Anda di halaman 1dari 37

BAB 2

PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit
2.1.1 Anatomi kulit (1,2)
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1.5 m2 dengan berat kira-kira
15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan
cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif,
bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi
tubuh.
Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna terang (fair skin), pirang
dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna hitam
kecoklatan pada genitalia orang dewasa.
Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya; kulit yang
elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal dan
tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada
muka, yang lembut pada leher dan badan, dan yang berambut kasar terdapat pada
kepala.
Pembagian kulit secara garis besar tersusun tiga lapisan utama yaitu : lapisan
epidermis, lapisan dermis dan lapisan subkutis.
1. Lapisan epidermis tebalnya bervariasi dari 0,04 mm pada kelopak mata sampai 1,6
mm pada telapak tangan. Epidermis dibentuk oleh 4 macam sel: keratinosit,
melanosit, sel Langerhans dan sel Merkel. Secara embriologi, epidermis terbentuk
pada minggu ketiga sebagai selapis sel epitel dan berasal dari ektoderm. Dalam 4
minggu, epitel akan membelah menjadi lapisan germinal basal dan lapisan luar
dari sel-sel pipih kaya glikogen yang disebut periderm. Pada bulan keenam, kulit
telah terkeratinisasi sempurna dan mempunyai 5 lapisan yaitu lapisan basal atau
stratum germinativum, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lusidum
dan terakhir adalah stratum korneum. Semua lapisan ini dapat dilihat di kulit

telapak tangan dan telapak kaki, tapi hanya stratum korneum dan stratum
germinativum yang ditemukan di seluruh bagian tubuh. (2)
Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar dan
terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang coati, tidak berinti, dan

protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).


Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan
lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi
protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak

tangan dan kaki.


Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel
gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butirbutir kasar ini terdiri atas keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai

lapisan ini. Stratum granulosum juga tampak jelas di telapak tangan dan kaki.
Stratum spinosum (stratum Malphigi) atau disebut pula prickle cell layer
(lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang
besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih
karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak di tengah-tengah. Selsel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Di antara sel-sel
stratum spinosum terdapat jembatan-jembatan antar sel (intercellular bridges)
yang terdiri atas protoplasma dan tonofibrif atau keratin. Di antara sel-sel
spinosum

terdapat

pula

sel

Langerhans.

Sel-sel

stratum

spinosum

mengandung banyak glikogen.


Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun
vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade).
Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah.
Sel-sel basal ini mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini
terdiri atas dua jenis sel yaitu :
a. sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong
dan besar, dihubungkan satu dengan yang lain oleh jembatan antar sel.

b. sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel-sel


berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan
mengandung butir pigmen.
Melanosit berasal dari sel-sel neural crest dan muncul di epidermis pada
minggu ke-8. Pada bulan kelima, melanosit mulai memproduksi melanosom dan
mengirim melanin ke keratinosit. Sel-sel Langerhans berasal dari sel-sel stem
hematopoietic dan muncul di epidermis pada minggu ke-6. Sel-sel Merkel muncul
pada minggu ke-16 perkembangan dan dianggap berasal dari baik neural crest
maupun ektoderm. (3)
2. Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada
epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemenelemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian
yakni:
a.

pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut
saraf dan pembuluh darah.

b.

pars retikulare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan,


bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen,
elastin, dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental
asam hialuronat dan kondroitin suflat, di bagian ini terdapat pula fibroblas.
Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblas, membentuk ikatan (bundel) yang
mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur
dengan bertambah umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil. Retikulin
mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf
dan mudah mengembang serta lebih elastis.

3. Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi
sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti
terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Vaskularisasi di kulit diatur
oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian atas dermis (pleksus
superfisial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang di
dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus yang di

subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini


pembuluh darah berukuran lebih besar dengan pembuluh darah terdapat saluran
getah bening.

Gambar 2.1 Lapisan Kulit (4)


2.1.2 Adneksa kulit (1,2)
Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut, dan kuku.
1. Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas :
a) Kelenjar keringat (glandula sudorifera)
Ada dua macam kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin yang kecilkecil, terletak dangkal di dermis dengan sekret yang encer, dan kelenjar apokrin
yang lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih kental.
Kelenjar ekrin berbentuk spiral dan bermuara langsung di permukaan
kulit. Terdapat di seluruh permukaan kulit dan terbanyak di telapak tangan dan
kaki, dahi, dan aksila. Sekresi bergantung pada beberapa faktor dan dipengaruhi
oleh saraf kolinergik, faktor panas, dan stres emosional.
Kelenjar apokrin dipengaruhi oleh saraf adrenergik, terdapat di aksila,
areola mame, pubis, labia minora, dan saluran telinga luar. Fungsi apokrin pada
manusia belum jelas, pada waktu lahir kecil, tetapi pada pubertas mulai besar

dan mengeluarkan sekret. Keringat mengandung air, elektrolit, asam laktat, dan
glukosa, biasanya pH sekitar 4 - 6,8.
b) Kuku, adalah bagian terminal lapisan tanduk (stratum korneum) yang menebal.

Bagian kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku (nail root),
bagian yang terbuka di atas dasar jaringan lunak kulit pada ujung jari tersebut
badan kuku (nail plate), dan yang paling ujung adalah bagian kuku yang bebas.
Kuku tumbuh dari akar kuku keluar dengan kecepatan tumbuh kira-kira 1 mm
per minggu.
c) Rambut, terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit (akar rambut) dan

bagian yang berada di luar kulit (batang rambut). Pertumbuhan rambut melalui
3 fase pada dewasa. Pertumbuhan aktif rambut terjadi selama fase anagen.
Involusi dari folikel rambut terjadi pada fase katagen. Fase istirahat dari
pertumbuhan rambut disebut fase telogen. Selama fase anagen folikel rambut
terdiri dari 4 lapisan karena pertumbuhannya aktif. Selama katagen, ujung
rambut mengalami atrofi karena keratinosit mati dan mealonist berhenti
menghasilkan pigmen. Folikel rambut akan mengkerut. Selama telogen, folikel
hanya mengandung infundibulum dan isthmus dan lainnya atrofi. Ini saat
dimana rambut akan rontok secara aktif sebelum fase anagen dimulai lagi.
2.1.3 Fisiologi kulit (1,2)
Kulit melapisi seluruh permukaan tubuh dan menyambung dengan epitelium
dari sistem pencernaan, pernafasan dan urogenital. Kulit mempunyai peran penting
sebagai organ sensorik dan penting untuk metabolisme vitamin D. Lapisan epithelial
mempunyai dua fungsi penting, yaitu sebagai pertahanan fisik terhadap gangguan
mekanik, kimia dan mikrobiologi dari lingkungan. Selain itu kulit juga punya peran
dalam regulasi suhu. Kulit terdiri dari dua lapisan yaitu epidermis dan dermis.
Epidermis, lapisan paling luar, adalah lapisan yang avaskuler. Fungsi utamanya
adalah proses keratinisasi yang menghasilkan lapisan kuat dari sel-sel mati yang
mampu mengatasi gangguan dari lingkungan. Dermis adalah lapisan dibawah
epidermis yang mengandung vaskuler, dan terdapat kapiler-kapiler yang mampu

mengatur suhu baik dengan vasodilatasi (hilang panas) atau vasokontriksi (menahan
panas).
1. Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau
mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi, misalnya zat-zat
kimia terutama yang bersifat iritan, contohnya karbol, asam, dan alkali kuat
lainnya; gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar ultra
violet; gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun jamur.
a. Hal di atas dimungkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit
dan serabut-serabut jaringan penunjang yang berperan sebagai pelindung
terhadap gangguan fisik.
b. Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit terhadap pajanan sinar
matahari dengan mengadakan tanning. Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi
karena sifat stratum korneum yang impermeabel terhadap pelbagai zat kimia
dan air, di samping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak
zat-zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit ini mungkin terbentuk dari
hasil ekskresi keringat dan sebum, keasaman kulit menyebabkan pH kulit
berkisar pada pH 5- 6.5 sehingga merupakan perlindungan kimiawi terhadap
infeksi bakteri maupun jamur. Proses keratinisasi juga berperanan sebagai
sawar (barrier) mekanis karena sel-sel mati melepaskan diri secara teratur.
2. Fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan Benda
padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang
larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit
ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit
dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis
vehikulum.
3. Fungsi ekskresi, kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna
lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCI, urea, asam urat, dan amonia.
Sebum yang diproduksi melindungi kulit karena lapisan sebum ini selain
meminyaki kulit juga menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit tidak
menjadi kering. Produk kelenjar lemak dan keringat di kulit menyebabkan
keasaman kulit pada pH 5 - 6.5.

4. Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan


subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di
dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang
terletak di dermis. Badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan
terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis.
Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di epidermis.
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), kulit melakukan peranan ini
dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi)
pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga memungkinkan
kulit mendapat nutrisi yang cukup balk. Tonus vaskular dipengaruhi oleh saraf
simpatis (asetilkolin).
6. Fungsi pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit), terletak di
lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel basal :
melanosit adalah 10 : 1. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran
pigmen (melanosomes) menentukan warna kulit ras maupun individu. Pajanan
terhadap sinar matahari mempengaruhi produksi melanosom. Pigmen disebar ke
epidermis melalui tangan-tangan dendrit sedangkan ke lapisan kulit di bawahnya
dibawa oleh sel melanofag (melanofor).
7. Fungsi keratinisasi, lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu
keratinosit, sel Langerhans, melanosit. Keratinosit dimulai dari sel basal
mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah
bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel menjadi makin gepeng dan
bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilang dan keratinosit
ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung terus menerus seumur
hidup. Proses ini berlangsung normal selama kira-kira 14-21 hari, dan memberi
perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.
8. Fungsi pembentukan vit D, dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi
kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.
2.2 Luka
2.2.1 Definisi luka (5)

Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan. Efek dari timbulnya
luka antara lain hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres simpatis,
perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, hingga kematian sel. Luka
dapat disebabkan oleh trauma tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan,
sengatan listrik dan animal bite. Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami
untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang
rusak, pembersihan sel dan benda asing, serta perkembangan awal seluler, merupakan
bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa
bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung
proses penyembuhan. Akan tetapi, penyembuhan luka juga dapat terhambat akibat
banyak faktor, baik yang bersifat lokal maupun sistemik.
2.2.2 Jenis luka
Luka dapat diklasifikasi berdasarkan kategori tertentu :
1. Berdasarkan waktu penyembuhan luka (5)
a) Luka akut, yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan proses
penyembuhan.
b) Luka kronis, yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses
penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.
2. Berdasarkan proses terjadinya (5)
a) Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrument yang
tajam dan kerusakan sangat minimal. Misal, yang terjadi akibat
pembedahan.
b) Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu
tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak,
perdarahan dan bengkak.
c) Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan
benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
d) Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda seperti peluru
atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
e) Luka gores (Lacerated Wound), terjadi jika kekuatan trauma melebihi
kekuatan regang jaringan.

f) Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ


tubuh. Biasanya pada bagian awal masuk luka diameternya kecil, tetapi
pada bagian ujung luka biasanya akan melebar. (6,7)
g) Luka Bakar (Combustio), merupakan kerusakan kulit tubuh yang
disebabkan oleh api, atau penyebab lain seperti oleh air panas, radiasi,
listrik dan bahan kimia. Kerusakan dapat menyertakan jaringan bawah
kulit. (8)
3. Berdasarkan Derajat Kontaminasi (5)
a) Luka bersih (Clean Wounds), yaitu luka tak terinfeksi, dimana tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi, dan kulit disekitar luka
tampak bersih. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup.
Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% 5%.
b) Luka bersih terkontaminasi (Clean-contamined Wounds), merupakan luka
dalam kondisi terkontrol, tidak ada material kontamin dalam luka.
Kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% 11%.
c) Luka terkontaminasi (Contamined Wounds), yaitu luka terbuka kurang
dari empat jam, dengan tanda inflamasi non-purulen. Kemungkinan
infeksi luka 10% 17%.
d) Luka kotor atau infeksi (Dirty or Infected Wounds), yaitu luka terbuka
lebih dari empat jam dengan tanda infeksi di kulit sekitar luka, terlihat
pus dan jaringan nekrotik. Kemungkinan infeksi luka 40%.

2.2.3 Penutupan luka


Tujuan utama dari penutupan luka yaitu untuk mengembalikan integritas kulit
sehingga mengurangi resiko terjadinya infeksi, scar dan penurunan fungsi. (5) Proses
penutupan pada luka terbagi menjadi 3 kategori, tergantung pada tipe jaringan yang
terlibat dan keadaan serta perlakuan pada luka. (9)
1. Penutupan luka primer (Intensi Primer)
Penyembuhan primer atau sanatio per primam intentionem terjadi bila
luka segera diusahakan bertaut, biasanya dengan bantuan jahitan. Luka dibuat

10

secara aseptik dengan kerusakan jaringan minimum, dan dilakukan penutupan


dengan baik seperti dengan penjahitan. Ketika luka sembuh melalui instensi
pertama, jaringan granulasi tidak tampak dan pembentukan jaringan parut
minimal. Parutan yang terjadi biasanya lebih halus dan kecil. (9)
2. Penutupan luka sekunder (Intensi Sekunder)
Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar akan berjalan
secara alami. Luka akan terisi jaringan granulasi dan kemudian ditutup
jaringan epitel. Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder atau sanatio
per secundam intentionem. Cara ini biasanya memakan waktu cukup lama dan
meninggalkan parut yang kurang baik, terutama jika lukanya terbuka lebar.
(10)
3. Penutupan luka primer tertunda (Intensi Tersier)
Penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang
terkontaminasi berat atau tidak berbatas tegas. Luka yang tidak berbatas tegas
sering meninggalkan jaringan yang tidak dapat hidup yang pada pemeriksaan
pertama sukar dikenal. Keadaan ini diperkirakan akan menyebabkan infeksi
bila luka langsung dijahit. Luka yang demikian akan dibersihkan dan dieksisi
(debridement) dahulu, selanjutnya baru dijahitdan dibiarkan sembuh secara
primer. Cara ini disebut penyembuhan primer tertunda. Selain itu, jika luka
baik yang belum dijahit, atau jahitan terlepas dan kemudian dijahit kembali,
dua permukaan granulasi yang berlawanan akan tersambungkan. Hal ini
mengakibatkan jaringan parut yang lebih dalam dan luas dibandingkan dengan
penyembuhan primer. (11)

11

Gambar 2.2 Macam-macam proses penutupan luka (12)

2.2.4 Fase penyembuhan luka


Setiap proses penyembuhan luka akan melalui 3 tahapan yang dinamis, saling
terkait dan berkesinambungan, serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat luka.
Sehubungan dengan adanya perubahan morfologik, tahapan penyembuhan luka terdiri
dari:
1. Fase Hemostasis dan Inflamasi (13)

Fase hemostasis dan inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler
yang terjadi akibat perlukaan pada jaringan lunak. Tujuannya adalah
menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, selsel mati, dan bakteri, untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan.
Pada awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan
keluarnya platelet yang berfungsi hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler

12

yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan substansi vasokonstriktor yang


mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi, selanjutnya terjadi
penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini hanya
berlangsung 5-10 menit, dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler
karena stimulasi saraf sensoris (local sensoris nerve ending), local reflex
action, dan adanya substansi vasodilator : histamin, serotonin dan sitokin.
Histamin selain menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan
meningkatnya permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari
pembuluh darah dan masuk ke daerah luka. Secara klinis terjadi edema
jaringan dan keadaan lokal lingkungan tersebut asidosis. Eksudasi ini juga
mengakibatkan migrasi sel lekosit (terutama netrofil) ke ekstravaskuler.
Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan bakteri di
daerah luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh sel makrofag
yang berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil pada proses
penyembuhan luka. Fungsi makrofag disamping fagositosis adalah (14):
a. Sintesa kolagen
b. Membentuk jaringan granulasi bersama dengan fibroblast
c. Memproduksi growth factor yang berperan pada re-epitelisasi
d. Membentuk pembuluh kapiler baru atau angiogenesis
Dengan berhasil dicapainya luka yang bersih, tidak terdapat infeksi serta
terbentuknya makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat dipakai sebagai
pedoman/parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan adanya eritema,
hangat pada kulit, edema, dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3
atau hari ke-4.

13

Gambar 2.3 Fase Hemostasis dan Inflamasi (10)


2. Fase Proliferasi (Fase Fibroplasia)

Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasias, karena yang


menonjoladalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir
fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel
mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam
aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan
mempertautkan tepi luka (11).
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki
dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblast
sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan
menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses
rekonstruksi jaringan.
Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel
fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan
penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblast akan aktif bergerak dari jaringan
sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang proliferasi)
serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, asam hyaluronat,
fibronectin dan proteoglikans) yang berperan dalam membangun jaringan
baru (10).
Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal
jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya subtrat

14

oleh fibroblast, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan
juga fibroblast sebagai satu kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka.
Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam didalam jaringan baru
tersebut disebut sebagai jaringan granulasi, sedangkan proses proliferasi
fibroblast dengan aktifitas sintetiknya disebut fibroplasia. Respons yang
dilakukan fibroblast terhadap proses fibroplasias adalah (14):
a. Proliferasi
b. Migrasi
c. Deposit jaringan matriks
d. Kontraksi luka
Angiogenesis,

suatu

proses

pembentukan

pembuluh

kapiler

barudidalam luka, mempunyai arti penting pada tahap proleferasi proses


penyembuhan

luka.

Kegagalan

vaskuler

akibat

penyakit

(diabetes),

pengobatan (radiasi) atau obat (preparat steroid) mengakibatkan lambatnya


proses sembuh karena terbentuknya ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler yang
melakukan invasi kedalam luka merupakan suatu respons untuk memberikan
oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka, karena biasanya pada daerah
luka terdapat keadaan hipoksik dan turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini
fibroplasia dan angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan dipengaruhi
oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet dan makrofag (growth factors).
Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblast mengeluarkan
keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosissel
epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya
membentuk barrier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen
oleh fibroblast, pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan
kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis.
Untuk membantu jaringan baru tersebut menutupluka, fibroblas akan merubah
strukturnya menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan
kontraksi pada jaringan. Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka
dengan defek luas dibandingkan dengan defek luka minimal. (5,9)

15

Gambar 2.4. Fase Proliferasi (10)


3. Fase Remodelling

Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir
sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase remodelling adalah
menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan
yang kuat dan berkualitas. Fibroblast sudah mulai meninggalkan jaringan
grunalasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh
mulai regresi, dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk
memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai
puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah
dimulai sejak fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase remodelling. Selain
pembentukan kolagen, juga akan terjadi pemecahan kolagen oleh enzim
kolagenase. Kolagen muda (gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase
proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat,
dengan struktur yang lebih baik (proses re-modelling).
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan
antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang
berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atauhypertrophic scar,
sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan
parut dan luka akan selalu terbuka. Luka dikatakan sembuh jika terjadi
kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan kulit mampu atau tidak
mengganggu untuk melakukan aktivitas yang normal. Meskipun proses
penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil
16

yang dicapai sangat tergantung dari kondisi biologic masing-masing individu,


lokasi, serta luasnya luka (5,9,13).

Gambar 2.5. Fase Remodelling (10)


2.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
Faktor lokal (15)
o
Oksigenasi
Oksigenasi mungkin merupakan faktor terpenting yang berpengaruh pada
kecepatan penyembuhan. Hal ini tampak secara klinik; pada daerah dengan
vaskularisasi yang baik, seperti wajah dan lidah, luka sembuh dengan cepat;
pada jaringan dengan vaskularisasi buruk, seperti tendo dan kartilago, luka
sembuh dengan lambat. Penyembuhan terhalang bila jahitan atau balutan
terlalu ketat, pada pasien diabetes atau pada usia lanjut dengan penyakit
pembuluh kecil yang luas. Setelah radiasi, fibrosis menghalangi vaskularisasi
o

dan penyembuhan.
Hematoma
Hematoma atau seroma menghalangi penyembuhan dengan menambah
jarak tepi-tepi luka dan jumlah debridemen yang diperlukan sebelum fibrosis
dapat terbentuk. Produk darah adalah media subur untuk pertumbuhan bakteri
dan infeksi luka. Hematoma adalah gangguan tersering ketahanan lokal
jaringan terhadap infeksi, sehingga pencegahan pembentukan hematoma

merupakan keharusan dari teknik operasi yang baik.


Teknik operasi
Penyembuhan luka normal membutuhkan keseimbangan antara lisis
kolagen dan pembentukan kolagen. Enzim kolagenase menggerakkan kolagen

17

matur sebagai bagian proses remodelling. Pada luka abdomen, kolagen


melemahkan fasia sampai 5mm dari tepi potong. Jahitan harus terletak di
bawah daerah lemah ini, agar tetap melekat kuat sampai proses penyembuhan
memperbaiki kekuatan ke arah perbaikan. Lisis kolagen meningkat bila ada
infeksi dan dengan aksi steroid. Hal ini menjelaskan mengapa luka memburuk
pada pasien dengan luka terinfeksi, terutama bila diberi steroid.

Faktor umum
o Nutrisi.
Kekurangan vitamin C menghalangi hidroksilasi prolin dan lisin,
sehingga kolagen tidak dikeluarkan oleh fibroblast.
o Seng.
Seng diperlukan dalam proses penyembuhan pada penderita luka bakar
yang parah, trauma, atau sepsis, tetapi aksinya belum diketahui dengan jelas.
o Steroid.
Steroid menghalangi penyembuhan dengan menekan proses
peradangan dan menambah lisis kolagen. Efeknya sangat nyata selama 4 hari
pertama.
o Sepsis.
Sepsis sistemik memperlambat penyembuhan. Mekanisme ini belum
diketahui, tetapi mungkin berhubungan dengan kebutuhan akan asam amino
untuk membentuk molekul kolagen. Jadi inilah penyebab pemberian makan
parenteral dapat mempercepat penyembuhan luka pada penderita dengan
malnutrisi atau sepsis.
o Obat sitotoksik.
5-Fluorourasil, metotreksat, siklofosfamid dan mustrad nitrogen
menghalangi penyembuhan luka dengan menekan pembelahan fibroblast dan
sintesis kolagen. (Sabiston )

2.2.6 Komplikasi penyembuhan luka


1. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama
pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul

18

dalam 2 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk


adanya purulent, peningkatan drainase,nyeri, kemerahan dan bengkak di
sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.
Fase-fase infeksi pada luka:
a. Infiltrat : terjadi infiltrasi sel darah putih pada tempat yang dimasuki
b.

oleh kuman penyebab infeksi tersebut.


Abses : pengumpulan nanah dalam ruangan yang sebelunnya tidak

ada, biasanya dijumpai 5 tanda radang ditambah fluktuasi (+).


c. Gangren yaitu kematian sebagian atau/ seluruh organ. Selain karena
infeksi juga bisa disebabkan oleh kelainan pembuluh darah, trauma.
(16)
2. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit
membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh
benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda.
Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering
dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah
itu. Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka
steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan
mungkin diperlukan. (16)
3. Fistula
Fistula yaitu adanya saluran yang menghubungkan 2 rongga. Fistula
pada luka karena luka menimbulkan air terus, biasanya disebabkan oleh
benang jahit yang tidak diserap. (16)
4. Hematoma
Hematoma yaitu penumpukkan bekuan darah dalam jaringan.
Penyebab proses hemostatik yang tidak baik. (16)
5. Seroma

19

Seroma yaitu pengumpulan cairan serosa dibawah luka, karena yang


dijahit kulit atasnya saja. Bisa sebagai perangsang terjadinya infeksi.
Biasanya ditandai dengan bengkak, fluktuasi (+), tidak dijumpai tandatanda radang. (16)
6. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling
serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total.
Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah
faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma, gagal untuk
menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi
resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4
5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika
dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan
steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk
segera dilakukan perbaikan pada daerah luka. (16)
4. Keloid dan jaringan parut hipertrofik
Timbul karena reaksi serat kolagen yang berlebihan dalam proses
penyembuhan luka. Serat kolagen disini teranyam teratur. Keloid yang
tumbuh berlebihan melampaui batas luka, sebelumnya menimbulkan gatal
dan cenderung kambuh bila dilakukan intervensi bedah. Parut hipertrofik
hanya berupa parut luka yang menonjol, nodular, dan kemerahan, yang
menimbulkan rasa gatal dan kadang kadang nyeri. Parut hipertrofik akan
menyusut pada fase akhir penyembuhan luka setelah sekitar satu tahun,
sedangkan keloid tidak.
Keloid dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh. Tempat
predileksi merupakan kulit, toraks terutama di muka sternum, pinggang,
daerah rahang bawah, leher, wajah, telinga, dan dahi. Keloid agak jarang
dilihat di bagian sentral wajah pada mata, cuping hidung, atau mulut.

20

Pengobatan keloid pada umumnya tidak memuaskan. Biasanya dilakukan


penyuntikan kortikosteroid intrakeloid, bebat tekan, radiasi ringan dan
salep madekasol (2 kali sehari selama 3-6 bulan). Untuk mencegah
terjadinya keloid, sebaiknya pembedahan dilakukan secara halus, diberikan
bebat tekan dan dihindari kemungkinan timbulnya komplikasi pada proses
penyembuhan luka (16).
2.2.7 Perawatan luka
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu
evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan
luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan. (16)
a) Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan
eksplorasi).
b) Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk
melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau
larutan antiseptik seperti:
1. Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).
2. Halogen dan senyawanya.
Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas
dan dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam.
Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan
kompleks

yodium

dengan

polyvinylpirrolidone

yang

tidak

merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil karena
tidak menguap.
3. Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk
4.

antiseptik borok.
Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa
biguanid dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah
larut dalam air, tidak merangsang kulit dam mukosa, dan baunya

tidak menusuk hidung.


5. Oksidansia
i. Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak
lemah berdasarkan sifat oksidator.

21

ii.

Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan

kotoran dari dalam luka dan membunuh kuman anaerob.


6. Logam berat dan garamnya
i. Merkuri
klorida
(sublimat),
berkhasiat
menghambat
pertumbuhan bakteri dan jamur.
ii. Merkurokrom (obat merah) dalam larutan 5-10%. Sifatnya
bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara
merangsang timbulnya kerak (korts).
7. Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
8. Derivat fenol
i. Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik
wajah dan genitalia eksterna sebelum operasi dan luka bakar.
ii. Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.
9. Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol),
merupakan turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam
konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah,
kompres dan irigasi luka terinfeksi.
c) Pembersihan Luka (16)
Tujuan

dilakukannya

pembersihan

luka

adalah

meningkatkan,

memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari


terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan debris.
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah
pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan
pencuci yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga
memperlama waktu rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Pemelihan
cairan dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap
luka. Selain larutan antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci
luka lain yang saat ini sering digunakan yaitu Normal Saline.
Normal saline atau disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan cairan
yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam setiap

22

liternya mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g dengan osmolaritas 308


mOsm/l setara dengan ion-ion Na+ 154 mEq/l dan Cl- 154 mEq/l.
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka:
1. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang
jaringan mati dan benda asing.
2. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
3. Berikan antiseptic
4. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian
anastesi lokal. Bila perlu lakukan penutupan luka.
d) Penjahitan luka (16)
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang
dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat
dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau
per tertiam.
Penjahitan luka membutuhkan beberapa persiapan baik alat, bahan serta
beberapa peralatan lain. Urutan teknik juga harus dimengerti oleh operator
serta asistennya.
Tujuan menjahit luka:

Mencegah parut luka di kemudian hari menjadi parut hipertrofik


(tebal, gelap, tidak rata), atau keloid (tumbuh terus, gatal, nyeri).

Membuat bekas luka halus, tak begitu nyata.

Memuaskan pasien dan mengurangi morbiditas. (17)

Indikasi menjahit luka:


Adanya luka yang terbuka merupakan indikasi untuk ditutup secara
primer (dijahit).

Penyembuhan akan lebih baik dan lebih cepat bila ditutup secara
primer bila dibandingkan dengan penyembuhan sekunder.

23

Bila luka lebih cepat ditutup maka kemungkinan infeksi dan


komplikasi akan berkurang.

Bekas lukanya lebih bagus. (17)

Alat yang dibutuhkan :

Naald Voeder ( Needle Holder ) atau pemegang jarum biasanya

satu buah.
Pinset Chirrurgis atau pinset Bedah satu buah
Gunting benang satu buah.
Jarum jahit, tergantung ukuran cukup dua buah saja.

Bahan yang dibutuhkan :

Benang jahit Seide atau silk


Benang Jahit Cat gut chromic dan plain.

Lain-lain :

Doek lubang steril


Kasa steril
Handscoon
Steril

Urutan teknik penjahitan luka ( suture techniques) (16)


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Persiapan alat dan bahan


Persiapan asisten dan operator
Desinfeksi lapangan operasi
Anestesi lapangan operasi
debridement dan eksisi tepi luka
penjahitan luka
perawatan luka

Macam-macam jahitan luka (16)


1. Jahitan Simpul Tunggal
Sinonim : Jahitan Terputus Sederhana, Simple Inerrupted Suture
Merupakan jenis jahitan yang sering dipakai. digunakan juga
untuk jahitan situasi.

24

Teknik :
Melakukan penusukan jarum dengan jarak antara setengah
sampai 1 cm ditepi luka dan sekaligus mengambil jaringan
subkutannya sekalian dengan menusukkan jarum secara

tegak lurus pada atau searah garis luka.


Simpul tunggal dilakukan dengan benang absordable denga

jarak antara 1cm.


Simpul di letakkan ditepi luka pada salah satu tempat

tusukan
Benang dipotong kurang lebih 1 cm.

Gambar 2.6 Jahitan simpul tunggal (18)


2. Jahitan matras Horizontal
Sinonim : Horizontal Mattress suture, Interrupted mattress
Jahitan dengan melakukan penusukan seperti simpul, sebelum
disimpul dilanjutkan dengan penusukan sejajar sejauh 1 cm dari
tusukan pertama. Memberikan hasil jahitan yang kuat.

25

Gambar 2.7 Jahitan matras horizontal (18)


3. Jahitan Matras Vertikal
Sinonim : Vertical Mattress suture, Donati, Near to near and far
to far
Jahitan dengan menjahit secara mendalam dibawah luka
kemudian dilanjutkan dengan menjahit tepi-tepi luka. Biasanya
menghasilkan penyembuhan luka yang cepat karena di
dekatkannya tepi-tepi luka oleh jahitan ini.

Gambar 2.8 Jahitan matras vertical (19)


4. Jahitan Matras Modifikasi
26

Sinonim : Half Burried Mattress Suture


Modifikasi dari matras horizontal tetapi menjahit daerah luka
seberangnya pada daerah subkutannya.

Gambar 2.9 Jahitan matras modifikasi (19)


5. Jahitan Jelujur sederhana
Sinonim : Simple running suture, Simple continous, Continous
over and over
Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju.
Biasanya menghasilkan hasiel kosmetik yang baik, tidak
disarankan penggunaannya pada jaringan ikat yang longgar.

27

Gambar 2.10 Jahitan jelujur sederhana (20)


6. Jahitan Jelujur Feston
Sinonim : Running locked suture, Interlocking suture
Jahitan kontinyu dengan mengaitkan benang pada jahitan
sebelumnya, biasa sering dipakai pada jahitan peritoneum.
Merupakan variasi jahitan jelujur biasa.

Gambar 2.11 Jahitan jelujur Feston (19)


7. Jahitan Jelujur horizontal
Sinonim : Running Horizontal suture
Jahitan kontinyu yang diselingi dengan jahitan arah horizontal.
8. Jahitan Simpul Intrakutan
Sinonim : Subcutaneus Interupted suture, Intradermal burried
suture, Interrupted dermal stitch.
Jahitan simpul pada daerah intrakutan, biasanya dipakai untuk
menjahit area yang dalam kemudian pada bagian luarnya dijahit
pula dengan simpul sederhana.

28

Gambar 2.12 Jahitan simpul intrakutan (21)


9.

Jahitan Jelujur Intrakutan


Sinonim :

Running subcuticular

suture, Jahitan

jelujur

subkutikular
Jahitan jelujur yang dilakukan dibawah kulit, jahitan ini terkenal
menghasilkan kosmetik yang baik

Gambar 2.13 Jahitan jelujur intrakutan (22)


e) Penutupan Luka (16)
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka
sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
f) Pembalutan (16)

29

Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung


pada penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung
terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi
luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan
yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan
hematom.
g) Pemberian Antibiotik (16)
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada
luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
h) Pemasangan drain (16)
Drain adalah selang yang digunakan untuk mengeluarkan darah, pus,
dan berbagai cairan lainnya luka. Drain yang dipasang setelah operasi
pembedahan tidak mengakibatkan penyembuhan luka yang lebih cepat
atau mencegah infeksi tetapi terkadang diperlukan untuk mengalirkan
cairan tubuh yang mungkin dapat berakumulasi dan menyebabkan focus
infeksi. Penggunaan rutin drain untuk prosedur bedah berkurang seiring
pemeriksaan radiologis yang lebih baik dan keyakinan dalam teknik
bedah. Drain dapat menghalangi pemulihan paska operasi dengan
bertindak sebagai 'jangkar'

yang membatasi mobilitas pasen setelah

operasi dan drain itu sendiri dapat memungkinkan infeksi ke dalam luka.
Tetapi dalam situasi tertentu penggunaannya tidak dapat dihindari. Drain
memiliki kecenderungan untuk menimbulkan oklusi atau tersumbat,
mengakibatkan cairan yang terkumpul yang dapat berkontribusi untuk
timbulnya infeksi atau komplikasi lainnya.
Drain dapat tersambung ke dinding suction, perangkat suction
portabel, atau dapat dibiarkan mengalir secara alami. Rekaman yang
akurat dari volume drainase serta isi sangat penting untuk memastikan
secara tepat tentang penyembuhan dari luka dan monitor untuk
pendarahan yang berlebihan.
30

Tanda-tanda infeksi baru atau jumlah drainase yang berlebihan harus


dilaporkan kepada penyedia perawatan kesehatan segera.
Indikasi pemasangan drain :

Mencegah terjadinya akumulasi cairan (darah, pus, cairan

terinfeksi)
Mencegah terjadinya akumulasi udara (dead space)
Identifikasi jenis cairan

Macam macam drain :

Terbuka dan tertutup


Drain terbuka mengalirkan cairan ke dalam kantung stoma.
Kemungkinan risiko infeksi tinggi.
Drain tertutup dibentuk dari selang yang dihubungkan ke
sebuah kantung atau botol. Biasanya dipakai untuk drain pada

dada, perut, dan kasus ortopedi. Risiko infeksi lebih minimal.


Aktif atau pasif
Drain aktif diatur dengan suction (bisa bertekanan rendah atau
tinggi)
Drain pasif tidak memiliki suction dan bekerja berdasarkan
perbedaan tekanan antara rongga tubuh dan eksteror.
Silastik atau karet
Drain silastik hanya menyebabkan reaksi jaringan yang
minimal,
Drain karet dapat menyebabkan reaksi jaringan yang intens.
Petunjuk pemakaian :
- Jika aktif, drain dapat disambungkan dengan sumber
suction (dan diatur pada tekanan yang sesuai)
- Pastikan drain aman (drain dapat terlepas ketika mengantar
pasien ke ruangan). Terlepasnya drain dapat meningkatkan
resiko infeksi dan iritasi di sekitar kulit.
- Ukur dan catat keluaran drain secara akurat
- Monitoring perubahan dari karakter atau volume cairan.
Identifikasi adanya komplikasi pada cairan (contohnya
sekresi pancreas atau empedu) atau darah
- Gunakan pengukuran dari keluarnya

31

cairan

untuk

pemasukan cairan IV
Pelepasan Drain
Secara umum, drain harus dilepas ketika cairan drainase sudah
berhenti atau di bawah 25 ml/hari.
- Peringatkan pasien bahwa akan terjadi ketidaknyamanan
ketika drain dilepaskan
- Siapkan analgetik
- Tempat bekas pemasangan drain ditutup oleh kassa kering
Pelepasan drain yang terlalu dini meningkatkan kemungkinan
terjadinya komplikasi infeksi
i) Pengangkatan Jahitan (16)
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu
pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis
pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi.
Berdasarkan lokasi dan hari tindakan:
Muka atau leher hari ke 5
Pereut hari ke7-10
Telapak tangan 10
Jari tangan hari ke 10
Tungkai atas hari ke 10
Tungkai bawah 10-14
Dada hari ke 7
Punggung hari ke 10-14
j) Jenis jenis benang dan penggunaannya
Benang dapat dibagi menurut: (16)
1. Penyerapan
a. Benang yang dapat diserap atau absorbable, contoh: catgut, asam
poliglikolat

(Dexon),

asam

poliglaktik

(Vicryl)

dan

polidioksanone. Yang paling sering dipakai adalah Catgut dan


Vicryl.
b. Benang tidak dapat diserap atau non-absorbable. Contoh: sutera,
katun, poliester, nilon, polypropilene (prolene), dan kawat tahan

32

karat. Yang sering dipakai adalah sutera dan polypropilene.


2. Reaksi jaringan yang timbul terhadap materi yang digunakan untuk
pembuatannya
a. Benang yang menimbulkan reaksi (besar), misalnya catgut,
sutera, dan benang-benang multifilamen.
b. Benang yang menimbulkan reaksi minimal, misalnya nilon dan
benang-benang monofilamen.
3. Filamen fisik
a. Benang multifilamen yang disusun/kepang (braided), misalnya
sutera.
b. Benang monofilamen yang hanya terdiri dari satu filamen,
misalnya nilon.
Jenis Benang yang Dapat Diserap
1. Catgut, terbuat dari usus halus kucing atau domba. Catgut merupakan
benda asing bagi jaringan tubuh yang dapat mempengaruhi penyembuhan
luka. Plain catgut memiliki waktu absorbsi sekitar 10 hari. Chromic
catgut yang mengandung garam kromium memiliki waktu absorbsi yang
lebih lama sampai 20 hari. Chromic catgut biasanya menyebabkan reaksi
inflamasi yang lebih besar dibandingkan plain catgut. Tidak terbukti
bahwa catgut dapat menyebabkan reaksi alergi. Catgut digunakan untuk
mengikat pembuluh darah lapisan subkutaneus dan untuk menutup kulit
di skortum dan perineum.
2. Benang sintetis
a. Multifilamen
Asam poliglikolat atau Dexon adalah benang sintetis yang
mempunyai kekuatan regangan sangat besar. Diserap habis
setelah 60 90 hari. Efek reaksi jaringan yang dihasilkan lebih
kecil daripada catgut. Digunakan untuk menjahit fasia otot,
kapsul organ, tendon dan penutupan kulit secara subkutikulet
Dexon tidak mengandung protein kolagen, antigen, dan zat
pirogen sehingga menimbulkan reaksi jaringan yang minimal.
Karena bentuknya yang berpilin jangan digunakan untuk

33

menjahit di permukaan kulit karena dapat meningkatkan

pertumbuhan bakteri sehingga mudah timbul infeksi.


Asam poliglaktik atau vicryl adalah benang sintetis berpilin yang
sifatnya mirip dengan dexon. Benang ini memiliki kekuatan
regangan sedikit di bawah dexon dan dapat diserap habis setelah
60 hari pascaoperasi. Hanya digunakan untuk menjahit daerahdaerah yang tertutup dan merupakan kontraindikasi untuk jahitan
permukaan kulit. Vicryl biasanya berwarna ungu.
Untuk menghasilkan kekuatan yang memuaskan Vicryl dan
dexon disimpul minimal tiga kali. Vicryl dan dexon terutama
digunakan untuk meligasi pembuluh darah, menautkan fasia, dan

menjahit kulit secara subkutikular.


b. Monofilamen
Polidioksanone (PDS). Kekuatan regangannya bertahan selama 4
sampai 6 minggu dan diserap seluruhnya setelah 6 bulan. Karena
monofilamen, benang ini sangat baik untuk menjahit daerah yang
terinfeksi atau terkontaminasi.
Jenis Benang yang Tidak Dapat Diserap
1. Sutera atau silk adalah serat protein yang dihasilkan larva ulat sutera yang
dipilin menjadi benang. Mempunyai kekuatan regangan yang besar,
mudah dipegang dan mudah dibuat simpul. Kelemahannya, kekuatan
regangan dapat menyusut pada jaringan yang berbeda-beda, umumnya
timbul setelah 2 bulan pascapoperasi.
2. Poliester (dacron) merupakan serat poliester, berupa benang pilinan yang
mempunyai kekutan regangan yang sangat besar. Sangat dianjurkan untuk
penutupan fasia. Kerugiannya adalah tidak digunakan pada jaringan yang
terinfeksi atau terkontaminasi karena bentuknya yang berpilin. Untuk
kekuatan yang maksimal poliester disimpul minimal sebanyak lima kali.
3. Polipropilene (prolene) adalah material monofilamen yang sangat halus
sehingga tidak banyak menimbulkan kerusakan dan reaksi jaringan.
Biasanya berwarna biru. Pada beberapa merek prolene langsung

34

bersambung dengan jarum berukuran diameter sama sehingga tidak


menimbulkan trauma yang berlebihan. Merupakan pilihan utama untuk
menjahit daerah yang terinfeksi atau terkontaminasi. Ukuran yang sangat
kecil sering digunakan untuk bedah mikro. Kelemahannya benang ini
sulit disimpul dan sering terlepas sendiri.
4. Kawat baja dibuat dari baja yang mengandung karbon rendah merupakan
bahan inert (tidak bereaksi dengan jaringan). Menghasilkan kekuatan
regangan yang terbesar dan reaksi jaringan yang minimal. Kesulitannya
adalah dalam hal menjahit dan harus hati-hati untuk mencegah supaya
jaringan tidak terpotong atau terlipat (kinking). Digunakan untuk
menyambung ligamen, tendon dan tulang.
Ukuran Benang
Ukuran benang dinyatakan dalam satuan baku eropa atau dalam satuan
metric. Ukuran terkecil standar eropa adalah 11,0 dan terbesar adalah ukuran
7. Ukuran benang merupakan salah satu faktor yang menentukan kekuatan
jahitan. Oleh karena itu pemilihan ukuran benang untuk menjahit luka bedah
bergantung pada jaringan apa yang dijahit dan dengan pertimbangan faktor
kosmetik. Sedangkan kekuatan jahitan ditentukan oleh jumlah jahitan, jarak
jahitan, dan jenis benangnya. Pada wajah digunakan ukuran yang kecil (5,0
atau 6,0)

Lokasi
penjahitan

Jenis benang

Ukuran

Fasia

Semua

2,0-1

Otot

Semua

3,0-0

Kulit

Tak diserap

2,0-6,0

Lemak

Terserap

2,0-3,0

Hepar

Kromik catgut

2,0-0

Ginjal

Semua catgut

4,0

35

Pancreas

Sutera atau kapas

3,0

Usus halus

Catgut,
kapas

2,0-3,0

Usus besar

Kromik catgut

4,0-0

Tendon

Tak terserap

5,0-3,0

Kapsul sendi

Tak terserap

3,0-2,0

Peritoneum

Kromik catgut

3,0-2,0

Bedah mikro

Tak terserap

7,0-11,0

sutera,

Tabel 2.1 Jenis dan ukuran benang berdasarkan lokasi penjahitan (16)
Contoh contoh benang : (23)
Seide (silk/sutera)
Bersifat tidak licin seperti sutera biasa karena sudah dikombinasi dengan
perekat, tidak diserap tubuh. Pada penggunaan disebelah luar maka benang
harus dibuka kembali.
Warna : hitam dan putih
Ukuran : 5,0-3
Kegunaan : menjahit kulit, mengikat pembuluh arteri (arteri besar).
Plain catgut
Diserap tubuh dalam waktu 7-10 hari
Warna : putih dan kekuningan
Ukuran : 5,0-3
Kegunaan : untuk mengikat sumber perdarahan kecil, menjahit subkutis dan
dapat pula dipergunakan untuk menjahit kulit terutama daerah longgar (perut,
wajah) yang tak banyak bergerak dan luas lukanya kecil.
Plain catgut harus disimpul paling sedikit 3 kali, karena dalam tubuh akan
mengembang.

Chromic catgut

36

Berbeda dengan plain catgut, sebelum dipintal ditambahkan krom, sehinggan


menjadi lebih keras dan diserap lebih lama 20-40 hari.
Warna : coklat dan kebiruan
Ukuran : 3,0-3
Kegunaan : penjahitan luka yang dianggap belum merapat dalam waktu 10
hari, untuk menjahit tendo untuk penderita yang tidak kooperatif dan bila
mobilisasi harus segera dilakukan.
Ethilon
Benang sintetis dalam kemasan atraumatis (benang langsung bersatu dengan
jarum jahit) dan terbuat dari nilon lebih kuat dari seide atau catgut. Tidak
diserap tubuh, tidak menimbulkan iritasi pada kulit dan jaringan tubuh lain
Warna : biru dan hitam
Ukuran : 10,0-1,0
Penggunaan : bedah plastik, ukuran yang lebih besar sering digunakan pada
kulit, nomor yang kecil digunakan pada bedah mata.
Ethibond
Benang sintetis(polytetra methylene adipate). Kemasan atraumatis. Bersifat
lembut, kuat, reaksi terhadap tubuh minimum, tidak terserap.
Warna : hiaju dan putih
Ukuran : 7,0-2
Penggunaan : bedah kardiovaskular dan urologi.
Vitalene
Benang sintetis (polimer profilen), sangat kuat lembut, tidak diserap. Kemasan
atraumatis
Warna : biru
Ukuran : 10,0-1
Kegunaan : bedah mikro terutama untuk pembuluh darah dan jantung, bedah
mata, bedah plastik, menjahit kulit.
Vicryl

37

Benang sintetis kemasan atraumatis. Diserap tubuh tidak menimbulkan reaksi


jaringan. Dalam subkuitis bertahan 3 minggu, dalam otot bertahan 3 bulan
Warna : ungu
Ukuran : 10,0-1
Penggunaan : bedah mata, ortopedi, urologi dan bedah plastik.
Supramid
Benang sintetis dalam kemasan atraumatis. Tidak diserap
Warna : hitam dan putih
Kegunaan : penjahitan kutis dan subkutis.
Linen
Dari serat kapas alam, cukup kuat, mudah disimpul, tidak diserap, reaksi
tubuh minimum
Warna : putih
Ukuran : 4,0-0
Penggunaan : menjahit usus halus dan kulit, terutama kulit wajah.
Steel wire
Merupakan benang logam terbuat dari polifilamen baja tahan karat. Sangat
kuat tidak korosif, dan reaksi terhadap tubuh minimum. Mudah disimpul
Warna : putih metalik
Kemasan atraumatuk
Ukuran : 6,0-2
Kegunaan : menjahit tendo.

38

Anda mungkin juga menyukai