Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum
Pondasi merupakan bagian dari suatu konstruksi yang berperan dalam
meneruskan beban yang dipikul oleh struktur atas termasuk berat sendiri
ke lapisan tanah di bawahnya. Peran pondasi sangat penting untuk
menjaga struktur tetap berdiri dengan kokoh saat mengalami gaya.
Bab ini akan membahas mengenai teori-teori yang mendukung
perancangan suatu sistem pondasi, mulai dari jenis-jenis pondasi yang
dapat digunakan, perhitungan daya dukung tiang, perencanaan grup tiang
serta penurunannya, hingga teori dinding penahan tanah.
2.2 Jenis- jenis Pondasi Dalam
Beragam jenis dan ukuran struktur yang membutuhkan pondasi sebagai
penopang serta berbagai jenis lapisan tanah yang terdapat di bumi ini
sangat mempengaruhi perkembangan sistem pondasi sehingga dewasa ini
terdapat berbagai jenis sistem pondasi yang digunakan.
Berdasarkan Vesic (1997), pondasi dalam atau pondasi tiang dibutuhkan
untuk kondisi sebagai berikut.
1. Lapisan tanah bagian atas sangat kompresibel dan terlalu lemah untuk
memikil beban dari gedung sehingga beban harus dipikul oleh lapisan
tanah yang letaknya lebih dalam.
2. Pondasi mengalami beban lateral dari gedung misalnya beban angin
dan/atau beban gempa
3. Terdapat tanah yang ekspansif dan tanah yang mudah hancur saat kadar
airnya tinggi
4. Pondasi mengalami gaya uplift yang cukup besar
5. Pondasi untuk jembatan dan dermaga yang permukaan tanahnya dapat
mengalami erosi

II-1

Menurut Braja M. Das (2004), terdapat beberapa kategori tipe untuk


pondasi tiang yaitu pondasi tiang baja, tiang beton, tiang kayu (timber),
dan tiang komposit. Penjelasan lebih detail pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Jenis-jenis Pondasi Dalam


Jenis Pondasi
Dalam
Tiang baja

Tiang beton
precast (tiang
pancang)

Panjang
(m)
15-60

10-60

Beban (kN)
300-1200

5-40

200-800

tanpa casing

5-40

300-700

Tiang kayu

5-40

130-270

Kekurangan

kapasitas tinggi
relatif mahal
mudah dipotong dan menimbulkan
disambung
kebisingan saat
tahan tekanan besar
pemancangan
saat dipancang
korosif
dapat menembus
lapisan tanah keras

350 - 3500 tahan korosi


kapasitas tinggi
tahan tekanan besar
saat dipancang

Tiang beton castin-situ (tiang bor):


dengan casing

Tiang komposit

Kelebihan

jika akan
dipotong, sulit
menentukan titik
potong yang tepat
biaya awal tinggi

relatif murah
mudah disambung

sukar dilakukan
pemotongan
setelah concreting
casing tipis
mudah rusak saat
pemancangan

biaya relatif lebih


murah
dapat diselesaikan
pada elevasi
berapapun

void bisa terjadi


sukar dilakukan
pemotongan
setelah concreting

lebih mudah didapat relatif mahal


untuk daerah
rawan pelapukan
pedalaman/hutan

dapat terdiri dari gabungan tiang baja dan tiang beton atau tiang kayu
dan tiang beton namun sulit untuk dikonstruksi sehingga sangat jarang
digunakan

2.3. Pembebanan pada Sistem Pondasi


Pembebanan pada sistem pondasi tentunya berkaitan dengan struktur
atasnya. Pembebanan akan sangat mempengaruhi jenis dan jumlah pondasi

II-2

yang dibutuhkan. Pembebanan pada sistem pondasi yang berasal dari


struktur atas berupa reaksi perletakan pada kolom di dasar gedung.
Kondisi yang perlu diperhitungkan dalam desain sistem pondasi gedung
bertingkat pada tugas besar ini yaitu kondisi beban statis dan kondisi beban
gempa.
2.3.1 Pembebanan Statis
Pembebanan statis untuk pondasi diberikan oleh gaya gravitasi yang dialami
oleh struktur atas. Pada pembebanan statis, gaya aksial tekan ke bawah yang
berasal dari berat struktur atas merupakan gaya yang terbesar yang diberikan
pada pondasi.

2.3.2 Pembebanan Gempa


Pembebanan gempa memberikan tambahan gaya yang besar terhadap
pondasi. Gempa memberikan gaya horizontal dan gaya momen yang besar
kepada pondasi.
Dalam perencanaan struktur atas dan struktur bawah suatu gedung terhadap
pengaruh gempa rencana, struktur bawah tidak boleh gagal lebih dahulu dari
struktur atas sehingga struktur bawah harus dapat memikul pembebanan
gempa maksimum yang dapat diserap oleh struktur atas dalam kondisi di
ambang keruntuhan. Agar kondisi di atas dapat tercapai, struktur bawah
harus tetap berperilaku elastik penuh, tak bergantung pada tingkat daktilitas
yang dimiliki struktur atasnya.
Pembebanan gempa maksimum akibat pengaruh Gempa Rencana Vm dapat
dihitung dari pembebanan gempa nominal Vn menurut persamaan :
Vm = f Vn
di mana f disebut faktor kuat lebih total yang terdapat di dalam struktur
gedung, yang ditetapkan menurut persamaan :
f = f1 f2
Dan berdasarkan Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur
Bangunan Gedung SNI 1726 2002, untuk struktur yang berperilaku
elastik penuh, nilai faktor kuat lebih beban dan bahan, f1 digunakan sebesar
1,6 dan faktor kuat lebih struktur f2 sebesar 1,0.

II-3

2.4

Daya Dukung Aksial Tiang Tunggal


Daya dukung aksial pada pondasi tiang tunggal terdiri dari dua bagian, yaitu
daya dukung akibat adanya gesekan sepanjang selimut tiang dan daya
dukung pada ujung tiang. Kapasitas ultimate pada tiang terhadap beban
aksial dapat dihitung dengan persamaan berikut :

dan

dimana :
Qu

= kapasitas ultimate tiang terhadap beban aksial

Qp

= kapasitas ultimate tahanan ujung tiang (end bearing)

Qs

= kapasitas ultimate geser selimut tiang (skin friction)

Qall = daya dukung ijin


FS

= factor of safety (umumnya sebesar 2 sampai 3)

Gambar 2.1 di bawah ini memberikan gambaran tentang gaya-gaya yang


terjadi pada pondasi tiang yang menentukan besarnya daya dukung aksial
tiang tunggal.

II-4

Gambar 2.1 Gaya yang Terjadi pada Pondasi Tiang

2.4.1 Tahanan Geser Selimut Tiang


Tahanan geser selimut tiang pada tanah berlapis dinyatakan dengan
persamaan :

Qs =

QS =

dimana :
Qs = tahanan geser selimut tiang
As = luas selimut tiang
P

= keliling penampang

L = panjang tiang
f

= skin friction

2.4.1.2 Skin Friction (f) pada Tanah Kohesif


Metode yang dapat digunakan untuk memperhitungkan besarnya adalah
metoda Alpha (), metoda Lamda () dan metode Beta (). Namun yang
digunakan pada laporan Tugas Akhir ini adalah metode alpha.
Perkiraan besar gaya gesekan dengan menggunakan metode alpha ()
berdasarkan persamaan berikut :

dengan,
f = skin friction
= faktor adhesi empiris
c u = undrained shear strength

II-5

Di dalam literatur geoteknik terdapat banyak rekomendasi nilai alpha ()


yang biasanya dihubungkan dengan nilai undrained shear strength tanah.
Untuk tiang pancang, dapat digunakan kurva yang dikeluarkan oleh
American Petrolium Institute (API, 1986) pada Gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.2 Penentuan dengan API Method (1986)

Sedangkan untuk tiang bor, dalam tugas akhir ini digunakan nilai
berdasarkan rekomendasi Reese dan ONeil (1988) yang juga diadopsi oleh
Federal Highway Administration (FHWA). Reese dan ONeil (1988)
merekomendasikan nilai berdasarkan nilai c u seperti pada tabel di bawah

ini.
Tabel 2.2 Faktor Adhesi () menurut Reese dan Oneil (1988)
Undrained Shear Strength (tsf)
<2
2-3
3-4
4-5
5-6
6-7
7-8
8-9
>9

0.55
0.49
0.42
0.38
0.35
0.33
0.32
0.31
Treat as Rock

II-6

2.4.1.2 Skin Friction pada Tanah Non-Kohesif


Tahanan friksi untuk tanah kohesif dapat dapat ditentukan dari data
lapangan N-SPT. Ada beberapa metoda perhitungan tahanan geser
selimut tiang pancang berdasarkan nilai N-SPT, namun yang digunakan
dalam laporan Tugas Akhir ini adalah metode dari Naval Engineering
Facilities Command. Tahanan geser selimut tiang untuk tiang bor pada
tanah berpasir dari korelasi empiris dengan N-SPT menurut Naval
Engineering Facilities Command adalah sebagai
(ton)

2.4.2 Tahanan Ujung Dasar Tiang (End Bearing)


Menurut Terzaghi, secara umum daya dukung ujung tiang pancang maupun
tiang bor pada lapisan tanah c- dapat dinyatakan sebagai berikut:

dimana :
Qp

= daya dukung ujung tiang ultimate

Ap

= luas ujung tiang

cu

= kohesi tanah di dasar tiang

= tekanan vertikal efektif tanah pada ujung tiang

Nc*, Nq*

= faktor-faktor daya dukung pondasi

2.4.2.1 Tahanan Ujung Tiang pada Tanah Kohesif


Untuk tanah kohesif

( = 0), tahanan ujung tiang dapat ditentukan

dengan menggunakan Metode Meyerhof (1976). Dengan metode ini,


tahanan ujung sangat ditentukan oleh besarnya undrained shear strength
(c u ) dari tanah.
Daya dukung ujung tiang ultimate untuk tiang pancang dan tiang bor
menurut Meyerhof dapat dihitung dengan persamaan :

II-7

dimana :
Qp

= daya dukung ujung tiang ultimate

Ap

= luas ujung tiang

cu

= kohesi tanah di dasar tiang

2.4.2.2 Tahanan Ujung Tiang pada Tanah Non-Kohesif


Untuk tanah non-kohesif atau tanah pasir, tahanan ujung tiang dapat
ditentukan dengan menggunakan korelasi empiris dari data pengujian
lapangan yaitu N-SPT. Berikut besarnya tahanan ujung untuk tiang bor
berdasarkan N-SPT menurut Kulhawy dan Reese (1977) yang digunakan
dalam desain.

(ton)
dengan,
NSPT= (N 1 +N 2 )/2
N1

= Nilai rata-rata N 10D keatas dari dasar pondasi

N2

= Nilai rata-rataN 4D kebawah dari dasar pondasi

II-8

Gambar 2.2 Batas Tanah Atas dan Bawah Nilai NSPT (M. Irsyam, 2004)

2.4.3 Daya Dukung Tanah terhadap Punch-Through


Untuk daerah dengan jenis lapisan tanah beragam, dapat ditemui kekuatan
tanah yang berubah dengan signifikan. Semisal jika ditemui lapisan
lempung lunak pada lapisan atas kemudian dibawahnya terdapat lapisan
pasir keras. Sebaliknya dapat juga ditemui lapisan yang lebih lunak
(kekuatan rendah) di bawah lapisan keras (kekuatan tinggi). Pada kondisi
terakhir, perlu dilakukan pengecekan kembali daya dukung tanah pada saat
pondasi dalam dipancang atau dibor hingga lapisan keras. Hal ini untuk
mengetahui apakah terjadi punch-through atau keruntuhan akibat lapisan
tanah keras yang tipis tidak mampu menahan beban yang bekerja sehingga
daya dukung tanah juga akan dipikul oleh lapisan dengan kekuatan lebih
rendah di bawahnya. Jika tahanan tanah terhadap punch-through (q pt ) ini
lebih rendah daripada tahanan ujung tiang (q p ), maka tahanan ujung yang
digunakan adalah tahanan tanah terhadap punch-through.
Metode perhitungan tahanan tanah terhadap punch-through (q pt ) diberikan
oleh Terzaghi dengan hubungan tahanan ujung dengan kedalaman pada
lapisan pasir tipis di atas lapisan lunak yang diilustrasikan pada gambar
berikut.

II-9

Gambar 2.3 Daya dukung Lapisan pasir Tipis di atas Tanah Lunak (ASCE,1986)

Persamaan yang digunakan dalam perhitungan daya dukung tersebut adalah


sebagai berikut.

di mana:
B adalah diameter tiang. H adalah tebal lapisan sisa dari lapisan keras di
bawah ujung tiang. q o dan q p merupakan tahanan ujung batas untuk lapisan
lunak dan lapisan keras. Sedangkan q l merupakan respektif tahanan dari
kedua lapisan pada ketinggian 10B.

2.4.4 Daya Dukung Aksial Tarik (Uplift)


Selain daya dukung aksial tekan, pondasi juga memiliki tahanan atau daya
dukung tarik untuk menahan gaya tarik yang terjadi akibat momen atau gaya
angkat ke atas (uplift). Kapasitas tarik atau uplift (Q ul ) ditentukan dengan
persamaan berikut.

II-10

di mana:
Q ul = kapasitas uplift
Q fr = total side resistence for uplift
W p = berat efektif tiang
A s = luas permukan tiang
f r = tahanan friksi untuk uplift = c u
2.4.4.1 Tahanan Uplift pada Tanah Kohesif
Untuk tanah kohesif, Chen dan Kulhawy (2004) memberikan persamaan
tahanan friksi uplift sebagai berikut.

di mana:
f r = tahanan friksi untuk uplift
c u = undrained shear strength
P a = tekanan atmosfer = 101 kPa

2.4.4.2 Tahanan Uplift pada Tanah Pasir


Poulos dan Davis (1980) menyatakan besarnyatahanan friksi uplift untuk
tanah pasir dapat diambil dari 2/3 besarnya tahanan tiang untuk beban
aksial tekan.

2.5

Daya Dukung Lateral Tiang Tunggal


Karakteristik bangunan serta lokasinya mempengaruhi terjadinya beban
lateral yang perlu dipikul oleh pondasi. Pada tugas akhir ini, struktur atas
berupa bangunan lebih dari 20 lantai terletak di kawasan rawan terjadi
gempa. Kondisi ini membuat bangunan mengalami dua gaya horizontal
yang besar yaitu dari gaya angin dan gaya gempa.

II-11

Gaya horizontal atau lateral dari angin dan gempa ini juga akan dipikul oleh
sistem pondasi di bawahnya. Untuk menghitung beban lateral yang dapat
dipikul oleh tiang, dapat digunakan Metode Broms (1965). Metode Broms
berdasarkan asumsi dari keruntuhan geser tanah untuk kasus tiang pendek .
Sedangkan untuk kasus tiang panjang, metode ini didasarkan pada tekuk
dari tiang akibat tahanan lelehnya.
Dalam menentukan daya dukung lateral tiang dapat dibedakan menjadi dua
kondisi yaitu free head piles dan fixed head piles. Berikut adalah prosedur
pada perhitungan daya dukung dengan menggunakan metoda Broms (1965):
1. Tentukan kondisi tanah beserta kedalaman kritis di bawah permukaan
tanah yang menahan beban lateral (yaitu 6-10 kali diameter).
2. Tentukan parameter tiang seperti modulus elastisitas (E), Momen Inersia
(I), kuat tekan beton (fc), kedalaman tiang (D), diameter tiang (b),
modulus penampang (S).
3. Penentuan kriteria tiang pendek dan panjang
Kriteria tiang panjang atau pendek ditentukan oleh faktor kekakuan dari
tiang dan dibagi berdasarkan kondisi konsolidasi dari tanah. Persyaratan
dan pembagiannya ditunjukkan pada tabel 2.3 di bawah ini.

Tabel 2.3 Kriteria Tiang Panjang dan Pendek (H. Nawir, 2011)

Jenis Tiang

Faktor Kekakuan
tanah NC dan pasir

tanah OC

Pendek

L 2T

L 2R

Panjang

L 4T

L 3.5R

a. Tanah OC
Faktor kekakuan (R) untuk tanah over consolidated (OC) ditentukan
dengan persamaan di bawah ini.

II-12

di mana:
E = modulus elastisitas tiang
I = momen inersia tiang
K = k s */ 1,5
D = diameter tiang
* k s adalah subgrade reaction modulus yang diasumsikan konstan
pada seluruh kedalaman. Nilai k s ditentukan dengan korelasi empiris
terhadap nilai c u .
Tabel 2.4 Hubungan k s dengan c u (H. Nawir, 2011)

Konsistensi

stiff clay

very stiff clay

hard clay

c u (kN/m2)

100 200

200 400

>400

100 200

200 400

>400

27

54

>108

k s (MN/m )
rekomendasi k s

b. Tanah NC dan Pasir


Faktor kekakuan (T) untuk tanah normally consolidated (NC) dan
pasir ditentukan dengan persamaan di bawah ini.

di mana:
E = modulus elastisitas tiang
I = momen inersia tiang
h = modulus variasi
Nilai h bervariasi berdasarkan jenis tanah. Berikut harga h untuk
berbagai jenis tanah.

II-13

tanah pasir
Tabel 2.5 Harga h pada Tanah Pasir dalam MN/m3 (H. Nawir, 2011)

Relative Density

loose

medium dense

dense

dry

2.5

7.5

20

saturated

1.4

12

tanah NC lunak : h = 350 700 kN/m3

tanah organic : h = 150 kN/m3

4. Hitung kekuatan tiang terhadap momen dengan persamaan


My = fc S (kN m)
5. Tentukan kapasitas lateral ultimit tiang tunggal Qu berdasarkan grafik
a. Untuk tiang pendek dengan atau tanpa pile cap
Dengan menggunakan nilai L/D (dan e/L untuk free-headed pile) dan
Gambar 2.14, tentukan nilai Qu/K p D3(untuk tanah pasir) atau
Qu/c u D2 (untuk tanah lempung) dan kemudian hitung nilai Qu
b. Untuk tiang panjang dengan atau tanpa pile cap
Dengan menggunakan nilai My/D4K p (dan e/D untuk free-headed
pile) dan Gambar 2.15, tentukan nilai Qu/K p D3(untuk tanah pasir)
atau Qu/c u D2 (untuk tanah lempung) dan kemudian hitung nilai Qu
c. Untuk tiang menengah dengan atau tanpa pile cap
Tentukan nilai Qu masing-masing untuk tiang pendek (9.a) dan tiang
panjang (9.b) dan ambil nilai terkecil

II-14

Gambar 2.4 Kapasitas lateral ultimit pada tiang pendek (a) untuk tanah pasir dan (b) untuk
tanah lempung menurut Broms, 1965 (Das,2004)

II-15

Gambar 2.5 Kapasitas lateral ultimit pada tiang panjang (a) untuk tanah pasir dan (b) untuk
tanah lempung menurut Broms, 1965 (Das,2004)

II-16

2.6 Pondasi Grup Tiang


Pondasi tiang dalam bentuk kelompok (grup) digunakan untuk menyesuaikan
kapasitas pondasi untuk beban yang tidak bisa dipikul oleh satu tiang tunggal
saja. Dalam desain pondasi dengan pondasi grup tiang, hal penting yang perlu
diperhatikan adalah efisiensi grup tiang yang akan mempengaruhi daya
dukung pondasi tiang dan penurunan (settlement) yang terjadi akibat grup
tiang.
2.6.1 Efisiensi Grup Tiang
Efisiensi grup tiang terjadi akibat adanya tegangan yang tumpang tindih
(overlapping) pada tiang-tiang tunggal di dalam satu grup tiang. Konfigurasi
dan jarak antar tiang pada grup tiang penting untuk diperhatikan karena
kedua hal yang akan menentukan besarnya efisiensi dari grup tiang. Contoh
konfigurasi tiang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.6 Contoh Konfigurasi Grup Tiang (Bowles, 1997)

Untuk menentukan besarnya efisiensi grup tiang (), berikut hubungan


efisensi dengan konfigurasi dan jarak antar tiang yang dapat digunakan.

dimana :

= efisiensi grup tiang (jika diperoleh >1, digunakan = 1)

n1

jumlah tiang arah x

n2

= jumlah tiang arah y

II-17

= jarak antar tiang

= diameter tiang

= keliling tiang

Selain persamaan di atas beberapa pesamaan lain dari beberapa ahli juga
dapat digunakan yaitu berikut ini.
(Converse-Laberre )

(Los Angeles Group Action)

Selain itu Brand et al.(1972) juga memberikan variasi grup efisiensi


berdasarkan tes lapangan sebagai berikut.

Gambar 2.7 Variasi Efisiensi Grup terhadap d/D (Das,2004)

2.6.2 Daya Dukung Aksial Grup Tiang


Perhitungan jumlah kebuuthan tiang pada tiap kolom bangunan dilakukan
berdasarkan prinsip keruntuhan tiang tunggal (individual pile failure)

II-18

Pada kondisi keruntuhan tiang tunggal, kapasitas daya dukung aksial total
dihitung dengan metode efisiensi sebagai berikut.

di mana:
Q ug = kapasitas ultimate grup tiang
Qu

= kapasitas ultimate tiang tunggal

= jumlah tiang

= efisiensi grup tiang

2.6.3 Total Settlement Grup Tiang


Untuk menetukan penurunan total suatu grup tiang, metode yang digunakan
adalah Metode Load-Transfer yang diajukan oleh Coyle dan Reese (1966).
Dengan metode ini settlement ditentukan dengan pengukuran hubungan
antara tahanan tiang dengan pergerakan tiang pada berbagai titik sepanjang
tiang. Metode Load-Transfer dapat dirangkum menjadi tahapan-tahapan
berikut ini.
1. Tiang dibagi menjadi beberapa segment. Untuk penyederhanaan bisa
dibagi menjadi 3 segmen seperti gambar di bawah ini.

Gambar 2.8 Segmen dalam Load-Transfer Method (Coyle dan Reese, 1966)

2. Asumsikan suatu nilai t (asumsi awal pergerakan tiang)


3. Hitung tahanan titik, P t dengan persamaan

II-19

di mana:
d = diameter tiang
E, v = rata-rata parameter deformasi dari material di sekitar ujung tiang
4. Asumsikan suatu nilai 3 (pergerakan tiang di segmen terbawah). Untuk
percobaan pertaman, asumsikan nilai 3 = t .
5. Dengan nilai asumsi 3, gunakan kurva tipikal load vs pile movement
untuk menentukan ratio yang sesuai. Kurva tipikal Load vs Pile
Movement dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.9 Kurva Tipikal Load vs Pile Movement (Coyle dan Reesee, 1966)

6. Kemudian dari kurva shear-strength vs depth, tentukan kekuatan tanah


pada kedalaman sesuai segmen.
7. load transfer atau adhesi kemudian dihitung dengan persamaan
a = ratio x shear strength
Kemudian beban Q 3 pada ujung atas segmen 3 dihitung dengan
persamaan
Q 3 = P t + a L3 P 3

II-20

di mana:
L 3 = panjang segmen 3
P 3 = perimeter rata-rata segmen 3
8. Deformasi elastis pada tengah segmen dihitung dengan persamaan

di mana:
Q m = (Q 3 + P t )/2
A 3 = luas area segmen 3
E p = modulus tiang
9. nilai pergerakan tiang yang baru dihitung dengan persamaan
3 = t + 3
10. 3 dibandingkan dengan nilai 3 yang diasumsikan pada tahapan no. 4
11. Jika nila 3 yang dibandingkan dengan nilai 3 nilainya tidak sesuai
(dengan toleransi tertentu), ulangi tahapan 2 hingga 10.
12. Jika hasilnya sesuai dapat dilakukakn perhitungan untuk segmen
selanjutnya hingga didapat nilai untuk seluruh segmen.
13. Nilai pile movement dan besarnya load kemudian diplotkan menjadi
kurva load-settlement.
Kemudian kurva load-settlement dapat digunakan untuk menetukan
besarnya settlement yang terjadi untuk berbagai nilai beban. Nilai settlement
tersebut merupakan besarnya settlement untuk tiang tunggal.
Sedangkan untuk menghitung besarnya settlement grup tiang, Paulos (1968)
memberikan persamaan yang memperhitungkan interaction factor dari
tiang-tiang dalam satu grup. Untuk grup dengan tiang yang identik,
settlement dari grup tiang dihitung dengan persamaan

II-21

di mana:
1 = settlement untuk tiang tunggal
P j = beban di tiang j
kj = interaction factor untuk spasi antara tiang k dan j
Besarnya nilai interaction factor diberikan oleh Poulos dan Mattes (1971)
dalam grafik di bawah ini.

Gambar 2.10 Interaction Factor untuk Floating Pile (Poulos, 1980)

Gambar 2.11 Interaction Factor untuk End-bearing Pile (Poulos, 1980)

II-22

Anda mungkin juga menyukai