Anda di halaman 1dari 21

RESPONSI ILMU PENYAKIT BEDAH

Pembimbing : dr. Bambang Wicaksono, Sp.BP


Penyusun

: Gerson Joahari (2015.04.2.0059)

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: An.MN

Umur

: 15 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Dukuh Tengah RT 01 Buduran, Sidoarjo

Tanggal MRS

: 15 Juni 2016

Tanggal pemeriksaan

: 17 Juni 2016

II. ANAMNESA
1. Keluhan Utama :
Lubang kencing tidak pada ujung penis
2. Keluhan Tambahan :
Tidak ada
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar ibunya ke poli bedah RSAL DR. Ramelan untuk
persiapan operasi. Sebelumnya pasien sudah periksa di poli RSAL yang
kemudian disarankan untuk operasi.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pertama kali diantar ibunya periksa di rumah sakit swasta di


Surabaya tahun 2015 dan dilakukan operasi sebanyak dua kali. Hasil
operasi masih tidak memuaskan pasien dan keluarga lalu pasien berobat
lagi ke rumah sakit di Sidoarjo. Di rumah sakit tersebut dilakukan operasi
lagi tetapi hasilnya juga belum sempurna. Pasien kemudian diantar ibunya
periksa di RSAL Dr.Ramelan ke poli urologi. Pasien kemudian disarankan
untuk menjalani operasi.
Pasien pernah MRS dua kali karena demam berdarah dan batuk lama
yang tak kunjung sembuh.

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang pernah memiliki keluhan serupa
dengan pasien.
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Kesadaran/GCS

: Compos mentis / 4-5-6

KU

: Tampak sakit sedang

BB

: 55 kg

Status gizi

: Baik

Vital sign
Tensi

: 120/70 mmHg

Suhu

: 36,4C

Nadi

: 84 x/menit reguler

Frekuensi napas

: 20 x/menit

Kepala
Bentuk kepala

: Normochepal
2

Rambut

: hitam lurus

Dahi

: Alis simetris

Mata

: Oedema palpebra (-) sklera ikterus (-)


Konjungtiva tidak tampak anemis
Pupil bulat isokor, refleks cahaya +/+

Telinga

: Daun telinga simetris


Tidak ada sekret / serumen / perdarahan

Hidung

: Bentuk simetris
Deviasi septum nasi (-)
Pernafasan cuping hidung (-)
Tidak ada sekret/ perdarahan

Mulut

: Mukosa tidak pucat


Faring hiperemi (-)
Lidah kotor (-)
Pembesaran tonsil (-)

Leher

: Pembesaran KGB (-)


Pembesaran tiroid (-)

Thoraks
Pulmo
-

Inspeksi

: Normochest, retraksi (-)

Palpasi

: Gerak nafas simetris, fremitus raba normal simetris

Perkusi

: Sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : Vesikular/vesikular, wheezing -/-, ronkhi -/-

Cor
-

Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Auskultasi : S1,S2 tunggal,murmur (-), gallop (-)

Abdomen
-

Inspeksi

: Datar

Auskultasi : Bising usus (+)

Perkusi

: Timpani di seluruh kuadran

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-)

Extremitas
-Akral hangat

+
+

-Edema

-CRT< 2 detik
Status Lokalis Urologis
Riwayat lubang kencing di antara penis dan scrotum bagian ventral
Inspeksi :
Penis terbungkus kasa dan terpasang kateter. Kasa berwarna putih
tidak tampak rembesan darah maupun cairan lain. Urine berwarna
kuning jernih. Skrotum tampak normal.
Palpasi :
Testis teraba kanan dan kiri. Tidak ada nyeri tekan pada daerah
skrotum.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 9 Juni 2016 :
DARAH LENGKAP : Glukosa

: 104 mg/dL

BUN

: 12,1 g/dL

Creatinin

: 4,77 /uL
4

FAAL HEPAR

Hb

: 14,7 g/dL

Hematokrit

: 40,8 %

Trombosit

: 243.000 /uL

: SGOT

: 16 U/L

SGPT

: 12 U/L

FAAL HEMOTASIS : Masa pendarahan : 3 25


Masa pembekuan : 13 40
PT

: 14.3 /menit

APT

: 30,3 /menit

V. RESUME
Pasien diantar ibunya ke RSAL dengan keluhan lubang kencing tidak di
ujung penis dan akan dilakukan ureteroplasti.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
KU

: Tampak sakit sedang

Status Lokalis Urologis


Riwayat lubang kencing terletak di antara penis dan scrotum bagian ventral
Penis terbungkus kassa dan tepasang kateter
VI. DIAGNOSA KERJA
Hipospadia penoscrotal
VII. DIFFERENTIAL DIAGNOSA : -

VIII. PLANNING
Konsul anestesi acc operasi.
Persiapan operasi :
- D5 PZ 7 tpm
- Asupan makanan/minuman terakhir pukul 09.00 WIB
Operasi dilakukan pada tanggal 16 Juni 2016 pukul. 16.00 WIB
Laporan operasi
- Diagnosis pra bedah: Hipospadia penoscrotal
- Diagnosis pasca bedah : Hipospadia penoscrotal
-

Persiapan: Informed consent, Antibiotik profilaksis


Posisi pasien : Suppine
Desinfeksi : Povidone iodine 10%
Insisi : Sesuai design
Temuan operasi : Ditemukan hipospadia
- Tindakan operasi : Dilakukan uretheroplasty
Komplikasi/Perdarahan : Minimal
Instruksi pasien pasca operasi : Pertahankan kateter 7 hari
Pemeriksaan PA : Tidak
Jenis operasi : Khusus/ Canggih

SOAP 17 Juni 2016


S : Ibu pasien mengatakan anaknya merasa nyeri saat BAK
O :
Vital sign

Kesadaran / GCS

: CM/4-5-6

KU

: cukup

Suhu

: 36C , Nadi : 98 x/menit

RR

: 20 x /menit

Kepala

: A/I/C/D= -/-/-/-

Leher

:Tidak ada pembesaran KGB

Thorax

1. Pulmo
Inspeksi

: Normochest, tidak ada retraksi

Palpasi

: Fremitus raba normal

Perkusi

: sonor/sonor

Auscultasi

: vesikuler, wheezing -/-, ronkhi -/-

2. Cor
Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Auskultasi

: S1,S2 normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
- Inspeksi

: datar

- Auskultasi

: Bising usus (+)

- Palpasi

: soepel

- Perkusi

: Timpani

Extremitas
-Akral hangat

+
+

- Edema

- CRT < 2 detik


Status Lokalis Urologi

- Penis terbungkus kasa terlihat sedikit rembesan berwarna merah


- Nyeri palpasi di sekitar penis
- Terpasang kateter
A

: Hipospadia penoscrotal post uretheroplasty

: IVFD D5 NS 600 cc / 24 jam,


Rawat luka

SOAP 19 Juni 2016


S : Pasien mengatakan tidak ada keluhan
O :
Vital sign

Kesadaran / GCS

: CM/4-5-6

KU

: cukup

Suhu

: 37C , Nadi : 108 x/menit

RR

: 20 x /menit

Kepala

: A/I/C/D= -/-/-/-

Leher

:Tidak ada pembesaran KGB

Thorax

1. Pulmo
Inspeksi

: Normochest, tidak ada retraksi

Palpasi

: Fremitus raba normal

Perkusi

: sonor/sonor

Auscultasi

: vesikuler, wheezing -/-, ronkhi -/-

2. Cor
Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Auskultasi

: S1,S2 normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
- Inspeksi

: datar

- Auskultasi

: Bising usus (+)

- Palpasi

: soepel

- Perkusi

: Timpani

Extremitas

-Akral hangat

- Edema

- CRT < 2 detik


Status Lokalis Urologi
-- Penis terbungkus kasa terlihat bersih tanpa rembesan cairan ataupun
darah
-- Nyeri palpasi di sekitar penis
-- Terpasang kateter
A

: Hipospadia penoscrotal post uretheroplasty

: Rawat luka

SOAP 22 Juni 2016


S : Pasien mengatakan nyeri saat BAK setelah kateter dilepas
O :
Vital sign

Kesadaran / GCS

: CM/4-5-6

KU

: cukup

Suhu

: 36C , Nadi : 96 x/menit

RR

: 20 x /menit

Kepala

: A/I/C/D= -/-/-/-

Leher

:Tidak ada pembesaran KGB


9

Thorax

1. Pulmo
Inspeksi

: Normochest, tidak ada retraksi

Palpasi

: Fremitus raba normal

Perkusi

: sonor/sonor

Auscultasi

: vesikuler, wheezing -/-, ronkhi -/-

2. Cor
Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Auskultasi

: S1,S2 normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
- Inspeksi

: datar

- Auskultasi

: Bising usus (+)

- Palpasi

: soepel

- Perkusi

: Timpani

Extremitas
-Akral hangat

+
+

- Edema

- CRT < 2 detik


Status Lokalis Urologi
-- Penis terbungkus kasa berwarna putih tidak tampak rembesan cairan
ataupun darah
-- Tidak terpasang kateter
A

: Hipospadia penoscrotal post uretheroplasty

10

: Rawat luka

11

TINJAUAN PUSTAKA
HIPOSPADIA
A Definisi
Hipospadia adalah kelainan kongenital pada penis dimana terjadi
perkembangan yang tidak sempurna dari uretra anterior. Lubang uretra
terletak prokssimal dibandingkan dengan tempat biasanya pada bagian
tengah dari glans penis. Uretra yang abnormal dapat terletak sepanjang
aspek ventral dari penis, scrotum, atau perineum.

Tiga tipe anomali yang

terkait pada hipospadia, yaitu: (1) ketidaknormalan lubang uretra yang


berlokasi dimana saja pada daerah ventral dari glands penis hingga
perineum. (2) Ketidak normalan curvatura ventral pada penis (chordee). (3)
Preputium yang menutup glands dan kelebihan kulit pada bagian dorsal dan
kekurangan kulit pada bagian ventral.

B Epidemiologi
Insidens hipospadia terjadi pada 1:300 bayi laki-laki. Di Amerika
Serikat, jumlah penderita hipospadia meningkat dari 2 kasus per 1000 jumlah
kelahiran bayi laki-laki di tahun 1970 menjadi 4 kasus per 1000 jumlah
kelahiran di tahun 1993.2
C Anatomi
Penis
Penis terbentuk dari dua corpora cavernosa (yang bertanggung jawab
untuk fungsi erektil dari penis) dan satu corpus spongiosum yang berada di
sebelah ventralnya. Corpora cavernosa dibungkus oleh jaringan fibroelastik
tunia albuginea sehingga merupakan satu kesatuan sedangkan di sebelah
proximal terpisah menjadi dua sebagai krura penis. Setiap krus penis
dibungkus oleh otot ishio cavernosus yang kemudian menempel pada rami
osis ischii.5,6

12

Korpus spongiosum membungkus uretra mulai dari diafragma


urogenitalis dan di sebelah proksimal dilapisi oleh otot bulbocavernosus.
Corpus spongiosum ini berakhir pada sebelah distal sebagai glands penis.
Ketiga korpora ini dibungkus oleh fascia buck dan lebih superfisial lagi oleh
fascia colles atau fascia dartos yang merupakan kelanjutan dari fascia
scarta.6
Di dalam setiap korpus yang terbungkus oleh tunika albuginea terjadi
jaringan erektil yaitu jaringan kavernosus (berongga) seperti spons. Jaringan
ini terdiri atas sinusoid atau rongga lakuna yang dilapisis oleh endotelium dan
otot polos kavernosus. Rongga lakuna ini dapat menampung darah yang
cukup banyak sehingga menyebabkan ketegangan batang penis.

Gambar 1. Anatomi penis dan urethra pada laki-laki


Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin keluar dari buli-buli
melalui proses miksi. Secara anatomis uretra terdiri atas dua bagian yaitu
uretra posterior dan anterior. Pada pria organ ini berfungsi dalam
menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi oleh sphinter. Sphinter uretra
interna yang terletak pada perbataan buli-buli dan uretra, serta sphinter uretra
externa yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior.6

13

Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatica yaitu
bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat dan pars membranacea. Di
bagian

posterior

lumen

uretra

prostatica

terdapat

suatu

tonjolan

verumontanum dan di sebelah proksimal dan distal dari verumontanum ini


terdapat krista uretrlis. Bagian akhir dari vas deferens yaitu kedua ductus
ejakulatorius terdapat di pinggir kiri dan kanan verumontanum, sedngkan
sekesi kelenjar prostat bermuara dalam ductus prostaticus yang tersebar di
uretra prostatica.6
Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh kospus
spongiosum penis. Uretra anterior terdiri atas pars bulbosa, pars pendularis,
fossa navicularis, dan meatus uretra externa.6
D Embriologi
Berdasarkan tinjauan yang menyeluruh dari sebuah penelitian, Glenister
meyakini bahwa asal dari lempeng uretra dari dinding sinus kloaka dan
urogenital. Menurut Glenister, perkembangan uretra dimulai pada tahap 10mm (kira-kira pada minggu ke-4 perkembangan) ketika lempeng uretra
dikenali sebagai penebalan dinding anterior dari kloaka endodermal.
Pada janin laki-laki, pada tahap 50-mm (kira-kira pada minggu ke-11)
dimana (Leydig) sel-sel interstisial dari testis meningkat jumlah, ukuran, dan
fungsi, urethral folds mulai memadukan bagian ventral pada garis tengah
untuk membentuk uretra. Melalui proses yang sama, bagian proksimal uretra
glanular terbentuk segera sesudahnya.
Bagian anterior dari membrana kloaka, yaitu membrana urogenitalia akan
ruptur dan membentuk sinus. Sementara itu genital fold akan membentuk
sisi-sisi dari sinus urogenitalia.Bila genital fold gagal bersatu di atas sinus
urogenitalia, maka akan terjadi hipospadia
E

Etiologi dan Faktor Resiko

14

Penyebab sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarangbelum


diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor yang oleh para ahli
dianggap paling berpengaruh antara lain:

2,3

Gangguan Endokrin. Pada gangguan endokrin terutama disebabkan


oleh insufisiensi sekresi androgen atau insufisiensi respon dari organ
target.

Kelainan

tersebut

dimungkinkan

berasal

dari:

1.

Ketidaknormalan produksi androgen oleh testis janin. 2. Keterbatasan


sensitivitas androgen pada organ target, atau 3. Penghentian dini dari

stimulasi androgen oleh sel Leydig pada testis janin.


Kelainan genetik, dimana terjadi kegagalan dalam sintesis androgen.
Hal ini karena mutasi pada gen yang mengkode sintesis andrigen

tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.


Ibu yang hamil muda atau tua memiliki resiko untuk memiliki bayi
dengan hipospadia. Bayi berat lahir rendah, bayi kembar, dan tidak
cukup bulan juga memiliki faktor resiko tersebut. Hal ini disebabkan

karena insufisiensi plasenta.


Terjadi peningkatan jumlah kasus hipospadia 20 tahun terakhir
dimungkinkan karena faktor lingkungan seperti polutan dan zat yang
bersifat teratogenik yang mengakibatkan terjadinya mutasi gen.

F Klasifikasi
Terdapat beberapa klasifikasi hipospadia yang diperkenalkan, namun
yang sering digunakan saat ini adalah berdasarkan letak dari meatus uretra: 2

Glanular
Coronal
Subcoronal
Distal Shaft
Mid shaft
Proksimal shaft
Penoscrotal
Scrotal
Perineal

15

Gambar 2. Letak abnormal dari meatus uretra


Dari

semua letak uretra, tipe

granular,coronal,dan

subcoronal

merupakan tipe terbanyak sekitar 50-%-70% dari hipospadia.


G Diagnosis
Hipospadia biasanya didiagnosis pada pemeriksaan fisik bayi yang
baru lahir. Hal ini tidak selalu terjadi dengan bentuk yang lebih ringan dari
atau bagi mereka dengan preputium utuh varian megameatus (MIP).
Terkadang anak-anak ini mungkin lolos dari diagnosis sampai preputium
sepenuhnya ditarik atau akan dilakukan circumsisi.2 Pada orang dewasa
yang menderita hipospadia mengalami kesulitan untuk mengarahkan
pancaran urin. Chordee dapat menyebabkan batang penis melengkung
ke depan sehingga menyulitkan melakukan hubungan seksual.

16

Gambar 3. Gambaran klinis pada hipospadia

H Komplikasi
1 Komplikasi awal yang terjadi adalah perdarahan, infeksi, jahitan
2

yang terlepas, nekrosis flap, dan edema.


Komplikasi lanjut
a Stenosis sementara karena edema atau hipertropi scar pada
tempat anastomosis yang terjadi akibat reaksi jaringan
besarnya dapat bervariasi, juga terbentuknya hematom/
kumpulan darah dibawah kulit, yang biasanya dicegah dengan
balut tekan selama 2 sampai 3 hari pasca operasi
b Kebocoran traktus urinaria karena penyembuhan yang lama
c Fistula uretrocutaneus, merupakan komplikasi yang tersering
dan

ini

digunakan

sebagai

parameter

untuk

menilai

keberhasilan operasi. Pada prosedur operasi satu tahap saat


ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5 10%
d Adanya rambut dalam uretra yang dapat mengakibatkan
infeksi saluran kencing berulang atau pembentukan batu saat
pubertas
e Striktur
uretra,
f

pada

proksimal

anastomosis

yang

kemungkinan disebabkan oleh angulasi dari anastomosis


Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu
lebar, atau adanya stenosis meatal yang mengakibatkan

dilatasi yang lanjut


g Residual chordee / rekuren chordee, akibat dari rilis chordee
yang tidak sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial
saat operasi atau pembentukan skar yang berlebihan di ventral
penis walaupun sangat jarang.
I

Penatalaksanaan

17

Penatalaksanaan hipospadia adalah dengan cara pembedahan. Tujuan


pembedahan pada hipospadia adalah :
-

untuk membuat penis lurus dengan memperbaiki chordaee,


membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis,
untuk mengembalikan aspek normal genitalia eksterna dengan
merekonstruksi jaringan yang membentuk radius ventral penis.
Untuk saat ini penanganan hipospadia adalah dengan cara

operasi. Operasi ini bertujuan untuk merekonstruksi penis agar lurus


dengan orifisium uretra pada tempat yang normal atau diusahakan untuk
senormal mungkin. Operasi sebaiknya dilaksanakan pada saat usia anak
yaitu enam bulan sampai usia prasekolah. Hal ini dimaksudkan bahwa
pada usia ini anak diharapkan belum sadar bahwa ia begitu spesial, dan
berbeda dengan teman-temannya yang lain yaitu dimana anak yang lain
biasanya miksi (buang air seni) dengan berdiri sedangkan ia sendiri
harus melakukannya dengan jongkok agar urin tidak mbleber ke manamana. Anak yang menderita hipospadia hendaknya jangan dulu dikhitan,
hal ini berkaitan dengan tindakan operasi rekonstruksi yang akan
mengambil kulit preputium penis untuk menutup lubang dari sulcus uretra
yang tidak menyatu pada penderita hipospadia.

Tahapan operasi rekonstruksi antara lain


1 Meluruskan penis yaitu orifisium dan canalis uretra senormal mungkin.
Hal ini dikarenakan pada penderita hipospadia biasanya terdapat
suatu chorda yang merupakan jaringan fibrosa yang mengakibatkan
penis penderita bengkok.Langkah selanjutnya adalah mobilisasi
(memotong dan memindahkan) kulit preputium penis untuk menutup
2

sulcus uretra.
Uretroplasty

18

Tahap kedua ini dilaksanakan apabila tidak terbentuk fossa naficularis


pada glans penis. Uretroplasty yaitu membuat fassa naficularis baru
pada glans penis yang nantinya akan dihubungkan dengan canalis
uretra yang telah terbentuk sebelumnya melalui tahap pertama.
Variasi teknik yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula, Teknik
Horton dan Devine.
1

Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap :


a Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan
terowongan yang berepitel pada glands penis. Dilakukan pada usia
1 -2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada
tempat yang abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan
prepusium bagian dorsal dan kulit penis.
b Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi saat
parut sudah lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra
(saluran kemih) sampai ke glands, lalu dibuat pipa dari kulit
dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap
dari kulit prepusium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan
dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap
pertama dengan harapan bekas luka operasi pertama telah

matang.
Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak
lebih besar dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan
kelainan hipospadia jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung penis).
Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung
penis dengan pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah. Mengingat
pentingnya prepusium untuk bahan dasar perbaikan hipospadia, maka
sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan berbarengan
dengan operasi hipospadia.

19

Tidak kalah pentingnya pada penanganan penderita hipospadia


adalah penanganan pascabedah dimana canalis uretra belum maksimal
dapat digunakan untuk lewat urin karena biasanya dokter akan
memasang sonde untuk memfiksasi canalis uretra yang dibentuknya.
Urin untuk sementara dikeluaskan melalui sonde yang dimasukkan pada
vesica urinaria (kandung kemih) melalui lubang lain yang dibuat oleh
dokter bedah sekitar daerah di bawah umbilicus (pusar) untuk mencapai
kandung kemih.

20

Daftar Pustaka

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Campbell-Walsh Urology, 9th ed.


Dasar dasar urologi
Diseases of the Kidney & Urinary Tract, 8th Edition
Pediatric Surgery Springer Surgey atlas series
Sabiston Textbook of Surgery, 18th ed
Urology 4th edition

21

Anda mungkin juga menyukai