d
i
s
u
s
u
n
Oleh :
Kelompok II
-
Gali
Hilda Karina
Lela Anggra Reni
Liana Ramadhani
Marleni Br.Tarigan
Muhammad Iqbal
Rindi Dwi Iswari
DOSEN PEMBIMBING
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan Rahmat dan KaruniaNya sehingga penyusunan makalah yang berjudul Anemia Gizi Besi dapat diselesaikan
dengan lancar dan tepat waktu.
Penulis menyadari sepenuhnya dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas bantuan
dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan yang berharga ini dengan segala kerendahan
hati, perkenankan penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih sebesar-besarnya
kepada seluruh pihak yang telah membantu dengan setulus hati dalam proses penusunan
makalah ini tidak di sebutkan satu persatu.
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini sangat jauh dari sempurna dan masih
banyak kekurangan mengingat kemampuan kami yang terbatas. Untuk itu kritik dan saran
yang bersifat membangun dari semua pihak sangat kami harapkan dan kami terima dengan
senang hati.
Penulis
DAFTAR ISI
1
2
2
BAB II PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.
3
3
4
4
6
12
13
14
14
15
16
16
17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anemia adalah kumpulan gejala yang ditandai dengan kulit dan membran
mukosa pucat, dan pada test laboratorium didapatkan Hitung Hemoglobin (Hb),
Hematokrit (Hm), dan eritrosit kurang dari normal. Rendahnya kadar hemoglobin itu
penyakit
tertentu,
tetapi
cerminan
perubahan
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Anemia Gizi Besi ?
2. Bagaimana Etiologinya ?
3. Bagaimana Patofisiologinya ?
4. Bagaimana faktor-faktor yang berhubungan dengan AGB ?
5. Bagaimana dampak anemia gizi besi ?
6. Bagaimana kelompok rentannya ?
7. Bagaimana pemeriksan laboratoriumnya ?
8. Sebutkan pencegahan anemia gizi besi ?
9. Bagaimana penatalaksanaan medisnya ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi Anemia Gizi Besi.
2. Untuk mengetahui Etiologinya.
3. Untuk mengetahui Patofisiologinya.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Anemia Gizi Besi
Anemia (dalam bahasa Yunani: Tanpa darah) adalah keadaan saat jumlah sel
darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah
merah berada di bawah normal. Anemia adalah berkurangnya hingga dibawah nilai
normal eritrosit, kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cell (hematokrit)
per 100 ml darah.
Anemia Gizi adalah kekurangan kadar hamoglobin (Hb) dalam darah yang
disebabkan karena kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan Hb.
Anemia terjadi karena kadar hemoglobin (Hb) dalam darah merah sangat kurang. Di
Indonesia sebagian besar anemia ini disebabkan karena kekurangan zat besi (Fe)
hingga disebut Anemia Kekurangan Zat Besi atau Anemia Gizi Besi.
B. Etiologi
Anemia gizi besi biasanya ditandai dengan menurunnya kadar Hb total di
bawah nilai normal (hipokromia) dan ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal
(mikrositosis). Tanda-tanda ini biasanya akan menggangu metabolisme energi yang
dapat menurunkan produktivitas. Penyebab anemia gizi besi bisa disebabkan oleh
beberapa hal. Seperti kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi,
C. Patofisiologi
D. Klasifikasi Anemia
Ada 2 penggolongan Anemia yaitu:
1. Berdasarkan Morfologinya:
a. Anemia Mikrositik Hipokrom
Anemia Defisiensi Zat besi
Adalah Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh
kurangnya persediaan besi untk eritropoiesis, karena cadangan besi
kosong (depleted iron store) sehngga pembentukan hemoglobin
berkurang.
Anemia Penyakit Kronik
Adalah anemia pada penyakit ini merupakan jenis anemia terbanyak
kedua setelah anemia defisiensi yang dapat ditemukan pada orang
Ketersediaan zat besi untuk tubuh kita dapat dibedakan antara hem dan nonhem
ini. Zat besi hem berasal dari hemoglobin dan mioglobin yang hanya terdapat
dalam bahan makanan hewani, yang dapat diabsorpsi secara langsung dalam
bentuk kompleks zar besi phorphyrin (iron phorphyrin kompleks). Jumlah zat
besi hem yang diabsorpsi lebih tinggi daripada nonhem. Untuk seseorang yang
cadangan zat besi dalam tubuhnya rendah, zat besi hem ini dapat diabsorpsi lebih
dari 35 %, sedangkan buat orang yang simpanan zat besinya cukup banyak (lebih
dari 500 gram) maka absorpsi zat besi hem ini hanya kurang lebih 25 %. Dari
hasil analisa bahan makanan didapatkan bahwa sebanyak 30 40 % zat besi
didalam hati dan ikan, serta 50-60 % zat besi dalam daging sapi, kambing, dan
ayam adalah dalam bentuk hem. (Cook, dkk dalam Husaini, 1989).
Zat besi nonhem pada umumnya terdapat didalam bahan makanan yang
umumnya berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti sayur-sayuran, biji-bijian,
kacang-kacangan, buah-buahan dan serealia, dan dalam jumlah yang sedikit
daging, ikan dan telur. Zat besi nonhem didalam bentuk kompleks inorganic
Fe3+ dipecah pada waktu percernaan berlangsung dan sebagian dirubah dari
Fe3+ menjadi
Fe2+ yang
lebih
siap
diabsorpsi.
Konversi
Fe3+ menjadi
Fe2+ dipermudah oleh adanya faktor endogenus seperti HCl dalam cairan sekresi
gastric, komponen zat gizi yang berasal dari makanan seperti vitamin C, atau
daging, atau ikan.
Zat gizi yang telah dikenal luas dan sangat berperanan dalam meningkatkan
absorpsi zat besi adalah vitamin C. Vitamin C dapat meningkatkan absorpsi zat
besi nonhem sampai empat kali lipat. Vitamin C dengan zat besi mempunyai
senyawa ascorbat besi kompleks yang larut dan mudah diabsorpsi, karena itu
sayur-sayuran segar dan buah-buahan yang mengandung banyak vitamin C baik
dimakan untuk mencegah anemia .
Selain faktor yang meningkatkan absorpsi zat besi seperti yang telah
disebutkan, ada pula faktor yang menghambat absorpsi zat besi. Faktor-faktor
yang menghambat itu adalah tannin dalam the, phosvitin dalam kuning telur,
protein kedelai, phytat, fosfat, kalsium, dan serat dalam bahan makanan (Monsen
and Cookdalam Husaini, 1989). Zat-zat gizi ini dengan zat besi membentuk
senyawa yang tak larut dalam air, sehingga lebih sulit diabsorpsi. Seseorang yang
banyak makan nasi, tetapi kurang makan sayur-sayuran serta buah-buahan dan
lauk-pauk, akan dapat menjadi anemia walaupun zat besi yang dikonsumsi dari
makanan sehari-hari cukup banyak. Kecukupan konsumsi zat besi Nasional yang
dianjurkan untuk anak balita berumur 1-3 tahun adalah 8 mg, sedangkan untuk
anak balita berumur 4-6 tahun adalah 9 mg (Widya Karya Nasional Pangan dan
Gizi, 2003).
2. Pengetahuan
Tan (1979) mengatakan bahwa pola konsumsi pangan sangat dipengaruhi oleh
adat istiadat setempat, termasuk didalamnya pengetahuan mengenai pangan, sikap
terhadap pangan dan kebiasaan makan. Semakin sering suatu bahan pangan
dikonsumsi dan semakin berat pangan tersebut dimakan, maka semakin besar
peluang pangan tersebut tergolong dalam pola konsumsi pangan individu atau
masyarakat.
Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap perilaku dalam
memilih makanan yang akan berdampak pada asupan gizinya. Hal ini
menunjukkan bahwa pengetahuan sangat penting peranannya dalam menentukan
asupan makanan. Dengan adanya pengetahuan tentang gizi, masyarakat akan
tahun bagaimana menyimpan dan menggunakan pangan. Memperbaiki konsumsi
pangan merupakan salah satu bantuan terpenting yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan mutu penghidupan (Suhardjo, 1986).
3. Pendidikan
Menurut Hidayat (1980), tingkat pendidikan akan mempengaruhi konsumsi
pangan melalui cara pemilihan bahan makanan. Orang yang berpendidikan lebih
tinggi cenderung memilih makanan yang lebih baik dalam kuantitas dan kualitas
dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan lebih rendah. Makin tinggi
pendidikan orang tua, makin baik status gizi anaknya (Soekirman, 1985). Anakanak dari ibu yang mempunyai latar belakang pendidikan yang lebih tinggi akan
mendapat kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik. Hal ini disebabkan karena
keterbukaan mereka untuk menerima perubahan atau hal-hal yang baru untuk
pemeriksaan kesehatan anaknya (Emelia, 1985 dalam Ginting, M, 1997).
Faktor pendidikan mengakibatkan perubahan perilaku dan mempunyai
pengaruh terhadap penerimaan inovasi baru, dalam hal ini perilaku makan yang
sesuai dengan anjuran gizi (Pranadji, 1988).
4. Pendapatan
besar kemungkinan terhindar dari status gizi yang kurang atau buruk, baik dari
segi jumlah maupun dari segi frekuensi makanan yang dikonsumsi.
Frekuensi makan pada keluarga di Indonesia umumnya adalah tiga kali dalam
sehari. Hal ini terkait dengan masalah fisiologis, artinya hampir semua zat gizi itu
di metabolisme dalam tubuh selama kurang lebih dari 4 jam. Untuk itu maka
dianjurkan frekuensi makan yang baik adalah berpatokan dengan limit waktu
metabolisme itu.
6. Jenis Bahan Makanan
Menurut Daftar Komposisi Bahan Makanan yang dikeluarkan oleh Direktorat
Gizi Departemen Kesehatan RI, ada 11 golongan bahan makanan. Berdasarkan
penggolongan ini kemudian dapat dianalisa konsumsi zat gizi yang diasup oleh
seseorang. Setiap bahan makanan mempunyai susunan kimia yang berbeda-beda
dan mengandung zat gizi yang bervariasi pula baik jenis maupun jumlahnya. Baik
secara sadar maupun tidak sadar manusia mengkonsumsi makanan untuk
kelangsungan hidupnya. Dengan demikian jelas bahwa tubuh manusia
memerlukan zat gizi atau zat makanan, untuk memperoleh energi guna melakukan
kegiatan fisik sehari-hari, untuk memelihara proses tubuh dan untuk tumbuh dan
berkembang khususnya bagi yang masih dalam pertumbuhan (Suhardjo, 1992).
Berbagai zat gizi yang diperlukan tubuh dapat digolongkan kedalam enam
macam yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Sementara itu
energi yang diperlukan tubuh dapat diperoleh dari hasil pembakaran karbohidrat,
protein dan lemak di dalam tubuh. Di alam ini terdapat berbagai jenis bahan
makanan baik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang disebut pangan nabati
maupun yang berasal dari hewan yang dikenal sebagai pangan hewani (Suhardjo,
1992).
Apabila konsumsi makanan sehari-hari kurang beraneka ragam, maka timbul
ketidakseimbangan antara masukan zat-zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat
dan produktif. Dengan mengkonsumsi makanan sehari-hari yang beraneka ragam,
kekurangan zat gizi jenis makanan lain diperoleh sehingga masukan zat-zat gizi
menjadi seimbang. Jadi, untuk mencapai masukan zat-zat gizi yang seimbang
tidak mungkin dipenuhi hanya oleh satu jenis bahan makanan, melainkan harus
terdiri dari aneka ragam bahan makanan (Khumaidi, 1994).
F. Manifestasi Klinis
Penderita anemia biasanya ditandai dengan mudah lemah, letih, lesu, nafas pendek,
muka pucat, susah berkonsentrasi serta fatique atau rasa lelah yang berlebihan. Gejala
ini disebabkan karena otak dan jantung mengalami kekurangan distribusi oksigen dari
dalam darah. Denyut jantung penderita anemia biasanya lebih cepat karena berusaha
mengkompensasi kekurangan oksigen dengan memompa darah lebih cepat. Akibatnya
kemampuan kerja dan kebugaran tubuh menurun. Jika kondisi ini berlangsung lama,
kerja jantung menjadi berat dan bisa menyebabkan gagal jantung kongestif. Anemia
zat besi juga bisa menyebabkan menurunya daya tahan tubuh sehingga tubuh mudah
terinfeksi. Gejala anemia defisiensi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar
berikut ini :
1. Gejala Umum Anemia
Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada
anemia defisiensi jika kadar hemoglobin turun dibawah 7-8g/dl. Gejala ini berupa
badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging.
Pada anemia defisiensi besi, karena terjadi penurunan kadar hemoglobin secara
perlahan-lahan, sering kali sindrom anemia tidak terlalu mencolok dibandingkan
dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya lebih cepat.
2. Gejala Khas Akibat Defisiensi Besi
Gejala yang khas dijumpai pada difisiensi besi yang tidak dijumpai pada anemia
jenis lain adalah sebagai berikut :
Koilorikia
: kuku sendok (spoon nail) kuku menjadi rapuh,
hipofaring.
Atropi
H. Kelompok Rentan
AGB bisa diderita siapa saja, namun ada masa rentan AGB. Diantaranya pada
masa kehamilan, balita, remaja, masa dewasa muda dan lansia. Pada ibu hamil,
prevalensi anemia defisiensi berkisar 45-55%, artinya satu dari dua ibu hamil
menderita AGB.
Ibu hamil rentan terhadap AGB disebabkan kandungan zat besi yang
tersimpan tidak sebanding dengan peningkatan volume darah yang terjadi saat hamil,
ditambah dengan penambahan volume darah yang berasal dari janin. Wanita secara
kodrat harus kehilangan darah setiap bulan akibat menstruasi, karenanya wanita lebih
tinggi risikonya terkena AGB dibandingkan pria. Anak-anak dan remaja juga usia
rawan AGB karena kebutuhan zat besi cukup tinggi diperlukan semasa pertumbuhan.
Jika asupan zat besinya kurang maka risiko AGB menjadi sangat besar.
Penyakit kronis seperti radang saluran cerna, kanker, ginjal dan jantung dapat
menggangu penyerapan dan distribusi zat besi di dalam tubuh yang dapat
menyebabkan AGB.
I. Pemeriksaan Laboratorium
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah
sebagai berikut:
1. Kadar hemoglobin (Hb) dan indeks eritrosit. Didapatkan anemia mikrositer
hipokromik dengan penurunan kadar Hb mulai dari ringan sampai berat. Indeks
eritrosit sudah mengalami perubahan sebelun kadar Hb menurun. Apusan darah
menunjukkan anemia mikrositer hipokromik, anisositosis, poikilositosis anulosit,
leukosit dan trombosit normal, retikulosit rendah.
2. Kadar besi serum menurun kurang dari 50 mg/dl, total iron binding capacity
(TIBC) menigkat lebih dari 350 mg/dl dan saturasi transferin kurang dari 15%.
3. Kadar serum feritin. Jika terdapat inflamasi, maka feritin serum sampai dengan 60
Ug/dl.
4. Protoporfirin eritrosit meningkat (lebih dari 100 Ug/dl)
5. Sumsum tulang. Menunjukkan hiperflasia normoblastik dengan normoblast kecilkecil dominan.
3. Menambah pemasukan zat besi kedalam tubuh dengan minum tablet tambah
darah
K. Penatalaksanan Medis
1. Terapi Kausal
Terapi kausal bergantung pada penyebabnya misalnya pengobatan cacing
tambang, hemoroid dam menoragi.
2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh
Zat besi Peroral
Pengobatan melalui oral jelas aman dan murah dibandingkan dengan
parenteral. Zat besi melalui oral harus memenuhi syarat bahwa tiap tablet
atau kapsul berisi 50-100 mg besi elemental yang mudah dilepaskan dalam
lingkungan asam, mudah diabsorpsi dalam bentuk fero, dan kurang efek
samping. Ada 4 bentuk garam besi yang dapat diberikan melalui oral yaitu
sulfat, glukonat, fumarat dan suksinat. Efek samping yang terjadi biasanya
pirosis dan konstipasi. Pengobatan diberikan sampai 6 bulan setelah kadar
Hb normal untuk mengisi cadangan zat besi tubuh.
Zat besi Parenteral
Diberikan bila ada indikasi seperti malabsorpsi, kurang toleransi melalui
oral, klien kurang kooperatif, dan memerlukan peningkatan HB secara
cepat (pre operasi hamil trisemester terakhir).
Preparat yang tersedia adalah iron dextran complex dan iron sorbitol citic
acid complex yang dapat diberikan secara IM dalam atau IV. Efek samping
pada pemberian IM biasanya sakit pada bekas suntikan sedangkan
pemberian IV bias terjadi renjatan atau tromboplebitis.
3. Pengobatan Lain
Pengobatan lain yang biasa digunakan adalah sebagai berikut:
Diet
: Sebaiknya diberikan makanan bergizi yang tinggi
absorpsi besi.
Tranfusi darah
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anemia Gizi adalah kekurangan kadar haemoglobin (Hb) dalam darah yang
disebabkan karena kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan
Hb.Anemia terjadi karena kadar hemoglobin (Hb) dalam darah merah sangat kurang.
Di Indonesia sebagian besar anemia ini disebabkan karena kekurangan zat besi (Fe)
hingga disebut Anemia Kekurangan Zat Besi atau Anemia Gizi Besi.
Penyebab anemia gizi besi bisa disebabkan oleh beberapa hal. Seperti kurang
mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, menderita penyakit ganguan
pencernaan sehingga menggangu penyerapan zat besi. Terjadi luka yang
menyebabkan pendarahan besar, persalinan, menstruasi, atau cacingan serta penyakit
kronis seperti kanker dan ginjal.
Pencegahan anemia gizi besi dengan cara diet tinggi zat besi, pemberian
preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh, menambah pemasukan
zat besi kedalam tubuh dengan minum Tablet Tambah Darah.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam pebuatan
makalah masih terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik dalam
penulisan maupun dalam pengonsepan materi. Untuk itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kedepan lebih baik dan penulis
berharap kepada semua pembaca mahasiswa khususnya, untuk lebih ditingkatkan
dalam pembuatan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Arisman. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Penerbit: Buku Kedokteran EGC. 2008.
Palembang.
Nan Warouw N. dan Sugiarto W. Hubungan Serum Ferritin Ibu Hamil Trimester
ketiga dengan Bayi Berat Lahir Rendah. Majalah Cermin Dunia Kedokteran No. 146,
2005. Penerbit: PT Kalbe Farma Tbk. Jakarta.
Klimis Dorothy dan Zakas Ira Wolinsky.2004. Nutritional concerns of Women Second
Edition. London: CRC Press.