Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
LANDASAN TEORI
1.1
Kajian Pustaka
1.1.1
Katalis
Katalis menurunkan energi aktivasi reaksi, dengan memberikan mekanisme
reaksi lain untuk menghindari tahap penentu laju yang lambat dari reaksi yang
tidak terkatalisis, sehingga laju reaksi menjadi lebih tinggi pada temperatur yang
sama. Katalis menurunkan energi aktivasi reaksi, dengan memberikan mekanisme
reaksi lain untuk menghindari tahap penentu laju yang lambat dari reaksi yang
tidak terkatalisis, sehingga laju reaksi menjadi lebih tinggi pada temperatur yang
sama (Atkins, 1996).
Katalis merupakan substansi yang dapat meningkatkan laju reaksi untuk
mencapai kesetimbangan namun tidak ikut bereaksi dengan reaktan dalam reaksi
tersebut. Dalam pemilihan katalis, diperhatikan faktor sebagai berikut:
1. Aktivitas
Keaktivan katalis didefinisikan sebagai kemampuan dari katalis untuk dapat
mengubah bahan baku menjadi produk yang dikehendaki. Keaktivan katalis
didapat dari kombinasi bahan kimia dan bahan mineralogi, sehingga dapat
diketahui katalis tersebut aktif dalam melakukan proses katalis yang dibuktikan
dengan dihasilkannya produk baru yang dikehendaki.
2. Stabilitas
Stabil dalam arti mempunyai kemampuan menghadapi racun racun yang
mungkin dapat merusak kinerja dan penampakan dari katalis itu sendiri.
3. Selektivitas
Selektivitas didefinisikan sebagai kemampuan katalis dalam menghasilkan
produk yang sesuai dengan yang dikehendaki. Hal ini karena satu zat yang
berperan dalam salah satu proses dapat juga menjadi penghambat pada proses
lainnya, sehingga perlu diteliti setiap material yang akan digunakan sebagai
katalis.
4. Umur
Umur katalis mempunyai pengertian rentang waktu bagi katalis untuk
bertahan pada level yang mencukupi sesuai kinerja katalis yang diinginkan.
5. Regenerasi
Sifat mudah diregenarasi harus dimiliki oleh katalis sehingga pada saat katalis
dioperasikan gangguan yang terjadi dapat diminimumkan.
6. Kekuatan Mekanik
Kekuatan mekanik merupakan kondisi yang harus dimiliki katalis sehingga
bila proses menghendaki tekanan dan temperature tinggi, katalis itu dapat
digunakan.
Secara umum, katalis memiliki 2 fungsi sebagai berikut: 1) Mempercepat
reaksi menuju kesetimbangan atau fungsi aktivitas, 2) Meningkatkan hasil reaksi
yang dikehendaki atau fungsi selektivitas.
Katalis tidak secara permanen terlibat dalam reaksi kimia, ketika katalis
melakukan fungsinya, maka katalis mengalami perubahan baik secara kimiawi
maupun secara fisik yang sangat mempengaruhi kinerjanya. Oleh karena itu
terdapat 3 parameter utama dari kinerja katalis yaitu: 1) Aktivitas, yaitu peran
katalis untuk meningkatkan kecepatan reaksi, 2) Selektivitas, yaitu peran katalis
untuk meningkatkan produk yang diinginkan, 3) Deaktivasi, yaitu aktivitas dari
katalis yang dihubungkan dengan masa hidup katalis (life-time).
Berdasarkan fasanya, katalis dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu
katalis homogen, katalis heterogen, dan katalis enzim. Katalis homogen ialah
katalis yang mempunyai fasa yang sama dengan fasa substrat, dimana interaksi
yang terjadi antara substrat dan katalis biasanya merupakan interaksi cair-cair.
Katalis heterogen adalah katalis yang mempunyai fasa yang berbeda dengan fasa
substrat. Sedangkan katalis enzim merupakan molekul protein dengan ukuran
koloid. Katalis ini memiliki fasa yang berada diantara katalis homogen dan
heterogen (Augustine, 1996).
Pada proses katalisis heterogen terjadi tahapan reaksi (siklus katalitik)
tertentu (Gates B., 1979). Siklus katalitik tersebut didahului dengan terjadinya
transfer reaktan menuju permukaan katalis. Reaktan kemudian berinteraksi
dengan katalis sehingga terjadi proses adsorpsi pada permukaan katalis. Spesies
yang teradsorpsi akan bereaksi untuk menghasilkan produk. Pada tahap ini terjadi
penurunan energi aktivasi reaksi. Setelah reaksi selesai, produk yang terbentuk
akan terdesorpsi dari permukaan katalis, lalu menjauhi katalis. Transfer reaktan
menuju katalis maupun produk menjauhi katalis hanya merupakan suatu transport
fisik. Sedangkan proses adsorpsi dan desorpsi telah melibatkan perubahan kimia,
dimana terjadinya interaksi antara reaktan dan katalis.
Terdeaktivasinya katalis dapat disebabkan karena 3 hal yaitu peracunan,
pencemaran, dan sintering. Peracunan disebabkan oleh sejumlah kecil material
tertentu untuk katalis tertentu dan berkaitan dengan adsorpsi racun pada situs aktif
katalis, sehingga akan menghalangi proses adsorpsi reaktan oleh katalis.
Pencemaran disebabkan pembentukan kokas (endapan karbon) dan pengendapan
logam pada permukaan katalis. Pembentukan kokas terjadi pada situs katalis yang
memiliki laju reaksi paling besar. Bertambahnya jumlah endapan yang relatif
besar akan menutup situs aktif katalis sehingga aktivitas katalis menurun.
Sedangkan sintering merupakan proses deaktivasi termal, proses fisika yang
menyebabkan terjadinya pegurangan luas permukaan katalis akibat penggunaan
temperatur di atas temperatur normalnya sehingga terjadi perubahan struktur pori
katalis. Pada penggunaan katalis dengan logam dan material pengemban, sintering
akan mengakibatkan penurunan dispersi logam dalam material pengembannya.
Sintering merupakan proses fisik yang berkaitan dengan hilangnya area material
pengembang atau basa oksida, hilangnya penyebaran kristal logam pada katalis
logam pengemban, dan penurunan komponen logam dalam katalis. Laju sintering
akan meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur (Hughes, 1984).
Dalam melakukan fungsinya pada reaksi katalisis, ada 3 faktor yang
mempengaruhi kinerja dari katalis, yaitu aliran fluida, aktivitas katalis dan
stabilitas katalis. Aktivitas dan selektivitas dapat dicapai dengan pemilihan
komponen atau material serta metode preparasi yang mampu memberikan luas
permukaan yang optimum. Aktivitas yang tinggi saja tanpa memperhatikan
selektivitas dan faktor lain semisal kekuatan mekanik tidaklah cukup dalam
menentukan kelayakan pembuatan suatu katalis. Sehingga untuk mendapatkan
kinerja katalis yang optimum, pemilihan komponen pada penelitian ini terdiri atas
2 komponen, yaitu inti aktif dan penyangga.
1.1.2
Zeolit
Zeolit adalah mineral Kristal alumina silikat berpori terhidrat yang
mempunyai struktur kerangka tiga dimensi terbentuk dari tetrahedral [SiO4]+ dan
[AlO4]5-. Kedua tetrahedral di atas dihubungkan oleh atom atom oksigen,
menghasilkan struktur tiga dimensi terbuka dan berongga yang didalamnya diisi
oleh atom atom logam biasanya logam logam alkali atau alkali tanah dan
molekul air yang dapat bergerak bebas (Scot et al., 2003).
Umumnya struktur zeolit adalah suatu polimer anorganik berbentuk
tetrahedral unit TO4, dimana T adalah ion Si4+ atau Al3+ dengan atom O berada
diantara dua atom T, seperti ditunjuk pada Gambar 2.1.
dengan setiap atom menjembatani dua atom T, sehingga dapat digambarkan pada
Gambar 2.2.
Gambar 2.4 Beberapa contoh bangun ruang pada zeolit (Ruren et al., 2007)
Dewasa ini dikenal dua jenis zeolit, yakni zeolit alam dan zeolit sintesis.
Namun sekarang zeolit yang paling banyak digunakan adalah zeolit sintesis.
mengandung berbagai unsur lain yaitu Na, K, Ca (Bogdanov et al., 2009), Mg dan
Fe (Akimkhan, 2012).
Tabel 2.1 Contoh Zeolit Alam yang Umum Ditemukan (Subagio, 1993)
No
Zeolit Alam
Komposisi
Analism
Na16(Al16Si32O96).16H2O
Kabasit
(Na2,Ca)6(Al12Si24O72).40H2O
Klinoptilotit
(Na4K4)(Al8Si40O96).24H2O
Erionit
(Na,Ca5K)(Al9Si27O72).27H2O
Ferrierit
(Na2Mg2)(Al6Si30O72).18H2O
Heulandit
Ca4(Al8Si28O72).24H2O
Laumonit
Ca(Al8Si16O48).16H2O
Mordenit
Na8(Al8Si40O96).24H2O
Filipsit
(Na,K)10(Al10Si22O64).20H2O
10
Natrolit
Na4(Al4Si6O20).4H2O
11
Wairakit
Ca(Al2Si4O12).12H2O
2.1.2.2 Zeolit Y
Zeolit X, Y dan USY merupakan zeolit dengan pori yang luas dengan tipe
kerangka struktur faujasite (FAU), tetapi berbeda pada komposisi kerangka dan
sifat-sifatnya (Lobo, 2003). Rasio Si/Al zeolit X sebesar 1,25 ([AlSiO4]), zeolit Y
sebesar 2,3 dan USY sebesar 5,6 atau lebih. Zeolit X biasanya digunakan sebagai
adsorbent dan pada gas drying. Sedangkan zeolit Y dan USY banyak digunakan
sebagai katalis asam untuk fluid catalytic cracking (FCC). Sintesis zeolit X
dengan rasio Si/Al ~ 1 dilaporkan pada tahun 1980, dengan penggantian dalam
bentuk lithium dan difungsikan sebagai adsorben penting dalam pemisahan
oksigen dari udara menggunakan pressure-swing adsorption. Zeolit Y
dealuminasi juga diteliti sekitar tahun yang sama.
dibandingkan mordenit. Base line yang rata menunjukkan jumlah fasa impuritas
yang bersifat amorf sangat minim atau kemurnian kristal tinggi. Apabila terdapat
fasa amorf sebagai impuritas, maka base line dari puncak puncak pada
difraktogram tidak rata, membentuk lengkungan (bukit).
Gambar 2.6 SEM dari komposit zeolit 13X/karbon aktif(Lakhera et al., 2015)
USY dalam katalis berfungsi sebagai katalis perengkah. Ada beberapa
karakter penting dari USY yang dijadikan dasar dalam pemanfaatannya sebagai
katalis perengkah dengan aktivitas dan selektivitas tinggi, diantaranya sebagai
berikut:
1. Mempunyai situs asam aktif (Weitkamp, 1999)
USY digunakan sebagai katalis perengkah didasarkan situs asam Brnsted.
Situs asam Brnsted yang berasal dari gugus hidroksil dalam struktur pori USY
menentukan aktivitas USY sebagai katalis. Gugus hidroksil biasanya dibentuk
dengan pertukaran dengan ammonium atau kation polivalen diikuti dengan
kalsinasi.
Gambar 2.7 Situs asam Bronsted dan Lewis pada zeolit (Tadeus et al,. 2013)
dilakukan oleh Barsi dan Cardoso (2009) yang menggunakan katalis bimetal
dengan pengemban USY untuk isomesisasi. Penelitian tersebut menggunakan
bimetal Pt-Ni yang diembankan pada USY untuk isomerisasi n-heksana.Alsobaai
(2006) mengaplikasikan katalis NiMo, CoMo, NiW dan CoW yang diembankan
pada zeolit ultrastabil untuk proses hidrorengkah minyak bumi.Aktivitas katalitik
NiW/USY paling baik dibandingkan dengan katalis NiMo/USY, CoW/USY,
CoMo/USY dan USY sendiri. Penelitian Rawat et al (2010) juga menggunakan
katalis NiMo dan CoMo yang diembankan pada USY untuk proses hydrotreating.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa aktivitas katalitik lebih tinggi
disebabkan meningkatnya situs asam MoS2 yang juga berpengaruh pada proses
hidrogenasi melalui transfer elektron.
1.1.3
Karbon Aktif
Karbon aktif adalah senyawa karbon yang telah diproses dengan cara diaktivasi
sehingga senyawa karbon tersebut berpori dan memiliki luas permukaan yang sangat
besar dengan tujuan untuk meningkatkan daya adsorpsinya (Arfan, 2006). Karbon
aktif merupakan material yang unik karena material ini memiliki pori/celah/rongga
dengan ukuran skala molekul (nanometer). Pori tersebut memiliki gara Van Der Waals
yang kuat.
Di Indonesia bahan baku untuk membuat karbon aktif sebagian besar
menggunakan tempurung kelapa dan kayu. Di pihak lain bahan baku yang dapat
dibuat menjadi karbon aktif adalah semua bahan yang mengandung karbon, baik yang
berasal dari tumbuh tumbuhan, binatang, maupun barang tambang seperti batu bara.
Bahan bahan tersebut adalah berbagai jenis kayu, sekam padi, tulang binatang, batu
bara, tempurung kelapa, kulit biji kopi dan lain lain. Akhir akhir ini arang aktif
dibuat dari bahan baku polimer seperti poliakrilonitril, rayon dan resol fenol (Hendra,
2006).
Arang tempurung kelapa adalah arang yang menghasilkan karbon dengan
pori - pori terbuka. Arang tempurung kelapa mempunyai permukaan yang luas
dan berongga dengan struktur yang berlapis. Hal ini menyebabkan arang
tempurung kelapa dapat menyerap gas atau zat lain dalam larutan dan udara
Pada prinsipnya pembuatan karbon aktif terdiri atas tiga proses sebagai
berikut (Martin, 2008) :
1. Pemilihan bahan dasar
Karbon aktif bisa dibuat dari berbagai macam bahan, selama bahan tersebut
mengandung unsur karbon seperti batubara, tempurung kelapa, kayu, sekam padi,
tulang binatang, kulit biji kopo dan lain lain. Pemilihan bahan dasar untuk
dijadikan karbon aktif harus memenuhi beberapa kriteria yaitu unsur anorganik
yang rendah, ketersediaan bahan (tidak mahal dan mudah didapat), memiliki
durability yang baik dan mudah untuk diaktivasi.
2. Karbonisasi
Karbonisasi adalah suatu proses pirolisis pada suhu 400 900 oC. Pirolisis
adalah suatu proses untuk merubah komposisi kandungan kimia dari bahan
organic dengan cara dipanaskan dalam kondisi tidak ada kandungan udara sekitar.
Jadi, bahan dasar diselimuti gas inert untuk mencegah bahan terbakar karena
adanya udara sekitar. Biasanya gas nitrogen (N2) dan argon (Ar) digunakan pada
proses karbonisasi. Tujuan karbonisasi untuk menghilangkan zat zat yang
mudah menguap (volatile matter) yang terkandung pada bahan dasar. Bahan dasar
yang telah melalui proses karbonisasi memiliki pori pori.
3. Aktivasi
Aktivasi adalah bagian dalam proses pembuatan karbon aktif yang bertujuan
untuk membuka atau menciptakan pori yang dapat dilalui oleh adsorbat,
memperbesar distribusi dan ukuran pori serta memperbesar luas permukaan
karbon aktif dengan proses heat treatment pada temperature 800 1200 oC.
Terdapat 2 metode aktivasi, yaitu :
1999).
Karakteristik karbon aktif yang dapat diukur antara lain yaitu kadar abu dan
kadar air (Ikawati, 2009).
1. Kadar abu
Semakin meningkat dengan adanya peningkatan suhu karbonisasi dan
lamanya waktu karbonisasi.
2. Kadar air
Menunjukkan penurunan dengan adanya kenaikan suhu dan lamanya waktu
karbonisasi. Kadar air juga meningkat seiring dengan peningkatan bilangan iodin.
Mencari karakteristik dari arang ini yaitu berupa luas permukaan (surface
area) dapat dilakukan dengan metode adsorpsi gas.
1.1.4
Komposit
Pengertian komposit adalah bahan yang terbentuk apabila dua atau lebih
(dimensi)
dan
struktur
(ikatan)
penyusun
komposit
akan
Hal
ini
dikarenakan
karbon
aktif
menghalangi
terjadinya
1.1.5
satu logam saja. Logam Co dan Mo dalam reaksi katalisis berfungsi untuk
mengaktifkan molekul-molekul diatomik atau poliatomik dan kemudian
memberikan molekul aktif tersebut kemolekul reaktan yang lain. Kemampuan
logam - logam transisi dalam mengatalisis reaksi berkaitan dengan adanya
elektron pada orbital d yang berbaur dengan keadaan elektronik orbital s dan p
yang terdekat, sehingga muncul keadaan elektronik berenergi rendah dalam
jumlah yang besar dan orbital kosong yang ideal untuk reaksi katalisis. Situs situs yang memiliki keadaan elektronik degenerasi dalam jumlah yang besar
adalah situs-situs paling aktif dalam pemutusan dan pembentukan ikatan. Keadaan
elektronik seperti ini mempunyai muatan, konfigurasi dan spin yang fluktuatif dan
hal ini terjadi pada situs-situs logam dengan bilangan koordinasi yang besar
(Hegedus, 1987).
Rodiansono (2007) menyatakan bahwa penambahan logam pada padatan
pengemban dapat meningkatkan sifat keasamannya. Hal ini dikarenakan logam
dapat terdispersi di permukaan dan di dalam pori-pori pengemban yang memiliki
orbital d kosong atau terisi setengah penuh yang efektif menerima pasangan
elektron dari basa adsorbat.
Kobalt merupakan unsur transisi yang terletak pada golongan 8 pada periode
keempat. Adanya orbital kosong pada logam kobalt, menyebabkan logam ini
bersifat asam, sehingga dapat digunakan sebagai katalis hidrorengkah suatu
senyawa berfraksi tinggi. Dari sifat keasaman ini, kobalt mampu bereaksi dengan
senyawa untuk menghilangkan pengotor sehingga didapatkan senyawa murni
tanpa pengotor.
Selain logam kobalt, logam transisi lainnya yang biasa digunakan sebagai
katalis adalah molibdenum (Mo). Molibdenum mempunyai konfigurasi elektron
[Kr] 4d5 5s1. Konfigurasi elektron logam molibdenum menunjukkan adanya
orbital 4d setengah penuh sehingga terdapat elektron-elektron yang belum
berpasangan.
Pengembanan logam molibdenum ke dalam sistem pori pengemban
biasanya menggunakan garam amoniumnya yaitu (NH4)6Mo7O24.4H2O (Li et al,.
1999). Molibdenum yang diembankan pada padatan pengemban dapat bertindak
sebagai penyetabil sifat elektrik dari katalis.
Kombinasi logam yang sering digunakan dalam preparasi katalis adalah
dengan kobalt atau logam transisi lainnya. Logam - logam transisi (Co dan Mo)
sangat aktif untuk katalisis, tetapi dalam keadaan murni diperlukan biaya yang
sangat tinggi untuk mendapatkan luas permukaan dan volum yang besar.
Beberapa contoh logam prekursor Co dan Mo sebagai katalis antara lain
penelitian Nugrahaningtyas et al (2013) yang melakukan preparasi dan
karakterisasi katalis bimetal CoMo/USY dengan variasi konsentrasi prekursor.
Penelitian tersebut memperoleh hasil semakin besar konsentrasi logam Co dan Mo
yang ditambahkan maka semakin besar kandungan logam total yang teremban.
Hererra et al (2001) melakukan penelitian tentang teknik analisis struktur kimia
katalis CoMo/SiO2 yang digunakan untuk memproduksi Single Walled Carbon
Nanotube (SWCNT) dan diketahui bahwa selama produksi SWCNT oksida Mo
berubah menjadi Mo karbida sehingga menghancurkan interaksi yang terjadi dan
melepaskan logam Co saat keadaan dispersi tinggi di mana yang berperan dalam
produksi SWCNT.
1.1.6
kopresipitasi dan deposisi. Dari keempat metode tersebut yang paling umum
digunakan adalah impregnasi (Anderson, 1976).
Beberapa contoh metode impregnasi dilakukan oleh Nugrahaningtyas et al
(2013) dengan mengkarakterisasi katalis CoMo/USY dimana tidak adanya
kerusakan setelah dilakukan impregnasi namun terjadi perubahan menjadi amorf
pada katalis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pembuatan katalis bimetal
dengan metode impregnasi terpisah mempunyai efektivitas yang lebih baik
daripada pembuatan katalis dengan metode koimpregnasi. Impregnasi merupakan
prosedur yang umum untuk membuat katalis dengan dua logam pengemban
(bimetal). Katalis bimetal dapat dibuat dengan cara kedua garam logam
dimasukkan dalam waktu yang sama (koimpregnasi) atau dengan cara garam
logam pertama dimasukkan kemudian diikuti garam logam kedua (impregnasi
terpisah). Dalam koimpregnasi, letak dan sifat logam dalam pengemban
tergantung pada jenis garam prekursor yang digunakan dan kecenderungan untuk
membentuk paduan dua komponen (Augustine, 1996).
Dalam impregnasi terpisah diharapkan logam dapat terdispersi secara
merata karena tidak adanya kompetisi antara logam untuk masuk dalam
pengemban.Pembuatan katalis dengan metode impregnasi, situs asam diharapkan
tersebar di permukaan katalis (Rahmawati et al., 2013).
Bentuk murni dari suatu padatan dan logam bisa digunakan sebagai katalis
suatu senyawa. Namun, bentuk murni ini kurang efisien dan ekonomis, sehingga
diperlukan kombinasi antara logam dan padatan. Kombinasi antara logam dan
padatan ini diharapkan saling melengkapi kekurangan dan kelebihan masing masing atau bisa juga mendukung sifat fisik dan kimia masing-masing. Sebagai
contoh padatan dengan luas pori yang tinggi dan bersifat asam, dikombinasikan
dengan logam yang mempunyai keasaman tinggi, sehingga akan didapatkan
kombinasi logam dan padatan dengan luas permukaan yang tinggi dan sifat
keasaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan padatan awal. Selain itu, dengan
adanya kombinasi logam dan padatan, akan menekan biaya produksi karena tidak
membutuhkan banyak logam untuk proses katalisisnya. Kombinasi logam-padatan
1.1.7
Aktivasi Katalis
Aktivasi katalis dilakukan untuk mengaktifkan sisi aktif dari katalis.
Sebagai contoh jika dilihat dari sisi pengemban, maka pengotor yang menutupi
situs - situs aktif pengemban dapat dihilangkan pada saat aktivasi. Apabila jika
dilihat dari sisi logam aktif, aktivasi diharapkan dapat membentuk logam dalam
bentuk logam murninya (bilangan oksidasi nol). Hal ini bergantung pada teknik
yang digunakan. Berikut ini ada beberapa metode aktivasi katalis menurut
Delmon (1999) antara lain kalsinasi, oksidasi-reduksi dan reduksi - sulfidasi.
Rinaldi et al (2010) melakukan kalsinasi pada suhu 500 C dalam pembuatan
katalis Mo/Al2O3. Aktivasi pada suhu tinggi dapat menghilangkan senyawa
pengotor tanpa merusak struktur kristal dari pengemban maupun logam. Selain
itu, dapat membentuk pori pada katalis, sehingga lebih efektif jika diaplikasikan
untuk pengujian. Aktivasi dapat juga digunakan untuk mendistribusikan molekul
logam pada permukaan pengemban secara merata.
1.1.8
M = logam
Karakter Katalis
Karakter katalis antara lain karakter gugus fungsi, luas permukaan,
Gambar 2.10 Spektra FTIR arang tempurung kelapa (Budiono et al., 2012)
Dari
Gambar
2.10
spektra
FTIR
arang
tempurung
kelapa,
spektrum FTIR dari zeolit Y menunjukkan rasio Si/Al yang lebih tinggi.
Gambar 2.11 Spektra FTIR dari nanokristal zeolit Y (Holmberg et al., 2004)
Gambar 2.12 Spektra FTIR Zeolit 13X/Karbon Aktif (a) S1 (ACZB595) dan (b)
S2 (ACZB2575) (Lakhera et al., 2015)
Gambar 2.13 Hasil analisis SAA nanokristal zeolit Y (Holmberg et al., 2004)
Gambar 2.14 Hasil analisis SAA karbon aktif dari tempurung kelapa
(Song et al., 2014)
Gambar 2.14 menunjukkan isoterm adsorpsi dari karbon aktif dari
tempurung kelapa menunjukkan kurva tipe I berdasarkan International Union of
Pure and Applied Chemistry (IUPAC) yang menjelaskan tentang struktur
mikropori. Hasil penggambaran kurva antara jumlah gas yang teradsorpsi dengan
tekanan gas dalam keadaan isotermis menurut IUPAC dapat dibagi menjadi 6
jenis, seperti Gambar 2.15 berikut (Marsh et al., 2006)
Gambar 2.16 Spektra XRD Zeolit 13X/Karbon Aktif (a) S1 (ACZB595) dan (b)
S2 (ACZB2575) (Lakhera et al., 2015)
Gambar 2.16 menunjukkan pola XRD hasil sintesis komposit zeolit 13X
dan karbon aktif pada sampel S1 (ACZB595) dan S2 (ACZB2575). Difraksi
sampel faujasite tipe zeolit 13X menurut JCPDS No: 12-0228 pada indeks 2 =
6,26o dan 2
komposit S1 dan S2 yang masing masing terdiri dari 5% b/b dan 25% b/b
karbon aktif.
energi
menghasilkan
warna
yang
berbeda
juga.
Dengan
menghitung energi dari radiasi yang diemisikan sampel, dapat diketahui unsur
yang dianalisis. Analisis ini merupakan analisis secara kualitatif. Sedangkan
untuk analisis kuantitatifnya, dilakukan dengan menghitung intensitas energi
emisi yang menunjukkan seberapa banyak
1.2
Kerangka Pemikiran
Karbon aktif merupakan salah satu material pengemban berkualitas bagus
karena memiliki luas permukaan dan volum pori yang besar dengan biaya
pembuatan yang relatif murah. USY mempunyai stabilitas termal dan tingkat
dispersi yang tinggi serta mampu menstabilkan logam untuk membentuk katalis
bifungsional. Pembuatan komposit KAU dilakukan dengan penambahan sejumlah
karbon aktif pada USY. Sifat sifat USY yang kurang mampu secara maksimal
mengemban logam akan tertutupi dengan penambahan karbon aktif yang memiliki
luas permukaan dan volum pori yang besar ke USY. Namun, penambahan karbon
aktif ke dalam komposit menyebabkan kerapatan antara karbon aktif dan USY
dalam komposit semakin tinggi sehingga menghasilkan porositas yang rendah
sehingga luas permukaan dan volum pori rendah (Latifah, 2010). Banyaknya
jumlah logam yang teremban juga dapat menurunkan karakter keasaman katalis
karena adanya penumpukan logam pada permukaan pengemban, sehingga situs
aktif dari pengemban menjadi tertutup.
Interaksi yang terjadi di dalam komposit KAU dapat terjadi secara fisik
antara USY dengan karbon aktif yang menggunakan binder sukrosa sebagai
pengikatnya maupun tanpa binder. Pada komposit KAU akan terjadi pergeseran
panjang gelombang pada gugus fungsi O-H dan C=C yang berasal dari karbon
aktif namun tidak adanya pereseran panjang gelombang pada gugus fungsi Si/Al.
Hal ini akan membuktikan bahwa interaksi fisik yang terjadi tidak akan merubah
kerangka dasar dari USY yang dapat dibuktikan dari kristalinitas dan ukuran
kristal pada USY yang berubah.
1.3
Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Penambahan karbon aktif pada USY dapat meningkatkan jumlah logam yang
teremban
2. Penambahan karbon aktif dapat menurunkan luas permukaan dan keasaman
namun secara kristalinitas tidak merubah kerangka dasar USY