Anda di halaman 1dari 19

Askep Insufisiensi Katub Aorta (Regurgitasi)

BAB I
PENDAHULUAN
.

1.2. Rumusan masalah


1.2.1 latar Belakang
Jantung merupakan organ yang sangat penting bagi tubuh kita karena berfungsi mengantarkan
oksigen,nutrien,dan substansi lain ke jaringan dan membuang sisa metabolisme selular melalui
pompa jantung,sistem vaskular sirkulasi dan integrasi sistem lainnya. Jantung terdiri dari
beberapa ruang yang dibatasi oleh katup diantaranya adalah katup atrioventricular dan katup
semilunar. Katup atrioventricular (mitral dan trikuspid) terbuka dan darah mengalir dari atrium
dengan tekanan yang lebih tinggi ke dalam venrtikel yang relaksasi. Setelah pengisian
ventricular,maka akan dimulai fase sistole. Saat tekanan intraventrikular sistolik meningkat,maka
katup atrioventrikular akan menutup, sehingga mencegah aliran darah kembali ke dalam atrium
dan kemudian kontraksi ventrikular dimulai. Selama fase sistolik, tekanan ventrikular meningkat
menyebabkan katup semilunar (aorta dan pulmonar) terbuka. Saat ventrikel mengeluarkan darah,
maka tekanan intraventrikular menurun dan katup semilunar tertutup sehingga mencegah aliran
balik ke dalam ventrikel. Klien yang mengalami penyakit valvular mengalami aliran balik atau
regurgitasi darah melalui katup yang tidak kompeten,sehingga menyebabkan suara murmur
ketika sedang melakukan auskultasi.
Gangguan pada katup yang sering selama ini adalah insufisiensi aorta dan stenosis
mitral.insufisiensi aorta adalah sustu keadaan dimana terjadi refluk (aliran balik) darah dari aorta
ke dalam ventrikel kiri sewaktu relaksasi. Sedangkan stenosis mitral adalah terhambatnya aliran
darah dalam jantung akibat perubahan struktur katup mitral yang menyebabkan tidak
membukanya katub mitral secara sempurna pada saat diastolik. Insufisiensi aorta disebabkan
karena lesi peradangan yang merusak bentuk bilah katup aorta,sehingga masing-masing bilah
tidak bisa menutup lumen aorta dengan selama diastole dan mengakibatkan aliran balik darah
dari aorta ke ventrikel kiri. Selain itu juga bisa disebakan oleh endokarditis, kelainan bawaan
atau penyakit seperti sifilis dan pecahnya aneurisma yang menyebabkan dilatasi atau robekan
aorta asenden.
Penderita insufisiensi aorta biasanya pasien mengeluh dada terasa berat,nafsu makan
berkurang,muntah dan sesak saat beraktivitas. Sebagai perawat kita harus memahami dan
mengetahui tentang asuhan keperawatan terhadap pasien yang mengalami insufisiensi aorta agar
kita dapat memberikan upaya medikasi yeng terbaik sehingga pasien dapat sembuh atau dapat
mengurangi risiko tinggi semakin parahnya penyakit insufisiensi aorta?

1.2.2

Bagaimanakah asuhan keperawatan pada insufisiensi aorta?

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dan asuhan keperawatan pada insufisiensi aorta.
1.3.2. Tujuaan khusus
Mahasiswa mampu memperoleh gambaran tentang :
1. Definis dari insufisiensi aorta.
2. Etiologi dari insufisiensi aorta.
3. Patifisiologi dari insufisiensi aorta.
4. Manifestasi klinis pada insufisiensi aorta.
5. Pemeriksaan penunjang pada insufisiensi aorta .
6. Penatalaksanaan medis pada insufisiensi aorta.
7. Komplikasi pada insufisiensi aorta.
8. Prognosis pada insufisiensi aorta
9. Asuhan keperawatan pada insufisiensi aorta.

1.4.Manfaat
1. Mahasiswa mampu memahami konsep dan asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan insufisiensi aorta sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah
kardiovaskuler II.
2. Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan yang benar sehingga dapat
menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit.

BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Insufisiensi katub Aorta (Regurgitasi ) adalah kembalinya darah ke ventrikel kiri dari aorta
selama diastol ( relaksasi ). Insufisiensi aorta adalah suatu keadaan dimana terjadi refluk ( aliran
balik ) darah dari aorta ke dalam ventrikel kiri sewaktu relaksasi. Insufisiensi aorta adalah
penyakit katup jantung di mana katup aorta atau balon melemah, mencegah katup menutup eraterat. Hal ini menyebabkan mundur aliran darah dari aorta (pembuluh darah terbesar) ke dalam
ventrikel kiri (ruang bawah kiri jantung).

2.2 Etiologi
Penyebab terbanyak adalah demam rematik . Kelainan katub dan pangkal aorta juga bisa
menimbulkan insufisiensi aorta. Pada insufisiensi aorta kronik terlihat fibrosis dan retraksi daundaun katub atau tanpa kalsifikasi, yang umumnya merupakan sekuele dari demam rematik.
1. Demam reumatik
Rheumatic fever (demam rhematik) adalah suatu kondisi yang berakibat dari infeksi oleh
kelompok streptococcal bacteria yang tidak dirawat . Kerusakan pada kelopak-kelopak klep dari
demam rhematik menyebabkan pergolakan yang meningkat diseluruh klep dan lebih banyak
kerusakan. Penyempitan dari demam rhematik terjadi dari peleburan dari tepi-tepi
(commissures) dari kelopak-kelopak klep.
Dibawah keadaan-keadaan normal, klep aortic menutup untuk mencegah darah di aorta dari
mengalir balik ke ventricle kiri. Pada aortic regurgitation, klep yang sakit mengizinkan
kebocoran dari darah balik kedalam ventricle kiri ketika otot-otot ventricle mengendur (relax)
setelah memompa. Pasien-pasien ini juga mempunyai beberapa derajat dari kerusakan rhematik
pada klep mitral. Penyakit jantung rhematik adalah suatu kejadian yang relatif tidak umum di
Amerika, kecuali pada orang-orang yang telah berimigrasi dari negara-negara kurang maju.

2. Kelainan bawaan (kongenital)


Kelainan bawaan yang dibawa bayi sejak lahir, misalnya kelainan katup yang tidak bisa menutup
secara sempurna saat dalam kandungan, menyebabkan aliran darah dari ventrikel kiri tidak bisa
mengalir secara sempurna.

3. Proses penuaan
Dengan penuaan, protein collagen dari kelopak-kelopak klep dihancurkan, dan kalsium
mengendap pada kelopak-kelopak. Pergolakan diseluruh klep-klep meningkatkan penyebab luka
parut, dan penebalan. Penyakit yang progresif yang menyebabkan kalsifikasi aorta tidak ada
sangkut pautnya dengan pilihan-pilihan gaya hidup yang sehat, tidak seperti kalsium yang dapat
mengendap pada arteri koroner untuk menyebabkan serangan jantung.
2.3 Patofisiologi
Insufisiensi aorta disebabkan oleh lesi peradangan yang merusak bentuk bilah katup aorta,
sehingga masing-masing bilah tidak bisa menutup lumen aorta dengan rapat selama diastole dan
akibatnya menyebabkan aliran balik darah dari aorta ke ventrikel kiri .
Karena kebocoran katup aorta saat diastole, maka sebagian darah dalam aorta, yang biasanya
bertekanan tinggi, akan mengalir ventrikel kiri, sehingga ventrikel kiri harus mengatasi
keduanya, yaitu mengirim darah yang secara normal diterima dari atrium kiri maupun darah yang
kembali dari aorta. Ventrikel kiri kemudian melebar dan hipertrofi untuk mengakomodasi
peningkatan volume ini, demikian juga akibat tenaga mendorong yang lebih dari normal untuk
memompa darah, menyebabkan tekanan darah sistolik meningkat. Sistem kardiovaskuler
berusaha mengkompensasi melalui refleks dilatasi pembuluh darah dan arteri perifer melemas,
sehingga tahanan perifer menurun dan tekanan diastolik turun drastis .
Perubahan hemodinamik keadaan akut dapat dibedakan dengan keadaan kronik. Kerusakan akut
timbul pada pasien tanpa riwayat insufisiensi sebelumnya. Ventrikel kiri tidak punya cukup
waktu untuk beradaptasi terhadap insufisiensi aorta. Peningkatan secara tiba-tiba dari tekanan
diastolik akhir ventrikel kiri bisa timbul dengan sedikit dilatasi ventrikel .
2.4 Manifestasi Klinis
Klien datang dengan keluhan dengan adanya pulsasi arteri karotis yang nyata serta denyut
pada apeks pada saat klien berbaring ke sebelah kiri. Bisa juga timbul denyut jantung prematur,
oleh karena isi sekuncup besar setelah sistolik yang panjang. Pada klien insufisiensi aorta kronik
bisa timbul gejala gejala gagal jantung, termasuk dypsnea saat beraktifitas, ortopnea, dypsnea
noptural paroksimal, edema paru dan kelelahan. Angina cenderung timbul waktu istirahat saja
timbulnya bradikardi dan lebih lama menghilang dari pada angina akibat penyakit koroner saja.

Pada pemeriksaan fisik ditemukandenyut arteri karotis yang cepat dan perbedaan tekanan
darah yang besar bisa timbul pada keadaan hiperdinamik dengan pulsus bisferiens. Jika
insufisiensi berat, timbul efek nyata pada pulsasi arteri perifer. Jika gagal jantung berat, tekanan
diastolik bisa normal akibat peningkatan tekanan diastolik pada ventrikel kiri. Jantung bisa
berukuran normal jika bila insufisiensi aorta kronik ringan atau jika insufisensinya akut. Pada
klien dengan insufisiensi sedang atau berat,jantung tampak membesar, impuls apeks bergeser ke
inferolateral dan bersifal hiperdinamik.
Bunyi jantung yang pertama menurunkan intesitasnya terutama jika interval PR
memanjang. Bunyi ejeksi sistolik bisa terdengar sepanjang perbatasan sternum kiri akibat
distensi tiba-tiba dari aorta. Sekunder dan insufisiensi bisa timbul bising diastolik aorta di sela
iga 2 kiri, bising sistolik di apeks, bising austi flint (diastolic rumble/Bising diastolis pada apeks
mirip pada stenosis mitral) di apeks dan bising sisitolik trikuspid. Karakteristik bising
diastoliknya adalah bunyi bernada tinggi, paling jelas terdengar diperbatasan sternum kiri,
menggunakan diafragma stetoskop dengan penekanan yang cukup dan klien condong ke depan
setelah ekspirasi. Jika terdapat penyakit pangkal aorta, bising paling jelas terdengan di sternum
kanan. Bisisng diastolik nada tinggi bisa terdengar jika daun katubitu terbuka, timbul lubang
karena endokarditis. Bising tersebut sering terdengar pada insufisiensi aorta akut. Biasanya bunyi
melemah karena penutupan dini katub mitral. Irama derap ventrikel yang terdengar di apeks
biasanya merupakan tanda disfungsi ventrikel kiri. Bising austin flint timbul akibat pergeseran
aliran balik aorta terhadap daun katub interior dari katub mitral, yang menimbulkan stenosis
mitral fungsional.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


1. Elektrokardiogram
EKG jarang normal pada regurgitasi aorta kronis dan sering menunjukkan perubahan repolarisasi
bermakna. Pada regurgitasi aorta akut EKG dapat normal. Terlihat gambaran hipertropi ventrikel
kiri, amplitude QRS meningkat, ST-T berbentuk tipe diastolic overload artinya vector rata-rata
menunjukkan ST yang besar dan dan gelombang T paralel dengan vector rata-rata kompleks
QRS. Gambar menunjukkan interval P-R memanjang.
2. Radiografi Thorax
Menunjukkan terjadinya pembesaran jantung progresif. Yaitu adanaya pembesaran ventrikel
kiri, atrium kiri, serta dilatasi aorta. Bentuk dan ukuran jantung tidak berubah pada insufisiensi
akut tapi terlihat edema paru.3. Eko Transtorasik (TTE)
Memperlihatkan bagian proximal pangkal aorta pada pencitraan.
4. Aortography.
5. Peningkatan cardiac iso enzim (cpk & ckmb)

6. Kateterisasi jantung : Ventrikel kiri tampak opag selama penyuntikan bahan kontras kedalam
pangkal aorta.
7. Eko Transesofageal (TEE)
Memvisualisasikan seluruh aorta.

2.6 Penatalaksanan
Penggantian katup aorta adalah terapi pilihan, tetapi kapan waktu yang tepat untuk penggantian
katup masih kontroversial. Pilihan untuk katup buatan ditentukan berdasarkan umur, kebutuhan,
kontraindikasi untuk koagulan, serta lamanya umur katup. Pembedahan dianjurkan pada semua
pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri tanpa memperhatikan ada atau tidaknya gejala lain. Bila
pasien mengalami gejala gagal jantung kongestif, harus diberikan penatalaksanaan medis sampai
dilakukannya pembedahan.
Penggantian katub prostetik dimulai pada tahum 1960-an, bila valvuloplasti atau perbaikan katub
tidak bisa dilakukan seperti misalnya pada kalsifikasi, maka perlu dilakukan penggantian katub.
Semua penggantian katub memerlukan anestesia umum dan pintasan kardiopulmonal.
Kebanyakan prosedur ini dilakukan melalui sternotomi median ( insisi melalui sternum).
Begitu katub terlihat, bilah-bilah dan struktur katub lainnya seperti chordae dan otot papilaris
diangkat. Jahitan dilakukan di seputar anulus dan kemudian ke katub protesis. Katub pengganti
ditekan ke bawah sesuai letak yang tepat dan jahitan dikencangkan. Insisi ditutup dan dokter
bedah mengevaluasi fungsi jantung dan kualitas perbaikan protetik. Pasien mulai dilepaskan dari
pintasan jantung paru dan pembedahan selesai. Komplikasi yang khas pada penggantian katub
adalah yang berhubungan dengan perbahan tekanan intrakardial yang mendadak akibat
kompensasi jantung yang telah secara bertahap menyesuaikan dengan kelianan yang terjadi,
namun dengan tiba-tiba aliran darah dalam jantung membaik setelah dilakukan pembedahan.
Macam-macam katub prostetik. Ada 4 macam katub prostetik yang serng digunakan yaitu katub
mekanis, katub xenograf, katub homograf dan katub otograf. Katub mekanis dapat berbentuk
bola dan kurungan atau cakram. Katub mekanis dianggap lebih kuat dibanding katub prostetik
lainnya dan biasnya digunakan pada pasien muda. Tromboemboli merupakan komplikasi yang
bermakna pada katub mekanis, sehingga perlu diberikan antikoagulan jangka panjang dengan
warfarin. Katub xenograf adalah katub jaringan (bioprostesis, heterograf)biasanya dari babi
(porsin) tapi dapat pula dipakai katub dari sapi (bovin). Viabilitasnya bisa mencapai 7 sampai 10
tahun. Tidak menyebabkan trombus sehingga tidak memerlukan antikoagulan jangka panjang.
Digunakan pada wanita usia subur karena mempunyai komplikasi potensial pemberian
antikoagulan jangka panjang sehubungan dengan menstruasi dan pemindahan melalui plasenta
ke janin dan hubungannya dengan persalinan. Xenograf juga digunakan untuk pasien di atas 70
tahun, pasien dengan riwayat ulkus peptikum, dan mereka yang tidak bisa mentoleransi
antikoagulan jangka panjang ( khusus katub trikuspidalis)

Katub homograf ( katub dari manusia )diperoleh dari donor jaringan kadaver. Katub aorta dan
sebagian aorta atau katub pulmonal atau arteri pulmonalis diambil dan disimpan secara
kriogenik. Homograf sulit di dapat dan sangat mahal. Homograf dapat bertahan 10 sampai 15
tahun, sedikit lebih banyak dibanding xenograf. Homograf tidak bersifat trombogenik dan tahan
terhadap endokarditis bakterial subakut. Homograf digunakan untuk penggantian katub aorta dan
pulmonal.
Katub otograf (katub otolog) diperoleh dengan memotong katup pulmonal pasien yang
bersangkutan dan sebagian arteri pulmonalis untuk digunakan sebagai katub aorta. Tidak
memerlukan antikoagulan karena berasal dari jaringan pasien sendiri dan tidak bersifat
trombogenik. Otograf merupakan pilihan bagi anak-anak, wanita usia subur, dewasa muda,
pasien dengan riwayat penyakit ulkus peptikum dan mereka yang tidak mentoleransi
antikoagulan. Otograf katub aorta dapat tetap hidup sampai labih dari 20 tahun. Kebanyakan
pembedahan otograf katub aorta merupakan prosedur penggantian katub ganda, karena juga
dilakukan homograf pada penggantian katub pulmonal.
2.7

Komplikasi

Perubahan hemodinamika yang mendadak, selain prosedurnya sendiri, menyebabkan pasien


dapat mengalami komplikasi setelah pembedahan. Komplikasi tersebut meliputi perdarahan,
tromboembolisme, infeksi, gagal jantung kongestif, hipertensi, disritmia, hemolisis, dan
sumbatan mekanis.
2.8 Prognosis
70 % klien dengan insufisiensi aorta kronik dapat bertahan 5 tahun, sedangkan 50 %
mampu bertahan 10 tahun setelah diagnosis ditegakkan. Klien mampu hidup secara normal,
tetapi rentan terhadap endokarditis infekif. Jika timbul gagal jantung , bisa bertahan 2 tahundan
setelah timbul gejala angina biasanya bertahan 5 tahun. Klien dengan insufisiensi aorta akut dan
edema paru memiliki prognosis buruk dan, biasanya harus operasi.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Identitas pasien
1.

Nama pasien

2. Umur
3. Suku/bangsa
4. Agama
5. Pendidikan
6. Pekerjaan
7. Alamat
8. Keluhan Utama
Regurgitasi katup aorta yang ringan tidak menimbulkan gejala selain murmur jantung yang khas
(setiap kali ventrikel kiri mengalami relaksasi), yang dapat didengar melalui stetoskop .
Pada regurgitasi yang berat, ventrikel kiri mengalirkan sejumlah besar darah, yang menyebabkan
pembesaran ventrikel dan akhirnya menjadi gagal jantung.
Klien dengan insufisiensi aorta dapat terjadi Gagal jantung menyebabkan sesak nafas sewaktu
melakukan aktivitas atau sewaktu berbaring telentang, terutama pada malam hari. Penderita juga
mungkin mengalami palpitasi (jantung berdebar) yang disebabkan oleh kontrasksi yang kuat dari
ventrikel yang membesar.
Riwayat Penyakit sebelumnya
1. Riwayat Keluarga
2. Riwayat lingkungan

3.2 Observasi
1. Keadaan umum
a. Suhu
b. Nadi
c. Tekanan darah
d. Respyratory Rate

2. Pemeriksaan Persistem
1.

B1 ( Breathing )

Gejala
: Dispnea (kerja, ortopnea, paroksismal, nokturnal). Batuk menetap atau nokturnal
(sputum mungkin/tidak produktif).
Tanda
: Takipnea, bunyi napas adventisius (krekels dan mengi), sputum banyak dan
berbercak darah (edema pulmonal), gelisah/ketakutan (pada adanya edema pulmonal.

1. B2 ( Blood )
Gejala
: Riwayat kondisi pencetus, contoh demam reumatik, endokarditis bakterial subakut,
infeksi streptokokal; hipertensi, kondisi kongenital (contoh kerusakan atrial-septal, sindrom
Marfan), trauma dada, hipertensi pulmonal, riwayat murmur jantung, palpitasi,
Tanda

:1. Sistolik TD menurun (AS lambat).


2. Tekanan nadi: penyempitan (SA); luas (IA).

3. Nadi karotid: lambat dengan volume nadi kecil (SA); bendungan dengan pulsasi arteri
terlihat (IA).
4. Nadi apikal: PMI kuat dan terletak di bawah dan ke kiri (IM); secara lateral kuat dan
perpindahan tempat (IA).
5. Getaran: Getaran diastolik pada apek (SM), getaran sistolik pada dasar (SA), getaran sistolik
sepanjang batas sternal kiri; getaran sistolik pada titik jugular dan sepanjang arteri karotis (IA).

6. Dorongan: dorongan apikal selama sistolik (SA).


7. Bunyi jantung: S1 keras, pembukaan yang keras (SM). Penurunan atau tak ada S1, bunyi
robekan luas, adanya S3, S4 (IM berat). Bunyi ejeksi sistolik (SA). Bunyi sistolik, ditonjolkan
oleh berdiri/jongkok (MVP).
8. Kecepatan: takikardi (MVP); takikardi pada istirahat (SM).
9. Irama: tak teratur, fibrilasi atrial (SM dan IM). Disritmia dan derajat pertama blok AV (SA).
Murmur: bunyi rendah, murmur diastolik gaduh (SM). Murmur sistolik terdengar baik pada
dasar dengan penyebaran ke leher (SA). Murmur diastolik (tiupan), bunyi tinggi dan terdengar
baik pada dasar (IA).

1. B3 ( Brain )
Gejala

: Episode pusing/pingsan berkenaan dengan beban kerja.

Tanda

:-

1. B4 ( Bladder )
Gejala

:-

Tanda

: Retensi Urine

1. B5 ( Bowel )
Gejala

: Disfagia (IM kronis), perubahan berat badan, penggunaan diuretik.

Tanda

: Penurunan BB

1. B6 (Bone )
Gejala

: Kelemahan, kelelahan.

Tanda

: pucat, berkeringat,

1. Aspek Psikososial
Gejala

: Takut

Tanda

: Gelisah, Penampilan yang tidak tenang

1. Aspek perawatan Diri


Gejala : Proses infeksi/sepsis, kemoterapi radiasi, adanya perawatan gigi (pembersihan,
pengisian, dan sebagainya).
Tanda

: Perlu perawatan gigi/mulut.

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri;
disritmia.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveoli dan
retensi cairan interstitial akibat sekunder dari edema paru.
3. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan miokard.
4. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan
kebutuhan.
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

3.4

Intervensi Keperawatan
1.

Tujuan

Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri;


disritmia.
: Menunjukkan penurunan episode dispnea, nyeri dada, dan disritmia.

Kriteria Hasil : Frekuensi nadi normal.


Tekanan Darah normal
Tidak ada dypsnea

No

Intervensi

1.

Rasional

Pantau TD, nadi apikal, nadi perifer.

1.

Bantu dengan aktivitas sesuai


indikasi (misal: berjalan) bila pasien
mampu turun dari tempat tidur atur
posisi saat istirahat dengan posisi
semi fowler .
1.

1. Indikator klinis dari


keadekuatan curah jantung.
Pemantauan memungkinkan
deteksi dini/tindakan terhadap
dekompensasi.

1. Melakukan kembali aktivitas


secara bertahap mencegah
pemaksaan terhadap cadangan
jantung. Posisi semifowler
memudahkan oksigenasi.

1. Memberikan oksigen untuk


ambilan miokard dalam upaya
untuk mengkompensasi
peningkatan kebutuhan
oksigen

Berikan oksigen suplemen dan obatobatan sesuai indikasi. Pantau


DGA/nadi oksimetri.

1.

Pola napas tidak efektif berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveoli dan
retensi cairan interstitial akibat sekunder dari edema paru.

Tujuan

: Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi perubahan pola napas.

Kriteria hasil
: Klien tidak sesak napas, RR dalam batas normal (16- 20x/ menit),
respons batuk berkurang.

Intervensi

Rasional

Mandiri
1. Auskultasi bunyi napas (krekels)

1.

Indikasi adanya edema paru;


sekunder akibat dekompensasi
jantung

1. Ukur intake dan output cairan

1.

Penurunan curah jantung


mengakibatkan tidak efektifnya
perfusi ginjal, retensi natrium/ cairan,
dan penurunan output urine

1.

Perubahan tiba- tiba dari berat badan


menunjukkan gangguan
keseimbangan cairan.

1.

Memenuhi kenutuhan cairan tubuh


orang dewasa, tetapi memerlukan
pembatasan dengan adanya
dekompensasi jantung.

1. Timbang berat badan

1. Pertahankan pemasukan total cairan


2000ml/ 24 jam dalam toleransi
kardiovaskuler

1.

Natrium meningkatkan
retensi cairan dan
meningkatkan volume plasma
yang berdampak terhadap
peningkatan beban kerja
jantung dan akan
meningkatkan kebutuhan
miokardium.

2.

Diuretik bertujuan untuk


menurunkan volume plasma
dan menurunkan retensi cairan
di jaringan sehingga
menurunkan risiko terjadinya

Kolaborasi
1. Berikan diet tanpa garam

edema paru.

1. Berikan diuretik, contoh: Furosemide,


sprinolakton, hidronolakton

1.

Hipokalemia dapat membatasi


keefektifan terapi.

1. Pantau data laboratorium elektrolit


kalium

1.

Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan miokard.

Tujuan

: Nyeri hilang/terkontrol.

Kriteria hasil

No.

Intervensi

1.

Selidiki laporan nyeri dada dan


bandingkan dengan episode
sebelumnya. Gunakan skala nyeri (010) untuk rentang intensitas. Catat
ekspresi verbal/non verbal nyeri,
respons otomatis terhadap nyeri
(berkeringat, TD dan nadi berubah,
peningkatan atau penurunan frekuensi
pernapasan).

2.

Anjurkan pasien berespons tepat


terhadap angina (contoh berhenti
aktivitas yang menyebabkan angina,
istirahat, dan minum obat antiangina
yang tepat). Berikan lingkungan
istirahat dan batasi aktivitas sesuai
kebutuhan.

Rasional

1.

Perbedaan gejala perlu untuk


mengidentifikasi penyebab nyeri.
Perilaku dan perubahan tanda vital
membantu menentukan derajat/
adanya ketidaknyamanan pasien
khususnya bila pasien menolak
adanya nyeri.

1.

Aktivitas yang meningkatkan


kebutuhan oksigen miokardia (contoh
kerja tiba-tiba, stres, makan banyak,
terpajan dingin) dapat mencetuskan
nyeri dada.

1.

Obat diberikan untuk meningkatkan

sirkulasi miokardia (vasodilator)


menurunkan angina sehubungan
dengan iskemia miokardia.
Berikan vasodilator, contoh
nitrogliserin, nifedipin (Procardia)
sesuai indikasi.
3.

1.
Tujuan

Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan


kebutuhan.
: Menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas.

Kriteria Hasil : Tidak dypsnea saat aktifitas.


TTV normal

No.

Intervensi

1.

Kaji toleransi pasien terhadap


aktivitas menggunakan parameter
berikut: frekuensi nadi 20/menit
diatas frekuensi istirahat; catat
peningkatan TD, dispnea atau nyeri
dada; kelelahan berat dan kelemahan;
berkeringat; pusing; atau pingsan.

2.

Kaji kesiapan untuk meningkatkan


aktivitas contoh penurunan
kelemahan/kelelahan, TD
stabil/frekuensi nadi, peningkatan
perhatian pada aktivitas dan
perawatan diri.

Dorong memajukan aktivitas/toleransi


perawatan diri
3.

Rasional

1.

Parameter menunjukkan respons


fisiologis pasien terhadap stress
aktivitas dan indikator derajat
pengarh kelebihan kerja/jantung.

1. Stabilitas fisiologis pada istirahat

penting untuk memajukan tingkat


aktivitas individual.

1. Konsumsi oksigen miokardia

selama berbagai aktivitas dapat


meningkatkan jumlah oksigen
yang ada. Kemajuan aktivitas
bertahap mencegah peningkatan
tiba-tiba pada kerja jantung.

1. Teknik penghematan energi

4.

Berikan bantuan sesuai kebutuhan


dan anjurkan penggunaan kursi
mandi, menyikat gigi/rambut dengan
duduk dan sebagainya.

menurunkan penggunaan energi


sehingga membantu
keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.

1. Seperti jadwal meningkatkan

5.

Dorong pasien untuk berpartisipasi


dalam memilih periode aktivitas.

toleransi terhadap kemajuan


aktivitas dan mencegah
kelemahan.

Tujuan

: Menunjukkan penurunan ansietas/terkontrol.

Kriteria Hasil : ansietas (-)

No

Intervensi

1.

Rasional

Pantau respons fisik, contoh


palpitasi, takikardi, gerakan
berulang, gelisah.

1.
Berikan tindakan kenyamanan
(contoh mandi, gosokan punggung,
perubahan posisi).

1.

Membantu menentukan
derajat cemas sesuai status
jantung. Penggunaan evaluasi
seirama dengan respons verbal
dan non verbal

1.

Membantu perhatian
mengarahkan kembali dan
meningkatkan relaksasi,
meningkatkan kemampuan
koping.

3.
Dorong ventilasi perasaan tentang
penyakit-efeknya terhadap pola
hidup dan status kesehatan akan
datang. Anjurkan pasien melakukan
teknik relaksasi, contoh napas dalam,
bimbingan imajinasi, relaksasi
progresif.
4.
Libatkan pasien/orang terdekat
dalam rencana perawatan dan dorong
partisipasi maksimum pada rencana
pengobatan.

1. Memberikan arti penghilangan


respon ansietas, menurunkan
perhatian, meningkatkan
relaksasi dan meningkatkan
koping.

1. Keterlibatan akan membantu


memfokuskan perhatian
pasien dalam arti positif dan
memberi rasa kontrol.

BAB 4
PENUTUP

4.1

Kesimpulan

insufisiensi aorta dan stenosis mitral.insufisiensi aorta adalah sustu keadaan dimana terjadi
refluk (aliran balik) darah dari aorta ke dalam ventrikel kiri sewaktu relaksasi. Sedangkan
stenosis mitral adalah terhambatnya aliran darah dalam jantung akibat perubahan struktur katup
mitral yang menyebabkan tidak membukanya katub mitral secara sempurna pada saat diastolik.
Insufisiensi aorta disebabkan karena lesi peradangan yang merusak bentuk bilah katup
aorta,sehingga masing-masing bilah tidak bisa menutup lumen aorta dengan selama diastole dan
mengakibatkan aliran balik darah dari aorta ke ventrikel kiri. Selain itu juga bisa disebakan oleh
endokarditis, kelainan bawaan atau penyakit seperti sifilis dan pecahnya aneurisma yang
menyebabkan dilatasi atau robekan aorta asenden.
Penderita insufisiensi aorta biasanya pasien mengeluh dada terasa berat,nafsu makan
berkurang,muntah dan sesak saat beraktivitas. Sebagai perawat kita harus memahami dan
mengetahui tentang asuhan keperawatan terhadap pasien yang mengalami insufisiensi aorta agar
kita dapat memberikan upaya medikasi yeng terbaik sehingga

Download : WOC ASKEP REGURGITASI

DAFTAR PUSTAKA

http://www.mayoclinic.com/health/aortic-valve-regurgitation/DS00419/DSECTION=tests-anddiagnosis
Rilantono, Lili Ismudiati, dkk. 2002. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia

Gray, Huon H, dkk. 2003. Lectures Notes: Kardiologi. Surabaya: Erlangga


Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika
http://jovandc.multiply.com/journal/item/32/LAPORAN_PENDAHULUAN

Anda mungkin juga menyukai