Anda di halaman 1dari 24

Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan busur belakang (Back Arc Basin) yang

terbentuk akibat interaksi antara lempeng Hindia-Australia dengan lempeng mikro sunda.
Cekungan ini dibagi menjadi 4 (empat) sub cekungan yaitu:
Sub Cekungan Jambi
Sub Cekungan Palembang Utara
Sub Cekungan Palembang Selatan
Sub Cekungan Palembang Tengah
(Pulonggono, 1984). Cekungan ini terdiri dari sedimen Tersier yang terletak tidak selaras
(unconformity) di atas permukaan metamorfik dan batuan beku Pra-Tersier.
(Lokasi Cekungan Sumatra Selatan)

2.1.2 Kerangka Tektonik Regional Cekungan Sumatra Selatan


Cekungan Sumatera Selatan terletak memanjang berarah NW-SE dibagian Selatan
Pulau Sumatera. Luas cekungan ini sekitar 85.670 Km2 dan terdiri atas dua subcekungan, yaitu
Subcekungan Jambi dan Subcekungan Palembang. Subcekungan Jambi berarah NE-SW
sedangkan Subcekungan Palembang berarah NNW-SSE, dan diantara keduanya dipisahkan oleh
sesar normal NE-SW. Cekungan Sumatera Selatan ini berbentuk tidak simetris; di bagian Barat
dibatasi oleh Pegunungan Barisan, disebelah Utara dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh dan
Pegunungan Duabelas sedangkan dibagian Timur dibatasi oleh pulau-puleu Bangka-Bliton dan
disebelah Selatan dibatasi oleh Tinggian Lampung. Cekungan Sumatra Selatan merupakan
cekungan yang luas. Perbedaan relief pada batuan dasar disebabkan oleh pematahan batuan dasar
dalam bongkah-bongkah sehingga menghasilkan bentukan peninggian dan depresi batuan dasar.
Relief yang tidak rata serta reaktifasi dari sesar bongkah tersebut mengontrol sedimentasi dan
perlipatan lapisan Tersier yang ada pada cekungan ini.
(Kerangka Tektonik Paleogene Cekungan Sumatra Selatan (Pulonggono,1984))

2.1.3 Struktur Geologi Cekungan Sumatra Selatan


Cekungan Sumatra Selatan terbentuk sejak akhir Pra Tersier sampai awal Pra Tersier.
Orogenesa pada akhir Kapur-Eosen membagi Cekungan Sumatra Selatan menjadi 4 sub
cekungan, yaitu sub-Cekungan Palembang Tengah dan Sub-Cekungan Palembang Selatan. Pola
Struktur di Cekungan Sumatra Selatan merupakan hasil dari 4 periode Tektonik Utama yaitu:
1.Upper Jurassic Lower Cretaceous

Rezim tektonik yang terjadi adalah rezim tektonik kompresi, dimana intrusi,
magmatisme, dan proses metamorfosa pembentuk batuan dasar masih berlangsung. Tegasan
utama pada periode ini berarah N 0300 W ( WNW-ESE) yang mengakibatkan terbentuknya Sesar
Lematang yang berarah N0600 E.
2. Late Cretaceous Oligocene
Fase yang berkembang pada periode ini adalah rezim tektonik regangan / tarikan dimana
tegasan utamanya berarah N-S. Struktur geologi yang terbentuk adalah sesar-sesar normal dan
pematahan
bongkah
batuan
dasar
yang
menghasilkan
bentukan Horst (tinggian), Graben (depresi) dan Half Graben. Periode ini merupakan awal
terbentuknya Cekungan Sumatra Selatan dan mulainya pengendapan sedimen Formasi Lahat dan
Talang Akar.
3. Oligocene Pliocene Basin Fill
Fase tektonik yang terjadi pada daerah ini adalah fase tenang, tidak ada pergerakan pada
dasar cekungan dan sedimen yang terendapkan lebih dulu (Formasi Lahat). Pengisian cekungan
selama fase tenang berlangsung selama awal Oligosen-Pliosen. Sedimen yang mengisi cekungan
selama fase tenang adalah Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai (Telisa),
Formasi Lower Palembang
(Air
Benakat), Middle Palembang
Muara
Enim)
dan Upper Palembang (Kasai).
4. Pliocene -Pleistocene Orogeny
Fase Tektonik yang terjadi pada periode ini adalah fase kompresi, sesar-sesar bongkah
dasar cekungan mengalami reaktifasi yang mengakibatkan pengangkatan dan pembentukan
antiklinorium utama di Cekungan sumatra Selatan. Antiklinorium tersebut antara lain
Antiklinorium Muara enim, Antiklinorium Pendopo-Benakat, dan Antiklinorium Palembang (De
Coster 1974).
Antiklinorium Palembang Utara, merupakan antiklinorium yang besar terdiri dari beberapa
antiklin. Batuan tertua yang tersingkap adalah Formasi Talang Akar dan Batuan dasar PraTersier. Sisi selatan cenderung menjadi lebih curam daripada sisi utara atau timur laut
(Pulonggono, 1984).
Antiklinorium Pendopo-Limau, terdiri dari dua antiklin paralel, yang merupakan daerah
lapangan minyak terbesar di Sumatra Selatan. Pada sisi baratdaya antiklin kemiringan lebih
curam dan dibatasi oleh sesar, dan ada bagian yang tertutup oleh batas half-graben. Formasi
tertua yang tersingkap di puncak adalah Formasi Gumai.
Antiklinorium Gumai, terdiri dari enam atau lebih antiklin kecil yang saling berhubungan,
kebanyakan jurusnya berarah Timur-Barat, sangat tidak simetri dengan keemiringan curam, sisi

sebelah utara secara lokal mengalami pembalikan (overturned). Formasi tertua yang ada di
permukaan adalah Formasi Lower Palembang atau Air Benakat. Antiklin tersebut sebagai hasil
longsoran gravitasi dari antiklin Pegunungan Gumai. Pulonggono (1984) menggambarkan
antiklinorium Gumai sebagai lapangan minyak kecil yang saling berhubungan, dihasilkan dari
Formasi Air Benakat dan Formasi Muara Enim.
Antiklinorium Muara enim, merupakan antiklin yang besar dengan ekspresi permukaan kuat dan
dengan singkapan batuan dasar Pra-Tersier. Di dekat daerah Lahat menunjam ke arah timur, sisi
utara banyak lapisan batubara dengan kemiringan curam dan juga lebih banyak yang tersesarkan
daripada di sisi selatan. Kebalikannya di bagian barat pegunungan Gumai dapat diamati
kemiringan lebih curam di sisi selatan dan sisi utara dengan kemiringan relatif landai.

2.1.4 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan


Stratigrafi daerah cekungan Sumatra Selatan secara umum dapat dikenal
satu megacycle (daur besar) yang terdiri dari suatu transgresi dan diikuti regresi. Formasi yang
terbentuk selama fase transgresi dikelompokkan menjadi Kelompok Telisa (Formasi Talang
Akar, Formasi Baturaja, dan Formasi Gumai). Kelompok Palembang diendapkan selama fase
regresi (Formasi Air Benakat, Formasi Muara Enim, dan Formasi Kasai), sedangkan Formasi
Lemat dan older Lemat diendapkan sebelum fase transgresi utama. Stratigrafi Cekungan Sumatra
Selatan menurut De Coster 1974 adalah sebagai berikut:
1. Kelompok Pra Tersier
Formasi ini merupakan batuan dasar (basement rock) dari Cekungan Sumatra Selatan.
Tersusun atas batuan beku Mesozoikum, batuan metamorf Paleozoikum Mesozoikum, dan
batuan karbonat yang termetamorfosa. Hasil dating di beberapa tempat menunjukkan bahwa
beberapa batuan berumur Kapur Akhir sampai Eosen Awal. Batuan metamorf PaleozoikumMesozoikum dan batuan sedimen mengalami perlipatan dan pensesaran akibat intrusi batuan
beku selama episode orogenesa Mesozoikum Tengah (Mid-Mesozoikum).
2. Formasi Kikim Tuff dan older Lemat atau Lahat
Batuan tertua yang ditemukan pada Cekungan Sumatera Selatan adalah batuan yang
berumur akhir Mesozoik. Batuan yang ada pada Formasi ini terdiri dari batupasir tuffan,
konglomerat, breksi, dan lempung. Batuan-batuan tersebut kemungkinan merupakan bagian dari
siklus sedimentasi yang berasal dari Continental, akibat aktivitas vulkanik, dan proses erosi dan
disertai aktivitas tektonik pada akhir Kapur-awal Tersier di Cekungan Sumatera Selatan.

3. Formasi Lemat Muda atau Lahat Muda


Formasi Lemat tersusun atas klastika kasar berupa batupasir, batulempung, fragmen
batuan, breksi, Granit Wash, terdapat lapisan tipis batubara, dan tuf. Semuanya diendapkan
pada lingkungan kontinen. Sedangkan Anggota Benakat dari Formasi Lemat terbentuk pada
bagian tengah cekungan dan tersusun atas serpih berwarna coklat abu-abu yang berlapis dengan
serpih tuffaan (tuffaceous shales), batulanau, batupsir, terdapat lapisan tipis batubara dan
batugamping (stringer), Glauconit; diendapkan pada lingkungan fresh-brackish. Formasi Lemat
secara normal dibatasi oleh bidang ketidakselarasan (unconformity) pada bagian atas dan bawah
formasi. Kontak antara Formasi Lemat dengan Formasi Talang Akar yang diintepretasikan
sebagai paraconformable. Formasi Lemat berumur Paleosen-Oligosen, dan Anggota Benakat
berumur Eosen Akhir-Oligosen, yang ditentukan dari spora dan pollen, juga dengandating K-Ar.
Ketebalan formasi ini bervariasi, lebih dari 2500 kaki (+- 760 M). Pada Cekungan Sumatra
Selatan dan lebih dari 3500 kaki (1070 M) pada zona depresi sesar di bagian tengah cekungan
(didapat dari data seismik).
4. Formasi Talang Akar
Formasi Talang Akar terdapat di Cekungan Sumatra Selatan, formasi ini terletak di atas
Formasi Lemat dan di bawah Formasi Telisa atau Anggota Basal Batugamping Telisa. Formasi
Talang Akar terdiri dari batupasir yang berasal dari delta plain, serpih, lanau, batupasir kuarsa,
dengan sisipan batulempung karbonan, batubara dan di beberapa tempat konglomerat. Kontak
antara Formasi Talang Akar dengan Formasi Lemat tidak selaras pada bagian tengah dan pada
bagian pinggir dari cekungan kemungkinan paraconformable, sedangkan kontak antara Formasi
Talang Akar dengan Telisa dan Anggota Basal Batugamping Telisa adalah conformable. Kontak
antara Talang Akar dan Telisa sulit di pick dari sumur di daerah palung disebabkan litologi dari
dua formasi ini secara umum sama. Ketebalan dari Formasi Talang Akar bervariasi 15002000 feet (sekitar 460-610m).
Umur dari Formasi Talang Akar ini adalah Oligosen Atas-Miosen Bawah dan kemungkinan
meliputi N 3 (P22), N7 dan bagian N5 berdasarkan zona Foraminifera plangtonik yang ada pada
sumur yang dibor pada formasi ini berhubungan dengan delta plain dan daerah shelf
.5. Formasi Baturaja
Anggota ini dikenal dengan Formasi Baturaja. Diendapkan pada bagian intermediateshelfal dari Cekungan Sumatera Selatan, di atas dan di sekitar platform dan tinggian.Kontak pada
bagian bawah dengan Formasi Talang Akar atau dengan batuan Pra Tersier. Komposisi dari
Formasi Baturaja ini terdiri dari Batugamping Bank (Bank Limestone) atau platform dan
reefal. Ketebalan bagian bawah dari formasi ini bervariasi, namun rata-ratta 200-250 feet (sekitar
60-75 m). Singkapan dari Formasi Baturaja di Pegunungan Garba tebalnya sekitar

1700 feet (sekitar 520 m). Formasi ini sangat fossiliferous dan dari analisis umur anggota ini
berumur Miosen. Fauna yang ada pada Formasi Baturaja umurnya N6-N7.
6. Formasi Telisa (Gumai)
Formasi Gumai tersebar secara luas dan terjadi pada zaman Tersier, formasi ini
terendapkan selama fase transgresif laut maksimum, (maximum marine transgressive) ke dalam
2 cekungan. Batuan yang ada di formasi ini terdiri dari napal yang mempunyai
karakteristik fossiliferous, banyak mengandung foram plankton. Sisipan batugamping dijumpai
pada bagian bawah.
Formasi Gumai beda fasies dengan Formasi Talang Akar dan sebagian berada di atas Formasi
Baturaja. Ketebalan dari formasi ini bervariasi tergantung pada posisi dari cekungan, namun
variasi ketebalan untuk Formasi Gumai ini berkisar dari 6000 9000 feet ( 1800-2700 m).
Penentuan umur Formasi Gumai dapat ditentukan dari dating dengan menggunakan foraminifera
planktonik. Pemeriksaan mikropaleontologi terhadap contoh batuan dari beberapa sumur
menunjukkan bahwa fosil foraminifera planktonik yang dijumpai dapat digolongkan ke dalam
zona Globigerinoides sicanus, Globogerinotella insueta, dan bagian bawah zona Orbulina
Satiralis Globorotalia peripheroranda, umurnya disimpulkan Miosen Awal-Miosen Tengah.
Lingkungan pengendapan Laut Terbuka, Neritik.
7. Formasi Lower Palembang (Air Benakat)
Formasi Lower Palembang diendapkan selama awal fase siklus regresi. Komposisi dari
formasi ini terdiri dari batupasir glaukonitan, batulempung, batulanau, dan batupasir yang
mengandung unsur karbonatan. Pada bagian bawah dari Formasi Lower Palembang kontak
dengan Formasi Telisa. Ketebalan dari formasi ini bervariasi dari 3300 5000 kaki (sekitar 1000
1500 m ). Fauna-fauna yang dijumpai pada Formasi Lower Palembang ini antara lain Orbulina
Universa
dOrbigny,
Orbulina
Suturalis
Bronimann,
Globigerinoides
Subquadratus Bronimann, Globigerina Venezuelana Hedberg,Globorotalia Peripronda Blow &
Banner, Globorotalia
Venezuelana Hedberg, Globorotalia
Peripronda Blow
&
Banner,Globorotalia mayeri Cushman & Ellisor, yang menunjukkan umur Miosen Tengah N12N13. Formasi ini diendapkan di lingkungan laut dangkal.
8. Formasi Middle Palembang (Muara Enim)
Batuan penyusun yang ada pada formasi ini berupa batupasir, batulempung, dan lapisan
batubara. Batas bawah dari Formasi Middle Palembnag di bagian selatan cekungan berupa
lapisan batubara yang biasanya digunakan sebgai marker. Jumlah serta ketebalan lapisan-lapisan
batubara menurun dari selatan ke utara pada cekungan ini. Ketebalan formasi berkisar antara
1500 2500 kaki (sekitar 450-750 m). De Coster (1974) menafsirkan formasi ini berumur
Miosen Akhir sampai Pliosen, berdasarkan kedudukan stratigrafinya. Formasi ini diendapkan

pada lingkungan laut


lingkungan non marine.

dangkal

sampaibrackist (pada

bagian

dasar), delta

plain dan

9. Formasi Upper Palembang (Kasai)


Formasi ini merupakan formasi yang paling muda di Cekungan Sumatra Selatan. Formasi
ini diendapkan selama orogenesa pada Plio-Pleistosen dan dihasilkan dari proses erosi
Pegunungan Barisan dan Tigapuluh. Komposisi dari formasi ini terdiri dari batupasir tuffan,
lempung, dan kerakal dan lapisan tipis batubara. Umur dari formasi ini tidak dapat dipastikan,
tetapi diduga Plio-Pleistosen. Lingkungan pengendapannya darat.
(Stratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan (De Coaster, 1974))
Geologi Regional Cekungan Sumatera Selatan
Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier berarah barat laut
tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di sebelah barat daya, Paparan Sunda
di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di sebelah tenggara yang memisahkan cekungan
tersebut dengan Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di
sebelah barat laut yang memisahkan Cekungan Sumatra Selatan dengan Cekungan Sumatera
Tengah.

Posisi Cekungan Sumatera Selatan sebagai cekungan busur belakang (Blake, 1989)
Tektonik Regional
Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan
busur belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan
Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng Samudera India. Daerah
cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, dimana sebelah barat daya dibatasi oleh
singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh Paparan Sunda (Sunda Shield),
sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian
Lampung.

Menurut Salim et al. (1995), Cekungan Sumatera Selatan terbentuk selama Awal Tersier
(Eosen Oligosen) ketika rangkaian (seri) graben berkembang sebagai reaksi sistem penunjaman
menyudut antara lempeng Samudra India di bawah lempeng Benua Asia.
Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakan telah terjadi 3 episode
orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera Selatan yaitu
orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir Tersier Awal dan Orogenesa Plio
Plistosen.
Episode pertama, endapan endapan Paleozoik dan Mesozoik termetamorfosa, terlipat
dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi oleh batolit granit serta telah membentuk
pola dasar struktur cekungan. Menurut Pulunggono, 1992 (dalam Wisnu dan Nazirman ,1997),
fase ini membentuk sesar berarah barat laut tenggara yang berupa sesar sesar geser.
Episode kedua pada Kapur Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak gerak
tensional yang membentuk graben dan horst dengan arah umum utara selatan. Dikombinasikan
dengan hasil orogenesa Mesozoik dan hasil pelapukan batuan batuan Pra Tersier, gerak gerak
tensional ini membentuk struktur tua yang mengontrol pembentukan Formasi Pra Talang Akar.
Episode ketiga berupa fase kompresi pada Plio Plistosen yang menyebabkan pola
pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam pembentukan struktur perlipatan dan
sesar sehingga membentuk konfigurasi geologi sekarang. Pada periode tektonik ini juga terjadi
pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan sesar mendatar Semangko yang
berkembang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Pergerakan horisontal yang terjadi mulai
Plistosen Awal sampai sekarang mempengaruhi kondisi Cekungan Sumatera Selatan dan Tengah
sehingga sesar sesar yang baru terbentuk di daerah ini mempunyai perkembangan hampir
sejajar dengan sesar Semangko. Akibat pergerakan horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada
Plio Plistosen menghasilkan lipatan yang berarah barat laut tenggara tetapi sesar yang
terbentuk berarah timur laut barat daya dan barat laut tenggara. Jenis sesar yang terdapat
pada cekungan ini adalah sesar naik, sesar mendatar dan sesar normal.
Kenampakan struktur yang dominan adalah struktur yang berarah barat laut tenggara
sebagai hasil orogenesa Plio Plistosen. Dengan demikian pola struktur yang terjadi dapat
dibedakan atas pola tua yang berarah utara selatan dan barat laut tenggara serta pola muda
yang berarah barat laut tenggara yang sejajar dengan Pulau Sumatera
Pemetaan geologi struktur bertujuan untuk mendapatkan gambaran struktur/tektonik di suatu
daerah/wilayah, sehingga penyebaran, jenis serta genetik pembentukannya dapat diketahui.
Dalam pemetaan geologi struktur, kegiatan yang perlu dilakukan adalah mengamati, mengukur
dan

menganalisis

gejala-gejala

struktur

yang

tersingkap

di

lapangan.

Gejala struktur di lapangan dapat berupa struktur bidang maupun garis (bidang sesar, bidang
kekar, gores-garis, bidang lapisan, gores-garis, cleavage, dsb) dan dapat pula merupakan jejakjejak struktural lainnya (breksi sesar, milonit dsb). Disamping adanya bentuk geometri, juga

dikenal adanya bentuk morfologis topografi misalnya kelurusan topografi, kelurusan dan kelokan
sungai, bergesernya punggungan bukit dsb.
Pengetahuan geologi struktur wajib dipahami oleh seseorang yang akan melakukan pemetaan
geologi, terlebih lagi bagi yang khusus meneliti tektonik suatu daerah. Kualitas hasil penelitian
geologi struktur salah satunya tergantung pada tingkat kemampuan seseorang dalam menguasai
ilmu geologi struktur.
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang maksimal dari kegiatan pemetaan struktur ini,
dilakukan beberapa tahapan, yaitu :
a.Pendahuluan

Studi

Pustaka

Interpretasi foto udara, citra landsat (citra indraja) dan topografi.


b.Penelitian

Lapangan

Pengamatan, pengukuran, pencatatan data, pembuatan sketsa, analisis sementara dan plotting
data struktur ke dalam peta dasar.
c.Penelitian

Laboratorium/studio

Pengolahan

data

Pembuatan penampang struktur dan peta struktur


d.

Analisis

data

secara

menyeluruh

Melakukan analisis tektonik daerah penelitian yang bersesuaian dengan konsep/teori struktur
geologi dan membandingkannya dengan tektonik regional yang berkaitan dengan daerah
penelitian.
e.

Laporan

hasil

penelitian

Seluruh hasil analisis tersebut dituangkan ke dalam buku laporan yang didalamnya disertai peta
struktur beserta penampang strukturnya.
Langkah Penelitian Struktur Geologi

Dalam penelitian Struktur Geologi, terdapat langkah langkah yang harus di lalui:
A. Studi Pustaka
Pada tahapan ini dipelajari teori/konsep yang berkaitan dengan struktur geologi, mencakup
geometri dan proses pembentukannya (dinamika dan kinematika). Selanjutnya perlu dipelajari
pula kondisi geologi daerah yang akan diteliti beserta geologi regionalnya. Hal ini perlu
dilakukan sebagai bahan informasi yang nantinya diperlukan dalam analisis selanjutnya.
Tahapan ini memegang peranan penting, tanpa mengerti dan mengetahui struktur struktur
geologi, akan sangat sulit untuk melanjutkan ke tahapan selanjutnya
B. Interpretasi Foto Udara, Citra ladsat, dan Topograsi
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan gambaran umum pola struktur yang
berkembang di daerah penelitian berdasarkan analisis morfologinya.
Ada beberapa cara untuk mendapatkan gambaran struktur suatu daerah, yaitu dengan mengamati
adanya liniament yang mungin disebabkan oleh proses pensesaran. Cara ini dilakukan melalui
penafsiran peta topografi, foto udara dan citra indraja. Penjelasan rinci dari point ini adalah
sebagai berikut :
a. Interpretasi struktur melalui topografi
Menafsirkan jalur struktur berdasarkan ada/tidaknya lineament (dapat berupa garis lurus atau
lengkung) dan menggambarkannya secara tegas atau terputus-putus. Pola lineament tersebut
selanjutnya ditampilkan dalam bentuk diagram roset dan yang terpenting dibuat peta
linieamentnya.
Mengamati kerapatan kontur. Apabila dijumpai adanya perbedaan kerapatan kontur yang
mencolok maka dapat ditafsirkan pada batas-batas perbedaannya merupakan akibat pensesaran
dan umumnya fenomena ini diakibatkan oleh sesar normal. Perlu pula diperhatikan fenomena
tersebut dapat saja terjadi akibat perubahan sifat fisik batuan.

Mengamati

bentuk

morfologi,

misalnya

Apabila bentuk punggungan bukit memanjang barat-timur, dan apabila daerah tersebut disusun
oleh batuan sedimen klastika (dari literatur), maka dapat ditafsirkan bahwa jurus perlapisan
batuannya adalah barat-timur sesuai dengan arah punggungannya..
Apabila ada suatu bentuk morfologi perbukitan dimana pada salah satu lereng bukitnya landai
(kerapatan kontur jarang) dan dibagian sisi lereng lainnya terjal, maka ditafsirkan kemiringan
(arah dip) lapisan tersebut ke arah bermorfologi lereng yang landai, morfologi yang demikian
dikenal sebagai Hog back.
Apabila ada suatu punggungan perbukitan dengan arah dan jalur yang sama, namun pada
bagian tertentu terpisahkan oleh suatu lembah (biasanya juga berkembang aliran sungai) atau
posisi jalur punggungannya nampak bergeser, maka dapat ditafsirkan di daerah tersebut telah
mengalami pensesaran dan fenomena tersebut umumnya terjadi akibat sesar mendatar, sesar
normal

atau

kombinasi

keduannya.

Apabila suatu daerah bermorfologi perbukitan, dimana punggungan bukitnya saling sejajar dan
dipisahkan oleh lembah sungai, maka kemungkinan daerah tersebut merupakan perbukitan
struktural lipatan-anjakan.
Apabila suatu daerah bermorfologi pedataran, maka batuan penyusunnya dapat berupa aluvium
atau sedimen lainnya yang mempunyai kemiringan bidang lapisan relatif horizontal. Kondisi ini
umumnya menunjukan bahwa umur batuan masih muda dan relatif belum mengalami derformasi
akibat tektonik (lipatan dan sesar belum berkembang).
Mengamati pola pengaliran sungainya. Dengan cara ini dapat membantu dalam menafsirkan
batuan

penyusun

serta

struktur

geologinya,

misalnya

Pola pengaliran trelis dan paralel, mencerminkan bahwa batuan di daerah tersebut sudah
mengalami pelipatan.
Pola pengaliran sejajar ditafsirkan bahwa daerah tersebut telah mengalami proses pensesaran.
Pola pengaliran rektangular mencerminkan bahwa daerah tersebut banyak berkembang kekar.

Pola pengaliran dendritik mencerminkan batuan penyusun yang relatif seragam. Dsb.
b. Interpretasi struktur melalui foto udara dan citra landsat.
Pada dasarnya interpretasi struktur dengan cara ini, tidak berbeda dengan cara di atas.
Perbedaanya terletak pada kualitas dan kejelasan bentuk permukaan morfologinya. Misalnya
lineament yang tidak nampak peta topografi mungkin akan nampak jelas terlihat pada foto udara
atau landsat.
C. Penelitian Lapangan
Pemetaan struktur tidak lain adalah melakukan kegiatan lapangan untuk mendapatkan data-data
struktur yang selanjutnya direkam ke dalam peta dasar. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan/dikerjakan dalam pemetaan struktur, adalah :
a. Penelitian lapangan diprioritaskan pada daerah yang diduga dilalui oleh zona sesar
berdasarkan hasil interpretasi foto udara, citra landsat dan topgrafi. Hal ini perlu dilakukan
dengan maksud agar penelitian lapangan berlangsung relatif cepat, sistematis dan mengenai
sasaran.
b. Mengamati, mengukur, mencatat, membuat sketsa singkapan, ploting data dan menganalisis
(analisis sementara) seluruh unsur-unsur struktur yang nampak pada singkapan tersebut.
Beberapa penjelasan point b ini adalah sebagai berikut :
Mengamati, dalam tahapan ini objek singkapan yang diamati dapat berupa bentuk/geometri
suatu struktur geologi baik yang utuh maupun tersingkap sebagian. Ada dua tahapan dalam
mengamati suatu singkapan, yaitu dari pengamatan dari jarak jauh dan pengamatan dari jarak
dekat. Prosedur pengamatan singkapan yang baik diawali dengan memperhatikan singkapan dari
jarak jauh sehingga seluruh singkapan dapat teramati dengan pandangan luas, hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui gambaran struktur secara lebih utuh dan yang terpenting adalah
untuk menentukan pada singkapan bagian mana yang perlu mendapatkan perlakuan khusus.
Langkah pengamatan yang kedua adalah mengamati singkapan dari jarak dekat. Pengamatan
singkapan dari jarak dekat ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran struktur yang lebih

detail. Pengamatan struktur tidak hanya ditujukan pada bentuk geometrinya, namun perlu pula
diamati jejak-jejak yang diakibatkan oleh aktifitas pensesaran, misalnya milonit, breksi sesar,
lipatan seret dsb. Beberapa contoh kasus ini, misalnya :
a). Pengamatan jarak jauh : Tersingkap suatu bentuk lapisan batuan yang terlipat utuh . Dalam
hal ini yang perlu diamati adalah bagaimana bentuk lipatannya, apakah antiklin atau sinklin,
simetri atau tidak, bagaimana ukuran lipatannya besar atau kecil, bagaimana batas akhir dari
struktur lipatan yang tersingkap tersebut berakhir oleh batas sesar ataukah hilang karena ditutupi
oleh batuan penutup/vegetasi atau menerus ke bawah permukaan. Lebih jauh lagi apakah lipatan
tersebut disertai dengan gejala pensesaran atau tidak, selanjutnya perlu pula diamati sifat fisik
batuan penyusunnya, apakah bersifat ductile (lentur), brittle (keras) atau kombinasi antara
keduanya.
Pengamatan jarak dekat : Apabila batas singkapan tersebut dikontrol oleh sesar, maka perlu
diperhatikan apakah ada jejak-jejak pensesaran, jika ada bagaimana sifat pergeserannya, apabila
dijumpai breksi sesar bagaimana arah liniasinya, dsb.
b). Dijumpai suatu singkapan batuan di tebing sungai dengan bentuk geometri strukturnya tidak
utuh. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah bagaimana gambaran umum posisi dan
kedudukan lapisan batuannya, apakah kemiringan lapisannya landai atau relatif horizontal,
sedang atau besar. Faktor ini dapat menunjukan tingkat deformasi dan selanjutnya dapat
memperkirakan apakah sipemeta berada pada zona sesar atau tidak.
Mengukur, artinya kita mengukur seluruh unsur-unsur struktur yang tersingkap di lapangan.
Misalnya mengukur jurus dan kemiringan bidang lapisan, bidang kekar, bidang sesar; Mengukur
besarnya sudut pitch, plunge, bearing dsb. Untuk kepentingan analisis sistem tegasan, data yang
diperlukan adalah data bidang lapisan, kekar dan sesar. Data bidang lapisan dan kekar berupa
jurus dan kemiringan (dalam hal ini untuk data kekar, harus diketahui jenisnya : tension joint
atau shear joint), sedangkan data cermin sesar yang diperlukan adalah jurus dan kemirinan
bidang sesar, pitch, arah pitch, plunge dan sifat pergeserannya. Perlu pula diberi penjelasan
apakah cermin sesar tersebut merupakan sesar minor atau atau sesar major.

Sketsa/foto, untuk memudahkan dalam analisis perlu kiranya kita membuat sketsa singkapan
dan beberapa penampang. Kelebihan dari membuat sketsa ini adalah dapat menggambarkan
sesuatu yang sifatnya detail dan secara langsung memberikan keterangan gambarnya. Foto
diperlukan sebagai bahan analisis (sama dengan sketsa) dan untuk dokumentasi dalam
pembuatan laporan.
Analisis sementara, Setelah dilakukan observasi singkapan dan membuat sketsa singkapan,
selanjutnya dilakukan analisis sementara khusus di lokasi tersebut. Analisis ini perlu dilakukan
untuk memecahkan permasalahan dan menyimpulkan pembentukannya, sehingga memudahkan
dalam analisis selanjutnya.
Plotting Data, Posisi singkapan selanjutnya diplot ke dalam peta dasar, dengan memberikan
nomor lokasi dan apabila perlu diberikan simbol struktur yang diamati. Memplot data struktur ke
dalam peta harus tepat pada posisi sebenarnya, karena data dasar ini akan digunakan dalam tahap
penafsiran dan analisis selanjutnya.
D. Gejala Umum Setelah Proses Pensesaran
Ada beberapa gejala struktur yang dapat diamati baik melalui penafsiran foto udara, citra indraja
dan foto udara (sudah dibahas di atas), maupun melihat langsung gejala pensesaran di lapangan
baik berupa bentuk morfologi maupun jejak-jejak pensesaran. Beberapa gejala umum yang dapat
digunakan dalam menafsirkan adanya gejala pensesaran, adalah :
1. Adanya gawir sesar, dapat diketahui dari analisis morfologi baik melalui peta topografi, foto
udara atau citra landsat serta pengamatan langsung di lapangan. Contoh kasus yang terakhir
adalah Sesar Lembang, yang dicirikan dengan adanya tebing bukit yang memanjang relatif barattimur (gawir sesar) dilihat dari Lembang ke arah selatan. Gawir sesar umumnya terbentuk akibat
sesar normal.
2. Adanya jejak-jejak pensesaran berupa breksi sesar dan milonit. Jalur sesar dapat diketahui
dengan menarik jalur kelurusan yang melalui beberapa gejala tersebut.

3. Adanya kemiringan bidang lapisan yang cukup besar (>70), mencirikan bahwa di daerah
tersebut telah mengalami deformasi yang kuat. Apabila sifat batuannya Brittle, maka
kemungkinan besar batuannya telah terpatahkan. Dalam hal ini perlu dicari bukti lainnya misal
ada/tidaknya sesar minor atau inidikasi lainnya yang menunjang (drag fault, dsb).
4. Adanya cermin sesar merupakan indikasi yang paling penting, karena secara langsung
menunjukan adanya proses pensesaran. Namun dalam hal ini harus hati-hati dalam menentukan
jenis serta jalur sesarnya
5. Adanya struktur kekar baik yang sifatnya kekar gerus (shear joint) atau tarikan (tension joint).
Dalam hal ini perlu dikompilasi dengan data struktur lainnya
6. Adanya drag fault dan drag fold merupakan salah satu indikasi adanya proses pensesaran.
7. Adanya pembentukan sesar, selain gejala pensesarannya dapat diamati langsung di lapangan,
juga dapat diketahui dari posisi stratigrafi. Dalam hal ini perlu dibuat penampang geologi.
8. Adanya perbedaan pola lipatan yang mencolok satu dengan lainnya.
9. Adanya pergeseran batas satuan dan atau pergeseran sumbu lipatan.
10. Dijumpai adanya deretan mata air panas
11.Adanya pembelokan sungai yang tiba-tiba (harus hati-hati karena pembelokan sungai ini
dapat terjadi karena adanya perubahan sifat fisik batuan).
E. Pengolahan Data
Data yang didapatkan dari hasil penelitian lapangan, selanjutnya diolah baik secara manual
maupun secara komputasi. Pengolahan data berasal dari hasil pengamatan dan pengukuran
bidang lapisan batuan, bidang sesar, liniasi dsb. Penjelasan rinci dari point E ini adalah sebagai
berikut :
1. Pengolahan Data Jurus dan Kemiringan Lapisan Batuan

a).

Metoda

Pola

Jurus

Perlapisan

Batuan

Data jurus dan kemiringan lapisan batuan, ditampilkan dalam bentuk simbol pada peta topografi.
Selanjutnya berdasarkan jurus perlapisan, ditarik garis kelurusannya (setelah dilakukan koreksi
topografi). Dengan cara ini akan diketahui beberapa hal, yaitu :
Bagaimana pola lapisan batuannya (pola lipatan), apakah ada perbedaan antara 1 (satu) pola
lipatan dengan pola lipatan lainnya.
Ada/tidaknya sumbu lipatan, jika ada apakah lipatan tersebut antiklin atau sinklin (tandai
dengan simbol sumbu lipatan), bagaimana penyebaran dan arah sumbu lipatannya, apakah
lipatannya normal atau rebah (sudah ada pembalikan).
Jika dikompilasikan dengan data jenis batuan (dominansi batuan) dan umur batuannya, akan
diketahui penyebaran satuan batuannya.
b). Metoda Diagram Kontur
Data jurus dan kemiringan lapisan batuan ditampilkan dalam bentuk diagram kontur.
Diagram kontur, yaitu pengolahan data jurus dan kemiringan lapisan batuan dengan
memproyeksikan data tersebut secara stereografi. Proyeksi ini digunakan untuk memecahkan
masalah hubungan sudut baik garis dan bidang di dalam ruang. Dengan cara ini selanjutnya akan
diketahui gambaran dari suatu geometri lipatan dan selanjutnya digunakan untuk mengetahui
jenis lipatannya (klasifikasi lipatan). Pengolahan data dilakukan secara komputasi dengan
mempergunakan program dip.
2.

Data

Kekar

Data kekar digunakan untuk mengetahui sistem tegasan yang mempengaruhi pembentukannya.
Caranya dengan mengolah data kekar (jurus dan kemiringan) ke dalam bentuk diagram roset dan
kontur. Kepentingan pengolahan data dengan tampilan Diagram Roset adalah untuk
mendapatkan arah dominan bidang kekarnya. Hasil pengolahan data ini ditampilkan dalam
bentuk diagram kipas. Pengolahan data dilakukan secara komputasi dengan mempergunakan
program Dip.

Diagram kontur dimaksudkan untuk mengetahui posisi maksima dari seluruh data kekar yang
selanjutnya digunakan untuk mengetahui posisi tegasan utama (1), tegasan menengah (2) dan
tegasan minimum (3). Dengan diketahuinya kedudukan masing-masing sistem tegasan tersebut
akhirnya dapat menunjukan sifat tegasan pembentuk sesarnya. Harus diperhatikan bahwa
pengukuran data kekar ini dilakukan pada daerah-daerah yang berada di dalam zona pensesaran.
3. Data Cermin Sesar (slicken side)
Data cermin sesar diperlukan untuk mengetahui sistem tegasan pembentuk sesar. Pengolahan
data ini ditampilkan dalam bentuk diagram roset dan stereogram sistem tegasan. Diagram roset
diperlukan untuk mengetahui arah dominan cermin sesarnya, sedangkan stereogram untuk
mengetahui sistem tegasannya. Sistem tegasan pembentuk sesar diketahui dari gambaran
stereogram, yang didalamnya menggambarkan posisi tegasan utama (1), tegasan menengah (2)
dan tegasan minimum (3); arah tegasan, sifat tegasan dan gambaran streogram masing-masing
cermin sesarnya. Pengolahan data dilakukan secara komputasi dengan mempergunakan program
dip dan stress.
F. Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk memecahkan persoalan geologi, khususnya mengenai jenis
struktur geologi (Geometri) serta tektonik yang melatarbelakangi pembentukannya (Kinematika
dan dinamika). Sasaran penelitian ini pada akhirnya dapat menjelaskan kondisi struktur geologi
baik lipatan dan sesar, yang didalamnya mencakup penjelasan mengenai : jenis, bentuk, pola dan
genetik pembentukan struktur geologinya.
Analisis struktur geologi dilakukan setelah peta dan penampang struktur selesai dikerjakan.
Dalam tahap analisis ini perlu diperhatikan pula aspek sedimentologi, stratigrafi, paleontologi,
umur batuan dan morfologinya.
Kualitas analisis data tergantung pada beberapa faktor, antara lain keakuratan dalam mengukur
unsur-unsur struktur geologi, ketepatan dalam memploting data geologi ke dalam peta topografi,
tingkat pemahaman mengenai konsep/teori/model pembentukan struktur geologi, pengetahuan

geologi lainnya (stratigrafi, sedimentologi, petrografi dsb) serta pengetahuan mengenai kondisi
geologi yang akan diteliti baik secara lokal maupun regional.
G. Pembuatan Laporan
Hasil analisis geologi daerah penelitian selanjutnya ditampilkan dalam bentuk buku laporan yang
di dalamnya dilengkapi dengan peta struktur, penampang struktur, sketsa singkapan, gambar
model genetik pembentukan struktur, lampiran hasil pengukuran data dsb.
Hingga saat ini kriteria batasan pembuatan laporan sub-bab struktur geologi di dalam pemetaan
pendahuluan, pemetaan lanjut dan skripsi, masih belum jelas. Contoh kasus ini, terutama sering
dijumpai di dalam laporan pemetaan geologi pendahuluan dan geologi lanjut, dimana
pembahasan sub bab geologi struktur tidak ada bedanya.
Sebenarnya pemetaan geologi pendahuluan dimaksudkan untuk melatih mahasiswa dalam
melakukan pemetaan geologi, yang nantinya sebagai bekal dalam melakukan pemetaan geologi
lanjut. Oleh karenanya sistimatika pembahasan di dalam laporan pemetaan geologi pendahuluan
dan pemetaan geologi lanjut relatif tidak berbeda, yang membedakan diantara keduanya adalah
dalam hal ketajaman analisisnya. Hal ini sangat relevan mengingat dalam pemetaan geologi
lanjut, setiap mahasiswa sudah mendapatkan mata kuliah lanjut (mata kuliah wajib), seperti
petrografi, geodinamik dan struktur Indonesia.
G.1. Pembahasan Sub Bab Geologi Struktur Dalam Pemetaan Pendahuluan
Materi yang diberikan dalam perkuliahan/praktikum geologi struktur yang menunjang untuk
kegiatan pemetaan geologi , antara lain :
A.

Teori

1. Struktur lipatan, yang didalamnya membahas mengenai geometri lipatan (Hinge line, hinge
point, axial plane, inflextion point, limb, trough, crest dsb), klasifikasi lipatan (Rickard, hobs,
timothy),

dan

genetik

pembentukannya

yang

dibahas

secara

umum.

2. Struktur Sesar, yang didalamnya membahas mengenai geometri sesar, sistem tegasan,
klasifikasi

sesar,

gejala

sesar

di

lapangan.

3. Struktur Kekar, yang didalamnya membahas mengenai geometri, klasifikasi kekar dan genetik
pembentukannya yang dibahas secara umum.
B.

Praktikum

1. Latihan mengeplot dan menggambarkan unsur-unsur struktur secara manual dan komputasi
dengan
2.

Pembuatan

3.

mempergunakan
penampang

struktur

Menghitung

program
dengan

menggunakan

Stereograph.
metoda

Bush

ketebalan

dan

Kink
lapisan

4. Membuat batas satuan/formasi pada peta geologi dengan menggunakan Hukum V.


5. Membuat diagram roset secara manual dan komputasi dengan mempergunakan program Dip.
6. Proyeksi bidang/garis ke dalam stereografi berupa diagram titik, kontur dan busur (Wulf net,
Smid net, diagram polar dsb) secara manual dan komputasi dengan mempergunakam program
Dip
7. Menentukan sistem tegasan secara manual dan komputasi dengan mempergunakan program
Stress.
8. Menganalisi kelurusan topografi berdasarkan penafsiran citra landsat, foto udara dan peta
topografi. Dengan cara ini mahasiswa dapat mengetahui gambaran struktur geologi secara
umum.
9. Latihan membuat peta pola jurus
Dengan materi perkuliahan tersebut di atas, maka pembahasan mengenai sub bab geologi
struktur di dalam laporan pemetaan geologi pendahuluan adalah :
1. Membahas hasil penafsiran citra landsat, foto udara atau peta topografi daerah penelitian. Di
dalamnya mencakup bahasan mengenai arah umum jalur sesar, intensitas sesar dsb. (Hasil
penafsiran struktur tersebut ditampilkan dalam peta struktur dan diagram roset).
2. Membahas mengenai macam/jenis struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian
berdasarkan point 1, data lapangan dan hasil rekontruksi pola jurus. Pembahasan mencakup
geometri, klasifikasi dan jalur struktur geologi baik lipatan maupun sesar. Pembahasan struktur
lipatan dilengkapi dengan menampilkan diagram kontur, sebagai dasar menentukan jenis lipatan

(klasifikasi dari Hobs, rickard, timothy dsb). Pembahasan struktur sesar dilengkapi dengan
gambar stereogram sistem tegasan.
3. Analisis struktur geologi mencakup genetik dan waktu kejadiannya. Dalam hal ini perlu
dipahami teori/konsep struktur geologi serta menguasai tentang geologi regional yang berkaitan
dengan daerah penelitian.
Beberapa contoh laporan sub bab geologi struktur, adalah sebagai berikut :
a. Berdasarkan hasil interpretasi foto udara yang ditampilkan dalam peta penafsiran struktur
(Gambar 4.1) diketahui ada beberapa arah umum kelurusan yang diperkirakan sebagai akibat
proses pensesaran, yaitu kelurusan berarah barat-timur, timurlaut-baratdaya dan baratlauttenggara (Gambar 4.2). Kelurusan berarah barat-timur umumnya sejajar dengan arah
punggungan perbukitan sedangkan kelurusan berarah baratlaut-tenggara dan timurlaut-baratdaya
umumnya memotong jalur punggungan perbukitan. Kelurusan berarah baratlaut-tenggara dan
timurlaut-baratdaya diperkirakan merupakan pasangan sesar yang terjadi pada periode tektonik
yang sama. .dst, selanjutnya : dengan berkembangnya pola kelurusan demikian dapat
ditafsirkan bahwa daerah penelitian telah mengalami tektonik yang cukup kuat, hal ini
ditunjukan dengan intensitas kehadiran struktur sesar yang cukup rapat. Dst.
b. Struktur geologi daerah penelitian terdiri atas struktur lipatan dan struktur sesar (bahas secara
umum kondisi struktur geologi daerah penelitian). Dst , selanjutnya (bahas struktur lipatannya)
: berdasarkan hasil rekontruksi pola jurus diketahui ada 3 sumbu lipatan, yaitu Antiklin Dago,
Sinklin Jatinangor dan Antiklin Cibiru (Tabel 4.1). Selanjutnya : .. Antiklin Dago relatif
berarah barat-timur, membentang mulai dari sekitar Kampung Cileunyi hingga Gunung Geulis.
Di beberapa tempat jalur lipatan ini dipotong oleh Sesar Cicaheum dan Sesar Cipadung.
Selanjutnya : berdasarkan geometri lipatannya, Antiklin Dago termasuk ke dalam jenis
upright inclined fold (Rickard, 1975). dst. Selanjutnya (bahas struktur sesar) : Sesar
Cicaheum terletak di bagian barat daerah penelitian berarah baratlaut-tenggara, membentang
mulai sekitar Kampung Padasuka dibagian selatan hingga Kampung Kiarapayung di bagian
utara.

Sesar ini diketahui berdasarkan hasil interpretasi foto udara berupa adanya kelurusan Sungai
Buahbatu

dan

data

lapangan

berupa

Ditemukan sejumlah cermin sesar di lokasi BB-1 (BB-1 = lokasi pengukuran berada pada
lintasan pengamatan Buahbatu pada nomor lokasi 1). Apabila data pengukurannya banyak lebih
baik ditampilkan ke dalam bentuk tabel dan apabila datanya sedikit dapat langsung ditulis hasil
pengukurannya

secara

lengkap.

Ditemukannya beberapa lokasi singkapan breksi sesar di BB-1, BB-5 dan CSR-7.

Ditemukannnya

sejumlah

drag

fault

di

lokasi

Csr-2

dan

Ckd-4.

Ditemukannya sejumlah pengukuran jurus dan kemiringan lapisan yang tidak beraturan, dst.
(Catatan : Identifikasi adanya struktur sesar dapat pula disimpulkan berdasarkan hasil
rekontruksi pola jurus, misalnya ada sumbu lipatan yang bergeser atau dapat pula berdasarkan
posisi stratigrafinya).
Selanjutnya : Berdasarkan geometri sesarnya , disimpulkan bahwa Sesar Cicaheum termasuk ke
dalam jenis left handed reverse slip fault (Rickard, 1975).
c. Selanjutnya harus dibahas mengenai analisis struktur geologi daerah penelitian ke dalam subbab tersendiri. Di dalam sub bab ini yang dibahas mengenai : kapan terjadinya proses
pembentukan struktur lipatan dan sesar dikaitkan dengan umur batuan yang disesarkannya
(stratigrafi). Selanjutnya harus dibahas pula mengenai mekanisme pembentukannya, apakah
akibat tektonik kompresi atau ekstensional dan bagaimana kaitannya dengan struktur geologi
regional daerah penelitian.
G.2. Pembahasan Sub Bab Geologi Struktur Dalam Pemetaan Lanjut
Pembahasan sub-bab geologi struktur di dalam laporan pemetaan geologi lanjut harus lebih
mendalam, karena mahasiswa yang bersangkutan telah mendapatkan mata kuliah Geodinamik
dan Struktur Indonesia, disamping ilmu lainnya yang menunjang (Petrografi dsb). Di dalam mata
kuliah Geodinamik dan Struktur Indonesia, materi yang diajarkan, antara lain :
1. Mempelajari teori tektonik lempeng (Sejarah perkembangan teori tektonik lempeng, genetik
serta

lingkungan

tektoniknya).

2. Mempelajari mekanisme dan dinamika pergeseran antar lempeng (Bertumbukan, berpapasan

atau bergerak saling menjauh). Selanjutnya apa produk struktur yang dihasilkan dari masingmasing

kejadian

tersebut.

3. Mempelajari pola struktur yang dihasilkan pada masing-masing lingkungan tektonik. Misalnya
pola struktur lipatan anjakan akan berkembang di lingkungan tektonik Back arc dan Fore Arc,
selanjutnya

membahas

persamaan

dan

perbedaan

genetik

kedua

pola

tersebut.

4. Mempelajari pembentukan sesar naik (Thrust) regional baik geometri (Imbricate atau duplex)
maupun

genetiknya

(Diapirik,

Gravity

sliding

atau

underthusting).

5. Mempelajari pembentukan sesar mendatar regional (Wrench fault) baik geometri, genetik.
Disamping itu dipelajari secara khusus mengenai Riedel shear, Imbricate/duplexe , Flower
structure

dan

sebagainya.

6. Mempelajari pembentukan sesar normal regional baik geometri dan genetiknya. Secara khusus
dipelajari

mengenai

Sesar

Domino,

Listric

fault,

dsb.

7. Mempelajari pengaruh tumbukan lempeng Asia, Hindia Australia dan Pasifik sebagai
pembentuk struktur regional di Indonesia.
Dengan asumsi bahwa setiap mahasiswa sudah mendapatkan kedua mata kuliah tersebut di atas
maka perbedaan pembahasan sub bab geologi struktur di dalam laporan pemetaan geologi
pendahuluan dan pemetaan lanjut adalah pada ketajaman analisisnya.
Contoh

pembahasan

tersebut,

misalnya

Struktur sesar di daerah penelitian secara regional diakibatkan oleh terjadinya tumbukan
Lempeng Asia dengan Lempeng Indo-Ausatralia yang berlangsung sejak Miosen hingga
sekarang. Bukti-bukti yang menunjukan hal tersebut antara lain dengan berkembangnya struktur
lipatan yang intensif, serta adanya dominasi sesar naik dan sesar mendatar. Berdasarkan pada
jenis

struktur

geologinya,

maka

disimpulkan

bahwa

tektonik

yang

mempengaruhi

pembentukannya bersifat kompresi. Dst


Contoh

lainnya

walaupun di daerah penelitian ini berkembang beberapa sesar normal, namun secara regional,
tektonik yang mempengaruhi pembentukannya struktur sesar di daerah penelitian ini bersifat
kompresi. Adanya tektonik kompresi ini ditunjukan dengan berkembangnya beberapa sesar
mendatar yang ukurannya relatif panjang (sesar regional), sedemikian rupa pada daerah di antara

kedua sesar mendatar tersebut berkembang sesar normal, yang lazim dikenal sebagai Pull apart
(Park, 1982).
G.3. Pembahasan Struktur Geologi Di Dalam Laporan Kajian Khusus (Skripsi) Bidang
Geologi Struktur.
Skripsi merupakan tugas akhir yang wajib dilaksanakan oleh setiap mahasiswa, dengan maksud
untuk menguji kemampuan mahasiswa pada bidang yang lebih khusus. Oleh karenanya materi
utama yang dibahas di dalam laporan skripsi harus lebih mendalam dibandingkan dengan materi
lainnya.
Berkaitan dengan masalah ini, apabila mahasiswa tertarik untuk mempelajari geologi struktur
sebagai bahan skripsinya, maka pembahasan materi geologi struktur harus lebih detail dan
mendalam dibandingkan dengan pembahasan struktur geologi di dalam laporan pemetaan
geologi.
Berkaitan dengan masalah tersebut di atas, maka laporan skripsi dengan kajian khusus bidang
geologi struktur geologi, di dalamnya harus mengerjakan :
1. Membuat peta kelurusan berdasarkan citra landsat, foto udara dan peta topografi. Hal ini perlu
dilakukan sebagai dasar observasi di lapangan dan sebagai bahan analisis selanjutnya. Data
kelurusan tersebut perlu ditampilkan juga dalam bentuk diagram mawar, dengan maksud untuk
mengetahui arah umum jalur sesarnya.
2. Membuat peta lokasi ditemukannya gejala struktur, misalnya lokasi ditemukannya cermin
sesar, lipatan seret, breksi sesar, milonit, bidang lapisan serta unsur pendukungnya berupa lokasi
gawir sesar, mata air dsb.
3. Membuat tabel hasil pengukuran cermin sesar, bidang lapisan, bidang kekar dsb, di setiap
lokasi pengukuran.
4. Membuat penampang struktur sesar di beberapa lintasan, dengan maksud untuk mengetahui
gambaran struktur geologi secara lebih jelas lagi pada masing-masing lintasan yang akhirnya
dapat memudahkan dalam menganalisis tektonik daerah penelitian secara menyeluruh. Misalnya

apabila di dalam penampang struktur sesar tersebut di dominasi oleh sesar naik, maka pola
struktur sesar tersebut termasuk ke dalam kelompok thrust system. Selanjutnya diidentifikasi
apakah sistem sesar naik tersebut berjenis Imbricate atau Duplexes. Selanjutnya dengan
penampang struktur sesar ini dapat ditentukan transport tektoniknya. Akhirnya dapat
menjelaskan kedudukan masing-masing sesar naiknya, apakah sebagai Fore thrust atau back
trhust, lebih detail lagi apakah sesar naik tersebut berjenis backlimb thrust atau forelimb thrust.
Dengan cara ini akan lebih mudah menganalisis tektonik daerah penelitian secara lebih terpadu.
5. Menganalisis pembentukan struktur geologi berdasarkan konsep/teori yang sudah diakui
(Dipublikasikan baik dari teks book maupun makalah), serta mengkaitkannya dengan lingkungan
tektoniknya (Tektonik lempeng).
H. Pembuatan Peta
Data hasil pengamatan dan pengukuran unsur-unsur struktur geologi ditampilkan dalam peta
kerangka geologi (untuk pemetaan geologi pendahuluan dan lanjut) atau peta lokasi pengukuran
unsur

struktur

(untuk

skrispsi

dengan

kajian

khusus

bidang

struktur).

Di dalam peta kerangka geologi yang lazim ditampilkan adalah hasil pengukuran jurus dan
kemiringan lapisan batuan, indikasi gejala pensesaran, simbol litologi dsb. Oleh karenanya peta
ini sangat penting karena berisi informasi segala gejala geologi hasil penelitian lapangan.
Ploting data unsur struktur seluruhnya harus ditampilkan dalam peta kerangka. Dalam hal ini
apabila di dalam suatu lintasan pengamatan dijumpai singkapan yang rapat dan menerus maka
sedapat mungkin data tersebut diplot ke dalam peta kerangka. Pada saat ini ada kendala untuk
memplot data pengukuran unsur struktur sebanyak mungkin ke dalam peta kerangka, karena di
dalam peta ini tidak hanya data struktur yang diplot namun simbol litologinyapun harus
dicantumkan. Oleh karenanya perlu dibuat satu peta lagi yang khusus menggambarkan hasil
pengukuran unsur struktur, yang dinamakan sebagai Peta Lokasi Unsur Struktur.
Peta lokasi unsur struktur ini menunjukan lokasi hasil pengukuran jurus dan kemiringan lapisan
batuan, data cermin sesar, gejala pensesaran berupa breksi sesar, milonit, mata air panas dsb.

Peta lokasi struktur digunakan untuk merekontruksi pola jurus, dengan cara ini akan diketahui
posisi dan jalur sumbu lipatan (jika ada) maupun jalur sesarnya. Lebih jauh lagi apabila
dikompilasi dengan data stratigrafi dan paleontologi akan diketahui penyebaran batuannnya
secara lateral.
Pada saat ini hasil rekontruksi pola jurus ditampilkan dalam peta tersendiri yang dinamakan
sebagai Peta Pola Jurus Perlapisan Batuan. Selama ini rekontruksi pola jurus yang dilakukan oleh
mahasiswa tidak memperhatikan elevasi (topografi) sebagai dasar dalam koreksi topografi (ingat
hukum V). Oleh karenanya hasil rekontruksi pola jurus hanya bersifat semu (karena ploting data
jurus dan kemiringan lapisan batuan tidak pada tempat sebenarnya). Prosedur sebenarnya dalam
merekontruksi pola jurus adalah dengan menyamakan kedudukan data pengukuran pada elevasi
yang sama (Hal ini berlaku pula dalam pembuatan penampang geologi). Untuk kepentingan ini
setiap data harus diproyeksikan pada level yang sudah ditentukan, sehingga memerlukan waktu
yang cukup lama (ingat waktu yang diberikan untuk menyelesaikan tugas ini maksimal 3
semester). Oleh karenanya laboratorium geodinamik yang berkepentingan dalam masalah ini
memutuskan untuk mengganti Peta Pola Jurus Perlapisan Batuan menjadi Peta Struktur.
Peta struktur ini dibuat berdasarkan Peta Kerangka, Penampang struktur, stratigrafi dan umur
batuan. Semua data pengukuran umsur struktur seluruhnya ditampilkan di dalam Peta Struktur
(lihat contoh peta struktur pada lampiran).
Peta Geologi merupakan tujuan utama dalam pemetaan geologi. Peta geologi ini merupakan hasil
analisis data dari peta kerangka, peta struktur, penampang geologi, rekontruksi pola jurus,
stratigrafi dan umur batuan. (Semua data pengukuran Peta Struktur ditampilkan dalam Peta
geologi).

Anda mungkin juga menyukai