ABSTRAK
B. KERANGKA PIKIR
1. Situasi Masyarakat Global
Bahasa dan budaya merupakan perihal yang berkaitan dengan
akal atau cara berpikir. Bahasa menjadi media pengembangan budaya
dan bahasa menjadi bagian dari budaya. Koentjaraningrat (2009:25)
mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan daya dari budi yang
mencakup cipta, rasa, dan karsa. Perkembangan kebudayaan dari
suatu masyarakat dapat dipengaruhi oleh perubahan zaman terutama
pada era globalisasi sekarang ini..
Sztompka (2008:63) melukiskan ada empat kemungkinan yang
akan terjadi jika globalisasi budaya dialami oleh suatu masyarakat
atau
bangsa.
Pertama,
homogenisasi
budaya
asing
akan
baru
dapat
hilang.
Ketiga,
gesekan
budaya
akibat
global
budaya
yang
disebut
kedewasaan
merupakan
untuk memperkaya
2. Pembelajaran Berkarakter
Pembelajaran berkarakter merupakan proses pembudayaan serta
pemberdayaan nilai-nilai luhur melalui lingkungan pendidikan, lingkungan
keluarga, dan lingkungan masyarakat. Kegiatan proses pembudayaan dan
pemberdayaan nilai-nilai luhur bangsa tersebut perlu didukung oleh suatu
komitmen pelaku pendidikan. Pembelajaran berkarakter mengembangkan
nilai-nilai luhur bangsa agar mereka memiliki perilaku positif, baik untuk
kepentingan dirinya maupun orang lain dalam kehidupan bermasyarakat.
Banyak ahli memberikan ulasan tentang pendidikan karakter. David
Elkind dan Freddy Sweet yang disadur oleh Zubaedi (2010) bahwa
pendidikan karakter adalah usaha secara sengaja untuk membantu
peserta didik agar dapat memahami dan menerapkan nilai-nilai etika.
Usaha yang perlu dilakukan adalah melibatkan keseluruhan dimensi
kehidupan
sekolah
untuk
membantu
mengembangkan
pendidikan
karakter
peserta
didik,
harus
melibatkan
seluruh
C. PEMBAHASAN
1. Nilai-Nilai Sastra Daerah Masyarakat Sulawesi Tenggara
Pembelajaran berkarakter yang tertuang dalam Kompetensi Inti (KI)
pada Implementasi Kurikulum 2013 memaksa guru harus mencari kreasi
dan inovasi dalam pengembangan pembelajaran di kelas. Masalahnya
adalah pengembangan pembelajaran tidak menjabarkan aspek spiritual
(KI 1) dan aspek sosial (KI 2) secara khusus dalam pengembangan materi
pembelajaran. Dengan kata lain, pembelajaran KI 1 dan KI 2 yang terjabar
pada muatan Kurikulum 2013, tidak dikembangkan oleh guru pada materi
tersendiri dalam pengembangan indikator pembelajaran. Cara guru hanya
dapat mengintegrasikannya dalam pengembangan pengetahuan (kognitif)
atau (KI 3), dan keterampilan (psikomotor) atau (KI 4).
Sastra daerah terutama puisi daerah, mengungkapkan nilai-nilai
kehidupan yang relevan dengan kehidupan masa kini. Sastra daerah
sering menerima pengaruh dari kehidupan masyarakat dan juga sekaligus
mampu memberi pengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Gunawan
(2003) berpendapat bahwa seringkali masyarakat menentukan nilai-nilai
karya sastra yang hidup pada zaman tertentu, sementara pengarang
sastra sendiri adalah anggota masyarakat yang terikat dengan status
sosial dalam masyarakat tertentu. Sastra daerah yang menjadi salah satu
bentuk kearifan lokal menampilkan suatu gambaran kehidupan, dan
kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Pada konteks ini
pengertian kehidupan mencakup hubungan rmanusia dengan Tuhan,
manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya.
Dalam kaitan tersebut, Wellek & Warren membuat tiga klasifikasi
tentang hubungan sastra dengan objeknya seperti yang tergambar dalam
uraian berikut ini. Pertama konteks sosial pencipta sastra, yakni kaitannya
dengan masyarakatnya. Kedua, sastra sebagai cermin masyarakat dalam
arti seberapa jauh karya sastra dapat merefleksikan keadaan masyarakat.
Ketiga fungsi sosial sastra, dalam arti seberapa jauh nilai sastra berkaitan
dengan nilai-nilai sosial masysarakat lokal sebagai pemilik sastra daerah.
10
11
seseorang
untuk
mengembangkan
kebiasaan
dalam
kepada
masyarakat
dalam
hidup
dan
kehidupan
supaya
masyarakat memiliki akhlak yang mulia. Tujuan ini searah dengan tujuan
pendidikan karakter hendak menanamkan nilai-nilai akhlak yang mulia.
Dengan demikian keduanya sama-sama bertujuan menanamkan nilai-nilai
luhur kepada masyarakat terutama generasi muda agar berprilaku, dan
bersikap baik sesuai dengan tuntunan ahklakul karimah. Dalam konteks
ini, nilai-nilai pada kabanti sebagai bentuk kearifan lokal masyarakat Buton
dapat berimplikasi terhadap pengembangan pendidikakan karakter.
12
D. PENUTUP
Sastra daerah dalam suatu masyarakat banyak mencerminkan
nilai-nilai luhur yang menjadi acuan bagi masyarakat terutama generasi
muda dalam bersikap, berprilaku, dan berpikir dalam hidup dan kehidupan.
Nilai-nilai pada sastra daerah sangat relevan dengan nilai-nilai karaktrer
yang dikembangkan pada pendidikan karakter di sekolah. Untuk itu perlu
adanya kreatif melalui metode dan srategi pembelajaran karakter. Agar
pengembangan kompetensi inti (KI 1 dan KI 2) dalam implementasi
Kurikulum 2013 mudah dipahami oleh siswa, pengintegrasian nilai-nilai
sastra daerah dalam pengembangan pembelajaran karakter. Hal ini
dimasudkan untuk menyesuaikan materi pembelajaran karakter dengan
kehidupan nyata pada lingukungan keluarga dan masyarakat.
13
DAFTAR PUSTAKA
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra (Epistimologi,
Model, Teori, dan Aplikasi). Yogyakarta:MedPress.
Gunawan, Restu. 2003. Kearifan Lokal dalam Tradisi Lisan. Jakarta: Pusat
Bahasa.
Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis
Multi-dimensional. Jakarta: Bumi Aksara.
Ong, Walter J. 2007. Orality and Leteracy: The Technologizing of The
Word. London and New York: Routledge.
Rahyono, F.X. 2009. Kearifan Budaya dalam Kata. Jakarta: Wadatama
Widya Sastra.
Schoorl, JW. 1994. Power Ideology and Chang in State of Buton. Leiden:
KITL.
Zubaedi. 2011. Desaian Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya
dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Group.
Zuhdi, Susanto. 2010. Sejarah Buton yang Terabaikan: Labu Rope Labu
Wana. Jakakarta: Rajawali Pers.
Wellek, Rene dan Austin Werren. 1989. Teori Kesusastraan (Terjemahan
Melani Budianto). Jakarta: Gramedia.