Anda di halaman 1dari 11

Asal Mula Selat Bali

Dahulu kala hiduplah seorang Brahmana benama Sidi Mantra yang sangat terkenal
kesaktiannya. Sanghyang Widya atau Batara Guru memberi hadiah harta dan seorang istri
yang cantik. Sesudah beberapa tahun menikah, mereka mendapat seorang anak laki laki
yang diberi nama Manik Angkeran.
Manik Angkeran bertumbuh menjadi seorang pemuda yang gagah dan pandai, namun Ia
suka berjudi. Dia sering kalah dan terpaksa mempertaruhkan harta kekayaan orang tuanya,
terkadang Ia pun berhutang. Karena tidak dapat membayar hutang, Manik Angkeran
meminta bantuan ayahnya untuk berbuat sesuatu. Sidi Mantra berpuasa dan berdoa untuk
memohon pertolongan dewa-dewa. Tiba-tiba dia mendengar suara, Hai, Sidi Mantra, di
kawah Gunung Agung ada harta karun yang dijaga seekor naga yang bernarna Naga
Besukih. Pergilah ke sana dan mintalah supaya dia mau memberi sedikit hartanya.
Sidi Mantra pergi ke Gunung Agung dengan mengatasi segala rintangan. Sesampainya di
tepi kawah Gunung Agung, dia duduk bersila. Sambil membunyikan genta dia membaca
mantra dan memanggil nama Naga Besukih. Tidak lama kernudian sang Naga keluar.
Setelah mendengar maksud kedatangan Sidi Mantra, Naga Besukih menggeliat dan dari
sisiknya keluar emas dan intan. Setelah mengucapkan terima kasih, Sidi Mantra mohon
diri. Semua harta benda yang didapatnya diberikan kepada Manik Angkeran dengan
harapan dia tidak akan berjudi lagi. Tetapi tidak pada kenyataannya harta itu habis dengan
sangat cepat. Sekali lagi Manik Angkeran meminta bantuan ayahnya. Tetapi, Sidi Mantra
kecewa dan menolaknya.
Setelah itu, Manik Angkeran tidak tinggal diam, Ia mencari tahu dari mana Ayahanya
mendapatkan harta tersebut. Tidak lama kemudian, Manik Angkeran tahu bahwa harta
tersebut didapat dari Gunung Agung. Manik Angkeran tahu untuk sampai ke sana dia harus
membaca mantra tetapi dia tidak pernah belajar mengenai doa dan mantra. Jadi, dia hanya
membawa genta yang dicuri dari ayahnya waktu ayahnya tidur.
Setelah sampai di kawah Gunung Agung, Manik Angkeran membunyikan gentanya. Bukan
main takutnya ia waktu ia melihat Naga Besukih. Setelah Naga mendengar maksud
kedatangan Manik Angkeran, dia berkata, Akan kuberikan harta yang kau minta, tetapi
kamu harus berjanji untuk mengubah kelakuanmu. Jangan berjudi lagi. Ingatlah akan
hukum karma.
Manik Angkeran terpesona melihat emas, intan, dan permata di hadapannya. Maka
terlintaslah niat jahat dalam hatinya. Karena ingin harta lebih banyak,maka dipotongnya
ekor Naga Besukih ketika Naga beputar akan kembali ke sarangnya. Manik Angkeran
segera melarikan diri ketakutan. Tetapi karena kesaktian Naga, sewaktu jejak Manik
Angkeran dijilat sang Naga, maka ia terbakar menjadi abu.

Melihat kematian anaknya, Sidi Mantra pun menjadi sangat sedih. Ia pun segera mencari
Naga Besukih dan memohon supaya anaknya dapat hidup kembali. Naga Besukih
mengabulkan permohonan tersebut dengan syarat Sidi Mantra mau mengembalikan ekor
Naga Besukih seperti sediakala. Lalu dengan kesaktian, Sidi Mantra ekor Naga kembali
seperti semula. Setelah Manik Angkeran dihidupkan, dia minta maaf dan berjanji tidak akan
mengulangi nya lagi. Sidi Mantra tahu bahwa anaknya sudah bertobat tetapi dia
memutuskan untuk tidak hidup bersama lagi.
Kamu harus memulai hidup baru , kata Sidi Mantra. Dalam sekejap mata dia lenyap. Di
tempat dia berdiri timbul sebuah sumber air yang makin lama makin besar sehingga
menjadi laut. Dengan kesaktian, Sidi Mantra membuat garis yang mernisahkan dia dengan
anaknya. cerita ini yang menggaris besari asal mula selat bali, sekarang tempat itu menjadi
selat Bali yang memisahkan pulau Jawa dengan pulau Bali,.

Asal Mula Danau Toba

Di wilayah Sumatera hiduplah seorang petani yang sangat rajin bekerja. Ia hidup sendiri
sebatang kara. Setiap hari ia bekerja menggarap lading dan mencari ikan dengan tidak
mengenal lelah. Hal ini dilakukannya untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Pada suatu hari petani tersebut pergi ke sungai di dekat tempat tinggalnya, ia bermaksud
mencari ikan untuk lauknya hari ini. Dengan hanya berbekal sebuah kail, umpan dan
tempat ikan, ia pun langsung menuju ke sungai. Setelah sesampainya di sungai, petani
tersebut langsung melemparkan kailnya. Sambil menunggu kailnya dimakan ikan, petani
tersebut berdoa,Ya Alloh, semoga aku dapat ikan banyak hari ini. Beberapa saat setelah
berdoa, kail yang dilemparkannya tadi nampak bergoyang-goyang. Ia segera menarik
kailnya. Petani tersebut sangat senang sekali, karena ikan yang didapatkannya sangat besar
dan cantik sekali.
Setelah beberapa saat memandangi ikan hasil tangkapannya, petani itu sangat terkejut.
Ternyata ikan yang ditangkapnya itu bisa berbicara. Tolong aku jangan dimakan Pak!!
Biarkan aku hidup, teriak ikan itu. Tanpa banyak Tanya, ikan tangkapannya itu langsung
dikembalikan ke dalam air lagi. Setelah mengembalikan ikan ke dalam air, petani itu
bertambah terkejut, karena tiba-tiba ikan tersebut berubah menjadi seorang wanita yang
sangat cantik.
Jangan takut Pak, aku tidak akan menyakiti kamu, kata si ikan. Siapakah kamu ini?
Bukankah kamu seekor ikan?, Tanya petani itu. Aku adalah seorang putri yang dikutuk,
karena melanggar aturan kerajaan, jawab wanita itu. Terimakasih engkau sudah
membebaskan aku dari kutukan itu, dan sebagai imbalannya aku bersedia kau jadikan istri,
kata wanita itu. Petani itupun setuju. Maka jadilah mereka sebagai suami istri. Namun, ada
satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh menceritakan bahwa asal-usul
Puteri dari seekor ikan. Jika janji itu dilanggar maka akan terjadi petaka dahsyat.
Setelah beberapa lama mereka menikah, akhirnya kebahagiaan Petani dan istrinya
bertambah, karena istri Petani melahirkan seorang bayi laki-laki. Anak mereka tumbuh
menjadi anak yang sangat tampan dan kuat, tetapi ada kebiasaan yang membuat heran
semua orang. Anak tersebut selalu merasa lapar, dan tidak pernah merasa kenyang. Semua
jatah makanan dilahapnya tanpa sisa.
Hingga suatu hari anak petani tersebut mendapat tugas dari ibunya untuk mengantarkan
makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang bekerja. Tetapi tugasnya tidak
dipenuhinya. Semua makanan yang seharusnya untuk ayahnya dilahap habis, dan setelah
itu dia tertidur di sebuah gubug. Pak tani menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan
haus dan lapar. Karena tidak tahan menahan lapar, maka ia langsung pulang ke rumah. Di
tengah perjalanan pulang, pak tani melihat anaknya sedang tidur di gubug. Petani tersebut
langsung membangunkannya. Hey, bangun!, teriak petani itu.

Setelah anaknya terbangun, petani itu langsung menanyakan makanannya. Mana makanan
buat ayah?, Tanya petani. Sudah habis kumakan, jawab si anak. Dengan nada tinggi
petani itu langsung memarahi anaknya. Anak tidak tau diuntung ! Tak tahu diri! Dasar
anak ikan!, umpat si Petani tanpa sadar telah mengucapkan kata pantangan dari istrinya.
Setelah petani mengucapkan kata-kata tersebut, seketika itu juga anak dan istrinya hilang
lenyap tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang
sangat deras. Air meluap sangat tinggi dan luas sehingga membentuk sebuah telaga. Dan
akhirnya membentuk sebuah danau. Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau Toba.

Legenda Situ Bagendit


Legenda dari Jawa Barat.
Pada jaman dahulu kala disebelah utara kota garut ada sebuah desa yang penduduknya
kebanyakan adalah petani. Karena tanah di desa itu sangat subur dan tidak pernah
kekurangan air, maka sawah-sawah mereka selalu menghasilkan padi yang berlimpah ruah.
Namun meski begitu, para penduduk di desa itu tetap miskin kekurangan.
Hari masih sedikit gelap dan embun masih bergayut di dedaunan, namun para penduduk
sudah bergegas menuju sawah mereka. Hari ini adalah hari panen. Mereka akan menuai
padi yang sudah menguning dan menjualnya kepada seorang tengkulak bernama Nyai
Endit.
Nyai Endit adalah orang terkaya di desa itu. Rumahnya mewah, lumbung padinya sangat
luas karena harus cukup menampung padi yang dibelinya dari seluruh petani di desa itu.
Ya! Seluruh petani. Dan bukan dengan sukarela para petani itu menjual hasil panennya
kepada Nyai Endit.Mereka terpaksa menjual semua hasil panennya dengan harga murah
kalau tidak ingin cari perkara dengan centeng-centeng suruhan nyai Endit. Lalu jika
pasokan padi mereka habis, mereka harus membeli dari nyai Endit dengan harga yang
melambung tinggi.
Wah kapan ya nasib kita berubah? ujar seorang petani kepada temannya. Tidak tahan
saya hidup seperti ini. Kenapa yah, Tuhan tidak menghukum si lintah darat itu?
Sssst, jangan kenceng-kenceng atuh, nanti ada yang denger! sahut temannya. Kita mah
harus sabar! Nanti juga akan datang pembalasan yang setimpal bagi orang yang suka
berbuat aniaya pada orang lain. Kan Tuhan mah tidak pernah tidur!
Sementara iru Nyai Endit sedang memeriksa lumbung padinya.
Barja! kata nyai Endit. Bagaimana? Apakah semua padi sudah dibeli? kata nyai Endit.
Beres Nyi! jawab centeng bernama Barja. Boleh diperiksa lumbungnya Nyi!
Lumbungnya sudah penuh diisi padi, bahkan beberapa masih kita simpan di luar karena
sudah tak muat lagi.
Ha ha ha ha! Sebentar lagi mereka akan kehabisan beras dan akan membeli padiku. Aku
akan semakin kaya!!! Bagus! Awasi terus para petani itu, jangan sampai mereka menjual
hasil panennya ke tempat lain. Beri pelajaran bagi siapa saja yang membangkang! kata
Nyai Endit.
Benar saja, beberapa minggu kemudian para penduduk desa mulai kehabisan bahan
makanan bahkan banyak yang sudah mulai menderita kelaparan. Sementara Nyai Endit
selalu berpesta pora dengan makanan-makanan mewah di rumahnya.
Aduh pak, persediaan beras kita sudah menipis. Sebentar lagi kita terpaksa harus membeli

beras ke Nyai Endit. Kata tetangga sebelah harganya sekarang lima kali lipat disbanding
saat kita jual dulu. Bagaimana nih pak? Padahal kita juga perlu membeli keperluan yang
lain. Ya Tuhan, berilah kami keringanan atas beban yang kami pikul.
Begitulah gerutuan para penduduk desa atas kesewenang-wenangan Nyai Endit.
Suatu siang yang panas, dari ujung desa nampak seorang nenek yang berjalan terbungkukbungkuk. Dia melewati pemukiman penduduk dengan tatapan penuh iba.
Hmm, kasihan para penduduk ini. Mereka menderita hanya karena kelakuan seorang saja.
Sepertinya hal ini harus segera diakhiri, pikir si nenek.
Dia berjalan mendekati seorang penduduk yang sedang menumbuk padi.
Nyi! Saya numpang tanya, kata si nenek.
Ya nek ada apa ya? jawab Nyi Asih yang sedang menumbuk padi tersebut
Dimanakah saya bisa menemukan orang yang paling kaya di desa ini? tanya si nenek
Oh, maksud nenek rumah Nyi Endit? kata Nyi Asih. Sudah dekat nek. Nenek tinggal
lurus saja sampai ketemu pertigaan. Lalu nenek belok kiri. Nanti nenek akan lihat rumah
yang sangat besar. Itulah rumahnya. Memang nenek ada perlu apa sama Nyi Endit?
Saya mau minta sedekah, kata si nenek.
Ah percuma saja nenek minta sama dia, ga bakalan dikasih. Kalau nenek lapar, nenek bisa
makan di rumah saya, tapi seadanya, kata Nyi Asih.
Tidak perlu, jawab si nenek. Aku Cuma mau tahu reaksinya kalau ada pengemis yang
minta sedekah. O ya, tolong kamu beritahu penduduk yang lain untuk siap-siap mengungsi.
Karena sebentar lagi akan ada banjir besar.
Nenek bercanda ya? kata Nyi Asih kaget. Mana mungkin ada banjir di musim kemarau.
Aku tidak bercanda, kata si nenek.Aku adalah orang yang akan memberi pelajaran pada
Nyi Endit. Maka dari itu segera mengungsilah, bawalah barang berharga milik kalian, kata
si nenek.
Setelah itu si nenek pergi meniggalkan Nyi Asih yang masih bengong.
Sementara itu Nyai Endit sedang menikmati hidangan yang berlimpah, demikian pula para
centengnya. Si pengemis tiba di depan rumah Nyai Endit dan langsung dihadang oleh para
centeng.
Hei pengemis tua! Cepat pergi dari sini! Jangan sampai teras rumah ini kotor terinjak
kakimu! bentak centeng.
Saya mau minta sedekah. Mungkin ada sisa makanan yang bisa saya makan. Sudah tiga
hari saya tidak makan, kata si nenek.
Apa peduliku, bentak centeng. Emangnya aku bapakmu? Kalau mau makan ya beli
jangan minta! Sana, cepat pergi sebelum saya seret!
Tapi si nenek tidak bergeming di tempatnya. Nyai Endit keluarlah! Aku mau minta
sedekah. Nyai Endiiiit! teriak si nenek.

Centeng- centeng itu berusaha menyeret si nenek yang terus berteriak-teriak, tapi tidak
berhasil.
Siapa sih yang berteriak-teriak di luar, ujar Nyai Endit. Ganggu orang makan saja!
Hei! Siapa kamu nenek tua? Kenapa berteriak-teriak di depan rumah orang? bentak
Nyai Endit.
Saya Cuma mau minta sedikit makanan karena sudah tiga hari saya tidak makan, kata
nenek.
Lah..ga makan kok minta sama aku? Tidak ada! Cepat pergi dari sini! Nanti banyak lalat
nyium baumu, kata Nyai Endit.
Si nenek bukannya pergi tapi malah menancapkan tongkatnya ke tanah lalu memandang
Nyai Endit dengan penuh kemarahan.
Hei Endit..! Selama ini Tuhan memberimu rijki berlimpah tapi kau tidak bersyukur. Kau
kikir! Sementara penduduk desa kelaparan kau malah menghambur-hamburkan makanan
teriak si nenek berapi-api. Aku datang kesini sebagai jawaban atas doa para penduduk
yang sengsara karena ulahmu! Kini bersiaplah menerima hukumanmu.
Ha ha ha Kau mau menghukumku? Tidak salah nih? Kamu tidak lihat centengcentengku banyak! Sekali pukul saja, kau pasti mati, kata Nyai Endit.
Tidak perlu repot-repot mengusirku, kata nenek. Aku akan pergi dari sini jika kau bisa
mencabut tongkatku dari tanah.
Dasar nenek gila. Apa susahnya nyabut tongkat. Tanpa tenaga pun aku bisa! kata Nyai
Endit sombong.
Lalu hup! Nyai Endit mencoba mencabut tongkat itu dengan satu tangan. Ternyata tongkat
itu tidak bergeming. Dia coba dengan dua tangan. Hup hup! Masih tidak bergeming juga.
Sialan! kata Nyai Endit. Centeng! Cabut tongkat itu! Awas kalau sampai tidak tercabut.
Gaji kalian aku potong!
Centeng-centeng itu mencoba mencabut tongkat si nenek, namun meski sudah ditarik oleh
tiga orang, tongkat itu tetap tak bergeming.
Ha ha ha kalian tidak berhasil? kata si nenek. Ternyata tenaga kalian tidak seberapa.
Lihat aku akan mencabut tongkat ini.
Brut! Dengan sekali hentakan, tongkat itu sudah terangkat dari tanah. Byuuuuurrr!!!! Tibatiba dari bekas tancapan tongkat si nenek menyembur air yang sangat deras.
Endit! Inilah hukuman buatmu! Air ini adalah air mata para penduduk yang sengsara
karenamu. Kau dan seluruh hartamu akan tenggelam oleh air ini!
Setelah berkata demikian si nenek tiba-tiba menghilang entah kemana. Tinggal Nyai Endit
yang panik melihat air yang meluap dengan deras. Dia berusaha berlari menyelamatkan
hartanya, namun air bah lebih cepat menenggelamkannya beserta hartanya.

Di desa itu kini terbentuk sebuah danau kecil yang indah. Orang menamakannya Situ
Bagendit. Situ artinya danau dan Bagendit berasal dari kata Endit. Beberapa orang percaya
bahwa kadang-kadang kita bisa melihat lintah sebesar kasur di dasar danau. Katanya itu
adalah penjelmaan Nyai Endit yang tidak berhasil kabur dari jebakan air bah.

Kisah Legenda Calonarang


Petilasan calonarang yang hidup saat zaman Raja Airlangga masih bisa ditemui hingga saat
ini. Calonarang ini diceritakan sebagai sebagai seorang rondo (janda) yang menguasai ilmu
hitam dan penganut aliran durga yang sakti dan jahat. Ia dijuluki Rondo Naten Girah
(janda yang tinggal di Girah). Karena sangat jahat, warga menamainya Calonarang. Ia juga
mempunyai banyak murid, yang semuanya adalah perempuan (baca: Kisah Interaksi
dengan Leak).
Kemarahan Calonarang menyebebkan grubug (wabah) di kerajaan Airlangga.
Diceritakan rakyat Kerajaan Kediri disiang harinya yang ramai seperti biasanya. Tidak ada
terasa hal-hal aneh atau pertanda aneh di siang hari tersebut. Kegiatan masyarakat
berlangsung dari pagi sampai sore, bahkan sampai malam hari. Pada malam hari
masyarakat yang senang matembang atau bernyanyi melakukan kegiatannya sampai
malam. Demikian pula dengan seka gong latihan sampai malam di Balai Banjar.
Suasananya nyaman, tentram, dan damai sangat terasa ketika itu.
Setelah tengah malam tiba, semua masyarakat telah beristirahat tidur. Suasananya
menjadi gelap dan sunyi senyap, ditambah lagi pada hari tersebut adalah hari Kajeng
Kliwon. Suatu hari yang dianggap kramat bagi masyarakat. Masyarakat biasanya pantang
pergi sampai larut malam pada hari Kajeng Kliwon. Karena hari tersebut dianggap sebagai
hari yang angker. Sehingga penduduk tidak ada yang berani keluar sampai larut malam.
Ketika penduduk rakyat Kediri tertidur lelap di tengah malam, ketika itulah para
murid atau sisya Ibu Calonarang yang sudah menjadi leak datang ke Desa-desa wilayah
pesisir Kerajan Kediri. Sinar beraneka warna bertebaran di angkasa. Desa-desa pesisir
bagaikan dibakar dari angkasa. Ketika itu, penduduk desa sedang tidur lelap. Kemudian
dengan kedatangan pasukan leak tersebut, tiba- tiba saja penduduk desa merasakan udara
menjadi panas yang membuat tidur mereka menjadi gelisah. Para anak-anak yang gelisah,
dan terdengar tangis para bayi di tengah malam. Lolongan anjing saling bersahutan seketika
(baca: Kisah Leak Camre Berag). Demikian pula suara goak atau burung gagak terdengar di
tengah malam. Ketika itu sudah terasa ada yang aneh dan ganjil saat itu. Ditambah lagi
dengan adanya bunyi kodok darat yang ramai, padahal ketika itu adalah musim kering.
Demikian pula tokek pun ribut saling bersahutan seakan-akan memberitahukan sesuatu
kepada penduduk desa. Mendengar dan mengalami suatu yang ganjil tersebut, masyarakat
menjadi ketakutan, dan tidak ada yang berani keluar.

Endih atau api jadi-jadian yang berjumlah banyak di angkasa kemudian turun
menuju jalan-jalan dan rumah-rumah penduduk desa. Api sebesar sangkar ayam mendarat
di perempatan jalan desa, dan diikuti oleh api kecil-kecil warna-warni. Setelah itu para
leakyang tadinya terbang berwujud endih, kemudian setelah dibawah bberubah wujud
menjadi leak beraneka rupa, dan berkeliaran di jalan jalan desa.
Para leak di malam itu telah menyebarkan penyakit grubug di desa-desa wilayah
pesisir Kerajaan Kediri. Setelah beberapa hari mengalami kepanikan, kebingungan
danketakutan, akhirnya para prajuru desa atau pengurus desa, para pengelingsir atau tetua
dan para pemangku mengadakan pertemuan di salah satu balai banjar di desa Girah. Pada
intinya mereka membicarakan mangenai masalah atay penyakit gerubug yang menyerang
desa-desa pesisir Kerajan Kediri. Raja Kediri setelah mengetahui kejadian ini menjadi
sangat murka.
Diceritakan Ki Patih Madri sebagai utusan raja telah mengumpulkan tokoh
masyarakat dan penduduk yang mempunyai ilmu kanuragan atau ilmu kewisesan. Mereka
semua dikumpulkan di Istana dan diberikan pengarahan mengenai rencana penyerangan ke
tempat Ratu Leak di Desa Girah menggempur Calonarang di malam hari.
Karena kesaktian Calonarang maka serangan dari pihak Kediri yang dipimpin Ki
Patih Madri telah diketahui sebelumnya. Sehingga Calonarang dengan mudah
mengalahkannya. Dengan kalahnya Patih Madri melawan Nyi Larung murid Calonarang,
maka Raja Kediri sangat panic sehingga Raja Kediri memanggil seorang Bagawanta
(Rohaniawan Kerjaan) yaitu Pendeta Kerajaan Kediri yang bernama Empu Bharadah yang
situgaskan oleh Raja untuk mengatasi gerubug sebagai ulah onar si Ratu Leak Calonarang.
Empu Bharadah lalu mengatur siasat dengan cara Empu Bahula putra Empu
Bharadahdi tugaskan untuk mengawini Diah Ratna Mengali agar berhasil mencuri rahasia
ilmu pengeleakan milik janda sakti itu.
Empu Bahula berhasil mencuri buku lontar yang bertuliskan aksara Bali yang
menguraikan tentang teknik-teknik pengeleakan. Setelah Ibu Calonarang mengetahui
bahwa dirinya telah diperdaya oleh Empu Bharadah dengan memenfaatkan putranya Empu
Bahula untuk pura-pura kawin dengan putrinya sehingga berhasil mencuri buku ilmu
pengeleakan milik Calonarang.

Ibu Calonarang sangat marah dan menantang Empu Bharadah untuk perang tanding
pada malam hari di Setra Ganda Mayu yaitu sebuah kuburan yang sangat luas yang ada
diKerajan Kediri. Pertarungan pun terjadi dengan sangat seram dan dahsyat antara
penguasa ilmu hitam yaitu Calonarang dibantu para sisya atau murid-murid dengan
penguasa ilmu putih yaitu Empu Bharadah dibantu pasukan Balayuda Kediri, di Setra
Ganda Mayu.

Pertempuran berlangsung sangat lama sehingga sampai pagi, dan karena ilmu hitam
mempunyai kekuatan hanya pada malam hari saja, maka setelah siang hari Ibu Calonarang
akhirnya tidak kuat melawan Empu Bharadah. Calonarang terdesak dan sisyanya banyak
yang tewas dalam pertempuran melawan Empu Bharadah dan Pasukan Balayuda Kediri.
Calonarang tewas ketika ia berubah wujud menjadi garuda (Baca: Kisah Leak Garuda
Anglayang) dan terkena bidikan senjata pusaka Jaga Satru oleh Empu Bharadah. Segera si
garuda mengambil wujud kembali menjadi manusia sosok Calonarang. Ratu Leak
Calonarang yang sakti mandra guna tidak berdaya dengan kesaktian senjata pusaka Jaga
Satru Empu Bharadah. Dengan meninggalnya Ibu Calonarang maka bencana gerubug
(wabah) yang melanda Kerajaan Kediri bisa teratasi.

Anda mungkin juga menyukai