Anda di halaman 1dari 15

Islam menganjurkan kepada umatnya untuk berbuat kebaikan

antarsesama yakni dengan cara saling mengenal dan tolong-


menolong. Karena tiada seorang pun manusia yang bias hidup di dunia
ini sendiri pasti butuh orang lain. Oleh sebab itu Islam melarang
umatnya untuk melakukan perbuatan tercela seperti takabur dan riya’
misalnya yang merupakan salah satu penyakit hati menusia. Sifat
takabur biasa tumbuh dan subur di hati orang-orang yang tidak mau
bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah. Dan merasa lebih jika
dibandingkan orang lain. Sifat takabur juga hinggap pada diri orang
yang tingkat keilmuan dan kepandaiannya belum seberapa. Seperti
peribahasa “Air beiak tanda tak dalam”. Mereka tidak sadar bahwa
manusia memiliki keterbatasan.

1. TAKABUR

Takabur artinya membanggakan diri. Maksudnya ialah memuji


diri sendiri, menganggap paling sempuna, merasa orang lain kagum
terhadap dirinya, seolah-olah paling benar dan tidak pernah berbuat
salah, biasanya suka merendahkan orang lain.
Mereka tidak menyadari bahwa di atas orang pandai masih
banyak orang yang lebih pandai. Sebagaimana firman Allah SWT
berikut

Artinya :
Dan di atas tiap-tiap orang yang berpengatuhan itu ada lagi Yang
maha Mengetahui. ( QS. Yusuf: 76 )

Dalam sejarah, disebutkan bahwa di kala Nabi Musa dan Harun


berdakwah dan mengajak Fir’aun agar menyembah kepada Allah SWT,
dia sangat marah. Dianggapnya ajakan atau dakwah itu sebagai suatu
penghinaan kepadanya karena dialah orang yang harus ditaati oleh
seluruh umat manusia. Sifat takaburnya tampak dan dia mengatakan :

Artinya :
Akulah tuhanmu yang paling tinggi ( QS. An Naazi’at: 24 )
Dengan segala kesombonganya, ia lupa dan tidak menyadari
bahwa dirinya itu sebagai manusia yang daif ( lemah ), banyak
kekurangannya, bisa sakit, dan juga bisa mati.
Sebagai seorang mukmin tidaklah pantas memiliki sifat takabur,
karena sifat tersebut hanya pantas dimiliki Dzat yang Maha Sempuna
yaitu Allah SWT.
Perhatikan firman Allah dalam hadits Qudsi berikut :

Artinya :
Sifat kebesaran dan kagungan itu adalah pakaian-Ku.

Sifat takabur adalah pakaian Allah, maka dalam kitab ”Ta’lim


Muta’alim” dijelaskan sebagai berikut :

Artinya :
Sifat kebesaran adalah sifat yang khusus untuk Tuhan sendiri, oleh
karena itu jauhilah sifat itu dan taqwalah kepada-Nya.

Ciri-ciri orang yang bersifat takabur ( sombong ), antara lain :


1. Merasa puas atas kelebihan dirinya
2. Cenderung menutupi dan menghindari kekurangan dirinya
sendiri
3. Suka mencela kekurangan orang lain
4. Tidak bisa menghargai orang lain

Adapun jenis takabur yang dilakukan oleh seseorang di hadapan orang


lain diantaranya :
1. Menyombongkan diri karena kedudukannya lebih tinggi
2. Menyombongkan diri karena lebih kaya
3. Menyombongkan diri karena lebih pandai
4. Menyombongkan diri karena merasa lebih mulia keturunannya

Diantara dalil naqli tentang sifat takabur adalah


1. QS Al Israa’: 37-38

Artinya :
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong,
sebab sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus
bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.
Semua kejahatannya itu adalah amat dibenci di sisi Tuhanmu
( QS Al Israa’: 37-38 )

2. Hadits Riwayat Baihaqi


Nabi saw bersabda yang artinya : ”Tiga perkara yang dapat
merusak yaitu : kikir yang diikuti, hawa nafsu yang selalu diikuti
dan mengagumi diri sendiri.”
Dari kedua dalil tersebut hendaknya kita sebagai seorang
muslim menjauhi sifat sombong, apabila kita dikaruniai harta
yang melimpah , ilmu yang luas, kedudukan yang tinggi dan
keturunan yang terhormat, sebaliknya kita harus tetap
mensyukuri nya dan bersikap rendah hati
Perhatikan firman allah, berikut :

Artinya :
Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang
mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. ( QS. As Syu’ara :
215 )

Adapun tiga perkara dalam hadits tersebut harus kita jauhi


karena dapat merusakkan mental dan harga diri di hadapan
Allah dan masyarakat.

Akibat negatif dari sifat takabur antara lain :


1. Merasa selalu benar dan tidak pernah bersalah
2. Merasa paling mampu dan paling pandai
3. Dijauhi oleh orang lain
4. Diancam oleh Allah akan dimasukkan ke neraka.
Perhatikan firman Allah berikut :

Artinya :
Sesungguhnya orang-oran yang menyombongkan diri dari
menyembah-Ku akan masuk ke neraka jahanam dalam keadaan
hina dina. ( QS Al Mu’min : 60 )
5. Tidak mempunyai teman dan susah mencari teman
6. Kegoncangan jiwa.
Orang yang takabbur dan merasa lebih tinggi dari pada orang
lain, berkeinginan agar orang lain menundukkan kepala
kepadanya. Tetapi harga diri manusia sudah barang tentu tidak
mau berbuat demikian, dan memang pada dasarnya mereka
tidak disiapkan untuk hal itu. Karena keengganan orang lain
untuk menundukkan diri kepadanya, berarti ia gagal memasuki
keinginannya. Maka sebagai akibatnya timbulah kegoncangan
dalam jiwanya.
"Barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya
baginya penghidupan yang sempit." (Q. S. Thaha : 124)
"Dan barang siapa berpaling dari peringatan Tuhannya, Tuhan
akan memberinya siksaan yang berat." (Q. S. Al-Jin : 17)
7. Terhalang dari memperhatikan dan mengambil pelajaran
terhadap sesuatu.
Hal ini disebabkan orang yang takabbur merasa lebih tinggi dari
hamba-hamba Allah yang lain. Maka secara sadar atau tidak
sadar ia telah melampaui batas hingga menempati kedudukan
Ilahi. Orang seperti ini sudah barang tentu akan terkena sangsi,
dan sangsi atau hukuman yang pertama ialah terhalang dari
memperhatikan dan mengambil pelajaran terhadap sesuatu.
" Dan betapa banyak tanda-tanda di langit dan dibumi yang
mereka lewati, tapi mereka berpaling dari padanya." (Q. S. Yusuf
: 105 )
8. Selalu dalam keadaan aib dan kekurangan.
Hal ini disebabkan orang yang sombong mengira dirinya telah
sempurna dalam segala hal, maka ia tidak mau intropeksi diri
sehingga ia tidak mau menerima nasehat, pengarahan dan
bimbingan dari orang lain.
"(Bukan demikian), yang benar, barangsiapa berbuat dosa dan ia
telah meliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka,
mereka kekal di dalamnya." (Q. S. Al-Baqarah : 81 )

Sebab-sebab Takabur
1. Rusaknya penilaian dan tolak ukur kemuliaan manusia.
Diantara factor yang menyebabkan timbulnya takabbur ialah
terjadinya nilai dan cara pandang manusia yang rusak. Mereka
memandang mulia dan hormat kepada orang-orang yang kaya
harta, meskipun dia itu ahli maksiat dan menjauhi manhaj dan
aturan Allah. Orang yang hidup dalam kondisi seperti ini sudah
barang tentu akan begitu mudah sombong, merendahkan dan
meremehkan orang lain, kecuali orang yang dirahmati Allah.
"Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami
berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera
memberikan kebaikan-kebaika kepada mereka ? Tidak,
sebenarnya mereka tidak sadar." (Q. S. Al-Mu'minun : 55-56)
"Dan mereka berkata: "Kami lebih banyak mempunyai harta dan
anak-anak (dari pada kamu) dan kami sekali-kali tidak akan
diadzab. Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan
rizki bagi siapa yang dikehandi-Nya dan menyempitkan (bagi
siapa yang di kehendaki-Nya), akan tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui. Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan pula
anak-anak kamu yang mendekatkatkan kamu kepada Kami
sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal-amal sholeh, mereka itulah yang memperoleh balasan
yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka
kerjakan; dan mereka aman sentosa ditempat-tempat yang
tinggi (dalam surga)." (Q. S. Saba': 35-37)
2. Membandingkan nikmat yang diperolehnya dengan yang
diperoleh orang lain dengan melupakan Pemberi nikmat.
Karena hikmah yang hanya diketahui Allah sendiri, Dia
memberikan nikmat secara berbeda-beda antara sebagian orang
dan sebagian yang lain.
"Dan berikanlah kepada mereka (orang-orang mukmin dan
orang-orang kafir) sebuah perumpamaan dua orang laki-laki,
Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua
buah kebun anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan
pohon-pohon korma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan
ladang."(Q. S. Al-Kahfi: 32)
"Dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada
kawannya (yang mukmin) ketika ia bercakap-cakap dengan dia:
'Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikut-
pengikutku lebih kuat.'" (Q. S. Al-Kahfi: 34)

3. Sikap tawadhu' orang lain yang berlebihan.


Kadang-kadang ada sebagian orang yang bersikap tawadhu'
secara berlebihan hingga tidak mau berhias dan mengenakan
pakaian yang bagus, tidak peduli terhadap orang lain, bahkan
tidak mau tampil ke depan untuk memikul amanat dan tanggung
jawab.
Sikap yang demikian ini kadang-kadang menimbulkan kesan
negatif pada sebagian orang yang melihatnya, yang tidak
mengetahui hakekat masalah sebenarnya. Lalu syaitan
membisikkan ke dalam hatinya bahwa orang tersebut tidak
menghias diri, tidak mengenakan pakaian bagus, dan tidak
pernah tampil ke dalam mengurusi urusan umat adalah semata-
mata karena miskin dan tidak mempunyai kemampuan untuk
menjalankan tugas dan tanggung jawab. Anggapannya ini
kemudian berkembang dengan memandang orang tersebut
dengan pandangan rendah dan hina, dan sebaliknya
menganggap dirinya lebih besar dan lebih agung. Inilah dia
penyakit Takabur telah muncul. AlQur'an dan As-Sunnah telah
mengantisipasi masalah ini. Karena itu disuruhnya manusia
menampakkan nikmat yang diberikan Allah kepadanya.
"Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu
menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)." (Q. S. Adh-Dhuhaa :
11)
Sabda Nabi SAW, "Sesungguhnya Allah itu bagus dan menyukai
keindahan." (HR Muslim).
Para Salaf mengerti betul akan hal ini, karena itu mereka sangat
antusias menceritakan nikmat-nikmat yang diberikan Allah
kepada mereka (dengan penuh rasa syukur, bukan sombong)
dan mencela orang yang melalaikan hal ini. Al-Hasan bin Ali
Radhiyallahu'anhu berkata: "Bila engkau memperoleh kebaikan
atau melakukan kebaikan, maka ceritakanlah kepada orang
yang dapat dipercaya dari antara teman-temanmu." (Al-Qurtubi,
Al-Jami'Li Ahkamil Qur'an )
4. Mengira nikmat yang diperolehnya akan kekal dan tidak akan
lenyap.
"Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya
sendiri; ia berkata: 'Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-
lamanya.' Dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang,
dan sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan
mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-
kebun itu." (Q. S. Al-Kahfi : 35-36)
5. Karena mengungguli yang lain dalam memperoleh keutamaan.
Adakalanya yang memicu takabbur bagi seseorang ialah karena
lebih unggul dari pada yang lain dalam keutamaan. Atau lebih
banyak melakukan keutamaan-keutamaan, misalnya dalam
bidang ilmu, dakwah, jihad, pendidikan dll. Keunggulan semata-
mata tidak ada artinya di hadapan Allah kalau tidak disertai
dengan keikhlasan dan kejujuran.(Q. S. Al-Hasyr : 8-10)
6. Melupakan akibat buruk takabbur.
Diantara sebab timbulnya rasa takabbur adalah melupakan akan
akibat buruknya

Cara Mengobati Takabbur


1. Mengingat akibat-akibat dan bahaya yang ditimbulkan oleh
takabbur, baik yang mengenai dirinya sendiri maupun mengenai
amal Islami, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrowi.
2. Menengok orang sakit, meyaksikan orang yang akan meninggal
dunia, menolong kesusahan, mengantarkan janazah dan ziarah
kubur.
3. Tidak berteman dengan orang-orang yang takabbur dan
sebaliknya bersahabat dengan orang-orang yang tawadhu' dan
ahli ibadah.
4. Suka duduk-duduk bersama orang lemah, orang fakir dan miskin,
bahkan makan dan minum bersama mereka; karena hal ini akan
dapat membersihkan jiwa dan mengenbalikannya ke jalan yang
lurus.
5. Suka memikirkan dirinya dan alam semesta, bahkan
merenungkan semua nikmat yang diperolehnya sejak yang
paling kecil hingga yang paling besar. Siapakah sumber semua
itu? Siapakah yang dapat menahan dan menghalanginya?
Dengan jalan bagaimanakah seorang hamba berhak
mendapatkannya? Bagaimanakah keadaan dirinya seandainya
salah satu kenikmatan itu dicabut, apalagi bila dicabut
seluruhnya?
6. Memeprhatikan riwayat-riwayat orang takabur, bagaimana
keadaan mereka dan bagaimana akhirnya, sejak iblis, Namrud,
Fir'aun, Haman, Qorun, Abu Jahal hingga para thaghut-yhaghut,
para dictator dan orang-orang yang gemar berbuat dosa pada
setiap waktu dan tempat.
7. Menghadiri majlis-majlis taklim yang diasuh oleh ulama-ulama
yang bisa diperca Yang dan sadar akan tugas, kewajiban dan
akan dirinya. Lebih-lebih majlis yang di dalamnya sering diisi
dengan peringatan-peringatan dan penyucian jiwa.
8. Meminta maaf kepada orang yang disombongi dan dihinanya.
9. Menampakkan nikmat yang diberikan Allah kepada dirinya dan
menceritakannya kepada orang lain.
10. Selalu mengingat tolak ukur keutamaan dan kemajuan
Islam.
"Sesungguhnya orang yang paling mulia diantaramu pada
pandangan Allah ialah orang yang paling bertakwa." (Q. S. Al-
Hujarat: 13)
11. Rajin melakukan ketaatan, karena dengan melakukan
ketaatan semata-mata mencari ridha Allah ini akan dapat
membersihkan jiwa dari kotoran-kotoran dan kehinaan-kehinaan,
bahkan akan meningkat ke derajat yang lebih tinggi.
"Barang siapa yang melakukan amal shalih, baik laki-laki
maupun perempuan sedang ia beriman maka benar-benar Kami
akan memberinya kehidupan yang baik..."(Q. S. An-Nahl: 97)
12. Melakukan instropeksi untuk mengetahui penyakit-
penyakit hatinya sampai dapat mengobatinya hingga kelak akan
memperoleh kebahagiaan dan keberuntungan.
13. Selalu meminta pertolongan kepada Allah SWT karena Dia
akan menolong orang yang meminta pertolongna kepada-Nya
dan akan mengabulkan do'a orang-orang yang sungguh
memohon kepada-Nya.
"Dan Tuhanmu berfirman: 'Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan
Ku-perkenankan bagimu, sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka
jahannam dalam keadaan hina dina.'" (Q. S. Al-Mu'min: 60)

2. Riya (Pamer)
Riya adalah mencari pengaruh dan penghormatan di hati
makhluk uantuk mendapatkan serta pujian mereka. Gila hormat,
pengaruh, dan pujian hanyalah memperturutkan hawa nafsu yang
membawa manusia ke jurangkebianasaan.
Sesungguhnya rusaknya manusia itu kebanyakan disebabkan
oleh kelakuannya sendiri. Sebagimana diterangkan dalam sebuah
hadis Rasulullah SAW, “sesungguhnya pada hari kiamat kelak ada
seorang yang mati syahid diperintahkan supaya masuk neraka.”
Orang itu berkata, “Ya Tuhan, sesungguhnya saya adalah orang
yang mati syahid dalam jihad karena Engkau.” Allah SWT berfirman
pada orang itu, Kamu melakukan itu hanya ingin mendapatkan
pujuan makhluk dan nama besar , serta ingin dikatakan sebagai
pemberani. Dan itu semua telah kamu dapatkan di dunia.”

Bahaya Riya
Setiap manusia mempunyai kecenderungan ingin dipuji, dan
keinginan itu merupakan proses pembentukan riya dalam diri
seseorang. Sifat riya sangat lembut dan halus, bagaikan gumpalan
asap yang memenuhi jiwa dan mengalir kesegenap pembuluh darah,
dampaknya dapat menutup pandangan akal dan iman seseorang. Bila
sifat itu dibiarkan berkembang mewarnai hidupnya, maka sudah dapat
dipastikan, tidak mampu membendung riya menjelma jadi syirik.
Sabda Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Adz Dzahabi.

“Maka takutlah kamu sekalian akan riya, karena


sessungguhnya riya itu adalah menyekutukan (syirik) kepada Allah チ E

Sifat riya sangat berbahaya bagi orang yang menjalankan


ibadah, karena menelusup ke sela-sela niat. Padahal niat merupakan
pangkal dari murni tidaknya suatu ibadah. Bila amal ibadah seseorang
tidak mencerminkan kemurnian (keikhlasan), akan sia-sia. Sebab, Allah
tidak pernah menyuruh hamba-hamba-Nya untuk berbuat ibadah,
kecuali yang dilandasi niatan ikhlas (murni). Sesungguhnya setiap
amal ibadah seorang hamba, tidak dilihat dari sisi lahiriahnya,
melainkan apa yang terlintas dalam hatinya, yaitu niatan ikhlas.

Barangsiapa mencampur adukkan niat ibadah dengan keinginan


nafsunya, sekalipun surga yang diinginkannya, niscaya gugurlah
segala amal ibadahnya. Pahala dan surga adalah makhluk Allah.
Mengapa masih mengharap sesuatu selain Allah.

“Maka perumpamaan orang (yang beramal serta riya) itu seperti


batu licin yang diatasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan
lebat, Allah menjadikan dia bersih (tidak bertanah) (Al Baqarah : 264 )

Mengapa harus mencari pujian dan sanjungan dari makhluk.


Bukankah setiap perbuatan yang bersifat baik dan terpuji, dengan
sendirinya pasti terpuji dan tersanjung. Begitu pula sebaliknya, setiap
perbuatan yang tercela, walau berusaha mencari pujian dan
sanjungan, tetap saja tercela. Yang sudah pasti, Allah tidak menerima
amal ibadah yang disertai pamrih. Karena Allah Dzat Yang Suci.
Seseorang yang mengharap perjumpaan dengan-Nya, hendaklah
memakai busana yang suci lahir dan batin.

Karena itu, barangsiapa beribadah mencari selain Allah, seperti


popularitas, mengharap puji dan sanjung, Allah akan meninggalkan
dan tidak peduli pada amal ibadahnya orang-orang yang bersifat riya.
Perlu digaris bawahi, Allah tidak mau “dimadu チ E(didua-kan).
Allah adalah Dzat yang Esa. Ia tidak butuh amal ibadah seorang hamba
yang menduakan-Nya. Siapa pun mengerjakan ibadah yang disertai
riya, berarti telah menyekutukan Allah alias syirik.

Macam-macam Riya

1. Riya saat zakat


Sifat riya juga tumbuh pada jiwa orang yang memiliki harta, sifat
tersebut dapat merubah seseorang menjadi kikir. Zakat dan sedekah
yang ditunaikan acap kali diwarnai sifat riya. Tidak ada zakat dan
sedekah baginya, kecuali hasrat dipuji dan disanjung.

Ciri-ciri orang semacam itu, saat memberi selalu disertai kata-


kata yang menyakitkan hati si penerima. Cara menghitung zakat harta,
zakat infak, zakat fitrah dan zakat lainnya, cenderung menyimpang
dari ketetapkan syari'at Islam.

Orang yang menafkahkan hartanya karena riya, bukan termasuk


golongan orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Bahkan mereka termasuk golongan orang yang merugi. Karena
mereka telah mengambil setan-setan dari jenis manusia sebagai
temannya. Padahal setan adalah seburuk-buruk teman bagi manusia.

“Dan (juga) orang-orang yang menafkahkan harta-harta mereka


karena riya kepada manusia, dan orang-orang yang tidak beriman
kepada Allah dan kepada hari kemudian. Barangsiapa yang mengambil
setan itu menjadi temannya, maka setan itu adalah teman yang
seburuk-buruknya チ E (An Nisaa': 38).

2. Riya saat ibadah

“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar


dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya
kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah チ E Dan
(ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan. (Al Anfaal: 47).

Kemurahan Allah tercurah pada setiap orang yang mengamalkan


ibadah. Apapun yang diniatkan dalam melaksanakan ibadah, niscaya
akan dapat hasilnya sesuai dengan niatannya.

Sebagaimana Nabi saw bersabda:


“Barangsiapa yang beramal karena ingin didengar (cari
popularitas), maka Allah akan mendengarkannya. Dan barangsiapa
yang beramal karena ingin dilihat (mencari puji dan penghormatan),
maka Allah akan memperlihatkannya. チ E (HR. Muslim bersumber dari
Ibnu ’Abbas. ra.)

“Dan sesungguhnya bagi setiap amal manusia akan


mendapatkan apa yang diniatkan". (HR. Bukhari bersumber dari Umar
bin Khaththab ra.)
Riya akan menghanguskan semua amal ibadah yang telah
dilakukan dengan susah payah. Sifat riya juga dapat tumbuh subur di
lingkungan santri, dengan mengajak berangan-angan menjadi ulama
besar dan terhormat yang disegani masyarakat. Bukan bercita-cita
menjadi hamba Allah yang shaleh, tetapi cenderung menginginkan
kemuliaan di dunia dan kemegahan derajat.

Begitu pula di kalangan ahli zikir, sifat riya tumbuh dengan


lintasan jiwa ingin meraih aura ruhani, sehingga mampu mengelabui di
setiap desah zikirnya. Bahkan jiwanya akan membujuk hati untuk
mempercepat zikir bahkan menuntut keistimewaan atau “karomah チ E
Bagi ahli zikir, tak ada hijab yang menjelma syirik, kecuali riya'. Karena
itu ikhlaskan niat agar benar-benar bersih dari noda syirik.

“Aku tidak butuh sekutu dalam segala-galanya. Karena itu


barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan, lalu dia
menyekutukan-Ku dalam amalnya itu dengan selain-Ku, maka Aku
tinggalkan amalnya itu padanya dan pada sekutunya. (Hadis Riwayat
Muslim. Dari Abu Hurairah ra).

3. Riya dalam Shalat

Tumbuh riya pada jiwa orang yang shalatnya diawali motivasi


mengharap sesuatu dari manusia, Misalnya melakukan shalat, dengan
harapan dikenal sebagai orang yang shaleh dan ahli ibadah. Atau
mendirikan shalat karena ingin dikenang sebagai orang yang
mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub).

Seseorang tidak akan mengetahui riya yang tumbuh pada jiwa


orang lain, karena sifat riya sangat halus dan lembut. Ia menelusup
dalam diri setiap manusia. Tidak ada yang mengetahui riya, kecuali diri
orang yang bersifat riya.

Sifat riya pada orang yang melakukan shalat dapat muncul dari
awal persiapan sampai akhir shalat. Shalatnya menjadi tidak khusyu'
dan tidak bernilai, sebab shalatnya tidak dilakukan dengan tulus dan
murni karena panggilan Allah.

Sungguh sangat tercela, shalat orang yang dilandasi dengan


riya. Betapa nista orang yang dapat dikelabui oleh setan, dengan
pandangan dan bayangan kemuliaan. Sungguh celaka orang yang
mengotori niat shalatnya dan melalaikan seruan Rasulullah saw.
”Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah
akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk
bershalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya
(dengan shalat) dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut
Allah kecuali sedikit sekali (An Nisaa': 142).

Rasulullah saw. bersabda :


“Barangsiapa yang menyempurnakan shalatnya ketika dilihat
manusia dan menguranginya diwaktu sendirian. Maka itulah
penghinaan terhadap Tuhannya (Allah) チ E (HR. At Thabrani dan Al
Baihaqi)

Penawar sifat riya


Penawar sifat riya sesungguhnya ada pada diri orang yang
bersangkutan. Yaitu dengan menyingkirkan segala keinginan yang
bersifat duniawi maupun ruhani, karena semua itu hanyalah hiasan
bagi orang yang sedang menuju Allah.

”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah


dengan memurnikan ketaatan kepadanya dalam menjalankan agama
dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan
zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus" (Al Bayyinah: 5).

Maka satu-satunya jalan menuju keselamatan hati adalah mawas


diri, dan mengikis habis sifat-sifat tercela terutama riya. Tentu dengan
cara senantiasa melatih dan meningkatkan kadar keimanan.

”Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar


dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya
kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu)
Allah meliputi apa yang mereka kerjakan.チ E(Al Anfaal: 47).

Merupakan karakter dasar manusia yang selalu ingin dipuji dan


dihormati, sehingga riya berkembang dalam diri. Namun bagi orang
yang memiliki kesadaran diri, kesadaran spiritual, dan keimanan yang
baik yang menyadari bahwa hanya Allah yang berhak dipuji dan
menerima pujian dari setiap makhluk. Hanya Dia-lah Dzat yang patut
dipuji. Apabila hasrat ingin dipuji muncul di dalam hati dan sulit
dikendalikan maka ingatlah kepada Allah swt. dan tumbuhkan niat
ikhlas dalam beribadah kepada-Nya.

Barangsiapa yang hendak meraih kemuliaan dan kebesaran


Tuhannya di dunia maupun di akhirat, beramallah dengan amalan-
amalan yang baik (shaleh) dengan memurnikan akidahnya dalam
beribadah kepadaNya, dan tidak syirik dengan sesuatu apapun. Allah
adalah Dzat yang Esa, maka Allah cinta kepada hamba-hamba-Nya
yang mengesakan niatnya dalam melaksanakan amal ibadah yang
diserukan-Nya. Itu sebagai tanda bersih hatinya dari sifat riya. Jika hati
tidak bersih dari sifat tersebut, maka riya akan menjelma jadi syirik.

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia


mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." (An Nisaa': 48)

Kalam Hikmah :

1. Setiap manusia mempunyai kecenderungan ingin dipuji, dan


keinginan itu merupakan proses pembentukan riya dalam diri
seseorang.
2. Jika hati tidak bersih dari sifat tersebut, maka riya akan menjelma
jadi syirik.
3. Mengapa harus mencari pujian dan sanjungan dari makhluk.
Bukankah setiap perbuatan yang bersifat baik dan terpuji, dengan
sendirinya pasti terpuji dan tersanjung.
4. Riya akan menghanguskan semua amal ibadah yang telah
dilakukan dengan susah payah.

3. Hasad
Hasad artinya menaruh perasaan benci, tidak senang yang amat
sangat terhadap keberuntungan orang lain. Hasad biasanya berkaitan
dengan sifat iri. Wujudnya adalah sikap dan perbuatan tidak senang
terhadap orang lain, seperti memusuhi, menjelekkan, mencemarkan
nama baik orang lain dan lain-lain. Sikap dan perbuatan semcam ini
biasanya dapat berkepanjangan sehingga menimbulkan perselisihan
dan permusuhan, apabila yang bersangkutan tidak segera menyadari
sikap buruknya tersebut. Hasad termasuk duri dalam masyarakat dan
bangsa, bahkan sebagai racun dala agama. Perhatikan hadits berikut

Artinya :
Telah masuk ke dalam tubuhmu penyakit-penyakit umt dahulu yaitu
benci dan dengki itulah yang bisa mencukur (membinasakan) agama,
bukan mencukur rambut. ( HR. Al Tirmizi )
Sifat hasad tersebut merupakan penyakit hati yang cukup
berbahaya, karena hasad merupakan sifat buruk yang muncul dari hati
manusia akibat dorongan nafsu dan setan. Perbuatan hasad pada
umumnya berkonotasi pemecah belah, dikarenakan tidak suka melihat
kesuksesan dan kesenangan pihak lain.
Dalam kitab Tanbiul Gafil“in (1980 : 237-238) diterangkan bahwa
orang hasad itu telah ditentang oleh Allah swt. Dalam beberapa hal
seperti berikut :
1. Membenci nikmat atau anugerah Allah swt. Yang diberikan
kepada orang lain
2. Tidak rela menerima pembagian karunia Allah swt Atas
dirinya
3. Pelit terhadap pemberian Allah swt. Kalau bisa kebaikan
dan anugerah Allah swt. Jatuh pada dirinya, tidak perlu orang lain
kalaupun orang lain memperoleh diharapkan di bawah derajat
dirinya
4. Hancurnya kebaikan-kebaikan yang telah dilakukan
Sesuai dengan sabda Rasulullah saw :

Arinya :
Jauhilah dirimu dari sifat dengki karena sesungguhnya dengki itu
memkan kebaikan seperti api makan kayu bakar. ( H.R.Dawud )
Bahaya sifat hasad :
Begitu buruk sifat dan perbuatan dengki sehingga Rasulullah
saw. Menggambarkan seperti api memakan kayu bakar, sebagai
perusak dan penghancur sendi-sendi agama, artinya orang yang
bersikap dan berbuat dengki pada dasarnya sama dengan penghancur
agama. Sebagai rinci bahaya yang ditimbulkan dari sifat dengki, antara
lain sebagai berikut :
1. Menimbulkan permusuhan
2. Menimbulkan perasaan dendam
3. Menghilangkan persahabatan
4. Menghilangkan kebaikan yang telah dilakukan
5. Dibenci Allah swt. ( berdosa )
Cara menghindari sifat hasad antara lain dengan :
1. Mempererat tali persaudaraan guna terjalin kerukunan dan
kebersamaan
2. Mendekatkan diri kepada Allah swt. Dengan harapan hati
dan pikiran menjadi tenangdan
3. Menumbuhkan sikap qanaah (merasa cukup terhadap apa
yang dimiliki )

Anda mungkin juga menyukai