ABSTRACT
In this globalization era, only efficient business actors could lead a competition.
Majority of Indonesian business actors are farmers and small enterprise owners. If they are
united in an economic organization, strong economic businesses could be formed to earn
higher welfare level. Empowering farmers group institutions would require a string of
systematic efforts, consistent, and sustainable. This is important to increase farmers ability
to adapt of the current condition and optimize the use of technology. Three phases to
improve farmers income are: (a) empowerment of farmers organizations, such as human
resources development, technology development and engineering; (b) business network
development; and (c) improvement of competitiveness. Improving quality of agricultural
products in certain location should allow higher income distribution in that specific area and
in turn, contribute welfare to the local community. Each region is suggested to improve their
local competitiveness. This is how the nation could strengthen its economic capacity and
welfare distribution throughout the country.
Key words: institution, farmer, welfare
ABSTRAK
Di Era Globalisasi ini, hanya pelaku bisnis yang efisienlah yang akan
memenangkan persaingan. Sebagian besar pelaku bisnis di Indonesia adalah para petani
dan pengusaha kecil yang bila berhimpun dalam organisasi ekonomi yang kuat maka akan
memperoleh manfaat (kesejahteraan) tidak hanya bagi dirinya melainkan juga bagi
masyarakat dan bangsanya. Pemberdayaan kelembagaan kelompok tani merupakan
serangkaian upaya yang sistematis, konsisten dan berkelanjutan untuk meningkatkan daya
adaptasi dan inovasi petani guna memanfaatkan teknologi secara optimal dalam bingkai
aturan main yang ada untuk mencapai tujuan bersama secara lebih efisien. Terdapat tiga
tahap (fase) dalam mewujudkan kesejahteraan petani, tahap pertama: pemberdayaan
organisasi petani yakni tahap pemberdayaan kelembagaan petani (pengembangan SDM,
pengembangan teknologi dan rekayasa aturan main organisasi), tahap kedua:
pengembangan jaringan kemitraan bisnis (network business), dan tahap ketiga: peningkatan
daya saing (competitiveness). Daya saing produk pertanian di tingkat lokal (daya saing
lokal) yang dihasilkan melalui pemberdayaan kelembagaan/ organisasi ekonomi petani pada
masing-masing lokasi akan meningkatkan kesejahteraan dan daya saing petani dan daya
saing wilayah yang pada akhirnya akan membentuk daya saing bangsa.
Kata kunci: kelembagaan, petani, kesejahteraan
294
PENDAHULUAN
Pada RPJM Nasional 2004-2009 dinyatakan bahwa terciptanya kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama pendirian Negara Republik
Indonesia. Sejahtera merupakan keadaan sentosa dan makmur yang diartikan
sebagai keadaan yang berkecukupan atau tidak kekurangan baik dimensi fisik atau
materi maupun dimensi rohani (BAPPENAS, 2008).
Kesejahteraan rakyat (petani) tidak akan terwujud tanpa adanya pembangunan (pembangunan pertanian). Pembangunan merupakan suatu proses
multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur
sosial, sikap mental dan kelembagaan nasional, termasuk pula akselerasi pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan, pengurangan pengangguran dan pemberantasan kemiskinan absolut dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.
Agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat diarahkan untuk mencapai 5
(lima) sasaran pokok (BAPPENAS, 2008): (1) pengurangan kemiskinan dan
pengangguran dengan strategi pembangunan ekonomi yang mendorong
pertumbuhan berkualitas dan berdimensi pemerataan melalui penciptaan
lingkungan usaha yang sehat, (2) berkurangnya kesenjangan antarwilayah dengan
prioritas pada pembangunan perdesaan, (3) meningkatnya kualitas manusia yang
tercermin pada terpenuhinya hak sosial rakyat (pendidikan, kesehatan, kehidupan
beragama), (4) membaiknya mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumberdaya
alam dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, dan (5) meningkatnya dukungan infrastruktur.
Struktur masyarakat Indonesia sangat diwarnai oleh masyarakat perdesaan yang bercorak agraris yang ditunjukkan oleh sebagian besar pendapatan
mereka berasal dari produk pertanian seperti tanaman pangan, perkebunan,
peternakan, perikanan, dan kehutanan. Sejak kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan
selama Orde Baru hingga Orde Reformasi kini, tingkat kesejahteraan dan
pendidikan mereka masih rendah dan memprihatinkan. Banyak kebijakan
pembangunan yang dibuat oleh suatu rezim baik yang berskala nasional, regional
maupun daerah untuk memperbaiki kondisi mereka, namun belum juga menampakkan hasil yang memuaskan.
Peningkatan pendapatan petani merupakan kunci utama menuju
peningkatan kesejahteraan petani. Peningkatan pendapatan antara lain ditempuh
melalui peningkatan produktivitas usahatani dan intensitas tanam disertai dengan
peningkatan akses petani ke pasar input dan output yang efisien. Sangat
disayangkan dalam 10 tahun terakhir peningkatan produktivitas usahatani di
tingkat petani relatif stagnan dan kapasitas produksi pertanian secara nasional
semakin terbatas. Terbatasnya kapasitas produksi pertanian ini disebabkan oleh
beberapa faktor (Siregar dan Masyitho, 2008; Mulyana, 1998, Yustika, 2006): (1)
berlanjutnya konversi lahan dari pertanian ke nonpertanian dengan laju 5,23
persen per tahun selama 1995-2005, lahan sawah menyusut dari 8.464.678 ha
menjadi 7.696.161 ha atau menurun seluas 768.526 ha; (2) menurunnya kualitas
dan kesuburan lahan akibat kerusakan lingkungan, (3) perubahan iklim yang
295
296
AS. Oleh karena itu sambil menunggu dan tumbuh bersama dengan evolusi dari
fenomena perdagangan internasional dan gerakan globalisasi, energi bangsa
sebaiknya diarahkan untuk mempersiapkan diri menghadapi tuntutan persaingan yang lebih
keras dan mencarikan tempat terhormat bagi beberapa komoditas penting Indonesia di
arena Internasional.
Konsep perdagangan adil (fair trade) adalah kondisi ideal yang mungkin tidak
begitu saja dapat tercipta dari konsep pedagangan bebas, namun memerlukan upaya nonekonomi lain, berupa langkah pembenahan institusi di tingkat domestik (termasuk yang
utama dan terpenting adalah pemberdayaan kelembagaan ekonomi petani) dan upaya
diplomasi di tingkat internasional. Oleh karena itu pemihakan yang sungguh-sungguh
terhadap dunia pertanian dan masyarakat petani pada khususnya merupakan suatu
keharusan. Kesejahteran petani dan daya saing komoditas pertanian akan ditentukan oleh
keseriusan seluruh pelaku ekonomi, akademisi dan pemerintah dalam meningkatkan
efisiensi, mutu produk pertanian dan intelijen pasar yang memang amat dibutuhkan di era
keterbukaan.
297
298
299
PELAYANAN
PEMERINTAH
JASA LAIN :
PERBANKAN
PENYIMPANAN
PENGOLAHAN
(Agroindustri)
ASURANSI
PENYULUHAN
PENGATURAN
KEBIJAKAN
PERTANIAN
ANGKUTAN
DAN LAIN-LAIN
PENELITIAN
PRODUKSI
KOMODITAS
PERTANIAN
(USAHATANI)
PENGADAAN
DAN
PENYALURAN
SARANA
PRODUKSI DAN
ALSINTAN
300
Berdasarkan Gambar 1 tersebut, pengembangan agribisnis dan pembangunan pertanian dalam arti luas berarti serangkaian upaya untuk mengembangkan masing-masing subsistem dalam sistem agribisnis yang disertai dengan
penyediaan fasilitas pelayanan dan kebijakan pemerintah baik dalam bidang
pembangunan sektor pertanian dalam arti luas maupun dalam bidang
pembangunan daerah dan nasional.
Keseluruhan subsistem tersebut di atas merupakan satu kesatuan yang
satu sama lain saling mempengaruhi. Apabila salah satu subsistem mengalami
goncangan atau tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka akan berdampak
terhadap subsistem yang lain. Pengembangan agribisnis secara keseluruhan
sangatlah ditentukan oleh pengembangan masing-masing subsistem dalam sistem
agribisnis tersebut.
301
302
KELEMBAGAAN:
Batas wilayah produksi
Hak pemilikan
Pengambilan keputusan
Penegakan hukum
TUJUAN:
- Produksi dan
pendapatan
meningkat
- Keberlanjutan
usaha
- Sejahtera
TEKNOLOGI:
Spesifikasi teknis
produk
Metode operasi
Alat produksi
Lay out/desain
KERAGAAN:
- Produksi dan
pendapatan
meningkat
- Keberlanjutan
usaha
- Sejahtera
PARTISIPAN:
- Karakteristik
partisipan (SDM)
303
wilayah kerja, batas skala usaha yang diperbolehkan, jenis usaha yang
diperkenankan dan sebagai-nya. Dengan demikian, perubahan batas yurisdiksi
berimplikasi terhadap kemam-puan organisasi menginternalisasikan manfaat atau
biaya. Sepanjang tambahan manfaat melebihi tambahan biaya maka organisasi
akan memperluas batas yurisdiksi.
Performa yang dihasilkan sebagai akibat dari perubahan batas yurisdiksi
ditentukan oleh beberapa faktor: (1) perasaan sebagai suatu masyarakat atau
sense of community, (2) eksternalitas, (3) homogenitas (preferensi), dan (4) skala
ekonomis. Perasaan sebagai suatu kelompok tani merupakan variabel psikologis
penting yang perlu diperhatikan. Hal ini karena organisasi terdiri dari orang-orang
yang saling berhubungan, berkomunikasi, dan berinteraksi satu sama lain.
Hak pemilikan merupakan aturan (hukum, adat, tradisi) yang mengatur
hubungan antar anggota organisasi dalam hal kepentingannya terhadap
sumberdaya, situasi atau kondisi (Pakpahan, 1990). Tidak seorangpun yang dapat
menyatakan hak milik tanpa pengesahan dari masyarakat di mana dia berada.
Hak pemilikan juga merupakan sumber kekuatan untuk akses dan kontrol terhadap
sumberdaya. Hak tersebut dapat diperoleh melalui pembelian, pemberian atau
hadiah atau melalui pengaturan administrasi pemerintah seperti subsidi.
Bentuk pemilikan secara umum dibagi atas empat jenis: (1) hak milik yang
bersifat umum, (2) hak milik umum yang terbatas, (3) hak pakai atau status tenure,
dan (4) hak milik penuh. Bentuk kepemilikan ini harus ditata sedemikian rupa
sehingga mampu memberikan akses lebih besar lagi kepada petani dalam
hubungan dengan kebutuhan permodalan untuk usahatani atau agribisnis yang
dijalankannya.
Aturan representasi merupakan perangkat aturan yang mengatur mekanisme pengambilan keputusan organisasi. Dalam proses pengambilan keputusan
organisasi ada dua jenis ongkos yang mendasari keputusan yakni (1) ongkos
membuat keputusan sebagai produk partisipasi dalam membuat keputusan dan (2)
ongkos eksternal yang ditanggung oleh seseorang atau sebuah organisasi sebagai
akibat dari keputusan organisasi tersebut.
Aturan representasi akan mempengaruhi struktur dan besarnya ongkos
tersebut. Aturan representasi yang sederhana untuk mengatasi masalah ini
adalah meminimumkan kedua ongkos tersebut. Aturan representasi mengatur
siapa yang berhak berpartisipasi terhadap apa dalam proses pengambilan
keputusan. Hal ini tercermin dalam struktur organisasi. Keputusan apa yang
diambil dan apa akibatnya terhadap performa akan ditentukan oleh kaidah
representasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan.
Agar kelembagaan dapat melaksanakan fungsinya maka diperlukan
adanya enforcement atau penegakan dan penaatan hukum dalam bentuk sanksi
atau insentif yang memberikan gairah kepada partisipan dalam berperilaku sesuai
dengan harapan. Dalam hal inilah lomba antar kelompok tani, antar gabungan
kelompok tani, dan antar koperasi pertanian dilaksanakan.
Perubahan kelembagaan (rekayasa kelembagaan) mengandung makna
pengaturan dalam batas yurisdiksi, hak pemilikan, dan aturan representasi yang
304
305
(Bantacut, 2000): (a) pembentukan institusi baru atau pemantapan institusi yang
telah ada, (b) pembangunan unit usaha atau industri alternatif, (c) perbaikan
kapasitas tenaga kerja, (d) identifikasi pasar-pasar baru, (e) alih ilmu pengetahuan
dan teknologi, dan (f) pengembangan perusahaan baru.
Pengembangan ekonomi petani dicapai melalui strategi: (1) pemberdayaan organisasi atau kelembagaan, (2) pengembangan jaring kemitraan bisnis,
dan (3) peningkatan daya saing. Strategi itu dilakukan secara bertahap, konsisten
dan berkelanjutan sesuai tingkat keragaan ekonomi masyarakat.
Pemberdayaan berarti memanfaatkan secara optimal berbagai kemampuan, nilai atau norma serta kelembagaan yang ada dalam masyarakat termasuk
juga menumbuhkembangkan daya usaha kelompok masyarakat yang tidak
mempunyai kemampuan untuk melakukannya sendiri.
Organisasi atau lembaga yang terlebih dahulu dikembangkan adalah
lembaga masyarakat sekawasan atau setempat tinggal (domisili). Setelah lembaga
musyawarah tersebut terbentuk dan berdaya baru dibentuk dua lembaga ekonomi
rakyat sebagai pilar ekonomi yang kokoh yakni lembaga keuangan yang
mengelola tentang keuangan (sektor finansial) dan kelompok usaha ekonomi
produktif (sebagai sektor riil). Hubungan sinergis antara kedua lembaga ini akan
menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat tani (Gambar 3).
Berdasarkan uraian terdahulu (Gambar 2), pemberdayaan organisasi
ekonomi petani ditempuh melalui: (a) pengembangan sumberdaya manusia, (b)
pengembangan kelembagaan (aturan main), (c) rekayasa teknologi, dan (d)
perbaikan lingkungan sosial dan ekonomi.
LEMBAGA
KEUANGAN
MASYARAKAT
SEJAHTERA, LINGKUNGAN LESTARI
306
MOU
UUE2 +
LK2
KOPERASI
PRIMER
KEMITRAAN
PERUSAHAAN
UUE3 +
LK3
307
P. tinggi
Sustainability?
Good
Governanc e?
Pemerintah
Konsep :
Mutual
Partnership
Untuk
menyelesaikan
common
problems
Kelompok
Usaha
Koperasi
Akselerasi?
Perusahaan
Industri
Kerjasama Tripartit
Kemitraan Usaha
Gambar 5. Fase Peningkatan Daya Saing
308
daya adaptasi dan inovasi yang kuat terhadap perubahan faktor internal dan
eksternal dalam mencapai tujuannya.
Hasyim dan Zakaria (2002) menyatakan bahwa masyarakat petani
merupakan komponen yang sangat penting mengingat jumlahnya sangat banyak
dan umumnya bergerak dibidang usahatani (on farm). Tanpa adanya petani, maka
agribisnis tidaklah mungkin berkembang dan tentu saja produk-produk pertanian
juga tidak cukup tersedia bagi kita. Untuk meningkatkan taraf hidup petani,
mereka harus berperan aktif dan tidak hanya semata-mata menanti uluran tangan
pihak lain. Diharapkan masyarakat petani tersebut dapat berperan: Pertama,
berusaha dengan penuh kesadaran yang tinggi untuk meningkatkan kualitas
pengetahuan dan ketrampilan agar kualitas hidup lebih baik. Di samping itu petani
harus berusaha memupuk budaya kewirausahaan (entrepreneur) dan mengedepankan rasionalitas dalam berusahatani. Kedua, meningkatkan tindakan
bersama secara efisien dalam menangkap manfaat ekonomi dari adanya skala
usaha baik dalam proses produksi, pemasaran maupun dalam memperoleh sarana
produksi melalui pemberdayaan kelembagaan petani, kelompok tani dan koperasi.
Ketiga, menjalin kemitraan usaha dengan pihak swasta yang saling memperkuat,
saling membutuhkan, dan saling menguntungkan serta mampu menekan biaya
transaksi dan menjamin keberlanjutan usaha. Kemudian agar proses kemitraan itu
berjalan dengan baik, petani harus berusaha konsisten memenuhi ketentuanketentuan dalam bermitra. Keempat, bersama pihak swasta menciptakan suasana
usaha yang harmonis sehingga skala usaha optimal pada masing-masing pihak
dapat dicapai. Kelima, meningkatkan penerapan teknologi budidaya dan
prosessing secara berkelanjutan, sehingga dapat memanfaatkan nilai tambah
untuk meningkatkan pendapatan. Keenam, melakukan diversifikasi usaha guna
mengantisipasi adanya gejolak eksternal (pasar luar negeri). Ketujuh, bersama
swasta berupaya menguasai informasi pasar dalam rangka memperluas jangkauan
pasar dan meningkatkan pangsa pasar.
Pemberdayaan ekonomi petani berarti melakukan perubahan peran dan
perilaku yang akan dijalankan oleh petani. Merubah peran untuk mendapatkan
nilai-nilai baru tergantung pada kesiapan dan keterampilan SDM, budaya lokal
yang berlaku dimasyarakat, sumber daya lokal yang ada, solidaritas untuk bekerja
bersama-sama dan kemampuan pendamping lapang dalam memberdayakan
masyarakat. Oleh karena itu setiap wilayah akan berbeda kecepatan untuk
berdaya, ada yang dilakukan dalam waktu dua sampai enam bulan, ada yang satu
sampai dua tahun atau bahkan lebih. Jadi proses pemberdayaan masyarakat
tidak dapat dihitung dalam bulan atau tahunan, bahkan tidak dapat dilakukan
hanya berdasarkan kurun waktu proyek tertentu, tetapi harus berkelanjutan.
309
Satuan
Sebelum
Sesudah
Dampak
Kg/KK/hr
20
25
Belum ada
Sudah ada
Sudah ada
Standarisasi mutu
Harga Jual gula
kelapa
Rp
1.600
2.000
400
Pendapatan unit
usaha
Rp/KK/hr
40.000
50.000
10.000
Kesepakatan pengrajin
dan pedagang
Belum ada
Sudah ada
Sudah ada
Perguliran BLM
Belum ada
Sudah ada
Sudah ada
25
25
Sudah adanya
pengumpulan modal
sendiri
Rp/kg/
pengrajin
310
Satuan
Sebelum
Sesudah
Dampak
Usaha industri
cassava chip
Unit
Rp
125
200
75
Lokal dan
Jakarta
Lokal dan
Jakarta
Daerah
Pemasaran
produksi
Tenaga kerja
yang terlibat di
industri
orang
10
10
Rp/hr
10.000-15.000
10.000-15.000
Kapasitas industri
ton
1,5
1,5
Harga jual
cassava chip
Rp
2.000
2.000
Uang kas
kelompok
Rp
8.000.000
8.000.000
311
Satuan
Sebelum
Sesudah
Dampak
ha
50
618
568
ha
1.650
1.650
kg/ha
5.000
8.000
3.000
kg
8.250.000
13.200.000
4.950.000
Rp/ha/ms
2.500.000
3.500.000
1.000.000
Rp/kg
800
1.500
700
Rp/ha/ms
4.000.000
12.000.000
8.000.000
Produktivitas per ha
Potensi produksi
keseluruhan
Biaya produksi
Harga jual
Keuntungan/ha/musim
Rp/ha/ms
1.500.000
8.500.000
7.000.000
Penerimaan kelompok
tani jagung/musim (28
kelp)
Rp
200.000.000
7.416.000.000
7.216.000.000
Penerimaan kawasan/
wilayah jagung/tahun (2
kali tanam)
Rp
400.000.000
14.832.000.000
14.432.000.000
312
Satuan
Sebelum
2
28
26
orang
50
537
487
Rupiah
2.000.000
40.000.000
38.000.000
Belum
berbadan
hukum
Sudah
berbadan
hukum
Berbadan hukum
7.000.000
7.000.000
Belum ada
Sudah ada
MoU
MoU /Kontrak
kerjasama
158.000.000
158.000.000
Belum ada
kemitraan
CV.Tangkas
Perdana
Sudah ada
kerjasama dengan
CV.Tangkas
Perdana
Jumlah kelompok
Jumlah Gapoktan
Badan Hukum Gapoktan
Rupiah
Rupiah
Sesudah
Dampak
Beberapa contoh di atas merupakan suatu bukti bahwa daya saing produk
pertanian dapat diwujudkan melalui pemberdayaan kelembagaan/organisasi
ekonomi rakyat (petani). Melalui pemberdayaan kelembagaan/organisasi ekonomi
rakyat (petani) tersebut efisiensi produksi yang dihasilkan oleh adanya manfaat
skala ekonomi dari organisasi ekonomi petani dapat dicapai, keuntungan
usahatani, pendapatan dan kesejahteraan petani, pengusaha dan daerah
(penerimaan devisa) akan meningkat, daya saing lokal dan regional terwujud yang
semuanya itu merupakan modal dasar daya saing bangsa.
PENUTUP
Membangun daya saing global di era Milenium III merupakan upaya serius
yang harus dimulai dengan membangun daya saing lokal sedini mungkin untuk
kesejahteraan petani. Upaya tersebut ditempuh melalui pemberdayaan organisasi
ekonomi rakyat (petani) yang dilakukan sungguh-sungguh, konsisten dan
berkesimbangunan dalam tiga fase mulai dari pemberdayaan kelembagaan,
pengembangan jaring kemitraan bisnis hingga ke fase peningkatan daya saing.
Mobilisasi dan pemanfaatan sumberdaya ekonomi rakyat pada tahap awal
(pemberdayaan masyarakat) perlu disponsori oleh pemerintah agar masyarakat
lokal mampu meningkatkan aksesnya kepada sumberdaya ekonomi lokal yang
langka sehingga mampu menciptakan dan meningkatkan nilai tambah melalui
pembukaan unit usaha ekonomi produktif secara menguntungkan dan berdaya
saing.
313
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Proposal Roadmap Pendidikan Tinggi Pertanian (masih dalam proses)
Arifin, Bustanul. 2000. Pembangunan Pertanian: Paradigma, Kinerja dan Opsi Kebijakan.
Jakarta: Pustaka Indev.
Arkadie, B.V. 1989. The Role of Institution in Development. Proceedings of The Worl bank,
Annual Conference on Development Economics. World Bank: 153-191.
Bantacut, T. 2000. Konsep dan Strategi Pengelolaan PEL. Makalah disampaikan pada
Sarasehan Pelaku Bisnis di Hotel Buki Karsa, Jakarta, 4-5 Desember 2000.
Basri, MC. 2008. Mengurangi Multiplier Kecemasan. Kompas 20 Oktober 2008. Hlm 1
dan 17
Hasyim, A dan B. Arifin. 2002. Strategi dan Antisipasi Kebijakan Tarif Palawija Menghadapi
Era Perdagangan Bebas. Makalah disampaikan pada Seminar Palawija, 7 Oktober
2002 di Bogor, Jawa Barat
Hasyim, A dan Zakaria, WA. 2004. Tinjauan Akademik tentang Kondisi dan Potensi
Pemasar Produk Pertanian Lampung menghadapi Pasar Bebas Asean. Makalah
disampaikan pada Seminar Pengembangan Ekspor Produk Pertanian Lampung di
Hotel Marcopolo. Bandar Lampung pada tanggal September 2004.
Mosher, A.T. 1966. Getting Agriculture Moving. F.A. Praeger Inc. New York.
Mulyana, A. 1998. Keragaan Penawaran dan Permintaan Beras Indonesia dan Prospek
Swasembada Menuju Era Perdagangan Bebas: Suatu Analisis Simulasi. Disertasi
Program Pascasarjana IPB. Bogor.
Pakpahan, A. 1990. Permasalahan dan Landasan Konseptual dalam Rekayasa Institusi
(Koperasi). Makalah disampaikan sebagai Bahan Seminar pada Pengkajian
Masalah Perkoperasian Nasional, Badan Penelitian dan Pengembangan
Departemen Koperasi di Jakarta, 23 Oktober 1990. PSE-Balitbang Deptan.
Bogor, 26 halaman.
Pakpahan, A. 1991. Perspektif Ekonomi Institusi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Ekonomi dan Keuangan Indonesia: Vol. No.: 445-464.
Saragih, B. 2001. Suara dari Bogor. PT Loji Grafika Sarana dan Pustaka Wirausaha
Muda. Bogor.
Siregar, H dan S. Masyitho. 2008. Dinamika Harga Pangan, BBM, Inflasi serta Kemiskinan,
dan Implikasinya Bagi Ketahanan Pangan. Makalah disajikan pada Sidang Pleno
XIII dan Seminar Nasional ISEI di Senggigi Lombok, 16-18 Juli 2008
Tahlim Sudaryanto dan Effendi Pasandaran. 1993. Sistem Agribisnis di Indonesia. Badan
Agribisnis, Departemen Pertanian. Jakarta.
314
Tim LPM Unila. 2007. Pengembangan Model Kemitraan Agroindustri Ketan di Kabupaten
Subang dan Garut (Laporan Akhir). Kerjasama Ditjen P2HP Deptan RI dan LPM
Universitas Lampung. Bandar Lampung
Yustika, AE. 2006. Perdesaan, Pertanian, dan Modal: Tinjauan Ekonomi Kelembagaan.
Makalah disampaikan dalam Kongres ISEI XVI di Manado dengan tema:
Meletakkan Kembali Dasar-dasar Pembangunan Ekonomi yang Kokoh. 18-20
Juni 2006 dalam Jurnal Ekonomi Indonesia No. 2, Desember 2007, halaman: 1-14
Zakaria, WA. 2008. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Fasilitasi Percepatan Pemberdayaan
Ekonomi Daerah (FPPED) Bulan September 2008. Kerjasama dengan BI Bandar
Lampung.
315