Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

DIABETES MELITUS
A. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth,
2002).
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi/ perlukaan pada
membran basalis dalam pemerisaan dengan menggunakan mikroskop elektron (Arif, et
al, 2001)
B. Etiologi
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena
mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan
penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya
diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum dapat
digolongkan ke dalam dua besar:
Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan
fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi
dengan baik).
Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum
alkohol, dll.) Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi
penyebab terjadinya diabetes mellitus.Selain itu perubahan fungsi fisik yang
menyebabkan keletihan dapat menutupi tanda dan gejala diabetes dan menghalangi
lansia untuk mencari bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk
buang air kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator diabetes yang mungkin
tidak diperhatikan oleh lansia dan anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa
hal tersebut adalah bagian dari proses penuaan itu sendiri.
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA.
b. Faktor-faktor imunologi

Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi


terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi
terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
C. Faktor Predisposisi
Diabetes melitus disebabkan oleh faktor :
1. Faktor demografi

Jumlah penduduk meningkat

Penduduk berumur > 40 tahun meningkat

Urbanisasi

2. Gaya hidup yang kebarat-baratan


Pendapatan
Restoran
Hidup

perkapita tinggi

cepat saji

santai

3. Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi


Sudah lama diketahui bahwa diabetes merupakan penyakit keturunan, tetapi
faktor keturunan saja tidak cukup. Masih mungkin bibit ini tidak menampakkan diri
secara nyata sampai akhir hayatnya.
Beberapa faktor yang sering merupakan faktor pencetus diabetes melitus
adalah:
1) Kurang gerak/malas
2) Makanan berlebihan
3) Kehamilan
4) Kekurangan produksi hormon insulin

5) Penyakit hormon yang kerjanya berlawanan dengan insulin


6) Adanya infeksi virus (pada DM tipe 1)
7) Minum obat-obatan yang bisa menaikkan kadar glukosa darah
8) Proses menua
D. Patofisiologi
Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke lambung dan
selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan, makanan yang terdiri dari
karbohidrat dipecah menjadi glukosa, protein dipecah menjadi asam amino dan lemak
menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu diedarkan ke seluruh tubuh untuk
dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya berfungsi
sebagai bahan bakar zat makanan itu harus diolah, dimana glukosa dibakar melalui
proses kimia yang menghasilkan energi yang disebut metabolisme.
Dalam proses metabolisme insulin memegang peranan penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah
suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas, bila insulin tidak ada
maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di
pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan
predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu oleh
aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu
sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal, tetapi jumlah reseptor
insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang masuk ke
dalam

sel

sedikit

dan

glukosa

dalam

darah

menjadi

meningkat

(diabetesmellituscenter.wordpress.com, 2010).
E. Tanda dan Gejala
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM
umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat
komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat
perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi
dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang
sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan
pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar
sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering
ditemukan adalah :

1) Katarak
2) Glaukoma
3) Retinopati
4) Gatal seluruh badan
5) Pruritus Vulvae
6) Infeksi bakteri kulit
7) Infeksi jamur di kulit
8) Dermatopati
9) Neuropati perifer
10) Neuropati viseral
11) Amiotropi
12) Ulkus Neurotropik
13) Penyakit ginjal
14) Penyakit pembuluh darah perifer
15) Penyakit koroner
16) Penyakit pembuluh darah otak
17) Hipertensi
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Uraian
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena
- Darah kapiler
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena
- Darah kapiler

Bukan DM

Belum pasti DM

DM

< 100
<80

100-200
80-200

>200
>200

<110
<90

110-120
90-110

>126
>110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali


pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
G. Pathway

Defisiensi Insulin
glukagon

penurunan pemakaian
glukosa oleh sel

glukoneogenesis
lemak

protein

ketogenesis
ketonemia
Mual muntah

hiperglikemia

Kurang
pengetahuan

glycosuria

BUN

Osmotic Diuresis

Nitrogen urine

Dehidrasi

pH

Kekurangan
volume cairan

Hemokonsentrasi

Asidosis

Trombosis

Resti Ggn Nutrisi

Kurang dari
kebutuhan

Koma
Kematian

Aterosklerosis

Makrovaskuler

Mikrovaskuler

Retina
Jantung Serebral
Miokard Infark

Stroke

Ggn Integritas Kulit

Ginjal

Ekstremitas
Gangren

Retinopati
diabetik

Nefropati

Ggn. Penglihatan Gagal


Ginjal
Resiko Injury

H. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler
serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar
glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a) Diet

Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75%
Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan
rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga
meningkatkan aktivitas reseptor insulin.
b) Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan
sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia secara
fisik mampu mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada tingkat aktivitas
klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu menentukan jenis latihan
yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau berenang, dua aktivitas dengan dampak
rendah, merupakan permulaan yang sangat baik untuk para pemula. Untuk lansia
dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung meningkatkan fungsi fisiologis
dengan mengurangi kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan
emosional, dan meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan berat badan.
c) Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa
secara rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau untuk
mengetahui terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM pada lansia.
d) Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif
hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan untuk
mepertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang telah ditentukan untuk
membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.
e) Pendidikan
- Diet yang harus dikomsumsi
- Latihan
- Penggunaan insulin

I. Komplikasi Diabetes Melitus


Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang
termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA),
dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam
komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia,
dan hipertensi.
Komplikasi akut

Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang
berat pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat
sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi ( penyakit)
Komplikasi kronis:
a. Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina.
Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah retina.
Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh darah baru, tetapi
pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan dapat
mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan ablasio retina
atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen.
b. Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang
nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-Wilson.
Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi
sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.
c. Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 70% individu DM. neuropati diabetic
yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
d. Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
e. Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,
mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi bisa
menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan
ditangani karena bisa memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit makrovaskular.
f. Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia,
dan sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki
mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan
makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati, iskemia,
dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.
g. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl,
yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral.

Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen


atau hipoglikemik oral.

A. Asuhan Keperawatan
Pengkajian

Riwayat Kesehatan Keluarga


Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?

Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya


Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja
yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.

Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas,
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah

Integritas Ego
Stress, ansietas

Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare

Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.

Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan
penglihatan.

Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)

Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)

Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tinggi dan berat badan,

pengukuran tekanan darah, termasuk

pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya
hipotensi ortostatik, pemeriksaan funduskopi, pemeriksaan rongga mulut dan

kelenjar tiroid, pemeriksaan jantung, evaluasi nadi baik secara palpasi maupun
dengan stetoskop,

pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari,

pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat, penyuntikan insulin) dan
pemeriksaan neurologis, tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM
tipe-lain
B.

Masalah Keperawatan
1.

Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan

2.

Kekurangan volume cairan

3.

Gangguan integritas kulit

4.

Kelelahan

5.

Risiko tinggi infeksi

6.

Resiko terjadi injury

C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolisme protein, lemak.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan

osmotik diuresis ditandai

dengan tugor kulit menurun dan membran mukasa kering.


3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik
(neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
4. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.
5. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
6. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.
D. Rencana Keperawatan
1) Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme protein, lemak.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien
dapat terpenuhi.
Dengan Kriteria Hasil :
o Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
o Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya

Tindakan / intervensi
Mandiri
1. Timbang berat badan sesuai indikasi.

Rasional
Mengkaji pemasukan makanan yang

adekuat.
2. Tentukan program diet, pola makan, dan Mengidentifikasikan kekurangan dan
bandingkan dengan makanan yang dapat penyimpangan

dari

kebutuhan

dihabiskan klien.
terapeutik.
3. Auskultrasi bising usus, catat nyeri Hiperglikemi, gangguan keseimbangan
abdomen atau perut kembung, mual, cairan

dan

elektrolit

menurunkan

muntah dan pertahankan keadaan puasa motilitas atau fungsi lambung (distensi
sesuai inndikasi.
atau ileus paralitik).
4. Berikan makanan cair yang mengandung Pemberian makanan melalui oral lebih
nutrisi

dan

elektrolit.

Selanjutnya baik diberikan pada klien sadar dan

memberikan makanan yang lebih padat.


5. Identifikasi makanan yang disukai.

fungsi gastrointestinal baik.


Kerja sama dalam perencanaan

makanan.
6. Libatkan keluarga dalam perencanaan Meningkatkan
makan.

rasa

keterlibatannya,

memberi informasi pada keluarga untuk

memahami kebutuhan nutrisi klien.


7. Observasi tanda hipoglikemia (perubahan Pada metabolism kaborhidrat (gula
tingkat kesadaran, kulit lembap atau darah akan berkurang dan sementara
dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka tetap diberikan tetap diberikan insulin,
rangsang, cemas, sakit kepala, pusing).

maka terjadi hipoglikemia terjadi tanpa


memperlihatkan

perubahan

tingkat

kesadaran.
Kolaborasi
1. Lakukan pemeriksaan gula darah dengan Analisa di tempat tidur terhadap gula
finger stick.

darah lebih akurat daripada memantau


gula dalam urine.

2. Pantau

pemeriksaan

laboratorium Gula darah menurun perlahan dengan

(glukosa darah, aseton, pH, HCO3)

penggunaan cairan dan terapi insulin


terkontrol

sehingga

glukosa

dapat

masuk ke dalam sel dan digunakan


untuk sumber kalori. Saat ini, kadaar
aseton menurun dan asidosis dapat
dikoreksi.
3. Berikan pengobatan insulin secara teratur Insulin regular memiliki awitan cepat
melalui iv

dan dengan cepat pula membantu


memindahkan glukosa ke dalam sel.
Pemberian melalui IV karena absorpsi

dari jaringan subkutan sangat lambat.


4. Berikan larutan glukosa ( destroksa, Larutan glukosa ditambahkan setelah
setengah salin normal).

insulin dan cairan membawa gula darah


sekitar 250 mg /dl. Dengan metabolism
karbohidrat

mendekati

normal,

perawatan diberikan untuk menghindari


5. Konsultasi dengan ahli gizi.

hipoglikemia.
Bermanfaat dalam penghitungan dan

2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis ditandai dengan


tugor kulit menurun dan membran mukosa kering.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan atau
hidrasi pasien terpenuhi
Dengan kriteria Hasil :
o Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil,
nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin
tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.

Tindakan / Intervensi

Rasional

Mandiri
1. Kaji riwayat klien sehubungan dengan Membantu

memperkirakan

lamanya atau intensitas dari gejala volume

total.

Adanya

proses

infeksi

seperti muntah dan pengeluaran urine mengakibatkan

demam

dan

keadaan

yang berlebihan.

hipermetabolik

yang

kekurangan

meningkatkan

kehilangan air.
2. Pantau tanda tanda vital, catat adanya Hipovolemi dimanifestasikan oleh hipotensi
perubahan tekanan darah ortostatik.

dan takikardia. Perkiraan berat ringannya


hipovolemi saat tekanan darah sistolik turun
10 mmHg dari posisi berbaring ke duduk

atau berdiri.
3. Pantau pola napas seperti adanya Perlu mengeluarkan asam karbonat melalui
pernapasan Kussmaul atau pernapasan pernapasan yang menghasilkan kompensasi
yang berbau keton.

alkalosis

respiratoris

terhadap

keadaan

ketoasidosis. Napas bau aseton disebabkan


pemecahan asam asetoasetat dan harus
4. Pantau

frekuensi

dan

berkurang bila ketosis terkoreksi.


kualitas Hiperglikemia dan asidosis menyebabkan

pernapasan, penggunaan otot bantu pola dan frekuensi pernapasan normal. Akan
napas, adanya periode apnea dan tetapi
sianosi.

peningkatan

kerja

pernapasan,

pernapasan dangkal dan cepat serta sianosis


merupakan

indikasi

dari

kelelahan

pernapasan atau kehilangan kemampuan


melalui kompensasi pada asidosis.`

5. Pantau

suhu,

warna

kulit,

atau Demam, menggigil, dan diaphoresis adalah

kelembapannya.

hal umum terjadi pada proses infeksi,


demam dengan kulit kemerahan, kering

merupakan tanda dehidrasi.


6. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, Merupakan indicator tingkat dehidrasi atau
turgor kulit, dan membrane mukosa.
7. Pantau masukan dan pengeluaran.

volume sirkulasi yang adekuat.


Memperkirakan kebutuhan cairan pengganti,
fungsi ginjal, dan keefektifan terapi yang
diberikan.

8. Ukur berat badan setiap hari.

Memberikan hasil pengkajian terbaik dari


status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya

dalam

pengganti.
9. Pertahankan pemberian cairan minimal Mempertahankan
2500 ml/hari.
10. Tingkatkan

memberikan
hidrasi

atau

cairan
volume

sirkulasi.
yang Menghindari pemanasan yang berlebihan

lingkungan

menimbulkan rasa nyaman. Selimuti terhadap

lanjut

dapat

klien dengan kain yang tipis.


menimbulkan kehilangan cairan.
11. Kaji adanya perubahan mental atau Perubahan mental berhubungan

dengan

sensori.

klien

lebih

hiperglikemi atau hipoglikemi, elektrolit


abnormal,

asidosis,

penurunan

perfusi

serebral, dan hipoksia. Penyebab yang tidak


tertangani, gangguan kesadaran menjadi
12. Observasi

mual,

nyeri

predisposisi aspirasi pada klien.


abdomen, Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah

muntah, dan distensi lambung.

motilitas

lambung

sehinnga

sering

menimbulkan muntah dan secara potensial


menimbulkan

kekurangan

cairan

dan

elektrolit.
13. Observasi adanya perasaan kelelahan Pemberian cairan untuk perbaikan yang
yang meningkat, edema, peningkatan cepat berpotensi menimbulkan kelebihan
berat badan, nadi tidak teratur, dan cairan dan gagal jantung kronis.
distensi vaskuler.
Kolaborasi
1. Berikan terapi cairan sesuai indikasi:
Normal salin atau setengah normal Tipe dan jumlah cairan tergantung pada
salin dengan atau tanpa dekstrosa.

derajat kekurangan cairan dan respon klien


secara individual.

Albumin, plasma, atau dekstran.

Plasma ekspander (pengganti) dibutuhkan


jika mengancam jiwa atau tekanan darah
sudah tidak dapat kembali normal dengan
usaha rehidrasi yang telah dilakukan.

2. Pasang kateter urine.

Memberikan

pengukuran

yang

tepat

terhadap pengeluaran urine terutama jika


neuropati otonom menimbulkan retensi atau
inkontinensia.
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik
(neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidakterjadi komplikasi.
Dengan Kriteria Hasil : - menunjukan peningkatan integritas kulit
o Menghindari cidera kulit
Tindakan / intervensi
Mandiri
1. Inspeksi

kulit

terhadap

Rasional
perubahan Menandakan aliran sirkulasi buruk yang

warna,turgor,vaskuler,perhatikan

dapat menimbulkan infeksi

kemerahan.
2. Ubah posisi setiap 2 jam beri bantalan Menurunkan tekanan

pada

edema

dan

pada tonjolan tulang


menurunkan iskemia
3. Pertahankan alas kering dan bebas Menurunkan iritasi dermal
lipatan
4. Beri

perawatan

kulit

seperti Menghilangkan kekeringan pada kulit dan

penggunaan lotion
robekan pada kulit
5. Lakukan perawatan luka dengan teknik Mencegah terjadinya infeksi
aseptik
6. Anjurkan pasien untuk menjaga agar Menurunkan resiko cedera pada kulit oleh
kuku tetap pendek
karena garukan
7. Motivasi klien untuk makan makanan Makanan
TKTP
TKTP

dapat

membantu

penyembuhan jaringan kulit yang rusak

4) Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.


Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kelelahan dapat teratasi.
Kriteria hasil klien dapat:

o Mengidentifikasikan pola keletihan setiap hari.


o Mengidentifikasi tanda dan gejala peningkatan aktivitas penyakit yang
mempengaruhi toleransi aktivitas.
o Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
o Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang
diinginkan.
Tindakan / intervensi

Rasional

Mandiri
1. Diskusikan kebutuhan akan aktivitas. Pendidikan
Buat

jadwal

perencanaan

identifikasi

aktivitas

dan untuk

dapat

memberikan

meningkatkan

tingkat

motivasi
aktivitas

yang meskipun klien sangat lemah.

menimbulkan kelelahan.
2. Diskusikan penyebab keletihan seperti Dengan mengetahui penyebab keletihan,
nyeri sendi, penurunan efisiensi tidur, dapat menyusun jadwal aktivitas.
peningkatan upaya yang diperlukan
untuk ADL.
3. Bantu mengidentivikasi pola energi Mengidentifikasi waktu puncak energi dan
dan buat rentang keletihan. Skala 0-10 kelelahan membantu dalam merencanakan
(0=tidak lelah, 10= sangat kelelahan)

akivitas untuk memaksimalkan konserfasi

energi dan produktivitas.


4. Berikan aktivitas alternatif dengan Mencegah kelelahan yang berlebih.
periode istirahat yang cukup/ tanpa
diganggu.
5. Pantau nadi , frekuensi nafas, serta Mengindikasikan

tingkat

aktivitas

yang

tekanan darah sebelum dan seudah dapat ditoleransi secara fisiologis.


melakukan aktivitas.
6. Tingkatkan partisipasi klien dalam Memungkinkan kepercayaan diri/ harga diri
melakukan aktivitas sehari-hari sesuai yang positif sesuai tingkat aktivitas yang
kebutuhan.
dapat ditoleransi.
7. Ajarkan untuk mengidentifikasi tanda Membantu dalam mengantisipasi terjadinya
dan

gejala

yang

menunjukkan keletihan yang berlebihan.

peningkatan aktivitas penyakit dan


mengurangi aktivitas, seperti demam,
penurunan

berat

badan,

keletihan

makin memburuk.
5) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.

Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi tanda-tanda


infeksi
Dengan Kriteria hasil :
o Tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia.
o Terjadi perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
Rencana / intervensi
Mandiri
1. Observasi tanda-tanda infeksi

Rasional
dan Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang

peradangan sperti demam, kemerahan, biasanya

telah

mencetuskan

keadaan

adanya pus pada luka, sputum purulen, ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi
urine warna keruh atau berkabut.
nosokomial.
2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan Mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
melakukan cuci tangan yang baik pada
semua orang yang berhubungan dengan
pasien termasuk pasiennya sendiri.
3. Pertahankan teknik aseptik pada Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan
prosedur invasif.

menjadi meddia terbaik dalam pertumbuhan

kuman.
4. Berikan perawatan kulit dengan teratur Sirkulasi

perifer

dan sungguh-sungguh, masase daerah menempatkan

bisa

pasien

terganggu
pada

dan

peningkatan

tulang yang tertekan, jaga kulit tetap risiko terjadinya kerusakan pada kulit.
kering, linen kering dan tetap kencang.
5. Berikan tisue dan tempat sputum pada Mengurangi penyebaran infeksi.
tempat yang mudah dijangkau untuk
penampungan sputum atau secret yang
lainnya.
Kolaborasi
1. Lakukan

pemeriksaan

kultur

sensitifitas sesuai dengan indikasi.


2. Berikan obat antibiotik yang sesuai

dan Untuk mengidentifikasi adanya organisme


sehingga dapat memilih atau memberikan
terapi antibiotik yang terbaik.
Penanganan
awal
dapat
mencegah timbulnya sepsis.

6) Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi injuri
Dengan Kriteria hasil :

mambantu

o Dapat menunjukkan terjadinya perubahan perilaku untuk menurunkan factor


risiko dan untuk melindungi diri dari cidera.
o Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
Rencana / Intervensi

Rasional

Mandiri
1. Hindarkan lantai yang licin.

Lantai licin dapat menyebabkan risiko jatuh

2. Gunakan bed yang rendah.

pada pasien.
Mempermudah pasien untuk naik dan turun

3. Orientasikan klien dengan ruangan.

dari tempat tidur.


Lansia daya ingatnya

sudah

menurun,

sehingga diperlukan orientasi ruangan agar


lansia bisa menyesuaikan diri terhadap
ruangan.
4. Bantu klien dalam melakukan aktivitas Lansia sudah mengalami penurunan dalam
sehari-hari

fisik, sehingga dalam melakukan aktivitas


sehari

diperlukan

bantuan

dari

orang

lainsesuai dengan yang dapat ditoleransi


5. Bantu pasien dalam ambulasi atau Keterbatasan aktivitas tergantung pada
perubahan posisi

kondisi lansia.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Mengenal Diabetes Melitus. http: // diabetesmellituscenter. Wordpress
.com /2010 /01/ 09/mengenal -diabetes-mellitus/ diakses tanggal 15 Mei 2016
Budhiarta, AAG, dkk. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe

di

Indonesia.

http://www.kedokteran.info/

downloads/Konsensus

%20Pengelolaaln

%20dan%20Pencegahan%20Diabets%

20Melitus%20Tipe

%202%20di%20Indonesia%202006.PDF diakses tanggal 16 Mei 2016


Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa
YasminAsih, Jakarta : EGC,
Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.
Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I
Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.
Kushariyadi.2010.Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia.Jakarta : Salemba Medika
Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani,
Jakarta:EGC, 1997.
Mary Baradero, Mary Wilfrid dan Yakobus Siswandi. 2009. Klien Gangguan Endokrin:
Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1edisi 3. Jakarja : Media
Aesculaius
Miharja. 2008. Diabetes Melitus. http://drmiharja.wordpress.com/2008/09/27/diabetesmelitus/ diakses tanggal 17 Mei 2016
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
Susanto, Arief. 2009. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus Di Indonesia Mencapai 21,3
Juta

Orang

http://wahyuandre.blogspot.com/2009/11/tahun-2030-prevalensi-

diabetes-melitus.html diakses tanggal 15 Mei 2016.

Anda mungkin juga menyukai