Problem Based Learning Prof Bhisma Murti PDF
Problem Based Learning Prof Bhisma Murti PDF
Perhatian khusus perlu diberikan untuk melatih dan memilih tutor PBL karena mereka
memiliki peran penting dalam proses PBL. Perubahan mindset (pola pikir) yang signifikan perlu
dilakukan, baik pada mahasiswa maupun dosen, agar implementasi PBL berhasil. Karena itu program
pelatihan dan pembekalan untuk mahasiswa dan dosen harus dilakukan sebelum implementasi PBL.
PBL merupakan strategi pembelajaran yang sangat banyak menggunakan sumber daya.
Pengalaman banyak institusi yang telah menerapkan PBL menunjukkan, misalnya Fakultas
Kedokteran UGM di Yogyakarta yang telah menerapkan sejak awal 1990an, implementasi PBL
merupakan pekerjaan berat dan membutuhkan perencanaan yang seksama dan terinci. Dibutuhkan
komitmen tinggi di pihak pendidik yang diberi tanggungjawab mengimplementasikan PBL dalam
suatu institusi (Gwee, 2007).
Di sisi lain, PBL menawarkan banyak keuntungan, yaitu pendidikan yang lebih berkualitas,
holistik (menyeluruh), dan bernilai tambah, untuk membekali mahasiswa dalam belajar menjadi
tenaga kesehatan profesional pada abad ke 21. Implementasi PBL akan membantu mahasiswa dalam
mengembangkan kebiasaan berpikir, bersikap, dan berperilaku yang dibutuhkan sebagai tenaga
kesehatan profesional yang kompeten, melayani, dan etis pada abad ke 21. Jika dilakukan dengan
benar, PBL dapat memberikan sumbangan penting bagi perbaikan pelayanan kesehatan di suatu
negara yang diberikan oleh para tenaga kesehatan profesional (Gwee, 2009).
Karakteristik PBL
Intinya, dalam PBL mahasiswa menggunakan masalah dari sebuah skenario sebagai pemicu
(trigger) untuk menentukan tujuan pembelajaran (learning objective). Lalu mahasiswa melakukan
studi secara mandiri dan diarahkan sendiri, sebelum kembali ke dalam kelompok untuk membahas
dan menyempurnakan pengetahuan yang diperoleh (Wood, 2003). Jadi terdapat perbedaan antara
konsep PBL (problem-based learning) dan pemecahan masalah (problem solving). Pemecahan
masalah menempatkan masalah sebagai target untuk dipecahkan. PBL menggunakan masalah yang
tepat sebagai pemicu untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman. Meskipun demikian bisa
saja masalah yang digunakan sebagai pemicu dalam PBL merupakan masalah yang perlu dipecahkan
oleh mahasiswa.
Meskipun hanya sebagai pemicu, masalah yang digunakan dalam PBL hendaknya realistis,
membumi, sering dijumpai, yang sesuai dengan konteks masalah yang sesungguhnya yang akan
dihadapi mahasiswa ketika telah menjadi dokter praktik (Wood, 2003). Dalam buku Standar
Komeptensi Dokter yang dikeluarkan Konsil Kedokteran Indonesia menegaskan bahwa yang
diharapkan adalah kompetensi dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat primer,
bukan pelayanan kesehatan tingkat sekunder atau spesialistik (KKI, 2006b). Selain itu, masalah
yang dikemukakan dalam PBL sebaiknya tidak bersifat monolitik yang hanya memicu hadirnya
pengetahuan tunggal, melainkan masalah yang terbuka (open-ended) yang memicu mahasiswa
untuk mengeksplorasi pengetahuan transdisipliner (Halonen, 2010).
PBL menekankan pengetahuan awal (pre-existing knowledge, prior knowledge)
mahasiswa: Mulailah dengan yang Anda ketahui. Mahasiswa kemudian mengambil peran aktif
dalam merencanakan, menata, dan memilih masalah-masalah yang akan menjadi tujuan
pembelajaran.
Langkah-Langkah Dasar PBL
Dalam PBL, mahasiswa membagi diri dalam kelompok-kelompok kecil. Kemudian suatu masalah
yang realistis disajikan dan didiskusikan. Kemudian mahasiswa mengidentifikasi apa yang sudah
diketahui dalam hubungannya dengan masalah (pre-existing knowledge):
IMPLEMENTASI PBL
Seven Jumps Maastricht. FK UNS menggunakan Tujuh Langkah (Seven Jumps) yang
dikembangkan Maastricht, Belanda, dalam mengimplementasikan diskusi tutorial PBL (Tabel 1.4).
Tabel 1.4 Seven Jumps Maastricht dalam proses tutorial
Langkah 1 Mengidentifikasi dan mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum
dikenal dalam skenario. Notulen membuat daftar istilah yang masih
belum jelas sampai akhir diskusi
Langkah 2 Mendefinisikan masalah yang akan dibahas. Jika terdapat perbedaan
pandangan tentang masalah yang perlu dibahas, maka semua
masalah harus dipertimbangkan. Notulen membuat daftar masalah
yang sudah disepakati untuk dibahas
Langkah 3 Sesi brainstorming (curah pendapat) untuk membahas masalah,
yaitu memberikan saran penjelasan dan mengidentifikasi area yang
belum diketahui dengan sempurna. Notulen mencatat semua pokok
diskusi
Langkah 4 Kaji ulang langkah 2 dan 3, lalu tata penjelasan-penjelasan menjadi
solusi sementara. Notulen menata penjelasan-penjelasan
Langkah 5 Rumuskan tujuan pembelajaran (learning objective). Kelompok
menyepakati tujuan pembelajaran. Tutor memastikan bahwa tujuan
pembelajaran terfokus, bisa dicapai, komprehensif, dan tepat
Langkah 6 Belajar mandiri (semua mahasiwa mengumpulkan informasi yang
berhubungan dengan tujuan pembelajaran)
Langkah 7 Kelompok berbagi hasil belajar mandiri (mahasiswa mengindetifikasi
sumber belajar dan berbagi hasilnya). Tutor memeriksa
pembelajaran, dan menilai kinerja kelompok
Sumber: Wood, 2003
Tabel 1.5, 1.6, 1.7, dan 1.8, berturut-turut menyajikan daftar perang Ketua, Notulen, Peserta, dan
Fasilitator (Tutor) Kelompok Turoial PBL.
Tabel 1.5 Peran Ketua dan diskusi PBL
1
Memimpin proses diskusi kelompok
2
Mendorong anggota kelompok untuk mengambil bagian
dalam diskusi
3
Memelihara dinamika kelompok
4
Mengatur waktu
5
Memastikan kelompok mencapai tujuan pembelaajaran
(learning objective)
6
Memastikan notulen membuat catatan dengan akurat
Sumber: Wood, 2003
Tabel 1.6 Peran Notulen (Pencatat) dalam diskusi PBL
1
Mencatat inti diskusi yang dikemukan kelompok
2
Membantu kelompok dalam mengurutkan pikiran dan
gagasan
3
Berpartisipasi dalam diskusi
4
Mencatat sumber daya yang digunakan oleh kelompok
Sumber: Wood, 2003
Memahami prinsip
intervensi/ terapi/
pemecahan masalah,
kedokteran berbasis bukti
(kompetensi 3, 4)
Anamnesis masalah
kesehatan pasien,
analisis data kesehatan
sekunder, survei
komunitas (1,3,4,5,7)
Memahami
struktur dan
fungsi organ
(kompetensi 3)
Kemampuan
melakukan
komunikasi
efektif
(kompetensi
1)
Pelayanan medis
kuratif pada level
individu (kompetensi
1,2,3,7)
Diagnosis masalah
klinis pasien
(kompetensi 2)
Pemeriksaan fisik
pasien (inspeksi,
palpasi, auskultasi,
perkusi) (kompetensi 1,
2, 3, 7)
Memahami ,
mekanisme biologi,
patofisiologi penyakit,
kausa proksimal
masalah kesehatan
pasien (3,4)
Menerapkan
budaya ilmiah
(kompetensi
3)
Pelayanan medis
rehabilitatif pada
level individu
(kompetensi 1, 2, 3,
7) dan komunitas
Diagnosis masalah
kesehatan keluarga,
komunitas (diagnosis
komunitas)
Kompetensi 3, 4)
Memilih alat
penunjang
diagnostik yang
tepat (3,7)
Memahami kausa
distal masalah
kesehatan pasien
(level keluarga,
komunitas,
lingkungan, global)
Kompetensi 3,4
Menerapkan
prinsip etika,
profesionalisme
(kompetensi
6,7)
Memecahkan
masalah
kesehatan
masyarakat
(kompetensi
4)
Kedokteran
berbasis bukti,
pelayanan
(kompetensi
2,3, 7)
Penggunaan
teknologi
informasi
(kompetensi
5)
REFERENSI
Gwee M (2009). Problem-based learning: A strategic learning system design for the education of
healthcare professionals in the 21ST Century. The Kaohsiung Journal of Medical Sciences, 25
(5), 231-239
Halonen D (2010). Problem based learning: A case study. University fo Manitoba. auspace.
athabascau.ca:8080/.../Problem%20Based%20Learning.ppt. Diakses 20 Agustus 2010.
Harden RM, Sowden S, Dunn WR (2009). Educational strategies in curriculum development: the
SPICES model. ASME. www.medicaleducation.com
KKI (2006a). Standar pendidikan profesi dokter. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.
KKI (2006b). Standar kompetensi dokter. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.
Wood DF (2003). ABC of learning and teaching in medicine. Problem based learning. BMJ, 326