Anda di halaman 1dari 21

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perdarahan dalam kehamilan muda
Perdarahan merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi dalam
kehamilan. Perdarahan terjadi saat kehamilan muda dan saat usia kehamilan
mencapai trimester III yang disebut dengan perdarahan antepartum. Sedangkan
untuk perdarahan pada kehamilan muda didefinisikan dengan berbagai istilah
sesuai dengan batasan-batasannya. Perdarahan akan mengakibatkan kegagalan
dalam suatu kehamilan.3
Abortus merupakan suatu keadaan dimana terjadinya pengeluaran hasil
konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat hasil konsepsi
kurang dari 500 gram. Abortus merupakan komplikasi paling sering dari
kehamilan dan dapat menjadi stress emosional bagi pasangan yang mengharapkan
anak. Pada kehamilan yang secara klinis diketahui, angka gagalnya kehamilan
sebesar 15% untuk usia gestasi 20 minggu dihitung dari haid pertama haid
terakhir. Blighted ovum dianggap merupakan kejadian kromosomal random yang
terjadi pada sekitar 1:5 hingga 1:10 kasus abortus. 1,3,4
2.2 Definisi Anemrionic Pregnancy
Anembrionic pregnancy (blighted ovum) merupakan salah satu jenis
keguguran yang terjadi pada awal kehamilan. Hal tersebut terjadi ketika telur yang
dibuahi berhasil melekat pada dinding rahim, tetapi tidak berisi embrio, hanya
terbentuk plasenta dan kulit ketuban yang ditandai dengan adanya kantung gestasi.
Kegagalan telur biasanya terjadi saat usia 6 minggu, sehingga dapat diabsorbsi
kembali oleh uterus. Kasus ini terjadi ditandai dengan ancaman keguguran atau
abortus sebelumnya.1,3,4
Pada saat konsepsi, sel telur (ovum) yang matang bertemu sperma.
Perkembangan kehamilan dimulai dengan tumbuhnya villi korionik pada
permukaan luar blastokista dan berimplantasi ke dinding rahim. Villi
memproduksi gonadotropin yang merangsang pituitary melepaskan lutenizing
hormone (LH), yang berperan memicu corpus luteum di ovarium membentuk
progesterone dalam jumlah banyak. Normalnya, pada tingkat ini, massa inner cell

mulai membelah dan berdiferensiasi menjadi organ-organ. Sekitar usia 6 minggu,


fetus mulai mengembangkan sirkulasinya, dan setelah 8 minggu villi chorialis
mengatur sirkulasi dan membentuk plasenta. Namun pada blighted ovum, kantung
amnion tidak berisi fetus yang disebabkan berbagai faktor maka sel telur yang
telah dibuahi sperma tidak dapat berkembang sempurna, dan hanya terbentuk
plasenta yang berisi cairan. Meskipun demikian plasenta tersebut tetap tertanam di
dalam

rahim.

Plasenta

menghasilkan

hormon

hCG

(human

chorionic

gonadotropin) dimana hormon ini akan memberikan sinyal pada indung telur
(ovarium) dan otak sebagai pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil konsepsi di
dalam rahim. Hormon hCG yang menyebabkan munculnya gejala-gejala
kehamilan seperti mual, muntah, dan menyebabkan tes kehamilan menjadi
positif.2,3,4,5
2.3

Etiologi
Sekitar 60% blighted ovum disebabkan kelainan kromosom dalam proses

pembuahan sel telur dan sperma. Infeksi TORCH, rubella dan streptokokus,
penyakit kencing manis (diabetes mellitus) yang tidak terkontrol, rendahnya kadar
beta-hCG serta faktor imunologis seperti adanya antibodi terhadap janin juga
dapat menyebabkan blighted ovum. Risiko juga meningkat bila usia suami atau
istri semakin tua karena kualitas sperma atau ovum menjadi turun. Teori lain
menunjukkan bahwa blighted ovum disebabkan sel telur yang normal dibuahi
sperma yang abnormal. Penyebab terjadinya blighted ovum ini sulit dipisahkan
dengan penyebab abortus pada umumnya, karena faktor-faktor penyebab gagalnya
perkembangan hasil konsepsi ini dapat mengarah ke gagalnya mempertahankan
kehamilan.3,4,5
A.

Faktor Genetik
Abnormalitas kromosom orang tua dan beberapa faktor imunologi
berhubungan dengan blighted ovum dan abortus secara umum telah diteliti. Pada
tahun 1981 Granat dkk mendeskripsikan adanya translokasi 22/22 pada pria yang
istrinya mengalami 6 kali abortus secara berurutan,. Pada tahun 1990, Smith dan
Gaha menemukan insiden yang cukup besar dari carrier translokasi kromosom
pada suatu penelitian terhadap keluarga abortus habitualis dan didapatkan 15

balanced reciprocal translocations dan 9 fusi robertsonian pada populasi ini.


Kelainan kromosom yang paling banyak menyebabkan abortus habitualis adalah
balanced translocation yang menyebabkan konsepsi trisomi. Kelainan struktural
kromosom yang lain adalah mosaicism, single gene disorder dan inverse dapat
menyebabkan abortus habitualis. Single gene disorder dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan yang seksama terhadap riwayat keluarga atau dengan
mengidentifikasi pola dari kelainan yang dikenal dengan pola keturunan.2,3,4,5,6
B.

Kelainan Anatomi
Kelainan anatomi mungkin berupa kelainan kongenital atau kelainan yang
didapat. Kelainan kongenital termasuk fusi duktus Mulleri yang inkomplit atau
defek resorpsi septum, paparan diethylstilbestrol (DES) dan kelainan servik
uterus. Wanitawanita dengan septum intrauterin memiliki risiko abortus spontan
sebesar 60%, kebanyakan abortus pada trimester dua, tetapi dapat juga terjadi
pada trimester pertama. Apabila embrio berimplantasi pada septum karena
endometrium pada septum berkembang buruk dapat menyebabkan kelainan
plasenta. Pada paparan diethylstilbestrol (DES) intra uterine dapat menyebabkan
kelainan uterus, yang paling sering adalah hipoplasia yang dapat menyebabkan
abortus pada trimester pertama dan kedua, serviks inkompeten dan persalinan
prematurus. Kelainan anatomi

didapat yang potensial menyebabkan abortus

seperti adhesi intra uterine (Sindroma Asherman) yang disebabkan oleh kuretase
endometrium atau evakuasi hasil konsepsi yang terperangkap terlalu dalam dan
berulang, leiomioma yang mempengaruhi arah dari kavum uteri dan
endometriosis. Hubungan keadaan ini dengan adanya keguguran berulang secara
teori ialah bahwa pada kasus adesi dan leiomioma terjadi adanya gangguan suplai
darah, sementara pada endometriosis berhubungan dengan faktor imunologi.2,5
C.

Kelainan Hormonal
Faktorfaktor endokrinologi yang berhubungan dengan abortus dan blighted
ovum termasuk insufisiensi fase luteal dengan atau tanpa kelainan dimana
luteinizing hormone (LH) hipersekresi, diabetes mellitus, dan penyakit tiroid.
Perkembangan pada kehamilan awal tergantung pada produksi estrogen yang
dihasilkan oleh korpus luteum sampai kecukupannya terpenuhi diproduksi oleh

perkembangan trofoblast, yang terjadi pada usia kehamilan 79 minggu. Abortus


spontan terjadi pada kehamilan kurang dari 10 minggu jika korpus luteum gagal
untuk memproduksi progesteron yang cukup, adanya gangguan distribusi
progesteron ke uterus, atau bila pemakaian hormon progesteron pada
endometrium dan desidua terganggu.

Keguguran juga dapat terjadi apabila

trofoblas tidak dapat menghasilkan progesteron yang seharusnya menggantikan


progesteron dari korpus luteum ketika korpus luteum menghilang.2,5,6,7
Sekresi LH yang abnormal juga memiliki akibat langsung pada
perkembangan

oosit,

menyebabkan penuaan yang prematur, dan pada

endometrium menyebabkan maturasi yang tidak sinkron. Dipihak lain, sekresi


luteinizing hormone yang abnormal dapat menimbulkan keguguran secara tidak
langsung dengan cara meningkatkan kadar hormon testosteron.

Keadaan

gangguan sekresi luteinizing hormone biasanya berhubungan dengan adanya


polikistik ovarium.4,5,6,7
Mekanisme yang mungkin menyebabkan terjadinya keguguran pada
penderita diabetes mellitus ialah gangguan aliran darah pada uterus terutama
sekali pada kasus-kasus dengan diabetes mellitus tahap lanjut. 4,5,6,8
Hipotiroid merupakan gangguan endokrin lain yang dihubungkan dengan
adanya abortus berulang, terutama sekali sebagai akibat disfungsi korpus luteum
dan ovulasi yang sering menyertai penyakit tiroid.
dihubungkan dengan abortus berulang.

Antitiroid antibodi juga

Karena pada awal kehamilan tubuh

membutuhkan kadar hormon tiroid yang lebih tinggi, adanya antitiroid antibodi
dapat menjadi suatu petanda bagi seseorang untuk terjadi peningkatan risiko
terjadinya abnormalitas tiroid yang dapat berakhir pada keguguran. Kelainankelainan regulasi hormonal tersebut juga mampu menyebabkan kegagalan
perkembangan atau pembentukan janin.4,5,6,9
D.

Infeksi Saluran Reproduksi


Walaupun keguguran telah dihubungkan dengan organisme seperti
Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Chlamydia trachomatis, dan
Toxoplasma gondii, namun tidak ada hubungan yang meyakinkan dengan abortus
berulang. Adanya organisme tersebut pada saat terjadinya keguguran tidak dapat

dianggap sebagai bukti organisme tersebut sebagai penyebab dari keguguran.


Organisme-organisme tersebut dapat menjadi penyebab keguguran apabila4,5,9:

Telah ada dalam waktu yang lama tanpa menimbulkan gejala pada ibu
secara nyata sehingga keadaan ini menjadi tidak terdiagnosis dan tidak diobati

Memiliki jalur untuk masuk ke lingkungan intrauteri sehingga


menginfeksi jaringan fetus dan/atau menstimulasi terjadinya proses radang.
Terdapat bukti bahwa vaginosis bakterialis berhubungan dengan keguguran
dan juga menjadi faktor risiko terjadinya persalinan preterm. Bakterial vaginosis
disebabkan karena terganggunya flora normal dari vagina. Terjadi pertumbuhan
berlebih dari bakteri anaerob dan lactobacilli yang normal tidak ada atau tidak
banyak terdapat.

Tidak didapatkan adanya hubungan yang nyata dengan

keguguran dan hubungan ini masih perlu dibuktikan.

Terdapat teori yang

menyatakan bahwa keguguran merupakan akibat dari aktifasi imunologi sebagai


respon dari adanya organisme patologis.4,5,9
E.

Imunologik
Respon imunologi diatur oleh gen-gen dari major histocompability complex
(MHC) yang berlokasi pada kromosom G. Antigen MHC golongan I (human
leucocyte antigens (HLA)-A, HLA-B dan HLA-C) dan antigen MHC golongan II
(HLA-DF, HLA-DP dan HLA-DQ) menentukan kompatibilitas imunologik
jaringan. Golongan I antigen MHC penting utnuk mengenali struktur dalam
menolak respon mediator dengan limposit T sitotoksik.8,9,10
Golongan II antigen MHC menunjukkan antigen untuk limposit T dan
memulai imunitas. Golongan II gen-gen MHC desebut gen-gen respon imun,
secara genetik diatur dan dipercaya untuk menyebabkan penyakit. Akhir-akhir ini,
antigen golongan I MHC nonclassical truncated yang dikenal HLA-G telah
dipaparkan dalam sitotrofoblas manusia dan sel trofoblas JEG-3, tatapi
kemaknaan HLA-G masih spekulasi karena ia merupakan trofoblas yang unik dan
ada hipotasis yang mengatakan bahwa HLA-G penting untuk gestasi yang berhasil
dan respon terhadap HLA-G yang menyimpang akan mengakibatkan abortus.
Faktor-faktor imunologi terbagi dua, yaitu:2,9,10,11
1. Kelainan imunitas seluler

Endometrium dan desisua manusia penuh dengan sel-sel imun dan inflamasi
yang mampu mensekresi sitokin. Respon imun seluler T helper 1 yang abnormal
melibatkan sitokin interferon- (IFN-) dan tumor nekrosis factor (TNF)
merupakan hipotesis yang paling sering dikemukakan untuk kegagalan imunologi
reproduksi. Hipotesis ini menyatakan bahwa konseptur merupakan target local
dan respon cell mediate imun yang akan menyebabkan abortus. Pada wanitawanita yang mengalami abortus, antigen trofoblas mengaktivasi makrofag dan
limfosit, mengakibatkan respon imun seluler oleh sitokin T helper 1, IFN- dan
TNF yang ditunjukkan dengan menghambat pertumbuhan embrio in vitro dan
perkembangan serta fungsi dari trofoblast. Kadar TNF dan interleukin 2 yang
tinggi didapatkan di serum perifer pada wanita-wanita yang mengalami abortus
dibandingkan dengan wanita hamil normal, tetapi mekanisme dari hubungan ini
belum dapat dijelaskan.2,4,5,9,10
Mekanisme imun seluler lain yang berperan dalam abortus seperti
defisiensi sel supresor dan aktivasi makrofag berhubungan dengan kematian janin,
meskipun mekanismenya belum bisa dipaparkan. Ekspresi antigen golongan II
MHC yang abnormal atau ekspresi Golingan I MHC yang tinggi

pada

sitotrofoblas menimbulkan respon dari IFN- yang mengakibatkan abortus melalui


serangan sitotoksik sel T yang tinggi.2,4,9,10
2. Kelainan imunitas humoral
Antifosfolipid antibodi adalah autoantibodi yang ditujukan melawan
fosfolipid yang bermuatan negatif, yang merupakan komponen esensial dari
membran sel yang memiliki peranan penting dalam fusi sel-membran sel.
Antifosfolipid antibodi termasuk juga lupus antikoagulan (walaupun tidak
terdapat sistemik lupus eritematosus) dan antibodi terhadap kardiolipin dan
phospatydilgliserin.

Secara klinis antifosfolipid antibodi dihubungkan dengan

trombositopenia, trombosis dan keguguran berulang. Juga dihubungkan sebagai


penyebab dari komplikasi kehamilan yang lain apabila kehamilan berlanjut hingga
trimester ketiga, seperti persalinan prematur, ketuban pecah sebelum waktunya,
kematian janin dalam rahim, pertumbuhan janin terhambat dan juga preeklampsia.
Uteroplasental trombosis dianggap sebagai penyebab utama dari berakhirnya
kehamilan.4,5,6,7

Lupus antikoagulan menyebabkan tes koagulasi yang bergantung dengan


phospholipid seperti activated partial thromboplastin time (APTT) menjadi
memanjang dan dan tetap demikian walaupun telah ditambah dengan plasma yang
normal. Anti kardiolipin IgG atau IgM dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan
ELISA.

Hasil pemeriksaan yang positif sebaiknya dulangi kembali setelah

beberapa minggu untuk memastikan kebenaran hasil positif ini. 2,4,5,9


Prevalensi dari antifosfolipid antibodi ini pada populasi antenatal secara
umum adalah sekitar 2% dibandingkan dengan ibu-ibu yang mengalami
keguguran berulang yaitu sekitar 15%. Tingkat keberhasilan kehamilan pada
keadaan yang tidak diobati ialah sekitar 10-15% dan keguguran berulang
seringkali merupakan manifestasi awal penyakit. Mekanisme untuk terjadinya
keguguran akibat dari antifosfolipid antibodi adalah peningkatan tromboksan dan
penurunan sintesis prostasiklin sehingga menimbulkan adesi platelet pada
pembuluh darah di plasenta.4,5
Keadaan immunologik lain yang mungkin juga menyebabkan terjadinya
keguguran ialah antibodi antisperma, antibodi antitrofoblas, dan defisiensi
blocking antibody. Namun keadaan ini masih belum dapat dibuktikan. 4,5,9,10
F. Faktor Lain
Faktor lain yang berhubungan dengan keguguran berulang termasuk juga
zat-zat racun pada lingkungan, terutama logam berat dan paparan yang lama
terhadap pelarut organik, obat-obatan seperti antiprogestogen, obat antineoplasma,
anestesi, nikotin dan alkohol, demikian juga radiasi. Latihan yang berat juga
belum dapat dibuktikan secara pasti menyebabkan terjadinya keguguran berulang.
Koitus dihubungkan dengan adanya persalinan preterm tetapi untuk terjadinya
keguguran belum dapat dipastikan.10,11
2.4 Patofisiologi
Pada saat konsepsi, sel telur (ovum) yang matang bertemu sperma.
Namun akibat berbagai faktor maka sel telur yang telah dibuahi sperma tidak
dapat berkembang sempurna, dan hanya terbentuk plasenta yang berisi cairan.
Meskipun demikian plasenta tersebut tetap tertanam di dalam rahim. Plasenta
menghasilkan hormon HCG (human chorionic gonadotropin) dimana hormon ini

10

akan memberikan sinyal pada indung telur (ovarium)

dan

otak

sebagai

pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil konsepsi di dalam rahim. Hormon


HCG yang menyebabkan munculnya gejala-gejala kehamilan seperti mual,
muntah, ngidam dan menyebabkan tes kehamilan menjadi positif. Karena tes
kehamilan baik test pack maupun laboratorium pada umumnya mengukur kadar
hormon HCG (human chorionic gonadotropin) yang sering disebut juga sebagai
hormon kehamilan.4,5
2.5 Gejala Klinik
Blighted ovum adalah keadaan dimana seorang wanita merasa hamil tetapi
tidak ada bayi di dalam kandungan. Seorang wanita yang mengalaminya juga
merasakan gejala-gejala kehamilan seperti terlambat menstruasi, mual dan muntah
pada awal kehamilan (morning sickness), payudara mengeras, serta terjadi
pembesaran perut, bahkan saat dilakukan tes kehamilan baik planotest maupun
laboratorium hasilnya pun positif.2,3,4,5,9,10
Gejala penderita dengan blighted ovum menyerupai keguguran pada
umumnya. Keluhan antara lain berupa keluar bercak darah akibat berkurangya
kadar hormon, dan keluhan kehamilan akan berkurang. Jika mulai terjadi proses
keguguran atau sirkulasi fetus dan villi korialis mulai tidak stabil, sekitar usia 10
minggu, dapat terjadi perdarahan intermiten atau kontinu, yang diikuti nyeri dan
abortus komplit. Pada pemeriksaan dengan inspekulo, ostium uteri biasa tertutup
(yang didiagnosis dengan abortus imminens) atau terbuka (abortus inkomplit).5
Pada beberapa kasus, dapat terjadi resorpsi kehamilan kosong, sehingga
tanda-tanda hamil dapat menghilang dan akhirnya pada pemeriksaan, pasien
dianggap tidak hamil. Hal ini dapat membingungkan bagi penderita karena terjadi
perubahan dari kondisi hamil menjadi tidak hamil.10,11
2.6 Diagnosis
Blighted

ovum

dapat

segera

terdeteksi

segera

pada

pemeriksaan

ultrasonografi pada minggu 6, karena tidak tampaknya fetus. Pada usia 7 minggu
dipastikan tidak ada fetus. Pencitraan USG dapat dilakukan transabdominal
maupun transvaginal, namun cara yang kedua lebih akurat pada usia kehamilan
yang sangat dini.11,12

11

Pada usia 8 dan 9 minggu, jika perhitungan HPHT tepat, detak jantung bayi
atau pulsasi sudah dapat terdeteksi. Kantung gestasi mulai tampak pada
pertengahan minggu ke 4, dan yolk sac normalnya tampak pada minggu 5.
Sehingga, embrio dapat terlihat jelas mulai pertengahan minggu 5 pada
pemeriksaan USG tranvaginal.11,12

Gamb
ar 1. Gambaran USG Blighted Ovum Dibandingkan dengan Kehamilan Normal
Tidak ditemukan fetal pole, dengan kantung gestasi (ges sac) diameter lebih
dari 10 mm tanpa yolk sac, diameter 15 mm tanpa mudigah pada USG
transvaginal atau lebih dari 25 mm pada USG transabdominal. Sedangkan pada
gambar di sebelah kanan tampak gambaran hiperechoic berupa fetal pole di dalam
ges sac.11,12
Gambaran blighted ovum pada kasus uterus bikornu

Gambar 2. Blighted ovum pada uterus bicornu unicolis dikutip dari Williams
Gynecology3,12

12

Pemeriksaan kadar hormon pada kehamilan dapat juga membantu


pemeriksaan dimana beta-hCG dibentuk oleh plasenta. Normalnya, pada
pemeriksaan darah hormon ini dapat dideteksi pada hari 11 setelah konsepsi, dan
pada tes urin pada hari ke 12-14 hari. Produksi hormone ini akan menjadi 2 kali
lipat tiap 72 jam. Kadarnya akan mencapai jumlah tertinggi pada kehamilan usia
8-11 minggu lalu menurun. Jika penurunan kadar beta-hCG ini terjadi lebih dini,
dapat dicurigai terjadinya blighted ovum.12
2.6.1

Gambaran Histopatologi
Pada penelitian awal didapatkan adanya gambaran infark yang luas dan

nekrosis pada plasenta wanita yang mengalami abortus yang disebabkan


antifosfolipid antibodi. Berdasarkan dari penelitian ini dan adanya hubungan
antara antifosfolipid antibodi (aPL) dengan adanya trombosis plasenta pada
abortus habitualis, para penemu sepakat mengatakan bahwa adanya trombosis
pada plasenta menyebabkan infark dan menimbulkan kematian fetus. Pada
penelitian De Wolf dkk, didapatkan adanya gambaran vaskulopati desidua yang
nekrotik pada pasien dengan aPL. Ciri-cirinya adalah nekrosis fibrinoid, atherosis
pembuluh desidua (infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-sel dengan
sitoplasma yang jernih atau foamy cytoplasm) dan inti yang menebal. Ia juga
menemukan bukti adanya vaskulopati desidua pada suatu model murine dengan
kehamilan antifosfolipid. Pada penelitian ini didapatkan administrasi sistemik
pada fraksi IgG pada wanita dengan aPL menyebabkan abortus. Pada pemeriksaan
histologik didapatkan deposit IgG dan fibrin di dalam atau disekeliling
desidua.10,11
Pada penelitian kasus-kontrol yang lain didapatkan mengenai hubungan
antara patologi plasenta dan aPL dan didapatkan bahwa 47 kehamilan
menghasilkan janin mati. Plasenta dari wanita yang menderita aPL memiliki
plasenta yang lebih fibrosis, villi hipovaskular, trombosis dan membran yang
infark dan sedikit memiliki vaskulosinsitial dibandingkan dengan wanita tanpa
aPL. Kenyataannya pada wanita dengan aPL didapatkan plasentanya trombosis
atau infark. Penelitian ini memberikan bukti yang kuat untuk penyebab trombosis
pada janin mati pada wanita dengan aPL.10,11

13

Penelitian lain menyebutkan adanya hubungan antara peningkatan kadar


MSAFP dan keguguran dengan wanita dengan aPL. Peningkatan kadar ini tidak
bias dijelaskan dan ditemukan pada 13 dari 60 kehamilan dengan aPL. Pada
penelitian ini juga didapatkan bahwa dengan peningkatan kadar MSAFP
menyebabka peningkatan insiden kematian janin (63% berbanding6%) dan
kematian perinatal (77% berbanding 15%) dibandingkan dengan kadar yang
normal. Pada aPL peningkatan kadar MSAFP pada trimester dua bisa merupakan
marker untuk kerusakan palsenta pada trimester dua.3-5
Plasenta dari embrio dengan kromosom trisomi jarang memiliki gambaran
yang bervariasi bila dilihat dengan mata telanjang meskipun ada yang tampak
mikrositik, perubahan vesikuler yang fokal tetapi hampir 50% secara makroskopik
normal. Pada pemeriksaan histologi sebagaian dari plasenta ini menunjukkan
perubahan fokal villi-villi yang hidrofili dan difus, tampak villi trofoblas
hipoplastik dan tampak sel sitotrofoblastik dalams troma villi, sel-sel ini
ditemukan oleh Phillippe dan Bou pada tahun 1969 dan 1970, Cohen pada tahun
1972 dan Honor, Dill dan Poland pada tahun 1976. Adanya sel-sel tersebut
merupakan gambaran khas dari plasenta trisomi dan adanya deskuamasi dari
lapisan trofoblastik.10,11
Phillippe dan Bou pada tahun 1969 menyatakan bahwa banyak sel-sel
tampak pada kasus-kasus trisomi C, D atau E, tetapi Honor. Dill dan Poland pada
tahun 1976 menyatakan bahwa sel-sel tersebut dapat tampak pada seluruh jenis
sindroma trisomi. Adanya intra stroma bukan merupakan gambaran yang spesifik
pada plasenta trisomi karena mungkin sel-sel ini didapatkan pada kromosom
normal. Hampir 50% pada plasenta trisomi, villinya tidak menunjukkan
perubahan villi tetapi ada juga yang menunjukkan sel-sel stroma immatur yang
persisten dari sel-sel sitotrofoblastik intra stroma.10,11

14

Gambar 3. Perbandingan Gambaran Histologi Kehamilan Normal dengan


Abnormal10,11
Pada gambar A tampak ovum normal berimplantasi pada usia 11-12 hari,
sedangkan pada gambar B tampak konsepsi abnormal, dengan tropoblas defektif
dengan lacuna yang membesar dan kantung korion yang kosong, dan akan
meluruh.5,8,10
2.7 Penatalaksanaan
Jika telah didiagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya adalah
mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil kuretase akan dianalisis
untuk memastikan apa penyebab blighted ovum lalu mengatasi penyebabnya. Jika
karena infeksi maka dapat diobati sehingga kejadian ini tidak berulang. Jika
penyebabnya antibodi maka dapat dilakukan program imunoterapi sehingga kelak
dapat hamil sungguhan.2,3
Untuk mencegah terjadinya blighted ovum, maka dapat dilakukan beberapa
tindakan pencegahan seperti pemeriksaan TORCH, imunisasi rubella pada wanita
yang hendak hamil, bila menderita penyakit disembuhkan dulu, dikontrol gula
darahnya, melakukan pemeriksaan kromosom terutama bila usia di atas 35 tahun,
menghentikan kebiasaan merokok agar kualitas sperma/ovum baik, memeriksakan
kehamilan yang rutin dan membiasakan pola hidup sehat.2,3
Penderita keguguran akan memiliki pertanyaan menyangkut risiko
berulangnya keguguran atau blighted ovum. Beberapa peneliti menyatakan
riwayat blighted ovum tidak memberikan risiko keguguran selanjutnya, dan 8085% kehamilan selanjutnya pada berlangsung hingga aterm. Namun, berbagai

15

penelitian menggambarkan 25-50% wanita dengan riwayat keguguran dapat


mengalami keguguran ulang. Hal ini sangat berhubungan dengan etiologi dari
keguguran, sehingga deteksi penyebab dan penatalaksanaan yang tepat perlu
dilakukan.2,3,8,9
Apabila, tindakan evakuasi dilakukan untuk mengeluarkan sisa hasil
konsepsi, penting untuk untuk diperiksa apakah terdapat kelainan pada uterus
seperti uterus bikornus, adanya septum uterus. Pada terhentinya kehamilan pada
trimester pertama, hasil konsepsi sebaiknya dikirim ke bagian histologi untuk
konfirmasi diagnosis dan untuk kariotiping. Pada keguguran dimana fetus telah
terbentuk maka kariotipe fetus harus diperiksa dan pasangan tersebut disarankan
agar bersedia dilakukan pemeriksaan autopsi. Kemudian harus dilakukan follow
up dan konseling pada pasien.2,3,8,9
Pemeriksaan yang sebaiknya dilakukan rutin apabila menemukan adanya
abortus dan blighted ovum ialah sebagai berikut. 2,3,12

Periksa kariotipe kedua pasangan

Lakukan histerosalfingografi atau apabila terdapat ahlinya lakukan


ultrasonografi transvaginal atau histeroskopi untuk melihat kelainan bentuk
uterus, panjang serviks, ataupun adanya adhesi intrauterus
Pemeriksaan luteinizing hormon pada hari 3-6 siklus, pemeriksaan

Follicle Stimulating hormone serta testosteron untuk memeriks adanya


hipersekresi Luteinizing hormone atau adanya sindroma polikistik ovarium.
Selain itu ultrasonografi transvaginal juga berperan dalam menentukan adanya
polikistik ovarium selain untuk memeriksa kelainan pada uterus atau rongga
uterus.

Pemeriksaan Glycosylated hemoglobin (HbA1c) apabila pasien diketahui


mengidap diabetes mellitus atau memiliki riwayat keluarga dengan diabetes
mellitus

Penapisan antifosfolipid antibodi untuk Lupus antikoagulan, IgG dan IgM


anticardiolipin antibodi dan antinuclear faktor. Hal ini juga berarti dilakukannya
pemeriksaan VDRL dan APTT

Uji fungsi tiroid, termasuk hormone stimulasi tiroid dan antibodi antitiroid

Pemeriksaan platelet

16

Pemeriksaan sperma
Hal-hal yang perlu diperiksa pada sediaan sperma antara lain volume, waktu
mencairnya, jumlah sel sperma per mililiter, gerakan sperma, PH, jumlah sel
darah putih dan kadar fruktosanya. Sebelum dilakukan pengambilan sampel
sperma (semen) harus melakukan abstinen/tidak mengeluarkan sperma/ ejakulasi
2 - 5 hari sebelumnya. Hal ini bertujuan agar sperma dalam kondisi paling baik.
Tabel 1. Komponen Analisis Sperma
Volume

Waktu mencair

Normal : minimal 2 mL - 6,5 mL per ejakulasi


Abnormal : Volume yang rendah atau bahkan yang
berlebih dapat menyebabkan masalah kesuburan
Normal : Kurang dari 60 menit
Abnormal: Masa mencair yang lama bisa merupakan
tanda infeksi

Jumlah sperma

Bentuk sperma

Gerakan
sperma

Normal : 20150 juta per mL


Abnormal : Jumlah yang rendah kadang masih bisa
menghasilkan keturunan secara normal.
Normal : Minimal 70% memiliki bentuk dan struktur
normal.
Abnormal : Sperma yang abnormal bentuknya kurang
dari 15 % disebut teratozoopsermia.
Normal : Minimal 60% sperma bergerak maju ke
depan atau minimal 8 juta sperma per-mL bergerak
normal maju ke depan.
Abnormal : Jika sebagian besar geraknya tidak normal
akan menyebabkan masalah fertilitas.

pH

Sel darah putih

Normal : pH of 7.18.0
Abnormal : pH yang tinggi atau lebih rendah dapat
mengganggu penetrasi
Normal : Tidak ada sel darah putih atau bakteri.
Abnormal : Bakteri dan sel darah putih yg banyak
menunjukkan adanya infeksi.

Kadar fruktosa

Normal : 300 mg per 100 mL ejakulat


Abnormal :Tidak adanya fruktosa memperlihatkan
tidak adanya vesikula seminalis atau blokade pada

17

organ ini.
Jika ditemukan jumlah sperma yang rendah atau tingginya abnormalitas,
perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti pengukuran kadar hormon:
testosteron, luteinizing hormone (LH), follicle-stimulating hormone (FSH), atau
hormon prolaktin. Juga dilakukan biopsi testis (zakar) dalam kondisi yang sangat
ekstrim (steril misalnya).

Kultur serviks untuk mikoplasma, ureaplasma dan klamidia.


Pemeriksaan lain dilakukan setelah pemeriksaan rutin ini didapatkan
penemuan yang positif, yaitu :
A. Faktor Genetik
Bila ditemukan adanya tanda-tanda abnormalitas dari genetik maka perlu
dilakukan konsultasi terhadap ahli genetik. Perlu dilakukan konseling terhadap
pasangan karena pemeriksaan dari keadaan ini memerlukan biaya yang besar,
selain itu kemungkinan untuk terjadinya kehamilan yang normal kecil. 10,12
B. Kelainan Anatomi
Bentuk dari kavum uteri harus diperiksa pada setiap wanita yang mengalami
keguguran tiga kali atau lebih secara berturut-turut untuk mengeluarkan
kemungkinan penyebab berupa kelainan bentuk dari uterus.
Metode pemeriksaan yang dapat digunakan ialah histerosalfingografi, tetapi
dapat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi transvaginal atau histeroskopi untuk
memeriksa kelainan tersebut .3,10,12
Defek yang kecil tidak berarti harus dilakukan operasi.

Tindakan

metroplasti abdominal dilakukan pada keadaan terdapatnya septum uterus, tetapi


tindakan ini belum pernah dilakukan evaluasi prospektif secara baik dan dikatakan
memiliki hubungan dengan keadaan infertilitas postperatif. Tindakan operatif
untuk menghilangkan septum uterus ataupun perlengketan dapat dilakukan
dengan cara reseksi transervikal histeroskopi, dikatakan bahwa tindakan ini
memiliki hasil yang cukup memuaskan, namun tindakan operatif ini hanya dapat
dilakukan oleh klinisi yang telah mendapatkan pelatihan yang memadai serta
memiliki pengalaman dalam tindakan operatif dengan histeroskopi. 3

18

Ada peningkatan risiko terjadinya persalinan preterm dan juga abortus pada
wanita dengan kelainan uterus walaupun telah dilakukan perawatan antenatal yang
intensif.

Hal ini sering dihubungkan dengan adanya inkompeten serviks.

Pemberian tokolitik oral sebagai profilaksis tidak disarankan, tetapi evaluasi rutin
mengenai pendataran dan dilatasi serviks perlu dilakukan setiap kunjungan
antenatal, dan lebih baik bila dilakukan pemeriksaan ultrasonografi transvaginal.
Pada

keadaan

adhesi

intrauterin

(Sindroma Asherman),

diagnosis

didapatkan dari histerosalfingografi atau dari histeroskopi. Perlengketan dapat


dilepaskan dengan menggunakan histeroskopi kemudian dialkukan pemasangan
IUD selama 6 minggu untuk mencegah terjadinya perlengketan kembali.
Antibiotik berspektrum luas perlu diberikan sampai 1 minggu postoperasi.
Perkembangan janin pada kehamilan setelah tindakan harus diawasi secara hatihati karena adanya kemungkinan implantasi pada tempat yang kurang ideal.2,3
Mengenai leiomyoma maka perlu dilakukan tindakan operatif bila mioma
tersebut berupa mioma submukosa.

Tindakan operatif tersebut berupa

miomektomi. Pemberian GnRH selama tiga bulan juga dapat mengurangi ukuran
dari mioma tersebut.2,3,4
C. Abnormalitas Hormonal
Gangguan fase luteal ditegakkan dengan cara pemeriksaan suhu basal
dimana fase luteal berlangsung selama kurang dari 10 hari, atau kadar progesteron
serum kurang dari 15 nmol/L selama lima siklus berturut-turut. Namun pada
penelitian ternyata didapatkan bahwa tidak adanya bukti yang mendukung secara
nyata bahwa pemberian hormon progesteron tidak mengurangi risiko terjadinya
keguguran.1,2,4
Hipersekresi luteinizing hormon ditegakkan apabila kadar hormon tersebut
pada pemeriksaan darah meningkat 10 IU/L atau lebih, sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan darah secara serial. Sebagai alternatif dapat dilakukan pemeriksaan
kadar luteinizing hormon pada urine dimana hipersekresi lutinizing hormon
ditegakkan bila konsentrasi dala urin sebesar 100IU/L atau lebih. Pengobatan
keadaan ini dadalah dengan pemberian GNRH analog yang akan menekan
Luteinizing Hormone.2,4

19

Pemeriksaan bagi wanita tanpa adanya gejala atau riwayat diabetes mellitus
tidak perlu dilakukan. Pengendalian kadar gula darah yang optimal sebelum
kehamilan merupakan cara untuk keberhasilan kehamilan. Pemeriksaan tiroid
secara rutin juga belum dapat mendeteksi gangguan fungsi tiroid.

Biasanya

pemeriksaan ini dilakukan apabila telah ditemukan adanya gejala gangguan


tiroid.2,4
D. Imunologik
Pemeriksaan anticardiolipin harus dilakukan pada semua wanita dengan
riwayat abortus berulang. Tanpa pengobatan hanya didapatkan 10-15% kehamilan
yang berhasil. Pengobatan dengan aspirin dosis rendah (75 mg/hari) atau heparin
dosis rendah (5000-10000 unit tiap 12 jam) telah dilakukan dan menunjukkan
adanya perbaikan pada kehamilan baik itu dipergunakan sebagai obat tunggal atau
kombinasi. Tetapi pemakaian obat-obatan ini memiliki risiko. Heparin jangka
panjang diketahui dapat menyebabkan osteoporosis, dan aspirin dapat
menimbulkan perdarahan gastrointestinal.2,4
E. Infeksi Saluran Reproduksi
Mengenai penatalaksanaan infeksi saluran reproduksi ini tentusaja
disesuaikan dengan jenis organisme yang menginfeksi.

Belum ditemukan

perlunya dilakukan imunisasi kecuali pada kasus penyakit rubella.2,4


Walaupun keguguran telah dihubungkan dengan organisme seperti
Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Chlamydia trachomatis, dan
Toxoplasma gondii, namun tidak ada hubungan yang meyakinkan dengan
abortus berulang.

Adanya organisme tersebut pada saat terjadinya keguguran

tidak dapat dianggap sebagai bukti organisme tersebut sebagai penyebab dari
keguguran. Organisme-organisme tersebut dapat menjadi penyebab keguguran
3,4

apabila :

Telah ada dalam waktu yang lama tanpa menimbulkan gejala pada ibu
secara nyata sehingga keadaan ini menjadi tidak terdiagnosis dan tidak
diobati

Memiliki

jalur untuk masuk ke lingkungan intrauteri sehingga

menginfeksi jaringan fetus dan/atau menstimulasi terjadinya proses


radang.

20

Terdapat bukti bahwa vaginosis bakterialis berhubungan dengan


keguguran dan juga menjadi faktor risiko terjadinya persalinan preterm.
Bakterial vaginosis disebabkan karena terganggunya flora normal dari vagina.
Terjadi pertumbuhan berlebih dari bakteri anaerob dan lactobacilli yang
normal tidak ada atau tidak banyak terdapat. Tidak didapatkan adanya
hubungan yang nyata dengan keguguran dan hubungan ini masih perlu
dibuktikan.

Terdapat teori yang menyatakan bahwa keguguran merupakan

akibat dari aktifasi imunologi sebagai respon dari adanya organisme patologis.

Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi obligat


intraselular protozoa yakni Toxoplasma gondii. Toxoplasma gondii menginduksi
respon kekebalan tubuh tipe 1 yang kuat yakni T-cell-mediated. Saat respon
imun berlangsung dan terdapat respon yang dominan kuat Th 1, terjadi
peningkatan IFN di plasenta, yang disekresikan oleh antigen-spesifik T-sel,
membatasi replikasi takizoite kemudian akan menarik TNF yang menghambat
proliferasi sel trofoblas manusia in vitro dan toksik untuk sel-sel trofoblas
manusia. Di samping itu, IFN juga meningkatkan produksi NO oleh sel
trofoblas dan memicu apoptosis.
Mekanisme dimana NO menginduksi apoptosis tidak jelas, tetapi dapat
melibatkan efek pembentukan peroxynitrite dari NO dan superoksida dalam
mitokondria. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada sel plasenta terutama
sel

trofoblas

atau target

fetoplacental

lainnya mengakibatkan kematian

inembryo dan resorpsi. Mekanisme imunitas inilah yang dapat menyebabkan


terjadinya blighted ovum12,13.
2.8 Pencegahan
Dalam banyak kasus blighted ovum tidak bisa dicegah. Beberapa
pasangan seharusnya melakukan tes genetika dan konseling jika terjadi
keguguran berulang di awal kehamilan. Blighted ovum sering merupakan
kejadian satu kali, dan jarang terjadi lebih dari satu kali pada wanita.12,13
Untuk mencegah terjadinya blighted ovum, maka dapat dilakukan
beberapa tindakan pencegahan seperti pemeriksaan TORCH, imunisasi rubella
pada wanita yang hendak hamil, bila menderita penyakit disembuhkan dulu,

21

dikontrol gula darahnya, melakukan pemeriksaan kromosom terutama bila usia


di atas 35 tahun, menghentikan kebiasaan merokok agar kualitas sperma/ovum
baik, memeriksakan kehamilan yang rutin dan membiasakan pola hidup
sehat.12,13

22

23

Anda mungkin juga menyukai