigravida. Faktor risiko lain yang menjadi predisposisi terjadinya preeklampsia meliputi hipertensi
kronik, kelainan faktor pembekuan, diabetes, penyakit ginjal, penyakit autoimun seperti Lupus, usia

ibu yang terlalu muda atau yang terlalu tua dan riwayat preeklampsia dalam keluarga (Cunningham,
2003).
1

Rumusan Masalah
1
Apakah definisi dari preeklamsia ?
2
Bagaimana epidemiologi dari preeklamsia?
3
Apakah etologi daripreeklamsia?
4
Bagaimana patofisiologidaripreeklamsia?
5
Bagaimanagambaranklinisdaripreeklamsia?
6
Bagaimanamendiagnosispreeklamsia?
7
Bagaimanapenatalaksanaandaripreeklamsia?
8
Bagaimanakomplikasidaripreeklamsia?
9
Bagaimana prognosis daripreeklamsia?
2
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Tujuan
Mengetahui definisi dari preeklamsia.
Mengetahui epidemiologi dari preeklamsia.
Mengetahui etiologi dari preeklamsia.
Mengetahui patofisiologi dari preeklamsia.
Mengetahui gambaran klinis preeklamsia.
Mengetahui caramendiagnosis preeklamsia.
Mengetahui penatalaksanaandari preeklamsia.
Mengetahui komplikasi daripreeklamsia
Mengetahui prognosis daripreeklamsia.

Manfaat
Penulisan laporan kasus ini dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dokter muda

mengenai preeklamsia

dalam hal pelaksanaan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang,

penegakan diagnosis, penatalaksanaan, komplikasiserta monitoring preeklamsia.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Preeklampsia
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi

organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan
proteinuria (Cunningham et al, 2003). Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu,
paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada
pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai
preeklampsia yang berat (Wahdi, 2000).
2

Epidemiologi Preeklampsia

1 Insiden Preeklampsia

Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang
mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan kriteria dalam penentuan
diagnosis dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10% (Tomasulo,
2006), Sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari
semua kehamilan (23,6 kasus per 1.000 kelahiran). Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih
tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda, Sudinaya (2000)
mendapatkan angka kejadian preeklampsia dan eklamsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar
74 kasus (5,1%) dari 1431 persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31 Desember 2000,
dengan preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklamsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama
dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan primigravida (17,5%). Diabetes melitus, mola hidatidosa,
kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor predisposisi
untuk terjadinya preeklampsia. Peningkatan kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin
disebabkan karena adanya hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa dengan superimposed PIH
(Langelo, 2012).
Di samping itu, preklamsia juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi, dkk (1999) mendapatkan
angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung paling
banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak terjadi
pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus.
Wanita dengan kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan tunggal, maka
memperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13 % : 6 %) dan preeklampsia (13 % : 5 %) yang
secara bermakna lebih tinggi. Selain itu, wanita dengan kehamilan kembar memperlihatkan prognosis
neonatus yang lebih buruk daripada wanita dengan kehamilan tunggal (Suyono, 2002).
2 Faktor Risiko Preeklampsia
Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya preeklampsia, tetapi
beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia.
Faktor risiko tersebut meliputi;
1

Riwayat preeklampsia. Seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia atau riwayat keluarga
dengan preeklampsia maka akan meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia.

Primigravida, karena pada primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking antibodies)


belum sempurna sehingga meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia Perkembangan
preklamsia semakin meningkat pada umur kehamilan pertama dan kehamilan dengan umur yang
ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu tua.

Kegemukan

Kehamilan ganda. Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang mempuyai bayi kembar
atau lebih.

Riwayat penyakit tertentu. Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu sebelumnya,
memiliki risiko terjadinya preeklampsia. Penyakit tersebut meliputi hipertensi kronik, diabetes,
penyakit ginjal atau penyakit degenerati seperti reumatik arthritis atau lupus (Wagner, 2004).

Etiologi Preeklampsia
Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori yang

dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut
penyakit teori; namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori sekarang yang
dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori iskemia plasenta. Namun teori ini belum dapat
menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini (Mochtar, 1998).
Adapun teori-teori tersebut adalah ;
1

Peran Prostasiklin dan Tromboksan


Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga sekresi
vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan
normal prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul
vasokonstrikso generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan
pengurangn perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan volume plasma
(Prawirohardjo, 1999).

Peran Faktor Imunologis


Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan I karena pada kehamilan I terjadi pembentukan
blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia terjadi komplek
imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan
proteinuria.

Peran Faktor Genetik


Preeklampsia hanya terjadi pada manusia. Preeklampsia meningkat pada anak dari ibu yang
menderita preeklampsia.

Iskemik dari uterus. Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus

Defisiensi kalsium. Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan vasodilatasi


dari pembuluh darah.

Disfungsi dan aktivasi dari endotelial. Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan
penting dalam patogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin diketahui dilepaskan oleh sel
endotel yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah wanita hamil
dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai pada trimester pertama

kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai dengan kemajuan kehamilan
(Prawirohardjo, 1999).

Patofisiologi Preeklampsia
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah

organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia (Cunningham, 2003).
Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai
substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan
agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang
ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan
penurunan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler
menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler
meliputi penurunan volume intavaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan
pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni.
Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian
janin dalam rahim (Tomasulo, 2006).

Perubahan pada organ-organ :


1

Perubahan kardiovaskuler.
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia dan eklamsia.

Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat
hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis
hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid
intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru
(Cunningham, 2003).
2

Metabolisme air dan elektrolit


Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklamsia tidak diketahui penyebabnya.

Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklampsia dan eklamsia daripada
pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat
mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi
glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan

protein tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium,
dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal (Tomasulo, 2006).
3

Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi ablasio

retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan
terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan tanda preklamsia berat yang mengarah pada
eklamsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan
preedaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau didalam retina (Mochtar, 1998).
4

Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri,

pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan (Tomasulo, 2006).


5

Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga terjadi

gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia
dan eklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga
terjadi partus prematur. (Surjadi, 1999)

Paru-paru

Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang
menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses paru
(Wahdi, 2000).
5

Gambaran Klinis Preeklampsia

2.5.1 Gejala subjektif


Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan
kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan
pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklamsia akan timbul. Tekanan
darahpun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat (Brooks, 2005).

2.5.2 Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan sistolik 30 mmHg
dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mmHg. Tekanan darah pada
preklamsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain
itu kita juga akan menemukan takikarda, takipnu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi
ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak (Pangeman, 2005).
6

Diagnosis Preeklampsia
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium.

Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu;
1

Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:


a

Tekanan darah 140/90 mmHg sampai < 160/110 mmHg setelah usia kehamilan >20 minggu.

Proteinuria kuantitatif 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter atau
midstearm.

Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:


a

Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+

Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.

Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.

Terdapat edema paru dan sianosis

Trombositopeni

Gangguan fungsi hati

Pertumbuhan janin terhambat (Prawirohardjo, 1999).

Penatalaksanaan Preeklampsia Berat

2.7.1 Perawatan Konservatif


1
2

Bila umur kehamilan < 37 minggu, tanpa adanya keluhan subyektif dengan keadaan janin
baik.
Pengobatan dilakukan di Kamar Bersalin / Ruang Isolasi :
a Tirah baring dengan miring ke satu sisi (kiri)
b Infus Dekstrose 5%, 20 tetes/menit
c Pasang kateter tetap
d Pemberian obat anti kejang : Magnesium Sulfat (MgSO 4)
Langsung berikan dosis pemeliharaan MgSO4 2 g/jam IV
Caranya :
- Siapkan larutan infus Dekstrose 5% atau NaCL 0,9% 500 cc
- Masukkan MgSO4 40% 30 cc ke dalam 500 cc larutan infuse
- Atur tetesan 28 tetes/menit (1 kolf/ 6 jam)

Monitor jumlah tetesan, bersamaan dengan monitor tanda vital.


Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu Calcium Glukonas 10% (1 gr dalam

10 cc) diberikan IV pelan (3 menit).


Refleks patella (+)
Frekuensi pernafasan > 16 x/menit
Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya.

Pemberian anti hipertensi (bila tekanan darah 180/110 mmHg)


Injeksi Clonidin 1 ampul (0,15 mg/cc) dilarutkan/diencerkan dalam larutan Dekstrose
5% 10 cc. Mula-mula disuntikkan 5 cc IV perlahan-lahan selama 5 menit. Kemudian
setelah 5 menit tekanan darah diukur bila belum ada penurunan, maka diberikan lagi 5
cc IV perlahan-lahan selama 5 menit. Injeksi Clonidin dapat diberikan tiap 4 jam
sampai tekanan darah diastolik normal.

Pemeriksaan Laboratorium :

Konsultasi :

Hb, Trombosit, Hematokrit, Asam Urat


Urine lengkap dan produksi urine 24 jam
Fungsi hati
Fungsi ginjal

SMF Penyakit Dalam


SMF Mata
SMF Jantung, dll.

Pengobatandanevaluasiselamarawatinap di KamarBersalin :
a Tirah Baring
b Medikamentosa :
Nifedipin 3 x 10 mg (po).
Roboransia
c

Pemeriksaan Laboratorium :

Hb, Trombosit, Hematokrit, asam urat


Urine lengkap dan produksi urine 24 jam
Fungsi hati
Fungsi Ginjal

Diet biasa

Dilakukan penilaian kesejahteraan janin (KTG/USG)

Perawatan Konservatif dianggap gagal bila :

Adanya tanda-tanda Impending Eklampsia (keluhan subyektif)


Penilaian kesejahteraan janin jelek
Kenaikan tekanan darah progresif
Adanya Sindroma HELLP

Adanya kelainan fungsi ginjal

Perawatan konservatif dianggap berhasil bila : penderita sudah mencapai perbaikan dengan
tanda-tanda pre-eklampsia ringan dan perawatan dilanjutkan sekurang-kurangnya selama 3
hari lagi kemudian penderita boleh pulang.

Bila perawatan konservatif gagal dilakukan terminasi.

2.7.2 Perawatan Aktif


a

Indikasi :
1
2
3
4
5
6

Penilaian kesejahteraan janin jelek


Adanya keluhan subyektif ( Impending Eklampsia )
Adanya sindroma HELLP
Kehamilan aterm
Perawatan konservatif gagal
Perawatan selama 24 jam, tekanan darah tetap 160 / 110 mmHg

Pengobatan Medikamentosa :
1
2
3

Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)


Infus Dekstrose 5% 20 tetes/menit
Pemberian MgSO4
Dosis Awal : Berikan MgSO4 4 g IV (bolus) dan MgSO4 40% 10 gr IM.
Kemudian dilanjutkan dengan dengan dosis pemeliharaan, MgSO 4 40% 5 gr IM

setiap 6 jam sampai dengan 24 jam pasca persalinan


Bila tidak ada keluhan subjektif, tekanan darah sesuai kriteria Preeklampsia ringan

dan diuresis 100 cc/jam maka pemberian MgSO4 dihentikan.


Bila timbul tanda-tanda intoksikasi MgSO 4 segera berikan Calcium Gluconas 10%,

1 gr dalam 10 cc IV pelan-pelan selama 3 menit.


Bila sebelum pengobatan MgSO4 telah diberikan Diazepam maka dilanjutkan

pengobatan dengan MgSO4.


Bila tekanan darah 180/110 mmHg diberikan injeksi Clonidin 0,15 mg IV yang
diencerkan 10 cc Dekstrose 5% diberikan sama dengan perawatan konservatif
dilanjutkan Nifedipin 3 x 10 mg.

Terminasi Kehamilan :

Induksi persalinan dengan drips Oksitosin bila :


Kesejahteraan janin baik
Skor pelvik (Bishop) 5
Operasi Seksio Sesarea bila :
Kesejahteraan janin jelek
Skor pelvik (Bishop) < 5
Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam.
Jika seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa:
Tidak terdapat koagulapati

Anestesi yang aman/ terpilih adalah anastesia umum. Jangan lakukan

anastesia lokal, sedangkan anestesia spinal berhubungan dengan hipotensi


Jika anestesia yang umum tidak tersedia, atau janin mati, aterm
terlalu kecil, lakukan persalinan pervaginam.

Jika servik matang, lakukan induksi dengan oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml
dekstrose 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin (Abdul bari, 2001).

2.8 Komplikasi
Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi pada neonatus berupa
prematuritas. Resiko fetus diakibatkan oleh insufisiensi plasenta baik akut maupun kronis. Pada kasus
berat dapat ditemui fetal distress baik pada saat kelahiran maupun sesudah kelahiran . Komplikasi
yang sering terjadi pada preklampsia berat adalah (Wagner, 2004) :
1

Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu hamil yang menderita hipertensi
akut. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5 % solusio plasenta terjadi pada pasien

preeklampsia.
Hipofibrinogenemia.

hipofibrinogenemia.
Hemolisis. Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukan gejala klinik

Pada

preeklampsia

berat,

Zuspan

(1978)

menemukan

23%

hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan
kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering
4
5

ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan mekanisme ikterus tersebut.
Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal.
Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung selama seminggu
dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan tanda

gawat dan akan terjadi apopleksia serebri.


Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pasien preeklampsia-eklampsia diakibatkan
vasospasmus arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal

hati. Sindroma HELLP, yaitu hemolysis, elevated liver enzymes dan low platelet.
Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus berupa pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang

8
9

dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.


Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin.
Komplikasi lain berupa lidah tergigit, trauma dan fraktur karena terjatuh akibat kejang,
pneumonia aspirasi dan DIC (Pangeman, 2002).

2.9 Prognosis
Prognosis untuk eklampsia selalu serius walaupun angka kematian ibu akibat eklampsia
telah menurun selama tiga dekade terakhir dari 5 sampai sepuluh persen menjadi kurang dari tiga
persen kasus. Kematian ini disebabkan karena kurang sempurnanya pengawasan antenatal, disamping
itu penderita eklampsia biasanya sering terlambat mendapat pertolongan. Kematian ibu biasanya
karena perdarahan otak, decompensatio cordis, oedem paru, payah ginjal dan aspirasi cairan lambung.
Sebab kematian bayi karena prematuritas dan hipoksia intra uterin (Wagner,2004).

LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN

Nama

:Ny. Soleha

No. Pasien

: 125004

Umur

: 19 tahun

Jeniskelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Kalipuro

Ruangan

: RPK

Tanggal MRS : 23 Oktober 2015 (10.20 WIB)

I. ANAMNESA (23 Oktober 2015 jam 09.50 WIB)


Keluhan utama :
Hamil dengan tekanan darah tinggi disertai kedua kaki bengkak
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang rujukan bidan dengan diagnosa G1P0A0 hamil usia kehamilan 32 minggu dengan
preeklampsia berat. Pasien mengeluh nyeri kepala dan kaki bengkak. Pasien mengatakan tekanan
darah biasanya berkisar 120/70 mmHg, namun ketika memasuki usia kehamilan 2 bulan tekanan
darah 160/110 mmHg. Pasien mengaku belum merasakan kenceng-kenceng, belum
mengeluarkan air ketuban, belum mengeluarkan lendir darah, dan masih merasakan gerakan
janin.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Penyakit Asthma, Jantung, Hipertensi, Diabetus Mellitus: disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :

Hipertensi, DM, gemelli, anak cacat, penyakit paru-paru: disangkal


Riwayat Menstruasi :
Menarche

: 13 Tahun

Lama

: 7 Hari

Siklus

: 28 Hari

Jumlah darah

: 2 3 kali ganti pembalut/hari

Disertai rasa sakit

: tidak

Hari Pertama Haid Terakhir: 9 Maret 2015


Riwayat Perkawinan :
Menikah 1 x dengan suami sekarang
Riwayat Obstetri (G3P2A0) :
No

Keadaan
kehamilan,
Persalinan, Keguguran, dan
nifas

Hamil ini

Umur
sekarang/ tgl
lahir

Keadaan
anak

Tempat
perawatan

Riwayat Operasi :
Tidak terdapat riwayat operasi
Riwayat Kehamilan sekarang :
Periksa kehamilan :ANC di bidan sebanyak 4x selama hamil. 1 kali pada trimester I, 1 kali pada
trimester II, dan 2 kali pada trimester III. Pasien mendapatkan nifedipin 2x10 mg, , vitamin, dan
nasihat untuk mengatur pola makan yang baik bagi ibu hamil.
Hari Perkiraan Lahir (HPL) : 16 Desember 2015
Riwayat Keluarga Berencana ( KB ) : Tidak ada.
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum: Baik
Kesadaran

: Compos Mentis

Vital Sign

: T :140/100 mmHg
N : 82 x/menit
S : 36,4 C
R : 20 x/menit

Berat Badan

: 70 Kg

Tinggi Badan

: 158 cm

Kepala

: Conjunctiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik

Leher

: JVP tidak meningkat, limfonodi tak teraba

Dada

: Jantung: S1 dan S2 tunggal, reguler, tidak ada bising

Paru

: Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi tidak ada, Wheezing tidak ada

Abdomen

: Tampak membesar, striae gravidarum (+)

Ekstremitas

: Tidak ada oedema, tidak terdapat varises, refleks patella (+)

b. Pemeriksaan Obstetri
Inspeksi

: Tampak perut membesar, membujur, striae gravidarum (+)

Palpasi

: Leopold I
TFU : 4 jari dibawah processus xyphoideus
Teraba 1 bagian besar, bulat, lunak

Leopold II
Kanan : teraba bagian memanjang seperti papan
Kiri : teraba bagian-bagian kecil
Leopold III
Teraba 1 bagian besar, bulat, keras
Mudah digerakkan
Leopold IV
Konvergen
Auskultasi : DJJ = (+) 140x/menit
His (-)
TFU : 25 cm,

Pemeriksaan Dalam
Vaginal toucher : , p (-), portio posterior, konsistensi sedang, KK (+), efficement 30%, bagian
bawah kepala Hodge I, punggung di sebalah kiri, lendir darah (-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM ( 23-10-2015)


Hb = 11,3 g/dl
PLT = 199.000 /uL
Hmt = 37,4 %
GDS = 68 mg/dL
Ureum = 6,51 mg/dL
Creatinin = 0,45 mg/dL
SGOT = 14,8 U/L
SGPT = 17,7 U/L
Protein urin (++)
HbsAg (-)

IV. DIAGNOSIS
G1P0A0 usia kehamilan 32-33 minggu dengan Preeklamsia Berat
II. TATALAKSANA (23 Oktober 2015)
1. Inform consent
2. Infus RL 20 tpm
3. Pasang DC
4. Injeksi MgSO4 20% 4 gram bolus iv pelan. Lanjut injeksi MgSO4 40% 10gr drip dalam
Dextrose 5%
5. Injeksi dexamethason iv 3x1ampul
6. Nifedipin 3 x 10 mg tablet
7. Observasi tanda-tanda perburukan PEB, tanda-tanda vital, keluhan, his, kemajuan persalinan,
produksi urine, balance cairan, impending eklampsia

SOAP HARIAN
24-10-2015
S

- Mual (+)
- Nafsu makan menurun
- Pusing
- gerak anak aktif
- kedua kaki bengkak

KU : cukup
Kesadaran : CM/456
Vital sign
Tensi : 140/80 mmHg
Nadi : 80 x/mnt
RR : 18 x/mnt
Tax : 36,9C
K/L : A-/I-/C-/DTHORAK : Normochest, simetris, Retraksi ( -), sonor/sonor, v/v, Rh -/-,
Wh -/-, S1S2 Tunggal, Gallop (-), Murmur (-)
ABDOMEN : Cembung, simetris, Supel, Nyeri Tekan (+), Tympani, BU (+)
normal, his (-), DJJ 138x/menit, pervaginam bersih
EXTREMITAS ;
Superior : Akral hangat (+/+), Sianosis (-/-), edema (-/-)
Inferior : Akral hangat (+/+), Sianosis (-/-), edema (-/-)

G1P0000 32-33 minggu dengan Pre Eklamsia Berat

Dx:
Observasi TTV
Tx:
Inf. RL 20 tpm
SM Stop
Injeksi Dexamethason 3x1 ampul iv
Po: nifedipin 2 x 5mg bila TD >160/110

25-10-2015
S

- Pusing
- Nafsu makan menurun
- kaki bengkak mulai membaik
- gerak anak aktif

KU : sakit sedang
Kesadaran : CM/456
Vital sign
Tensi : 140/80 mmHg
Nadi : 80 x/mnt
RR : 18 x/mnt
Tax : 36,5C
K/L : A-/I-/C-/DTHORAK : Normochest, simetris, Retraksi ( -), sonor/sonor, v/v, Rh -/-,
Wh -/-, S1S2 Tunggal, Gallop (-), Murmur (-)
ABDOMEN : Cembung, simetris, Supel, Nyeri Tekan (+), Tympani, BU (+)
normal, his (-), DJJ 142x/ menit, pervagianm bersih
EXTREMITAS ;
Superior : Akral hangat (+/+), Sianosis (-/-), edema (-/-),
Inferior : Akral hangat (+/+), Sianosis (-/-), edema (-/-),

G1P0000 32-33 minggu dengan Pre Eklamsia Berat

Dx: Observasi TTV


USG tanggal 27/10/2015
Tx:
Inf. RL 20 tpm
Injeksi Dexamethason 3x1 ampul iv
Po: nifedipin 2 x 5mg bila TD >160/110

26-10-2015
S

- Gerak anak aktif


- Kurang nafsu makan
- nyeri kepala
- sedikit mulas

KU : sakit sedang
Kesadaran : CM/456
Vital sign
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/mnt
RR : 22 x/mnt
Tax : 36,6C
K/L : A-/I-/C-/DTHORAK : Normochest, simetris, Retraksi ( -), sonor/sonor, v/v, Rh -/-,
Wh -/-, S1S2 Tunggal, Gallop (-), Murmur (-)
ABDOMEN : Cembung, simetris, Supel, Nyeri Tekan (-), Tympani, BU (+)
normal, His (-), DJJ (+) 138x/menit, pervagianm bersih
EXTREMITAS ;
Superior : Akral hangat (+/+), Sianosis (-/-), edema (-/-)
Inferior : Akral hangat (+/+), Sianosis (-/-), edema (-/-)

G1P0000 32-33 minggu dengan Pre Eklamsia Berat

Dx : USGbesok
Observasi TTV Ibu dan keadaan janin
Tx :
Inf. RL 20 tpm
Injeksi Dexamethason 3x1 ampul iv
Po: nifedipin 2 x 5mg bila TD >160/110

27-10-2015
S

- Tidak ada keluhan

KU : cukup
Kesadaran : CM/456
Vital sign
Tensi : 110/80 mmHg
Nadi : 88 x/mnt
RR : 22 x/mnt
Tax : 36C
K/L : A-/I-/C-/DTHORAK : Normochest, simetris, Retraksi ( -), sonor/sonor, v/v, Rh -/-,
Wh -/-, S1S2 Tunggal, Gallop (-), Murmur (-)
ABDOMEN : Cembung, simetris, Supel, Nyeri Tekan (-), Tympani, BU (+)
normal
EXTREMITAS ;
Superior : Akral hangat (+/+), Sianosis (-/-), edema (-/-),
Inferior : Akral hangat (+/+), Sianosis (-/-), edema (-/-)

- G1P0000 31 minggu dengan Pre Eklamsia Berat

Dx : KRS besok (28/10/2015)


Hasil USG : janin tunggal hidup letak kepala,usia kandungan 31 minggu,
jenis kelamin laki-laki, amnion cukup
Tx :
Inf. RL 20 tpm
Injeksi Dexamethason 3x1 ampul iv
Po: nifedipin 2 x 5mg bila TD >160/110

DAFTAR PUSTAKA

Brooks, B.M., (2005, January 05 Last update), Pregnancy, Preeclampsia, Available from:
http://www.emedicine.com/emerg/topic480.htm (Accesed: 2008, November 20)
Cunningham, F.G. et all, 2003, Williams Obstetrics, 21st ed, McGraw-Hill Companies.
Langelo W., et al. 2012. Faktor Risiko Kejadian Preeklampsia di Rskd Ibu dan Anak Siti
Fatimah Makassar Tahun 2011-2012. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin
Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Editor: Delfi Lutan,
EGC, Jakarta
Pangeman, W.T. 2002. Komplikasi Akut pada Preeklampsia. Bagian Obstetri dan Ginekologi
RSMH/ FK UNSRI Palembang
Prawirohardjo S., Wiknjosastro H. 1999. Ilmu Kandungan. FKUI: Jakarta.
Sudinaya I.P., 2003, Insiden Preeklamsia-Eklamsia di Rumah Sakit Umum Tarakan
Kalimantan Timur-Tahun 2000, Cermin Dunia Kedokteran, 139, 13-15.
Surjadi, M.L. dkk, 1999, Perbandingan Rasio Ekskresi Kalsium/Kreatinin Dalam Urin Antara
Penderita Preeklamsia Dan Kehamilan Normal, Majalah Obstetri Dan Ginekologi
Indonesia, 23, 23-26.
Suyono, Y.J., 2002, Dasar-Dasar Obstetri & Ginekologi, edisi 6, Hipokrates, Jakarta
Tomasulo, P.J. & Lubetkin, D., (2006, March 15 Review date), Preeclamsia,
Availablefrom:http://www.obgyn.health.ivillage.com/pregnancybacics/preeclamsia.cmf.
Wagner,

L.,

(2004),

Diagnosis

And

Management

Of

Preeclampsia,

Available:

http://www.aafp.org/afp/20041215/2317.html. (Accesed: 2008, November 20)


Wahdi. Dkk, 2000. Kematian Maternal Di RSUP Dr. Kariadi Semarang Tahun 1996-1998,
Majalah Obstetri Dan Ginekologi Indonesia, 24, 165-170.

DAFTAR HADIR DOKTER


LAPORAN KASUS
JUMAT, 13 NOVEMBER 2015

NO

NAMA

TANDA TANGAN
1

1
2
2
3
3
4
4

ABSENSI PRESENTASI KASUS


JUMAT, 13 NOVEMBER 2015
DOKTER INTERNSIP RSUD BLAMBANGAN
NAMA
COKORDA AGUNG PARAMADIKA,dr
YUNI INDRIANI, dr
REZA ADITYAWAN PRAKOSO, dr
RITMA EKA FEBRIANA, dr
ARIE TEJAMUKTI LISTYAWAN, dr
I WAYAN MAHAENDRA, dr
A.A. MADE BERASTIA ANIS, dr
DEWA AYU RATNA, dr
ANGGA PRAWIRO PURWANTO, dr
LAURA LAY, dr
DEVI SHINTYASARI, dr

LAPORAN KASUS

TANDA TANGAN

IGD RSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI

PRE EKLAMSIA BERAT

Oleh :
dr. Ramadhani Hidayat D.P.
Pendamping :
dr. Harijanto Winarko

Pembimbing :
dr. Haris Wibawanto, SpOG

RSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI


2015

Anda mungkin juga menyukai