TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Laring
Anatomi Laring
Laring terletak di anterior dari leher , anterior ke bagian inferior faring dan superior
dari trakea . Fungsi utamanya adalah untuk melindungi saluran napas bagian bawah dengan
menutup tiba-tiba pada stimulasi mekanik, sehingga menghentikan respirasi dan mencegah
masuknya benda asing ke dalam saluran napas. Fungsi lain dari laring meliputi produksi
suara (fonasi), batuk, manuver Valsalva, dan kontrol ventilasi, dan bertindak sebagai organ
sensorik. Laring terdiri dari 3 bagian besar, kartilago tidak berpasangan (krikoid, tiroid,
epiglotis); 3 pasang kartilago yang lebih kecil (arytenoids, corniculate, cuneiform); dan
sejumlah otot intrinsik (lihat gambar di bawah) (Vashishta, 2015).
Kartilago krikoid adalah cincin tulang rawan hialin terletak pada bagian inferior laring
dan merupakan satu-satunya cincin tulang rawan yang lengkap di sekitar trakea. Memiliki
bentuk sebuah "cincin," dengan bagian posterior yang luas untuk saluran udara (lamina
tulang rawan krikoid) dan sebagian sempit melingkar pada anterior (lengkungan tulang rawan
krikoid). Permukaan posterior lamina berisi 2 cekungan yang oval, yang berfungsi sebagai
tempat yang menghubungkan untuk otot cricoarytenoid posterior, dipisahkan oleh peninggian
garis tengah vertikal yang berfungsi sebagai penghubung ke esophagus (Vashishta, 2015).
Kartilago tiroid adalah kartilago yang terbesar dari laring. Hal ini dibentuk oleh
bagian kanan dan kiri dari lamina yang dipisahkan pada posterior dan bergabung bersama
pada sudut lancip garis tengah anterior, membentuk kepentingan dari laring, umumnya
dikenal sebagai jakun atau Adams apple. Laring menonjol lebih jelas pada pria, karena
sudut antara 2 lamina lebih lancip pada pria (90 ) dibandingkan pada wanita (120 ). Tiroid
bagian superior berbentuk V tepat di atas penonjolan dari laring, sedangkan kedudukan tiroid
bagian inferior kurang jelas dan terletak di garis tengah sepanjang dasar tulang rawan (lihat
gambar di bawah). 2 lamina yang berebntuk segiempat dan membentuk permukaan lateral
tulang rawan tiroid yang memanjang dan miring untuk menutupi setiap sisi trakea (Vashishta,
2015).
Epiglotis adalah tulang rawan berbentuk daun yang bergerak ke bawah membentuk
tutup di atas glotis dan melindungi laring dari aspirasi makanan atau cairan yang ditelan.
Epiglotis ini melekat pada bagian belakang kartilago thyroidea. Plica aryepiglottica, berjalan
kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas
jalan masuk laring. Membrana mukosa di Laring sebagian besar dilapisi oleh epitel
respiratorius, terdiri dari sel-sel silinder yang bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh epitel
skuamosa (Vashishta, 2015).
Kartilago aritenoid merupakan kartilago hyalin yang terdiri dari sepasang kartilago
berbentuk piramid 3 sisi dengan basis berartikulasi dengan kartilago krikoidea, sehingga
memungkinkan pergerakan ke medio lateral dan gerakan rotasi. Dasar dari piramid ini
membentuk 2 tonjolan yaitu prosesus muskularis yang merupakan tempat melekatnya m.
krikoaritenoidea yang terletak di posterolateral, dan di bagian anterior terdapat prosesus
vokalis tempat melekatnya ujung posterior pita suara. Pinggir posterosuperior dari konus
elastikus melekat ke prosesus vokalis. Ligamentum vokalis terbentuk dari setiap prosesus
vokalis dan berinsersi pada garis tengah kartilago tiroidea membentuk tiga per lima bagaian
membranosa atau vibratorius pada pita suara. Tepi dan permukaan atas dari pita suara ini
disebut glotis. 2 Kartilago aritenoidea dapat bergerak ke arah dalam dan luar dengan sumbu
sentralnya tetap, karena ujung posterior pita suara melekat pada prosesus vokalis dari
aritenoid maka gerakan kartilago ini dapat menyebabkan terbuka dan tertutupnya glotis
(Vashishta, 2015).
Kartilago Kornikulata Merupakan kartilago fibroelastis, disebut juga kartilago
Santorini dan merupakan kartilago kecil di atas aritenoid serta di dalam plika ariepiglotika.
Kartilago Kuneiforme Merupakan kartilago fibroelastis dari Wrisberg dan merupakan
kartilago kecil yang terletak di dalam plika ariepiglotika (Vashishta, 2015).
Ligamentum dan membran laring terbagi atas 2 grup (Sofyan, 2011), yaitu
1. Ligamentum ekstrinsik , terdiri dari :
1
-
Membran tirohioid
Ligamentum tirohioid
Ligamentum tiroepiglotis
Ligamentum hioepiglotis
Ligamentum krikotrakeal
Membran quadrangularis
Ligamentum vestibular
Konus elastikus
Ligamentum vokalis
prosesus kartilago aritenoid (vokalis). Pinggir bebas menebal membentuk ligamentum vokalis
(Vashishta, 2015).
Membrana Kuadrangularis merupakan bagian atas dari jaringan ikat longgar elastis
laring, membentang dari tepi lateral epiglotis ke kartilago aritenoid dan kartilago kornikulata,
di bagian inferior meluas ke pita suara palsu. Tepi atasnya membentuk plika ariepiglotika,
sedangkan yang lainnya membentuk dinding diantara laring dan sinus piriformis Morgagni
(Sofyan, 2011).
Otototot laring terbagi dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu otot-otot ekstrinsik dan
otot-otot intrinsik yang masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda. Otot intrinsik
merupakan otot yang menghubungkan laring dengan struktur disekitarnya. Kelompok otot
ini menggerakkan laring secara keseluruhan. Terbagi atas otot-otot suprahioid / otot-otot
elevator laring, yaitu M. Stilohioideus, M. Milohioideus, M. Geniohioideus, M. Digastrikus,
M. Genioglosus , M. Hioglosus serta otot-otot infrahioid / otot-otot depresor laring, yaitu M.
Omohioideus ,M. Sternokleidomastoideus , M. Tirohioideus. Kelompok otot-otot depresor
dipersarafi oleh ansa hipoglossi C2 dan C3 dan penting untuk proses menelan (deglutisi) dan
pembentukan suara (fonasi). Muskulus konstriktor faringeus medius termasuk dalam
kelompok ini dan melekat pada linea oblikus kartilago tiroidea. Otot-otot ini penting pada
proses deglutisi (Sofyan, 2011).
Otot-otot intrinsik merupakan otot menghubungkan kartilago satu dengan yang
lainnya. Berfungsi menggerakkan struktur yang ada di dalam laring terutama untuk
membentuk suara dan bernafas. Otot-otot pada kelompok ini berpasangan kecuali m.
interaritenoideus yang serabutnya berjalan transversal dan oblik. Fungsi otot ini dalam proses
pembentukkan suara, proses menelan dan berbafas. Bila m. interaritenoideus berkontraksi,
maka otot ini akan bersatu di garis tengah sehingga menyebabkan adduksi pita suara (Sofyan,
2011).
Yang termasuk dalam kelompok otot intrinsik adalah otot-otot adduktor yaitu Mm.
Interaritenoideus transversal dan oblik M. Krikotiroideus M. Krikotiroideus lateral berfungsi
untuk menutup pita suara. Yang termasuk otot-otot abduktor yaitu M. Krikoaritenoideus
posterior ferfungsi untuk membuka pita suara. Otot-otot tensor, tensor internus : M.
Tiroaritenoideus dan M. Vokalis , tensor eksternus : M. Krikotiroideus mempunyai fungsi untuk
menegangkan pita suara. Pada orang tua, m. tensor internus kehilangan sebagian tonusnya
sehingga pita suara melengkung ke lateral mengakibatkan suara menjadi lemah dan serak
(Sofyan, 2011). Anatomi laring bagian dalam yaitu sebagai berikut:
Aditus Laringeus
Pintu masuk ke dalam laring yang dibentuk di anterior oleh epiglotis, lateral oleh plika
ariepiglotika, posterior oleh ujung kartilago kornikulata dan tepi atas m. Aritenoideus
(Sofyan, 2011).
-
Rima Vestibuli.
Rima glottis
Di depan merupakan celah antara pita suara sejati, di belakang antara prosesus vokalis dan
basis kartilago aritenoidea (Sofyan, 2011).
-
Vallecula
Terdapat diantara permukaan anterior epiglotis dengan basis lidah, dibentuk oleh plika
glossoepiglotika medial dan lateral (Sofyan, 2011).
-
Plika Ariepiglotika
Dibentuk oleh tepi atas ligamentum kuadringulare yang berjalan dari kartilago epiglotika ke
kartilago aritenoidea dan kartilago kornikulata (Sofyan, 2011).
-
Terletak antara plika ariepiglotika dan permukaan dalam kartilago tiroidea (Sofyan, 2011).
-
Incisura Interaritenoidea
Suatu lekukan atau takik diantara tuberkulum kornikulatum kanan dan kiri (Sofyan, 2011).
-
Vestibulum Laring
Ruangan yang dibatasi oleh epiglotis, membrana kuadringularis, kartilago aritenoid, permukaan
atas proc. vokalis kartilago aritenoidea dan m.interaritenoidea (Sofyan, 2011).
-
Yaitu pita suara palsu yang bergerak bersama-sama dengan kartilago aritenoidea untuk menutup
glottis dalam keadaan terpaksa, merupakan dua lipatan tebal dari selaput lendir dengan jaringan
ikat tipis di tengahnya (Sofyan, 2011).
-
Yaitu ruangan antara pita suara palsu dan sejati. Dekat ujung anterior dari ventrikel terdapat suatu
divertikulum yang meluas ke atas diantara pita suara palsu dan permukaan dalam kartilago
tiroidea, dilapisi epitel berlapis semu bersilia dengan beberapa kelenjar seromukosa yang
fungsinya untuk melicinkan pita suara sejati, disebut appendiks atau sakulus ventrikel laring
(Sofyan, 2011).
-
Terdapat di bagian bawah laring. Tiga per lima bagian dibentuk oleh ligamentum vokalis dan
celahnya disebut intermembranous portion, dan dua per lima belakang dibentuk oleh prosesus
vokalis dari kartilago aritenoidea dan disebut intercartilagenous portion (Sofyan, 2011).
Laring dipersarafi oleh cabang N. Vagus yaitu Nn. Laringeus Superior dan Nn.
Laringeus Inferior (Nn. Laringeus Rekuren) kiri dan kanan. Laring mendapat perdarahan dari
cabang A. Tiroidea Superior dan Inferior sebagai A. Laringeus Superior dan Inferior. Arteri
laringeus superior berjalan bersama ramus interna N. Laringeus Superior menembus
membrana tirohioid menuju ke bawah diantara dinding lateral dan dasar sinus pyriformis.
Arteri laringeus inferior berjalan bersama N. Laringeus Inferior masuk ke dalam laring
melalui area Killian Jamieson yaitu celah yang berada di bawah M. Konstriktor Faringeus
Inferior, di dalam laring beranastomose dengan A. Laringeus Superior dan memperdarahi
otot-otot dan mukosa laring (Sofyan, 2011).
Fisiologi
Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu fonasi, respirasi dan proteksi disamping
beberapa fungsi lainnya seperti terlihat pada uraian berikut :
1. Fungsi Fonasi
Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Suara dibentuk
karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan adanya interaksi antara udara dan pita
suara. Nada suara dari laring diperkuat oleh adanya tekanan udara pernafasan subglotik dan
vibrasi laring serta adanya ruangan resonansi seperti rongga mulut, udara dalam paru-paru,
trakea, faring, dan hidung. Nada dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai
cara. Otot intrinsik laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah
bentuk dan massa ujung-ujung bebas dan tegangan pita suara sejati (Sofyan, 2011). Ada 2
teori yang mengemukakan bagaimana suara terbentuk :
Teori Myoelastik Aerodinamik
Selama ekspirasi aliran udara melewati ruang glotis dan secara tidak langsung
menggetarkan plika vokalis. Akibat kejadian tersebut, otot-otot laring akan memposisikan
plika vokalis (adduksi, dalam berbagai variasi) dan menegangkan plika vokalis. Selanjutnya,
kerja dari otot-otot pernafasan dan tekanan pasif dari proses pernafasan akan menyebabkan
tekanan udara ruang subglotis meningkat, dan mencapai puncaknya melebihi kekuatan otot
sehingga celah glotis terbuka. Plika vokalis akan membuka dengan arah dari posterior ke
anterior. Secara otomatis bagian posterior dari ruang glotis yang pertama kali membuka dan
yang pertama kali pula kontak kembali pada akhir siklus getaran. Setelah terjadi pelepasan
udara, tekanan udara ruang subglotis akan berkurang dan plika vokalis akan kembali ke posisi
saling mendekat (kekuatan myoelastik plika vokalis melebihi kekuatan aerodinamik).
Kekuatan myoelastik bertambah akibat aliran udara yang melewati celah sempit
menyebabkan tekanan negatif pada dinding celah (efek Bernoulli). Plika vokalis akan
kembali ke posisi semula (adduksi) sampai tekanan udara ruang subglotis meningkat dan
proses seperti di atas akan terulang kembali (Sofyan, 2011).
Teori Neuromuskular
Teori ini sampai sekarang belum terbukti, diperkirakan bahwa awal dari getaran plika
vokalis adalah saat adanya impuls dari sistem saraf pusat melalui N. Vagus, untuk
mengaktifkan otot-otot laring. Menurut teori ini jumlah impuls yang dikirimkan ke laring
mencerminkan banyaknya / frekuensi getaran plika vokalis. Analisis secara fisiologi dan
audiometri menunjukkan bahwa teori ini tidaklah benar (suara masih bisa diproduksi pada
pasien dengan paralisis plika vokalis bilateral) (Sofyan, 2011).
2. Fungsi Proteksi
Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek otot-otot yang
bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu menelan, pernafasan berhenti
sejenak akibat adanya rangsangan terhadap reseptor yang ada pada epiglotis, plika
ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah interaritenoid melalui serabut afferen N.
Laringeus Superior. Sebagai jawabannya, sfingter dan epiglotis menutup. Gerakan laring ke
atas dan ke depan menyebabkan celah proksimal laring tertutup oleh dasar lidah. Struktur ini
mengalihkan makanan ke lateral menjauhi aditus dan masuk ke sinus piriformis lalu ke
introitus esofagus (Sofyan, 2011).
3. Fungsi Respirasi
Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar rongga dada
dan M. Krikoaritenoideus Posterior terangsang sehingga kontraksinya menyebabkan rima
glotis terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan parsial CO 2 dan O2 arteri serta pH darah.
Bila pO2 tinggi akan menghambat pembukaan rima glotis, sedangkan bila pCO 2 tinggi akan
merangsang pembukaan rima glotis. Hiperkapnia dan obstruksi laring mengakibatkan
pembukaan laring secara reflektoris, sedangkan peningkatan pO2 arterial dan hiperventilasi
akan menghambat pembukaan laring. Tekanan parsial CO 2 darah dan pH darah berperan
dalam mengontrol posisi pita suara (Sofyan, 2011).
4. Fungsi Sirkulasi
Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan penurunan dan peninggian tekanan
intratorakal yang berpengaruh pada venous return. Perangsangan dinding laring terutama
pada bayi dapat menyebabkan bradikardi, kadang-kadang henti jantung. Hal ini dapat karena
adanya reflek kardiovaskuler dari laring. Reseptor dari reflek ini adalah baroreseptor yang
terdapat di aorta. Impuls dikirim melalui N. Laringeus Rekurens dan Ramus Komunikans N.
Laringeus Superior. Bila serabut ini terangsang terutama bila laring dilatasi, maka terjadi
penurunan denyut jantung (Sofyan, 2011).
5. Fungsi Fiksasi
Berhubungan dengan mempertahankan tekanan intratorakal agar tetap tinggi,
misalnya batuk, bersin dan mengedan (Sofyan, 2011).
6. Fungsi Menelan
Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada saat berlangsungnya
proses menelan, yaitu :
Pada waktu menelan faring bagian bawah (M. Konstriktor Faringeus Superior, M.
Palatofaringeus dan M. Stilofaringeus) mengalami kontraksi sepanjang kartilago krikoidea
dan kartilago tiroidea, serta menarik laring ke atas menuju basis lidah, kemudian makanan
terdorong ke bawah dan terjadi pembukaan faringoesofageal. Laring menutup untuk
mencegah makanan atau minuman masuk ke saluran pernafasan dengan jalan
menkontraksikan orifisium dan penutupan laring oleh epiglotis (Sofyan, 2011).
Daftar Pustaka
Vashishta, R. 2015, Larinx Anatomy. Medscape .http://emedicine. medscape.com/a
rticle/1949369-overview#a1 (diakses 12 Mei 2016)
Sofyan , F. 2011. Eembriologi, Anatomi, Dan Fisiologi Laring. Departemen Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Dan Leher Fakultas Kedokteran USU.
Medan