Latar Belakang
Yasasan Tali Kasih merupakan salah satu sekolah yang menyediakan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK), sekolah tersebut terletak di
daerah pemukiman padat penduduk di Jakarta Utara, lebih tepatnya Yayasan Tali
Kasih ini beralamat di Jalan Tanah Pasir Raya, Komplek Ruko No. 33 blok E-7
Pluit, Jakarta Utara. Yayasan ini sudah berdiri kurang lebih selama 13 tahun,
dengan fokus pelayanan adalah menyediakan pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus, selain itu yayasan ini juga menyediakan beberapa macam layanan terapi
yang ditujukan bagi anak berkebutuhan khusus.
Selain menyediakan sekolah bagi anak berkebutuhan khusus, yayasan ini
juga memiliki Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar jenis reguler, yaitu TK dan
SD yang menerima anak-anak non berkebutuhan khusus. Saat ini untuk tingkat
Sekolah Dasar baru didirikan 2 tahun lalu, sehingga ketersediaan murid yang ada
di SD ini hanya sampai kelas dua. Tujuan didirikannya TK & SD reguler ini adalah
untuk menciptakan lingkungan atau kondisi yang dapat membantu anak
berkebutuhan khusus dalam menyesuaikan diri mereka di lingkungan sekolah
reguler. Jika perkembangan anak berkebutuhan khusus menunjukan hasil yang baik
dan terus meningkat, maka anak tersebut akan secara bertahap digabung dengan
anak-anak yang ada disekolah reguler, dalam hal ini guru akan mengontrol lansung
bagaimana anak berkebuthan khusus tersebut menyesuaikan diri dengan temantemannya.
Untuk menangani anak berkebutuhan khusus sekolah ABK Yayasan Tali
Kasih ini juga didukung dengan adanya beberapa terapi untuk ABK, terapi tersebut
antara lain; Applied Behavior Analysis , terapi wicara, Occupational Therapy, dll.
Namun untuk terapi yang sering digunakan adalah ABA dan terapi wicara, karena
sebagian besar anak yang menjalani terapi adalah anak-anak yang bermasalah pada
perilaku dan proses bicara mereka. Untuk tenaga terapis yang disediakan di sekolah
ABK tersebut, merupakan tenaga pendidik yang diberikan pelatihan khusus untuk
menangani dan melakukan terapi pada anak berkebutuhan khusus dan keseluruhan
dari tenaga pendidik maupun terapis tersebut diluar dari lulusan ilmu psikologi.
Meskipun latar belakang pendidikan para terapis di Yayasan Tali Kasih
bukanlah lulusan ilmu psikologi. Namun mereka diberikan pelatihan khusus untuk
menangani dan melakukan terapi pada anak berkebutuhan khusus. Terapis baru
1
akan diajak untuk melakukan observasi di dalam kelas ketika melakukan terapi
pada anak berkebutuhan khusus. Para terapis di Yayasan Tali Kasih tidak berhak
memberikan diagnosa kepada anak berkebutuhan khusus. Apabila ada orang tua
atau orang luar yang menanyakan apa diagnosa anak mereka, maka terapis akan
merujuk pada dokter. Walaupun terapis tidak berhak memberikan diagnosa, namun
mereka diajarkan bagaimana mengetahui apa yang dialami oleh anak berkebutuhan
khusus.
Jerry awalnya mengikuti terapi ABA karena perilakunya yang sulit untuk
tenang (sering melompat- lompat dan senang tepuk tangan serta tidak bisa duduk
diam). Ketika marah, Jerry akan membenturkan kepalanya kedinding atau ke
meja atau kebenda- benda keras yang berada disekelilingnya hingga seringkali
kepalanya menjadi memar dan terluka.
Setelah menjalani terapi ABA, saat ini Jerry sudah mulai bisa duduk
dengan tenang dan memusatkan perhatian. Ia juga sudah mulai dapat mengikuti
dan melakukan perintah sederhana seperti membuang sampah, melipat tangan,
mengambil sikap berdoa, membereskan mainan, mengambil dan meletakkan
benda. Ketika marahpun, pengendalian emosi Jerry sudah cukup baik. Ia tidak lagi
membenturkan kepalanya ke dinding atau benda- benda keras lainnya. Ia hanya
akan sedikit berteriak dan sesekali menarik tangan orang terdekatnya atau
membenturkan kepalanya ke pahanya sendiri.
Jerry kini mengikuti terapi wicara. Menurut keterangan terapis, saat Jerry
mengikuti ABA, ia belum dapat berbicara. Saat ini tahap berbicara Jerry baru
mencapai visual imitasi. Proses terapi berlangsung selama 1 jam. Setiap kali
memulai proses terapi, Jerry diminta untuk berdoa. Ketika tidak dipandu oleh
terapis, yang diucapkan oleh Jerry hanya Tuhan, Amin. Kemudian terapis akan
memberikan panduan, dan Jerry diminta untuk mengikuti apa yang diucapkan
oleh terapis.
Selama terapi, Jerry diberikan berbagai stimulus seperti gambar binatang,
warna, kartu angka, berbagai gambar buah, dan berbagai benda atau terapis
bertanya sesuatu dan mengharuskan Jerry menjawab. Terapis akan menunjukkan
suatu stimulus, misalnya sebuah gambar buah pisang, dan Jerry diminta untuk
menyebutkan buah apa itu. Jika Jerry dapat menjawab dengan benar maka terapis
akan memberikan reinforcement berupa temuk tangan dan mengatakan Jerry
pintar. Ketika Jerry salah menjawab, maka terapis akan terus menunjukkan
gambar yang sama pada Jerry dan meminta Jerry mencoba untuk menjawab lagi.
Jika sudah berkali- kali ditanya dan masih salah dalam menjawab, terapis akan
membantu dengan menyebutkan jawabannya dan meminta Jerry mengikutinya.
Jika pelafalan Jerry masih belum jelas, terapis akan membantu menggerakkan
bibir Jerry agar pelafalannya lebih tepat. Dalam terapi wicara, Jerry diharuskan
merespon setiap stimulus yang diberikan oleh terapis.
3
merespon benar
menyebut pisang
merespon salah
tidak menjawab
positif reinforcement
tepuk tangan dan pujian
negative reinforcement
tidak ada tepuk tangan & pujian
punishment
berdiri disudut ruang
belajar
yang
digunakan
yaitu
reinforcement
dan
punishment. Reinforcement yang diberikan yaitu reward berupa suatu hal yang
4
disenangi oleh anak. Sedangkan punishment yang diberikan yaitu berupa suatu hal
yang tidak disenangi anak namun dapat memberikan pelajaran bagi si anak.
Jerry merupakan seorang anak laki-laki berusia 7 tahun. Jerry sudah
menjalani terapi selama kurang lebih 2 tahun. Jerry menjalani terapi wicara
dipadukan dengan terapi ABA, karena perilaku negatif Jerry hanya muncul
sesekali. Dalam terapi ABA Jerry sudah menunjukan hasil yang baik, sehingga
bisa dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu terapi wicara. Target perilaku yang
harus dicapai oleh Jerry dalam terapi wicara adalah Jerry bisa menjawab
pertanyaan yang diberikan oleh terapis dengan benar. Jerry cukup kooperatif dan
mampu untuk mencapai target perilaku tersebut, namun Jerry seringkali kurang
fokus dan konsentrasi selama terapi.
Reward yang diberikan pada Jerry bila ia mampu mencapai target perilaku
tersebut adalah bermain kartu bergambar binatang yang ia senangi dan diberikan
buah pear. Sedangkan hukuman yang diterima oleh Jerry bila ia tidak mau
menurut pada terapis adalah Jerry disuruh untuk berdiri menghadap pintu selama
beberapa menit.
Terapi ABA telah memberikan pengaruh positif bagi Jerry. Dulu Jerry
sering memukulkan kepalanya pada tembok, namun sejak diberikan terapi ABA
perilaku tersebut sudah berkurang. Terapi wicara juga memberikan pengaruh yang
positif bagi Jerry, karena Jerry sudah bisa menjawab bila ditanya siapa namanya,
berhitung, menyebutkan nama binatang dan benda, dan berbicara mengenai halhal sederhana.
Kondisi Jerry saat ini juga menunjukan hasil yang bagus, karena Jerry
mengikuti sekolah mandiri serta mengikuti terapi ABA dan wicara. Selain itu
orang tua Jerry juga menunjukan sikap kooperatif, sehingga dapat diajak kerja
sama oleh terapis dalam menerapkan cara-cara terapi pada Jerry di rumah dan
orang tua Jerry sering berkonsultasi mengenai hasil terapi subjek.
Keberhasilan sebuah terapi bergantung pada kerja sama orang tua dan
terapis. Terapi yang dijalani hanya 1 jam, sedangkan orang tua memiliki waktu
lebih banyak dengan anak mereka, jadi orang tua yang mendukung dan dapat
menciptakan suasana kondusif dapat membantu keberhasilan terapi. Sebuah terapi
akan menjadi sia-sia apabila orang tua tidak mau menciptakan suasana yang
mendukung di rumah.
3. Kesimpulan
Dari observasi dan wawancara yang telah kelompok kami lakukan, terapi
yang ada pada yayasan tersebut yaitu abba dan wicara, dan kelompok kami
mendapatkan subjek yang berusia 4 tahun. Subjek
disamarkan) mengikuti terapi abba dan wicara, dimana hal tersebut dilakukan untuk
membuat perubahan pada perilaku subjek. Sebelum subjek mengikuti terapi di
yayasan tersebut, subjek sulit sekali untuk berkomunikasi dengan orang lain, dan
ketika ada sesuatu hal yang tidak sesuai dengan keinginan subjek, subjek
melampiaskannya dengan membenturkan kepalanya ke tembok ataupun ke lutut
subjek. Subjek juga sulit untuk mengutarakan apa yang ada di dalam pikirannya.
Setelah subjek mengikuti terapi di yayasan tersebut subjek mengalami
perubahan yang cukup signifikan. Subjek yang sebelumnya mempunyai perilaku
seperti membenturkan kepalanya ke tembok atau lutut semakin hari perilaku
tersebut mulai berkurang, sehingga sekarang jika subjek sedang marah ia hanya
menggeram. Selain itu, subjek juga sudah mulai bisa untuk berkomunikasi, ketika
ada orang lain yang bertanya kepada subjek, subjek mulai bisa menjawab
pertanyaan orang tersebut. Tetapi pertanyaan yang dapat dijawab subjek hanya
seputar pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban simpel, seperti iya,
sudah, dan menjawab namanya. Subjek juga sudah mengerti perintah perintah
sederhana yang diberikan oleh terapis dan subjek menyukai binatang-binatang.
Pada subjek tersebut terapis menggunakan metode modifikasi perilaku yaitu
punishment dan reinforcement. Dimana jika subjek dapat menjawab pertanyaan
yang diberikan oleh terapis, subjek akan diberi reward seperti pujian, makanan
kecil, ataupun bermain mainan yang disukai subjek.Tetapi jika subjek tidak dapat
mengikuti perintah terapis, subjek akan mendapat disiplin.
Lampiran
6