Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

ANATOMI FISIOLOGI TUMBUHAN


PENETAPAN KADAR CO2 PADA JARINGAN TUMBUHAN

Disusun Oleh :
Nama

: Dzikri Salami

NIM

: F 051 12 074

Prodi

: Pendidikan Biologi

Kelompok

: 6 (enam)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014

ABSTRAK
Respirasi adalah salah satu proses penting pada setiap mahkluk hidup yang
menghasilkan suatu energi. Laju respirasi dapat menggambarkan tingkat kegiatan
metabolisme dalam suatu tanaman. Faktor yang mempengaruhi laju respirasi antara lain
adalah suhu, kadar oksigen dan CO2. Oleh karena itu, laju respirasi dalam jaringan dapat
memberikan gambaran tentang tingkat kegiatan metabolisme dalam jaringan tersebut.
Laju respirasi ditetapkan dengan mengukur banyaknya CO2 yang terbentuk dan gas O2
yang diserap per satuan berat segar jaringan per satuan waktu. Adapun tujuan dari
praktikum ini yaitu untuk menentukan kadar CO2 kecambah kacang hijau (Phaseolus
radiatus) pada suhu yang berbeda dan perbedaan laju respirasinya.
Pada praktikum ini, penentuan kadar CO2 tersebut dilakukan dengan metode
titrasi NaOH dengan HCl dan diilakukan dengan membandingkan 2 perlakuan.
Disediakan 6 buah botol selai yang diisi dengan NaOH. Kacang hijau ditimbang
sebanyak 5 gr, kemudian dibungkus menggunakan kain kasa lalu dimasukkan pada tiap
botol selai dengan keadaan menggantung dan botol selai dibungkus dengan aluminium
foil. Setelahnya dilakukan perlakuan yang berbeda dimana 3 botol selai dimasukkan
dalam oven dengan suhu 40C, 3 botol lainnya dibiarkan pada suhu ruang selama 24
jam. Setelah itu NaOH pada tiga botol diambil 2 ml dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer dengan ditambah 3 tetes indikator PP dan larutan BaCl 2. Dan terakhir
dititrasi dengan HCl hingga larutan berubah menjadi merah muda. Selanjutnya dihitung
kadar CO2 nya.
Dalam oven (40C) rata-rata memerlukan volume HCl sebanyak 8,93 ml dan
kadar CO2 yang dikeluarkan berdasarkan perhitungan rumus yaitu sebesar 178,67 mg/L.
Untuk perlakuan pada suhu ruang (25C) rata-rata memerlukan volume HCl sebanyak
18,35 ml dan kadar CO2 yang dikeluarkan sebesar 244,67 mg/L. Berdasarkan data hasil
pengamatan tersebut maka dapat diketahui bahwa laju respirasi dipengaruhi oleh suhu,
oksigen dan kadar CO2. Sehingga dari semua faktor tersebut dapat disimpulkan laju
respirasi tanaman pada suhu ruang lebih tinggi daripada tanaman pada suhu oven.
Kata Kunci :. CO2, Oksigen, Phaseolus radiatus, Respirasi, Suhu, Suhu Oven, Suhu
Ruang.

PENDAHULUAN

Respirasi adalah salah satu proses penting pada setiap mahkluk hidup yang
menghasilkan suatu energi. Laju respirasi dapat menggambarkan tingkat kegiatan
metabolisme dalam suatu tanaman. Respirasi berasal dari kata latin yaitu respirare yang
berarti bernafas. Reaksi respirasi merupakan reaksi katabolisme yang memecah
molekul-molekul gula menjadi molekul anorganik berupa CO2 dan H2O (Salisbury &
Ross, 1995).
Fotosintesis menyediakan molekul organik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan
mahluk hidup lainnya. Fotosintesis juga terjadi proses metabolisme lain yang disebut
respirasi. Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik
menjadi senyawa anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang
terjadi didalam sel dan berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi
aerob diperlukan oksigen dan dihasilkan karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam
respirasi anaerob dimana oksigen tidak atau kurang tersedia dan dihasilkan senyawa
selain karbondiokasida, seperti alkohol, asetaldehida atau asam asetat dan sedikit energi
(Lovelles, 1997).
Bahan organik yang dioksidasi adalah glukosa (C6H12O6) maka persamaan reaksi
dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6 + 6 O2
6CO2 + 6H2O + Energi (Krisdianto, 2005).
Respirasi adalah suatu proses pengambilan O2 untuk memecah senyawasenyawa organik menjadi CO2, H2O dan energi . Respirasi dan metabolisme karbon
yang terkait di dalamnya melepas energi yang tersimpan di dalam senyawa karbon
dengan cara yang terkontrol untuk digunakan oleh sel. Pada waktu yang bersamaan,
respirasi menghasilkan banyak senyawa karbon yang dibutuhkan sebagai prekursor
untuk biosintesis senyawa organik lainnya. Respirasi aerob merupakan proses yang
umum terjadi dalam hampir semua organisme eukariot, dan secara umum proses
respirasi di dalam tumbuhan mirip dengan apa yang dijumpai di dalam hewan dan
eukoriot tingkat rendah, tetapi beberapa aspek khusus dari respirasi tumbuhan
membedakannya dari respirasi hewan. Respirasi aerob adalah proses biologi yang
memobilisasi dan mengoksidasi molekul organik secara terkontrol. Selama respirasi,
energi bebas dilepas dan disimpan sementara dalam bentuk ATP yang siap digunakan
untuk aktifitas sel dan perkembangan tumbuhan (Tjitrosomo, 1987).
Proses respirasi diawali dengan adanya penangkapan O2 dari lingkungan.
Oksigen yang digunakan dalam respirasi masuk ke dalam setiap sel tumbuhan dengan
jalan difusi melalui ruang antar sel, dinding sel, sitoplasma dan membran sel. Demikian

juga halnya dengan CO2 yang dihasilkan respirasi akan berdifusi ke luar sel dan masuk
ke dalam ruang antar sel. Sedangkan untuk menghitung respirasi dapat menggunakan
koefisian respirasi (KR), yaitu perbandingan CO2 dengan O2 (Kamariyani, 1984).
Perbedaan antara jumlah CO2 yang dilepaskan dan jumlah O2 yang digunakan
biasa dikenal dengan Respiratory Ratio atau Respiratory Quotient dan disingkat RQ.
Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan sempurna atau
tidaknya proses respirasi tersebut dengan kondisi lainnya (Simbolon, 1989).
Substrat respirasi meliputi senyawa karbohidrat, glukosa, fruktosa, sukrosa, pati,
lipid, asam-asam organik, dan protein. Proses respirasi yang dominan terjadi pada
bagian tumbuhan yang sedang aktif tumbuh dan melakukan metabolisme, yaitu: tunas,
biji yang berkecambah, ujung tunas, ujung akar, serta kuncup bunga.

Hubungan

respirasi dengan lintasan metabolisme lain di dalam tumbuhan dapat dilihat melalui
glikolisis, lintasan pentosa fosfat, serta siklus asam sitrat (Achmad, 2010).
Menurut Pendall et al (2004), ketersediaan CO2, suhu, dan interaksinya
berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap siklus C di dalam tanah.
Ketersediaan CO2 secara langsung memacu proses respirasi sebagai bahan dasar.
Meningkatnya suhu secara langsung memacu proses dekomposisi dengan mempercepat
aktivitas enzim dan reaksi-reaksi kimia. Peningkatan CO2 secara tidak langsung
mempengaruhi kecepatan dekomposisi.
Kecambah melakukan pernapasan untuk mendapatkan energi yang dilakukan
dengan melibatkan gas oksigen (O2) sebagai bahan yang diserap atau diperlukan dan
menghasilkan gas karbondioksida (CO2), air (H2O) dan sejumlah energi (Putra, 2010).
Oksigen sangat penting dalam perkembangan kecambah, karena kecambah
melakukan respirasi aerob untuk memecahkan cadangan makanan dalam endosperma
yang kaya akan lemak. Cadangan makanan yang digunakan dalam respirasi ini,
berfungsi sebagai substrat yang dapat menghasilkan energi dalam menyokong proses
pembelahan sel dan metabolisme sel lainnya (tahap awal pertumbuhan) (Achmad,
2010).
Temperatur merupakan salah satu factor yang dapat mempengaruhi produksi
CO2 yang akan menyebabkan peningkatan produksi CO2, sejalan dengan meningkatnya
suhu. CO2 merupakan salah satu hasil atau produk dari respirasi. Respirasi dan
fotosintesis sangat berpengaruh dengan temperatur. Sedikit perubahan temperatur akan
mempengaruhi laju fotosintesis dan respirasi. Beberapa jenis tanaman mengalami ini,

temperatur akan mempengaruhi fotosintesis yang juga akan mempengaruhi laju


respirasi atau sebaliknya (Atkin, 2007).
Faktor yang mempengaruhi laju respirasi ada dua, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal meliputi tingkat perkembangan, susunan kimia
jaringan, ukuran produk, pelapis alami dan jenis jaringan. Sedangkan faktor eksternal
meliputi suhu, gas etilen, ketersediaan O2 dan CO2. Laju respirasi menentukan daya
tahan produk yang disimpan sehingga produk yang laju respirasinya rendah umumnya
disimpan lebih lama dalam kondisi yang baik. Respirasi pada tumbuhan ditandai oleh
penurunan konsentrasi gas O2 dan peningkatan konsentrasi CO2 dalam chamber (Wills
et al., 1981).
Berbagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi laju respirasi, diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Ketersediaan substrat
Respirai bergantung pada ketersediaan substrat. Tumbuhan yang kandungan pati,
fruktan, atau gulanya rendah, melakukan respirasi pada laju yang rendah. Tumbuhan
yang banyak gula sering melakukan respirasi lebih cepat bila gula disediakan. Bahkan
laju respirasi daun sering lebih cepat setelah matahari tenggelam, saat kandungan gula
tinggi dibandingkan dengan ketika matahari terbit, saat kandungan gulanya lebih rendah
(Salisbury & Ross, 1995).
2. Ketersediaan oksigen
Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya
pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ
pada tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak
mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk
berespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang tersedia di udara (Yasa, 2009).
3. Suhu
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor
Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu
sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies. Bagi sebagian
besar bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q10 respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5
pada suhu antara 5 dan 25C. Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30 atau 35C, laju
respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q10 mulai menurun (Salisbury & Ross,
1995).
4. Jenis dan Umur Tumbuhan

Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolisme, dengan


demikian kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-masing
spesies. Tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding
tumbuhan yang tua. Demikian pula pada organ tumbuhan yang sedang dalam masa
pertumbuhan (Yasa, 2009).
Pengukuran CO2 secara sederhana dapat dilakukan dengan metode titrasi asam
basa. CO2 yang dihasilkan ditangkap oleh KOH sehingga akan terbentuk K2CO3 yang
kemudian dititrasi dengan HCl dengan indikator penolptalein (pp) dan metil oranye
(mo), reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
1. Perubahan warna menjadi tidak berwarna (dengan indikator pp)
K2CO3 + HCl KCl + KHCO32.
2. Perubahan warna kuning menjadi pink (dengan indikator mo)
KHCO3 + HCl KCl + H2O + CO2 (Handayani, 2009).
Tingkat CO2 meningkat, pertumbuhan tanaman. dan hasil pertanian akan
meningkat sebagai akibat dari peningkatan tingkat fotosintesis dan peningkatan efisiensi
penggunaan air. Peningkatan kadar peningkatan pertumbuhan tanaman CO2 pada
tumbuhan C3 seperti kapas (Gossypium hirsutum L.) dan kedelai dengan meningkatkan
luas daun dan fotosintesis per satuan luas daun, sedangkan pada tanaman C4 seperti
jagung (Zea mays L.) dan sorgum, peningkatan pertumbuhan adalah hasil menurunkan
konduktansi stomata dan peningkatan efisiensi penggunaan air (Reeves, 1994).
Pada praktikum ini akan dilakukan yaitu untuk mengetahui perbedaan laju
respirasi kecambah kacang hijau (Phaseolus radiatus) pada dua suhu yang berbeda.
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menetapkan laju respirasi kecambah kacang
hijau berdasarkan kadar CO2 yang dikeluarkannya pada suhu yang berbeda tersebut.
Dan permasalahan yang terdapat yaitu apakah terjadi perbedaan laju respirasi kecambah
kacang hijau dan kadar CO2 nya jika ditempatkan pada dua suhu yang berbeda?
METODOLOGI
Praktikum ini dilakukan pada hari Kamis-Jumat tanggal 24-25 April 2014 pukul
08.00 sampai dengan pukul 11.00 WIB di Laboratorium Pendidikan Biologi FKIP
Universitas Tanjungpura. Dalam praktikum ini diperlukan alat-alat antar lain
erlenmeyer, gelas kimia, oven, neraca analitik, botol selai, buret dan pipet tetes.
Sedangkan bahan yang digunakan antara lain yaitu kecambah kacang hijau (Phaseolus

radiatus), alumunium foil, NaOH 10 M, HCl 1 M, BaCl 0,2 M dan indikator


penolphtalein.
Pertama, hal yang dilakukan adalah memasukkan NaOH 10 M sebanyak 10 ml
ke dalam botol selai sebanyak 6 buah. Selanjutnya menimbang 5 gr kecambah kacang
hijau dan kemudian dibungkus dengan kain kasa lalu dimasukkan ke dalam masingmasing botol selai dengan keadaan menggantung (jangan terkena NaOH) selanjutnya
membungkus botol dengan aluminium foil dan menutupnya dengan tutup botol selai.
Lalu kemudian memasukkan 2 botol selai dalam oven dengan suhu 40 C dan
meletakkan 2 botol lainnya pada suhu ruang selama 24 jam. Kemudian setelah 24 jam
diambil 2 ml NaOH pada masing-masing botol selai lalu memasukkannya ke dalam
erlenmeyer dan kemudian praktikan menambah 3 tetes indikator PP dan larutan BaCl2
0,2 M sebanyak 0,5 ml kedalamnya. Langkah selanjutnya praktikan menitrasi dengan
HCl 1 M sampai larutan berubah warna menjadi pink (merah muda). Dan terakhir
menghitung kadar CO2 dengan rumus berikut:
1000 X Volume titran HCl X Mr sampel( NaOH )
1000 X Volume sampel( NaOH )

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 1. Hasil Pengamatan Kadar CO 2 Kecambah Kacang Hijau (Phaseolus radiatus)
dengan Titrasi
No

Perlakuan

.
1.

Suhu ruang 25oC

2.

Rata-rata
Dalam oven 40oC
Rata-rata

Volume HCl (ml)


Ruang 1 : 11,5
Ruang 2 : 13,7
Ruang 3 : 11,5
18,35
Oven 1 : 8
Oven 2 : 7,5
Oven 3 : 11,3
8,93

Kadar CO2 (mg/l)


Ruang 1 : 230
Ruang 2 : 274
Ruang 3 : 230
244,67
Oven 1 : 160
Oven 2 : 150
Oven 3 : 226
178,67

Pada praktikum ini digunakan bahan berupa kecambah kacang hijau (Phaseolus
radiatus) untuk menetapkan laju respirasi yang dapat dilihat dari banyaknya kadar CO2.
Kadar CO2 tersebut dapat diketahui dari hasil titrasi sampel (NaOH) dengan
menggunakan HCl. Semakin banyak CO2 yang dihasilkan, maka semakin banyak pula
HCl yang digunakan untuk titrasi, yang menunjukkan laju respirasi dari kecambah
tersebut. NaOH di sini berperan untuk mengikat CO2. Fungsi penambahan indikator PP
yaitu untuk mengetahui terjadinya suatu titik ekivalen dalam proses penitrasian dengan
terjadinya perubahan warna pada larutan. Indikator PP dengan range pH 8,0 9,6
merupakan indikator yang baik untuk larutan basa dimana indikator ini akan merubah
warna larutan dari bening menjadi merah muda akibat dari perubahan pH larutan pada
saat penitrasian.
Dari hasil titrasi dapat diketahui bahwa kadar CO 2 pada kecambah yang diberi
perlakuan dengan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 40oC selama 24 jam
menghasilkan lebih sedikit CO2 yaitu sebanyak 174,67 mg/L dibanding kadar CO 2 yang
dihasilkan oleh kecambah yang diberi perlakuan diletakkan pada suhu ruang yaitu
dengan suhu 25oC sebanyak 244,67 mg/L.
Untuk perlakuan dalam oven (40C) pada ketiga botol memiliki rata-rata
memerlukan volume HCl sebanyak 8,93 ml untuk mengubah larutan menjadi berwarna
merah muda sedangkan kadar CO2 yang dikeluarkan berdasarkan perhitungan rumus
memiliki rata-rata yaitu sebesar 178,67 mg/L.
Untuk perlakuan pada suhu ruang (25C) pada ketiga botol memiliki rata-rata
memerlukan volume HCl sebanyak 18,35 ml dan kadar CO 2 yang dikeluarkan sebesar
244,67 mg/L.
Berdasarkan data hasil pengamatan tersebut maka dapat diketahui bahwa laju
respirasi dipengaruhi oleh suhu, oksigen dan kadar CO2. Bagi sebagian besar bagian
tumbuhan dan spesies tumbuhan Q10 respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5 pada suhu antara
5 dan 25C. Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30 atau 35C, laju respirasi tetap
meningkat, tapi lebih lambat, jadi tumbuhan Q10 mulai menurun (Salisbury, 1995).
Hal tersebut sesuai dengan hasil pengamatan yakni dalam pengamatan laju
respirasi kecambah kacang hijau lebih cepat pada suhu ruang (25C) karena memang
pada suhu tersebut laju respirasi berlangsung dengan cepat. Sedangkan pada oven yang
suhunya makin meningkat maka laju respirasi akan menjadi menurun yang disebabkan
oleh enzim yang mengalami denaturasi akibat pemanasan. Hal tersebut akan
memperlambat proses metabolisme yang terjadi. Selain itu kecambah yang terletak

dalam oven juga mengalami kesulitan dalam menangkap oksigen karena berada dalam
ruangan yang gelap dan tertutup. Berbeda halnya dengan kecambah yang ditaruh di
ruangan terbuka. Padahal ketersediaan oksigen juga mempengaruhi laju respirasi.
Oksigen sangat penting dalam perkembangan kecambah, karena kecambah melakukan
respirasi aerob untuk memecahkan cadangan makanan dalam endosperma yang kaya
akan lemak. Cadangan makanan yang digunakan dalam respirasi ini, berfungsi sebagai
substrat yang dapat menghasilkan energi dalam menyokong proses pembelahan sel dan
metabolisme sel lainnya (tahap awal pertumbuhan) (Achmad, 2010).
Kadar CO2 pada pengamatan kecambah dalam oven dikeluarkan hanya sedikit
karena tidak diimbangi dengan persediaan oksigen, dan sebaliknya hal terjadi pada
kecambah yang diamati pada suhu ruang yang memiliki kadar CO2 lebih banyak.
.
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan yang telah dibahas sesuai teori dapat disimpulkan bahwa
laju respirasi suatu tumbuhan dipengaruhi faktor suhu yang berhubungan dengan
denaturasi enzim, persediaan oksigen untuk proses metabolisme tumbuhan dan kadar
CO2 yang dikeluarkan ketika tumbuhan mengalami respirasi. Jika suhu terlalu tinggi
akan menyebabkan enzim pertumbuhan terdenaturasi sehingga pertumbuhan terhambat.
Oksigen sangat diperlukan dalam proses metabolisme. Pada suhu ruang, oksigen mudah
ditemukan dibanding di dalam oven yang tertutup dan tidak ada cahaya. Karena oksigen
sedikit pada oven yang menyebabkan kadar CO2 juga sedikit keluar dari tanaman.
Sehingga dari semua faktor tersebut dapat disimpulkan laju respirasi tanaman pada suhu
ruang lebih tinggi daripada disuhu oven.
SARAN
Kalau bisa tanaman yang dipakai sebagai bahan percobaan harusnya diganti
dengan tumbuhan lain.

DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Balie. 2010. Penetapan Kuosien Respirasi Jaringan Tumbuhan. (online)
http://arcturusarancione.wordpress.com/2010/06/28/penetapan-kuosienrespirasi-jaringan-tumbuhan/. Diakses tanggal 7 Mei 2014.
Atkin. 2006. Respiration as a percentage of daily photosynthesis in whole plants is
homeostatic at moderate, but not high, growth temperatures. Journal
Compilation 368.
Handayani, Etik Puji. 2009. Carbon dioxide (CO2) and Methane (CH4) emission on
Oil Palm Peatland with various peat thickness and plant age. (Bogor) Hal 115.
Kamariyani. 1984. Fisologi Pasca Panen. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Krisdianto, dkk. 2005. Penuntun Praktikum Biologi Umum. Banjarbaru: FMIPA
Universitas Lambung Mangkurat.
Lovelles. A. R. 1997. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik.
Jakarta: PT Gramedia.
Pendall E, et al. 2004. Research review Below-ground process responses to
elevated CO2 and temperature: a discussion of observations, measurement
methods, and models. New Phytologist, Vol 162: 311-322.
Putra, Issanto. 2010. Penetapan Kuosien Jaringan Tumbuhan. (online)
http://4thena.wordpress.com/category/fisiologi-tumbuhan/. diakses tanggal 7
Mei 2014.
Reeves. 1994. Elevated Atmospheric Carbondioxide Effect On Sorghum and Soybean
Nutrient Status. Journal Of Plant Nutrition. 17:11.
Salisbury, Frank B. & Ross, Cleon W. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB.
Simbolon, Hubu. 1989. Biologi Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Tjitrosomo.1987. Botani Umum 2. Bandung: Angkasa.
Wills RHH, Lee TH, Graham D, Glasson WBM, Hall EG. 1981. Postharvest. An
Introduction to the Physiology and Handling of Fruits and Vegetables.
Kensington, N.S.W. Australia: New South Wales University Press Limited.
Yasa, I Komang Jaya Santika. 2009. Respirasi Dipengaruhi oleh Beberapa Faktor.
(online) http://www.idonbiu.com. Diakses tanggal 7 Mei 2014.

LAMPIRAN

Ruang 1

Kadar CO2 =

1000 x V titran ( HCl ) x Mr sampel ( NaOH)


1000 x V sampel(NaOH )

1000 x 11,5 ml x 40
1000 x 2ml

1000 x V titran ( HCl ) x Mr sampel ( NaOH)


1000 x V sampel(NaOH )

1000 x 13,7 ml x 40
1000 x 2 ml

1000 x V titran ( HCl ) x Mr sampel ( NaOH)


1000 x V sampel(NaOH )

1000 x 11,5 ml x 40
1000 x 2ml

1000 x V titran ( HCl ) x Mr sampel ( NaOH)


1000 x V sampel(NaOH )

1000 x 8 ml x 40
1000 x 2 ml

1000 x V titran ( HCl ) x Mr sampel ( NaOH)


1000 x V sampel(NaOH )

1000 x 7,5 ml x 40
1000 x 2 ml

1000 x 11,3 ml x 40
1000 x 2ml

230
Ruang 2
Kadar CO2 =

274
Ruang 3
Kadar CO2 =

230
Oven 1
Kadar CO2 =

160
Oven 2
Kadar CO2 =

150
Oven 3
Kadar CO2 =

226

1000 x V titran ( HCl ) x Mr sampel ( NaOH)


1000 x V sampel(NaOH )

Anda mungkin juga menyukai