TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Pondasi merupakan bagian dari suatu konstruksi yang berperan dalam
meneruskan beban yang dipikul oleh struktur atas termasuk berat sendiri
ke lapisan tanah di bawahnya. Peran pondasi sangat penting untuk
menjaga struktur tetap berdiri dengan kokoh saat mengalami gaya.
Bab ini akan membahas mengenai teori-teori yang mendukung
perancangan suatu sistem pondasi, mulai dari jenis-jenis pondasi yang
dapat digunakan, perhitungan daya dukung tiang, perencanaan grup tiang
serta penurunannya, hingga teori dinding penahan tanah.
2.2 Jenis- jenis Pondasi Dalam
Beragam jenis dan ukuran struktur yang membutuhkan pondasi sebagai
penopang serta berbagai jenis lapisan tanah yang terdapat di bumi ini
sangat mempengaruhi perkembangan sistem pondasi sehingga dewasa ini
terdapat berbagai jenis sistem pondasi yang digunakan.
Berdasarkan Vesic (1997), pondasi dalam atau pondasi tiang dibutuhkan
untuk kondisi sebagai berikut.
1. Lapisan tanah bagian atas sangat kompresibel dan terlalu lemah untuk
memikil beban dari gedung sehingga beban harus dipikul oleh lapisan
tanah yang letaknya lebih dalam.
2. Pondasi mengalami beban lateral dari gedung misalnya beban angin
dan/atau beban gempa
3. Terdapat tanah yang ekspansif dan tanah yang mudah hancur saat kadar
airnya tinggi
4. Pondasi mengalami gaya uplift yang cukup besar
5. Pondasi untuk jembatan dan dermaga yang permukaan tanahnya dapat
mengalami erosi
II-1
Tiang beton
precast (tiang
pancang)
Panjang
(m)
15-60
10-60
Beban (kN)
300-1200
5-40
200-800
tanpa casing
5-40
300-700
Tiang kayu
5-40
130-270
Kekurangan
kapasitas tinggi
relatif mahal
mudah dipotong dan menimbulkan
disambung
kebisingan saat
tahan tekanan besar
pemancangan
saat dipancang
korosif
dapat menembus
lapisan tanah keras
Tiang komposit
Kelebihan
jika akan
dipotong, sulit
menentukan titik
potong yang tepat
biaya awal tinggi
relatif murah
mudah disambung
sukar dilakukan
pemotongan
setelah concreting
casing tipis
mudah rusak saat
pemancangan
dapat terdiri dari gabungan tiang baja dan tiang beton atau tiang kayu
dan tiang beton namun sulit untuk dikonstruksi sehingga sangat jarang
digunakan
II-2
II-3
2.4
dan
dimana :
Qu
Qp
Qs
II-4
Qs =
QS =
dimana :
Qs = tahanan geser selimut tiang
As = luas selimut tiang
P
= keliling penampang
L = panjang tiang
f
= skin friction
dengan,
f = skin friction
= faktor adhesi empiris
c u = undrained shear strength
II-5
Sedangkan untuk tiang bor, dalam tugas akhir ini digunakan nilai
berdasarkan rekomendasi Reese dan ONeil (1988) yang juga diadopsi oleh
Federal Highway Administration (FHWA). Reese dan ONeil (1988)
merekomendasikan nilai berdasarkan nilai c u seperti pada tabel di bawah
ini.
Tabel 2.2 Faktor Adhesi () menurut Reese dan Oneil (1988)
Undrained Shear Strength (tsf)
<2
2-3
3-4
4-5
5-6
6-7
7-8
8-9
>9
0.55
0.49
0.42
0.38
0.35
0.33
0.32
0.31
Treat as Rock
II-6
dimana :
Qp
Ap
cu
Nc*, Nq*
II-7
dimana :
Qp
Ap
cu
(ton)
dengan,
NSPT= (N 1 +N 2 )/2
N1
N2
II-8
Gambar 2.2 Batas Tanah Atas dan Bawah Nilai NSPT (M. Irsyam, 2004)
II-9
Gambar 2.3 Daya dukung Lapisan pasir Tipis di atas Tanah Lunak (ASCE,1986)
di mana:
B adalah diameter tiang. H adalah tebal lapisan sisa dari lapisan keras di
bawah ujung tiang. q o dan q p merupakan tahanan ujung batas untuk lapisan
lunak dan lapisan keras. Sedangkan q l merupakan respektif tahanan dari
kedua lapisan pada ketinggian 10B.
II-10
di mana:
Q ul = kapasitas uplift
Q fr = total side resistence for uplift
W p = berat efektif tiang
A s = luas permukan tiang
f r = tahanan friksi untuk uplift = c u
2.4.4.1 Tahanan Uplift pada Tanah Kohesif
Untuk tanah kohesif, Chen dan Kulhawy (2004) memberikan persamaan
tahanan friksi uplift sebagai berikut.
di mana:
f r = tahanan friksi untuk uplift
c u = undrained shear strength
P a = tekanan atmosfer = 101 kPa
2.5
II-11
Gaya horizontal atau lateral dari angin dan gempa ini juga akan dipikul oleh
sistem pondasi di bawahnya. Untuk menghitung beban lateral yang dapat
dipikul oleh tiang, dapat digunakan Metode Broms (1965). Metode Broms
berdasarkan asumsi dari keruntuhan geser tanah untuk kasus tiang pendek .
Sedangkan untuk kasus tiang panjang, metode ini didasarkan pada tekuk
dari tiang akibat tahanan lelehnya.
Dalam menentukan daya dukung lateral tiang dapat dibedakan menjadi dua
kondisi yaitu free head piles dan fixed head piles. Berikut adalah prosedur
pada perhitungan daya dukung dengan menggunakan metoda Broms (1965):
1. Tentukan kondisi tanah beserta kedalaman kritis di bawah permukaan
tanah yang menahan beban lateral (yaitu 6-10 kali diameter).
2. Tentukan parameter tiang seperti modulus elastisitas (E), Momen Inersia
(I), kuat tekan beton (fc), kedalaman tiang (D), diameter tiang (b),
modulus penampang (S).
3. Penentuan kriteria tiang pendek dan panjang
Kriteria tiang panjang atau pendek ditentukan oleh faktor kekakuan dari
tiang dan dibagi berdasarkan kondisi konsolidasi dari tanah. Persyaratan
dan pembagiannya ditunjukkan pada tabel 2.3 di bawah ini.
Tabel 2.3 Kriteria Tiang Panjang dan Pendek (H. Nawir, 2011)
Jenis Tiang
Faktor Kekakuan
tanah NC dan pasir
tanah OC
Pendek
L 2T
L 2R
Panjang
L 4T
L 3.5R
a. Tanah OC
Faktor kekakuan (R) untuk tanah over consolidated (OC) ditentukan
dengan persamaan di bawah ini.
II-12
di mana:
E = modulus elastisitas tiang
I = momen inersia tiang
K = k s */ 1,5
D = diameter tiang
* k s adalah subgrade reaction modulus yang diasumsikan konstan
pada seluruh kedalaman. Nilai k s ditentukan dengan korelasi empiris
terhadap nilai c u .
Tabel 2.4 Hubungan k s dengan c u (H. Nawir, 2011)
Konsistensi
stiff clay
hard clay
c u (kN/m2)
100 200
200 400
>400
100 200
200 400
>400
27
54
>108
k s (MN/m )
rekomendasi k s
di mana:
E = modulus elastisitas tiang
I = momen inersia tiang
h = modulus variasi
Nilai h bervariasi berdasarkan jenis tanah. Berikut harga h untuk
berbagai jenis tanah.
II-13
tanah pasir
Tabel 2.5 Harga h pada Tanah Pasir dalam MN/m3 (H. Nawir, 2011)
Relative Density
loose
medium dense
dense
dry
2.5
7.5
20
saturated
1.4
12
II-14
Gambar 2.4 Kapasitas lateral ultimit pada tiang pendek (a) untuk tanah pasir dan (b) untuk
tanah lempung menurut Broms, 1965 (Das,2004)
II-15
Gambar 2.5 Kapasitas lateral ultimit pada tiang panjang (a) untuk tanah pasir dan (b) untuk
tanah lempung menurut Broms, 1965 (Das,2004)
II-16
dimana :
n1
n2
II-17
= diameter tiang
= keliling tiang
Selain persamaan di atas beberapa pesamaan lain dari beberapa ahli juga
dapat digunakan yaitu berikut ini.
(Converse-Laberre )
II-18
Pada kondisi keruntuhan tiang tunggal, kapasitas daya dukung aksial total
dihitung dengan metode efisiensi sebagai berikut.
di mana:
Q ug = kapasitas ultimate grup tiang
Qu
= jumlah tiang
Gambar 2.8 Segmen dalam Load-Transfer Method (Coyle dan Reese, 1966)
II-19
di mana:
d = diameter tiang
E, v = rata-rata parameter deformasi dari material di sekitar ujung tiang
4. Asumsikan suatu nilai 3 (pergerakan tiang di segmen terbawah). Untuk
percobaan pertaman, asumsikan nilai 3 = t .
5. Dengan nilai asumsi 3, gunakan kurva tipikal load vs pile movement
untuk menentukan ratio yang sesuai. Kurva tipikal Load vs Pile
Movement dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.9 Kurva Tipikal Load vs Pile Movement (Coyle dan Reesee, 1966)
II-20
di mana:
L 3 = panjang segmen 3
P 3 = perimeter rata-rata segmen 3
8. Deformasi elastis pada tengah segmen dihitung dengan persamaan
di mana:
Q m = (Q 3 + P t )/2
A 3 = luas area segmen 3
E p = modulus tiang
9. nilai pergerakan tiang yang baru dihitung dengan persamaan
3 = t + 3
10. 3 dibandingkan dengan nilai 3 yang diasumsikan pada tahapan no. 4
11. Jika nila 3 yang dibandingkan dengan nilai 3 nilainya tidak sesuai
(dengan toleransi tertentu), ulangi tahapan 2 hingga 10.
12. Jika hasilnya sesuai dapat dilakukakn perhitungan untuk segmen
selanjutnya hingga didapat nilai untuk seluruh segmen.
13. Nilai pile movement dan besarnya load kemudian diplotkan menjadi
kurva load-settlement.
Kemudian kurva load-settlement dapat digunakan untuk menetukan
besarnya settlement yang terjadi untuk berbagai nilai beban. Nilai settlement
tersebut merupakan besarnya settlement untuk tiang tunggal.
Sedangkan untuk menghitung besarnya settlement grup tiang, Paulos (1968)
memberikan persamaan yang memperhitungkan interaction factor dari
tiang-tiang dalam satu grup. Untuk grup dengan tiang yang identik,
settlement dari grup tiang dihitung dengan persamaan
II-21
di mana:
1 = settlement untuk tiang tunggal
P j = beban di tiang j
kj = interaction factor untuk spasi antara tiang k dan j
Besarnya nilai interaction factor diberikan oleh Poulos dan Mattes (1971)
dalam grafik di bawah ini.
II-22