Dalam deskripsi tebal, kebudayaan adalah seluruh cara hidup dari sebuah
masyarakat: nilai, praktik, simbol, lembaga, dan hubungan antarmanusia
(Clifford Geertz)
Wilayah budaya
Budaya merupakan jalan kepercayaan. Fakta bahwa sebuah masyarakat yang
secara historis Protestan, Ortodoks, Islam, Konghucu, memunculkan
wilayah-wilayah budaya dengan sistem nilai yang sangat berbeda yang
relatif terus bertahan.
Pembangunan berkaitan dengan perubahan yang dapat diramalkan yang
menjauh dari norma-norma sosial yang mutlak, dan menuju nilai-nilai yang
semakin rasional, toleran, bisa dipercaya, dan pascamodern
Masyarakat bervariasi dalam tingkat penekanannya pada nilai-nilai
peninggalan dan nilai-nilai ekspresi diri . Masyarakat yang menekankan
pada nilai yang terakhir cenderung akan lebih demokratis daripada
masyarakat yang menekankan pada nilai-nilai peninggalan
(Ronald Inglehart, 2000)
Culture concept
Our model of culture is a pluralized or distributional one. It assumes that
culture is not the undivided property of the whole society, but is instead
subject to contestation and divergent interpretation. As a result, rather tan
being homogenous, patterns of culture meaning tend to vary across society
in interesting ways
(Bourdieu 1977)
Populisme
Mengurangi dampak liberalisasi, kebijakan pro-rakyat kembali ditegakkan.
Pertama, memperkenalkan kembali kebijakan tata niaga. Ekspor dan impor
produk tertentu dibatasi, misalnya untuk beras, gula, rotan, produk alas
kaki dan lainnya. Kedua, membenahi regulasi. Misalnya dengan UU
Tenaga Kerja yang sangat pro-buruh
Akan tetapi, kebijakan pro-rakyat ini masih setengah hati. Hal ini karena
desain kebijakannya memang
berjangka pendek, yaitu bagaimana
menenangkan rakyat dari gejolak harga. Repotnya, kebijakan inipun justru
menguntungkan kekuatan oligopoli pengusaha lama (contoh, tata niaga
gula & beras) serta mempertahankan ketimpangan antar daerah yang sangat
mencolok
Ambiguitas
Pendeknya, politik ekonomi pemerintah masih penuh ambigu. Di satu sisi,
berusaha pro-rakyat (populis) namun disisi lain mengakomodasi kebijakan
pro-neolib. Kesimpangsiuran inilah yang menyebabkan dunia usaha kita
masih carut marut.
R. Siti Zuhro
Mikom Universitas Muhammadiyah Jakarta