Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
Seperti diketahui oleh masyarakat bahwa setiap pasien yang akan menjalani
tindakan invasif, seperti tindakan bedah akan menjalani prosedur anestesi. Anestesi
sendiri secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh.
Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam 2 kelompok, yaitu analgetik
dan anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan
secara total. seseorang yang mengkonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan
sadar. Analgetik tidak selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu
meringankan rasa nyeri. Beberapa jenis anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran,
sedangkan jenis yang lainnya hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu
dan pemakainya tetap sadar.1
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum yang sempurna
menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko
yang tidak diinginkan dari pasien. Anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya
terdiri dari 2 cara, yaitu Anastetik Inhalasi dan Anastetik Intravena. Terlepas dari
cara penggunaanya suatu anestetik yang ideal sebenarnya harus memperlihatkan 3
efek

utama

yang

dikenal

sebagai

Trias

Anestesia,

yaitu efek

hipnotik (menidurkan), efek analgesia, dan efek relaksasi otot. Akan lebih baik lagi
kalau terjadi juga penekanan reflex otonom dan sensoris, seperti yang diperlihatkan
oleh eter.1,2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 1

2.1 Anestesi Umum


2.1.1 Definisi Anestesi Umum1,3,4
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat reversibel. Anestesi umum yang sempurna
menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan risiko
yang tidak diinginkan dari pasien.
Anestesi memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:
a. Hipnotik/sedasi: hilangnya kesadaran
b. Analgesia: hilangnya respon terhadap nyeri
c.
Muscle relaxant: relaksasi otot rangka
2.1.2 Indikasi Anestesi Umum5,6
Pasien tidak kooperatif, seperti anak-anak
Dewasa yang memilih anestesi umum
Pembedahan yang luas
Pembedahan yang lama
Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan
Alergi obat anestesi lokal
Penderita dengan pengobatan antikoagulantia
2.1.3 Tahapan dan Tindakan Anestesi Umum5
a. Penilaian dan persiapan pra anestesia
Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor terjadinya
kecelakaan dalam anestesia. Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan
kunjungan pasien terlebih dahulu sehingga pada waktu pasien dibedah pasien
dalam keadaan bugar. Tujuan dari kunjungan tersebut adalah untuk mengurangi
angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan.
b. Penilaian pra bedah
Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya
sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat
KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 2

perhatian khusus,misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak


nafas pasca bedah, sehingga dapat dirancang anestesia berikutnya dengan lebih
baik. Beberapa penelitit menganjurkan obat yang kiranya menimbulkan masalah
dimasa lampau sebaiknya jangan digunakan ulang, misalnya halotan jangan
digunakan ulang dalam waktu tiga bulan, suksinilkolin yang menimbulkan apnoe
berkepanjangan juga jangan diulang. Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan
1-2 hari sebelumnya.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat
penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi.
Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi.
Pemeriksaan rutin secara sistemik tentang keadaan umum tentu tidak boleh
dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua system organ
tubuh pasien.
Pemeriksaan laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi
pemeriksaan darah kecil (Hb, lekosit, masa perdarahan dan masa pembekuan)
dan urinalisis. Pada usia pasien diatas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG
dan foto thoraks.
Kebugaran untuk anestesia
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan
agar pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan yang
tidak perlu harus dihindari.
Klasifikasi status fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang
adalah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA).

KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 3

Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan resiko anestesia, karena efek samping
anestesia tidak dapat dipisahkan dari efek samping pembedahan.
a. ASA I

: Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.

b. ASA II

: Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.

c. ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas


rutin terbatas.
d. ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan
aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap
saat.
e. ASA V

: Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa

pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.


Masukan oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama
pada pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko
tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia
harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum
induksi anestesia.
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada
bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi
anestesia. Minuman bening, air putih teh manis sampai 3 jam dan untuk
keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum
induksi anestesia.
c.

Premedikasi
Sebelum pasien diberi obat anestesia, langkah selanjutnya adalah dilakukan
premedikasiyaitu pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia diberi
dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi
diantaranya:
1. Meredakan kecemasan dan ketakutan

KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 4

2. Mempelancar induksi anesthesia


3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
4. Meminimalkan jumlah obat anestetik
5. Mengurangi mual-muntah pasca bedah
6. Menciptakan amnesia
7. Mengurangi isi lambung
8. Mengurangi reflex yang membahayakan
Waktu dan cara pemberian premedikasi:
Pemberian obat secara subkutan tidak akan efektif dalam 1 jam, secara
intramuscular minimum harus ditunggu 40 menit. Pada kasus yang sangat darurat
dengan waktu tindakan pembedahan yang tidak pasti obat-obat dapat diberikan
secara intravena. Obat akan sangat efektif sebelum induksi. Bila pembedahan
belum dimulai dalam waktu 1 jam dianjurkan pemberian premedikasi
intramuscular, subkutan tidak dianjurkan. Semua obat premedikasi bila diberikan
secara intravena dapat menyebabkan sedikit hipotensi kecuali atropine dan hiosin.
Hal ini dapat dikurangi dengan pemberian secara perlahan-lahan dan diencerkan.
Obat-obat yang sering digunakan:
1. Analgesik narkotik
a. Petidin (amp 2cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
b. Morfin (amp 2cc = 10 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
c. Fentanyl (fl 10cc = 500 mg), dosis 1-3gr/kgBB
2. Analgesik non narkotik
a. Ponstan
b. Tramadol
3. Hipnotik
a. Ketamin (fl 10cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
b. Pentotal (amp 1cc = 1000 mg), dosis 4-6 mg/kgBB
4. Sedatif
a. Diazepam/valium/stesolid (amp 2cc = 10mg), dosis 0,1 mg/kgBB

KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 5

b. Midazolam/dormicum (amp 5cc/3cc = 15 mg),dosis 0,1mg/kgBB


c. Propofol/recofol/diprivan (amp 20cc = 200 mg), dosis 2,5 mg/kgBB
d. Dehydrobenzperidon/DBP (amp 2cc = 5 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
5. Anti emetic
b. Dehydrobenzperidon
c. Narfoz, rantin, primperan
6. Anti kolinergik
a. Sulfas atropine (amp 1cc = 0,25 mg),dosis 0,001 mg/kgBB

2.1.4 Teknik Anastesi


Induksi anestesi
Induksi anestesi merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar
menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan
pembedahan. Induksi dapat dikerjakan secara intravena, inhalasi, intramuscular
atau rectal. Setelah pasien tidur akibat induksi anestesia langsung dilanjutkan
dengan pemeliharaan anestesia sampai tindakan pembedahan selesai.
Untuk persiapan induksi anestesi diperlukan STATICS:
S : Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. LaringoScope, pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus
cukup terang.
T : Tube Pipa trakea.pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan
> 5 tahun dengan balon (cuffed).
A : Airway Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidungfaring (naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak
sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.
T : Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
I : Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang
mudah dibengkokan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.
C : Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia

KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 6

S : Suction penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.5


Induksi intravena5
Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari. Indksi intravena
dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat induksi
bolus disuntikan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi,
pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harsu diawasi dan selalu diberikan
oksigen. Dikerjakan pada pasien yang kooperatif.
Obat-obat induksi intravena:
a. Tiopental (pentotal, tiopenton)
Tiopental (pentotal, tiopenton) 1 amp 500 mg atau 1000 mg sebelum
digunakan dilarutkan dalam akuades steril sampai kepekatan 2,5% ( 1 ml = 25
mg). hanya boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7 mg/kg
disuntikan perlahan-lahan dihabiskan dalam 30-60 detik. Bergantung dosis
dan kecepatan suntikan tiopental akan menyebabkan pasien berada dalam
keadaan sedasi, hypnosis, anestesia atau depresi napas. Tiopental menurunkan
aliran darah otak, tekanan likuor, tekanan intracranial dan diguda dapat
melindungi otak akibat kekurangan O2 . Dosis rendah bersifat anti-analgesi.

b. Propofol (diprivan, recofol)


Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonic
dengan kepekatan 1% (1 ml = 10 mg). suntikan intravena sering menyebabkan
nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2
mg/kg intravena. Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk
anestesia intravena total 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan
intensif 0.2 mg/kg. pengenceran hanya boleh dengan dekstrosa 5%. Tidak
dianjurkan untuk anak < 3 tahun dan pada wanita hamil.
c. Ketamin (ketalar)
KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 7

Kurang digemari karena sering menimbulkan takikardia, hipertensi,


hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesia dapat menimbulkan mual-muntah,
pandangan kabur dan mimpi buruk. Sebelum pemberian sebaiknya diberikan
sedasi midazolam (dormikum) atau diazepam (valium) dengan dosis0,1 mg/kg
intravena dan untuk mengurangi salvias diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kg.
Dosis bolus 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3-10 mg. ketamin dikemas
dalam cairan bening kepekatan 1% (1ml = 10mg), 5% (1 ml = 50 mg), 10%
( 1ml = 100 mg).
Induksi intramuscular
Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara
intramuskulardengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
Induksi Inhalasi
1. N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida)
berbentuk gas, tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan
beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian harus disertai O2 minimal 25%.
Bersifat anastetik lemah, analgesinya kuat, sehingga sering digunakan
untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi
jarang digunakan sendirian, tapi dikombinasi dengan salah satu cairan
anastetik lain seperti halotan.
2. Halotan (fluotan) Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi,
asalkan anestesinya cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan diberikan
analgesi semprot lidokain 4% atau 10% sekitar faring laring. Kelebihan
dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis, terjadi
hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi
miokard, dan inhibisi refleks baroreseptor. Merupakan analgesi lemah,
anestesi kuat.

Halotan menghambat pelepasan insulin

mininggikan kadar gula darah.

KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 8

sehingga

3. Enfluran (etran, aliran) Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan
dan enfluran lebih iritatif disbanding halotan. Depresi terhadap sirkulasi
lebih kuat dibanding halotan, tetapi lebih jarang menimbulkan aritmia.
Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baik dibanding halotan.
4. Isofluran (foran, aeran)
Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian aliran
darah otak dan tekanan intracranial dapat dikurangi dengan teknik
anestesi hiperventilasi, sehingga isofluran banyak digunakan untuk bedah
otak. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga
digemari untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada
pasien dengan gangguan koroner.
5. Desfluran (suprane) Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC
6.0%), bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardi dan hipertensi.
Efek depresi napasnya seperti isofluran dan etran. Merangsang jalan
napas atas sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi.
6. Sevofluran (ultane)
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran.
Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga
digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan.
Induksi per rectal
Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau midazolam.
Induksi mencuri
Dilakukan pada anak atau bayi yang sedang tidur. Induksi inhalasi biasa
hanya sungkup muka tidak kita tempelkan pada muka pasien, tetapi kita berikan

KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 9

jarak beberapa sentimeter, sampai pasien tertidur baru sungkup muka kita
tempelkan.
Rumatan
Rumatan anestesi adalah menjaga tingkat kedalaman anestesi dengan cara
mengatur konsentrasi obat anestesi dalan tubuh pasien. Jika konsentrasi obat
tinggi, maka akan dihasilkan anestesi yang dalam. Sebaliknya, jika konsentrasi
obat rendah, maka didapatkan anestesi yang dangkal. Anestesi yang ideal adalah
anestesi yang adekuat. Untuk itu perlu dipantau secara ketat indikator-indikator
kedalaman anestesi.4,6
Rumatan anestesi (maintenance) dapat dikerjakan secara intravena atau
dengan inhalasi atau campuran keduanya. Rumatan anestesi mengacu pada tidur
ringan (hipnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan selama pasien
dibedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup.4,6
Rumatan intravena misalnya menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 1050 ug/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan analgesia
cukup, sehingga tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot. Rumatan intravena
juga dapat menggunakan opioid dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan infus
propofol 4-12 mg/KgBB/jam. Bedah lama dengan anestesi total intravena
menggunakan opioid, pelumpuh otot dan ventilator. Untuk mengembangkan paru
digunakan inhalasi dengan udara + O2 atau N2O + O2.4
Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O + O2 3 :1
ditambah halotan 0,5-2vol% atau enfluran 2-4 vol% atau isofluran 2-4 vol% atau
sovofluran 2-4 vol% bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu
(assisted) atau dikendalikan (controlled).4
2.1.5 Jenis-Jenis Anestesi
1. Anestesi Inhalasi
Anestesi inhalasi yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan
anestesi yang mudah menguap (volaitile agent) sebagai zat anestetik melalui
udara pernafasan. Zat anestetik yang digunakan berupa campuran gas (dengan
KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 10

oksigen) dan konsentrasi zat anestetik tersebut tergantung dari tekanan


parsialnya. Tekanan parsial dalam jaringan otak akan menentukan kekuatan
daya anestesi, zat anestetika disebut kuat bila dengan tekanan parsial yang
rendah sudah dapat memberi anestesi yang adekuat.
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan
aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi
digunakan gas dan cairan terbang yang masing-masing sangat berbeda dalam
kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot maupun menghilangkan rasa
sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada
permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan
sampai hanya sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian dan
pengeluaran. Keuntungan anestesi inhalasi dibandingkan dengan anestesi
intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman
anestesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas / uap yang diinhalasi.4,6
Halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, desflurane, dan methoxyflurane
merupakan cairan yang mudah menguap. Obat-obat ini diberikan sebagai uap
melalui saluran napas.
Cara pemberian anestesi inhalasi:

Open drop method: zat anestesi diteteskan pada kapas yang diletakkan
di depan hidung penderita sehingga kadar zat anestesi yang dihisap tidak
diketahui dan pemakaiannya boros karena zat anestesi menguap ke

udara terbuka.
Semiopen drop method: cara ini hampir sama dengan open drop,
hanya untuk mengurangi terbuangnya zat anestesi maka digunakan

masker.
Semiclosed method: udara yang dihisap diberikan bersamaan oksigen
yang dapat ditentukan kadarnya. Keuntungan cara ini adalah dalamnya

KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 11

anestesi dapat diatur dengan memberikan zat anestesi dalam kadar

tertentu dan hipoksia dapat dihindari dengan pemberian O2.


Closed method: hampir sama seperti semiclosed, hanya udara ekspirasi
dialirkan melalui NaOH yang dapat mengikat CO2, sehingga udara
yang mengandung anestesi dapat digunakan lagi. Cara ini lebih hemat,
aman, dan lebih mudah, tetapi harga alatnya cukup mahal.
Selain itu, teknik pemberian anestesi dapat dilakukan dengan cara :

Inhalasi dengan Respirasi Spontan


Sungkup wajah

Intubasi endotrakeal

Laryngeal mask airway (LMA)

KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 12

Inhalasi dengan Respirasi kendali


a. Intubasi endotrakea
b. Laryngeal mask airway
Anestesi Intravena Total (TIVA)
a. Tanpa intubasi endotrakeal
b. Dengan intubasi endotrakeal

Jenis-jenis

anestesi

inhalasi

generasi

pertama

seperti

ether,

cyclopropane, dan chloroform sudah tidak digunakan lagi di negara-negara


maju karena sifatnya yang mudah terbakar (misalnya ether dan
cyclopropane) dan toksisitasnya terhadap organ (chloroform).7
2. Anestesi Intravena
Beberapa

obat digunakan secara

intravena ( baik

sendiri atau

dikombinasikan dengan obat lain) untuk menimbulkan anestesi, atau sebagai


komponen anestesi berimbang (balanced anesthesia), atau untuk menggunakan
propofol. Digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi anestesi.
Umumnya diberikan thiopental, namun pada kasus tertentu dapat digunakan
ketamin, diazepam, dll. Untuk tindakan yang lama anestesi parenteral
dikombinasikan dengan cara lain.4
Pemakaian obat anstetik intravena, dilakukan untuk : induksi anestesi,
induksi dan pemeliharaan anestesi bedah singkat, suplementasi hipnosis pada
anestesia atau tambahan pada analgesia regional dan sedasi pada beberapa
tindakan medik atau untuk membantu prosedur diagnostik misalnya tiopental,
ketamin dan propofol.4
Obat-obat

intravena

seperti

thiopental,

etomidate,

dan

propofol

mempunyai mula kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap


senyawa gas inhalasi yang terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane.

KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 13

Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan


pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.6,7
2.1.6 Mempertahankan Anestesi dan Pengakhiran Anestesi
Mempertahankan Anestesi8
Pemantauan minimal harus dilakukan saat operasi : EKG, tekanan darah,

oksimetri nadi, kapnometri, gas napas, pengukuran gas anestesi


Pertahankan anestesi sehingga tercapai keseimbangan anestesi, dengan
opioid

(misalnya remifentanil 0,2-0,3 ug/kg/menit) dan gas anestesi

(misalnya 0,5 MAC defluran) atau sebagai anestesi intravena total (TIVA)

dengan opioid dan propofol.


Segera rencanakan terapi nyeri pasca operasi, bila perlu pemberian
analgetik non-steroid (misalnya 30 mg/kgmetamizol) dan pemberian

2.

opioid kerja lama (misalnya 0,1 mg/kg piritamid)


Tanda-tanda klinis untuk kedalaman anestesi yang tidak memadai :
Peningkatan tekanan darah
Peningkatan frekuensi denyut jantung
Pasien mengunyah/menelan dan menyeringai
Terdapat pergerakan
Berkeringat
Pengakhiran Anestesi8
Pengakhiran anestesi dlakukan sesaat sebelum operasi berakhir (pada

penggunaan remifentanil, anestesi baru diakhiri setelah kulit dijahit)


FiO2 100% dipasang selama beberapa menit sebelum rencana ekstubasi.
Penyedotan secret yang terkumpul di dalam mulut dan faring.
Ekstubasi, bila pernapasan spontan mencukupi dan reflex perlindungan

telah kembali (antagonisasi dan relaksasi otot)


Pasien yang stabil secara hemodinamik dan respiratorik diletakkan di
dalam ruangan pasca bedah.

2.2 Fibroadenoma
2.2.1 Definisi4,9
Fibroadenoma adalah suatu tumor jinak yang merupakan pertumbuhan yang
meliputi kelenjar dan stroma jaringan ikat. Fibroadenoma mammae adalah tumor

KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 14

jinak pada payudara yang bersimpai jelas, berbatas jelas, soliter, berbentuk
benjolan yang dapat digerakkan.

2.2.2 Epidemiologi4,9
Penelitian saat ini belum dapat mengungkap secara pasti apa penyebab
sesungguhnya dari fibroadenoma mammae, namun diketahui bahwa pengaruh
hormonal sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dari fibroadenoma mammae.
Hal ini diketahui karena ukuran fibroadenoma dapat berubah pada siklus
menstruasi atau pada saat kehamilan. Perlu diingat bahwa tumor ini adalah tumor
jinak, dan fibroadenoma ini sangat jarang atau bahkan sama sekali tidak dapat
menjadi kanker atau tumor ganas.
Fibroadenoma mammae biasanya terjadi pada wanita usia muda, yaitu pada
usia sekitar remaja atau sekitar 20 tahun. Berdasarkan laporan dari NSW Breats
Cancer Institute, fibroadenoma umumnya terjadi pada wanita dengan usia 21-25
tahun, kurang dari 5% terjadi pada usia di atas 50, sedangkan prevalensinya lebih
dari 9% populasi wanita terkena fibroadenoma. Sedangkan laporan dari Western
Breast Services Alliance, fibroadenoma terjadi pada wanita dengan umur antara 15
dan 25 tahun, dan lebih dari satu dari enam (15%) wanita mengalami
fibroadenoma dalam hidupnya. Namun, kejadian fibroadenoma dapat terjadi pula
wanita dengan usia yang lebih tua atau bahkan setelah menopause, tentunya
dengan jumlah kejadian yang lebih kecil dibanding pada usia muda.
2.2.3 Etiologi4,9,10
1. Peningkatan aktivitas Estrogen yang absolut atau relatif.
2. Genetik : payudara
3. Faktor-faktor predisposisi :
a. Usia : < 30 tahun
b. Jeniskelamin
c. Geografi
d. Pekerjaan
e. Hereditas
f. Diet

KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 15

g. Stress
h. Lesiprekanker
2.2.4 Patologi9,10,11

Makroskopi: Tampak bulat, elastis dan nodular, permukaan berwarna putih

keabuan.
Mikroskopi : Epitel proliferasi tampak seperti kelenjar yang dikelilingi oleh
stroma fibroblastic yang khas (intracanalicular f. dan pericanalicular f.).

2.2.5 Manifestasi klinis4,9,11


1. Secara makroskopik : tumor bersimpai, berwarna putih keabu-abuan,
2.
3.
4.
5.

pada penampang tampak jaringan ikat berwarnaputih, kenyal


Ada bagian yang menonjol kepermukaan
Ada penekanan pada jaringan sekitar
Ada batas yang tegas
Bila diameter mencapai 10 15 cm munculFibroadenomaraksasa ( Giant

Fibroadenoma )
6. Memiliki kapsul dan soliter
7. Benjolan dapat digerakkan
8. Pertumbuhannya lambat
9. Mudah diangkat dengan lokal surgery
10. Bila segera ditangani tidak menyebabkan kematian
2.2.6 Patofisiologi4,9
Fibroadenoma merupakan tumor jinak payudara yang sering ditemukan pada
masa reproduksi yang disebabkan oleh beberapa kemungkinanya itu akibat
sensitivitas jaringan setempat yang berlebihan terhadap estrogen sehingga kelainan
ini sering digolongkan dalam mammary displasia.
Fibroadenoma biasanya ditemukan pada kuadran luar atas, merupakan lobus
yang berbatas jelas, mudah digerakkan dari jaringan di sekitarnya. Pada gambaran
histologist menunjukkan stroma dengan proliferasi fibroblast yang mengelilingi
kelenjar dan rongga kistik yang dilapisi epitel dengan bentuk dan ukuran yang
berbeda. Pembagian fibroadenoma berdasarkan histologik yaitu :
1. Fibroadenoma Pericanaliculare, Yakni kelenjar berbentuk bulat dan
lonjong dilapisi epitel selapis atau beberapa lapis.

KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 16

2. Fibroadenoma intracanaliculare
Yakni jaringan ikat mengalami proliferasi lebih banyak sehingga kelenjar
berbentuk panjang-panjang (tidakteratur) dengan lumen yang sempit atau
menghilang. Pada saat menjelang haid dan kehamilan tampak pembesaran sedikit
dan pada saat menopause terjadi regresi.
2.2.7 Penegakan Diagnosis4,9,10,11
Fibroadenoma dapat didiagnosis dengan tiga cara, yaitu dengan pemeriksaan
fisik (phisycal examination), dengan mammography atau ultrasound, dengan Fine
Needle Aspiration Cytology (FNAC).
a. Pada pemeriksaan fisik dokter akan memeriksa benjolan yang ada dengan
palpasi pada daerah tersebut, dari palpasi itu dapat diketahui apakah
mobil atau tidak, kenyal atau keras,dll.
b. Mammography digunakan untuk membantu diagnosis, mammography
sangat berguna untuk mendiagnosis wanita dengan usia tua sekitar 60
atau 70 tahun, sedangkan pada wanita usia muda tidak digunakan
mammography, sebagai gantinya digunakan ultrasound, hal ini karena
fibroadenoma pada wanita muda tebal, sehingga tidak terlihat dengan
baik bila menggunakan mammography.
c. Pada FNAC kita akan mengambil sel dari fibroadenoma dengan
menggunakan penghisap berupa sebuah jarum yang dimasukkan pada
suntikan.
Dari alat tersebut kita dapat memperoleh sel yang terdapat pada
fibroadenoma, lalu hasil pengambilan tersebut dikirim ke laboratorium patologi
untuk diperiksa di bawah mikroskop. Dibawah mikroskop tumpor tersebut tampak
seperti berikut :
1. Tampak jaringan tumor yang berasal dari mesenkim (jaringan ikat
fibrosa) dan berasal dari epitel (epitel kelenjar) yang berbentuk lobuslobus
2. Lobuli terdiri atas jaringan ikat kolagen dan saluran kelenjar yang
berbentuk bular (perikanalikuler) atau bercabang (intrakanalikuler)

KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 17

3. Saluran tersebut dibatasi sel-sel yang berbentuk kuboid atau kolumnar


pendek uniform
2.2.8 Pemeriksaan Diagnostik4,9,11
1. Biopsi
2. Pembedahan
3. Hormonal
4. PET ( Positron EmisionTomografi )
5. Mammografi
6. Angiografi
7. MRI
8. CT Scan
9. FotoRontqen ( x ray )
10. Blood Study
2.2.9 Terapi4,9,11
Terapi untuk fibroadenoma tergantuk dari beberapa hal sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Ukuran
Terdapat rasa nyeri atau tidak
Usia pasien
Hasil biopsy

Terapi dari fibroadenoma mammae dapat dilakukan dengan operasi


pengangkatan tumor tersebut, biasanya dilakukan general anaesthetic pada operasi
ini. Operasi ini tidak akan merubah bentuk dari payudara, tetapi hanya akan
meninggalkan luka atau jaringan parut yang nanti akan diganti oleh jaringan
normal secara perlahan.
2.2.10 Pencegahan Dan Deteksi Dini4,9,10,11
1.
2.
3.
4.
5.

Faktor-faktor resiko
Pemerikasaan payudara sendiri
Pemeriksaan klinik
Mammografi
Melaporkan tanda dan gejala pada sumber/ahli untuk mendapat
perawatan.

KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 18

BAB III
LAPORAN KASUS
I.

IDENTITAS PASIEN
Nama
: Nn. NS
Umur
: 25 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
BB
: 52 kg
TB
: 155 cm
Alamat
: Desa Tanjung Alai
Agama
: Islam
Tanggal masuk RS
: 27 Maret 2016
No.RM
: 128600

II.

ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Benjolan di payudara kiri sejak 2 bulan yang lalu
b. Riwayat Penyakit Sekarang:

KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 19

Kurang lebih sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien


merasakan adanya benjolan pada payudara sebelah kiri. Benjolan yang
dirasakan awalnya kecil dan lama kelamaan semakin besar dan sekarang
terasa sebesar biji rambutan. Benjolan mudah digerakkan, dan teraba
kenyal. Nyeri dirasakan semakin bertambah ketika menstruasi. Karena
pasien merasa khawatir lalu pasien memeriksakan diri ke Poli RSUD
Bangkinang dan pasien melakukan konsultasi ke poli bedah, oleh dokter di
poli bedah pasien disarankan untuk operasi pengangkatan benjolan di
payudara tersebut.

c. Riwayat Penyakit Dahulu:


-

Riwayat imunisasi wajib tidak diketahui


Tidak ada riwayat penyakit alergi
Tidak ada riwayat penyakit asma
Tidak ada riwayat trauma sebelumnya
Tidak ada riwayat operasi sebelumnya

c. Riwayat Penyakit Keluarga:


- Tidak ada riwayat DM
- Tidak ada riwayat penyakit alergi
- Tidak ada riwayat penyakit asma

III.

PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN JASMANI

PEMERIKSAAN UMUM:
Kesadaran

: Composmentis

Keadaan umum

: baik

Tekanan darah: 120/70 mmHg

Keadaan gizi

: cukup

Nadi

Tinggi badan

: 154 cm

: 76 x/menit

KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 20

Suhu

: 36,3oC

Pernafasan

: 20 x/mnt

Berat badan

: 52 kg

PEMERIKSAAN FISIK:
Kepala

: Normocephal

Kulit dan wajah

: Tidak sembab

Mata

: Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor,


Refleks cahaya kiri/kanan (+/+)

Mulut

: Kering (-), sianosis (-)

Lidah

: Tidak kotor

Leher

: Trachea medial, tidak ada pembesaran KGB, tidak ada


Peningkatan JVP (JVP 5-2 cm H2O)

Thoraks :
Paru :

Inspeksi

: Bentuk dinding dada dan gerakan dada simetris kiri dan


kanan, retraksi (-)

Palpasi

: Vocal fremitus simetris kanan dan kiri

Perkusi

: Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi

: vesiculer, rhonki (-/-), wheezing (-)

Jantung :

Inspeksi

: Ictus cordis terlihat

Palpasi

:Ictus cordis teraba spatium intercostal V linea


midclavicularis sinistra

Perkusi

o Batas jantung kanan atas di spatium intercostal II dekstra linea


parasternalis dekstra
o Batas jantung kanan bawah di spatium intercostal IV dekstra linea
parasternalis dekstra
o Pinggang jantung di spatium intercostal III sinistra
KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 21

o Batas jantung kiri bawah di spatium intercostal V sinistra 1 jari medial


linea midclavicularis sinistra

Auskultasi :Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :

Inspeksi

: Perut datar, tidak ada venektasi

Auskultasi

: peristaltik (+) normal 12x/menit

Palpasi

: Supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar

teraba

Perkusi

: Timpani

Ekstremitas :

Atas

: Akral hangat, petekie (-), CRT < 2 detik

Bawah

: Akral hangat, petekie (-), CRT < 2 detik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG:


Pemeriksaan Darah Lengkap (tanggal 22 Maret 2016)
Hemoglobin
: 12,7 gr %
LED
: 13 mm/jam
Leukosit
: 7.400 /mm3
Hematokrit
: 35,4 %
Trombosit
: 283.000/mm3
Eusinofil
:2%
Basofil
:0 %
Neutrofil stab
:4%
Neutrofil segmen : 68 %
Lymfosit
: 20
Cell Muda
:6%
CT
: 6 30
BT
: 3
Urin Rutin:;

Warna
Berat jenis
pH
Leukosit
Nitrit

: Kuning
: 1,015
:6
: Negatif
: Negatif

KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 22

dan lien tidak

Protein
Glukosa
Urobilinogen
Bilirubin
Darah
Eritrosit
Leukosit
Epitel
Kristal

: Negatif
: Negatif
: Negatif
: Negatif
: +5
: 100-140
: 2-5
: 0-1
: Negatif

a. Status Lokalis
Regio mamae sinistra
Inspeksi

: Tampak benjolan di Payudara kiri tetapi tidak ada

kemerahan. Discharge (-), Nipple inverted (-), Peau dOrange (-)


Palpasi : Pada saat diraba benjolan di payudara kiri menetap,
permukaan licin, mobile (+), teraba lunak, ukuran diameter 3 cm,
tidak tampak menonjol, dan nyeri tekan (-)

V. DIAGNOSIS KLINIS
Diagnosis pra operasi: Fibroadenoma Mamae Sinistra
Diagnosis post operasi: Post Operasi eksisi FAM Sinistra
VI. STATUS ANASTESI
ASA II (Pasien bedah dengan gangguan sistemik ringan, perubahan
anatomi dan fisiologi)
VII. TINDAKAN
Dilakukan
Jenis anestesi
Tanggal

: Mastectomy Simple FAM Sinistra


: Anestesi Umum
: 28 Maret 2016

KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 23

VIII. LAPORAN ANESTESI


a. Persiapan Anestesi
- Informed concent
- Puasa
Pengosongan lambung, penting untuk mencegah aspirasi isi
lambung karena regurgitasi. Untuk dewasa dipuasakan 6 jam
-

sebelum operasi
Pemasangan IV line
Sudah terpasang jalur intravena menggunakan IV catheter ukuran
18
Dilakukan pemasangan monitor tekanan darah, nadi dan saturasi O2

b. Penatalaksanaan Anestesi
Jenis anestesi
: Anestesi umum
Tanggal operasi
: 28 Maret 2016
Mulai operasi
: 10.55 WIB
Selesai operasi
: 11.40 WIB
Lama operasi
: 45 menit
Diagnosa pra bedah : Fibroadenoma sinistra
Macam operasi
: Mastectomy Simple FAM Sinistra
Ahli bedah
: dr. Amdasmar, Sp.B
Ahli anestesi
: dr. Lasmaria Flora Sp.An
Teknik anestesi
: General Anestesi
Ekstubasi
: Oro- Pharyngeal Airway (OPA)
Premedikasi :
-

Ondansetron 4 mg/2 ml

Dexamethason 5mg/1 ml
Medikasi Intra Operatif:

Sedacum 2 mg/ml

Propofol 100 mg/ml


Fentanyl 20 g/ml
N2O inhalasi dengan O2 2L/menit
Sevoflurance 2L/menit
Fentanyl 40 g/ml, dalam 2 kali pemberian

Medikasi Post Operatif


- Ketorolac bolus 30 mg/ml
- Tramadol Drip 200 mg dalam RL 20 tpm
KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 24

Teknik anestesi :
Sebelum anastesi inhalasi didahului dengan induksi anastesi intra vena
dengan sedacum 2 mg, kemudian pasien diposisikan tidur terlentang dan
dipasang oro-pharyngeal airway (OPA) dan serta diberikan anastesi
inhalasi dengan sungkup muka ( face mask) dengan mempertahankan jalan
napas head tilt -chin lift - jaw thrust, anastesi inhalasi menggunakan
kombinasi N20 7 vol % dan O2 2 vol %.
Jumlah cairan yang masuk :
Kristaloid = 1000 cc
Cairan keluar selama operasi : 100 cc
Pemantauan selama anestesi :
Mulai anestesi : 10.45
Mulai operasi : 10.55
Selesai operasi : 11.40

Frekuensi nadi, tekanan darah dan saturasi


Waktu

Tekanan Darah

Saturasi O2

Nadi

10.55

90/50 mmHg

100%

73x/menit

11.10

92/52 mmHg

100%

63x/menit

11.25

98/54 mmHg

100%

60x/menit

11.40

108/58 mmHg

100%

62x/menit

KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 25

IX. PROGNOSA
Dubia ad bonam

BAB IV
LAPORAN ANASTESI
A. PRE OPERATIF
Pasien dirawat di ruangan bedah kelas III akan dilakukan mastektomi oleh
dr. Am Dasmar, Sp.B. Pada saat visite pra anestesi, keadaan umum tampak
baik dan tanda-tanda vital normal. Persiapan yang dilakukan meliputi
persiapan alat, penilaian dan persiapan pasien, dan persiapan obat anestesi
yang diperlukan. Penilaian dan persiapan penderita diantaranya meliputi :
- Informasi penyakit
- Anamnesis/alloanamnesis kejadian penyakit
- Riwayat alergi, riwayat sesak napas dan asma, ada/tidaknya pemakaian
-

gigi palsu dan riwayat operasi sebelumnya.


Riwayat keluarga (penyakit dan komplikasi anestesia)

KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 26

Makan minum terakhir (mencegah aspirasi isi lambung karena regurgitasi

atau muntah pada saat anestesi)


Persiapan operasi yang tidak kalah penting yaitu informed consent, suatu
persetujuan medis untuk mendapatkan ijin dari pasien sendiri dan keluarga
pasien untuk melakukan tindakan anestesi dan operasi, sebelumnya pasien
dan keluarga pasien diberikan penjelasan mengenai risiko yang mungkin
terjadi selama operasi dan post operasi. Setelah dilakukan pemeriksaan
pada pasien, maka pasien termasuk dalam klasifikasi ASA II.

B. INTRA OPERATIF
Jenis anastesi yang diberikan pada pasein ini dengan menggunakan
anastesi inhalasi sungkup muka yaitu anastesi yang menggunakan kombinasi
obat berupa gas melalui sungkup muka dengan pola nafas spontan. Komponen
trias anastesi yang dicapai adalah hipnotik, analgesi, dan relaksasi otot ringan.
Anastesi menggunakan anastesi inhalasi dengan sungkup muka karena
durasi operasi tidak lama. Kemudian pasien diposisikan tidur terlentang dan
dipasang oro-pharyngeal airway (OPA) dan diberikan anastesi inhalasi
dengan sunkup muka (face mask) ukuran 3 dengan mempertahankan jalan
napas head tilt -chin lift-jaw thrust, anastesi inhalasi menggunakan kombinasi

Isoflurance 2L/menit dengan O2 3L/menit.


Pasien sudah tidak makan dan minum 10 jam, maka kebutuhan cairan pada

pasien dengan BB = 50 kg:


Pemeliharaan cairan per jam:
(4X 10) + (2 X 10) + (1 X 32) = 92 mL/jam

Pengganti defisit cairan puasa:


10 X 92 mL = 920 mL
Kebutuhan kehilangan cairan saat pembedahan:
2 X 52 = 104 mL
Kebutuhan kehilangan darah saat pembedahan:
3 X 50 = 150 mL
Total kebutuhan cairan : 92 + 920 + 104 + 150 = 1266 ml (2-3 kolf kristaloid)

C. POST OPERATIF

KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 27

Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke ruang observasi. Pasien


berbaring dengan posisi terlentang karena efek obat anestesi masih ada dan
tungkai tetap lurus untuk menghindari edema. Observasi post operasi
dilakukan selama 1 jam, dan dilakukan pemantauan vital sign (tekanan darah,
nadi, suhu dan respiratory rate) setiap 30 menit. Oksigen tetap diberikan 2-3
liter/menit. Setelah keadaan umum stabil, maka pasien dibawa ke ruangan
bedah untuk dilakukan tindakan perawatan lanjutan.

BAB V
KESIMPULAN
Pasien berusia 25 tahun dengan berat 50 kg dan tinggi 155 cm dilakukan
tindakan pembedahan dengan diagnosis pra operasi FAM Sinistra dan diagnosis post
operasinya adalah Post Operasi Mastektomi FAM Sinistra pada tanggal 28 Maret
2016 memulai anastesi pada pukul 10.45, mulai operasi 10.55 dan selesai operasi
11.40 dengan lama durasi anastesi selama 45 menit.
Anastesi menggunakan anastesi inhalasi dengan sungkup muka karena durasi
operasi tidak lama, kemudian pasien diposisikan tidur terlentang dan dipasang oropharyngeal airway (OPA) dan diberikan anastesi inhalasi dengan sunkup muka ( face
mask) ukuran 3 dengan mempertahankan jalan napas head tilt-chin lift-jaw thrust,
anastesi inhalasi menggunakan kombinasi Isoflurance 2L/menit dengan O2 3L/menit.
Observasi post operasi dilakukan selama 1 jam, dan dilakukan pemantauan vital
sign (tekanan darah, nadi, suhu dan respiratory rate) setiap 30 menit. Oksigen tetap
diberikan 2-3 liter/menit. Setelah pasien sadar dan kondisi stabil maka pasien dibawa
ke ruangan bedah untuk dilakukan tindakan perawatan lanjutan.

KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 28

DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR.Petunjuk Praktis Anestesiologi.
Ed.2.Cet.V.Jakarta:Bagian Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.2010.
2. Dobson MB. editor: Dharma A.Penuntun Praktis Anestesi.Jakarta: EGC.2011.
3. Ganiswara,

Silistia

G. Farmakologi

dan

Terapi

(Basic

Therapy

Pharmacology). Jakarta:Bagian Farmakologi FKUI.2006.


4. Sabiston, DC. Buku Ajar Bedah Bagian 1.Jakarta:EGC.2009.
5. Soerasdi E.Satriyanto MD.Susanto E. Buku Saku Obat-Obat Anesthesia
Sehari-hari. Bandung.2010.
6. Werth, M. Pokok-Pokok Anestesi. Jakarta: EGC.2010.
7. Latief, Said. Analgesia Regional. Dalam: Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi
II. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 2009
8. Miller RD, Pardo M.C. 2011. Basic of Anestesia. Ed 6. Philadelpia. Elsevier.

KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 29

9. Sjamsuhidajat, R., De Jong Wim. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2005. Hal. 388 393.
10. Crum Christoper P., Lester Susan C., Cotran Ramzi S. Sistem Genitalia
Perempuan dan Payudara. Dalam : Robbins, Stanley L., Kumar Vinay., Cotran
Ramzi S. Robbins Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 2007. Hal. 793 794.
11. Roubidoux

Marilyn

A.

Breast,

Fibroadenoma.

Available

http://emedicine.medscape.com/. Update on July 26, 2009.

KKS Ilmu Anestesi RSUD SIAK

Page 30

from

Anda mungkin juga menyukai