Pengguna istilah Diare sebenarnya lebih tepat dari pada Gastroenteritis karena istilah
yang disebut terakhir ini memberikan kesan seolah-olah penyakit ini hanya disebabkan
oleh
infeksi
walaupun
lambung
jarang
mengalami
peradangan.
Hippocrates
mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair. Dibagian ilmu
kesehatan anak FKUUI / RSCM.
Diare diartikan sebagai buang air besar sudah yang tidak normal atau bentuk tinja
yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya.
PENYEBAB
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu :
1.
Faktor Infeksi
a. Infeksi Enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak.
Infeksi Enteral meliputi :
-
b. Infeksi Parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan seperti
Otitis media akut ( OMA ) Tansilofaringtis, Bronkopneumonia, Ensefalitis
dsbnya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2
tahun.
2. Faktor Malabsorbsi
a.
b.
Malabsorbsi lemak
c.
Malabsorbsi protein
3.
4.
Faktor psikologis : rasa takut dan cemas, walaupun jarang dapat menimbulkan
diare pada anak yang lebih besar.
PATOGENESIS
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :
1.
Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2.
Gangguan Sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare akan
timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3.
Masuknya jasad reknik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil
melewati rintangan asam lambung.
2.
3.
4.
PATOFISIOLOGIS
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi :
1.
2.
3.
Hipoglikemia.
4.
GEJALA KLINIS
Mula-mula bayi dan anak akan menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare tinja cair dan
mungkin disertai lendir atau darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijauhijauan karena tercapur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena
seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya
asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare.
Gelaja muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh
lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit maka gejala
dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgan jelek berkurang, mata dan ubun-ubun
besar menjadi cekung, selaput lendir, bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi berat
dengan rata-rata kehilangan cairan sebanyak 12 %. Pada dehidrasi berat volume darah
2.
Ketosis kelaparan
3.
4.
5.
kurang dari 130 mEq / I, sedangkan daehidrasi hipertonik (hipernatremia) bila kadar
natrium dalam plasma lebih dari 150 mEq / L.
Dari penderita-penderita yang dirawat dibagian ilmu kesehatan anak FKUI / RSCM
ditemukan 77,8% dengan dehidrasi isotonik, 12,7% dehidrasi hipertonik, dan 9,5%
dehidrasi hipotonik. Pada dehidrasi isotonik dan hipotonik penderita tampaknya tidak
begitu haus, tetapi pada penderita dehidrasi hipertonik rasa haus akan nyata sekali dan
sering disertai kelainan neurologis sepeti kejang, hiperefleksi dan kesadaran yang
menurun sedangkan turgor dan tonus tidak berapa buruk.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1.
Pemeriksaan tinja
PH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinitest,
bila diduga terdapat intoleransi gula.
2.
3.
4.
Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam
serum terutama pada penderita diare yang disertai kejang.
5.
pemeriksaan matubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasit
secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
KOMPLIKASI
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai
macam komplikasi, seperti :
1.
2.
Renjatan hipovolemik
3.
4.
Hipoglikemia.
5.
6.
7.
Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah penderita juga
mengalami kelaparan.
PENGOBATAN / PENATALAKSANAAN
Dasar pengobatan diare adalah
-
Obat-obatan.
Oral sebanyak anak mau minum (ad libitum) atau 1 gelas setaip kali BAB
b.
Dehidrasi ringan
c.
Dehidrasi sedang
d.
Dehidrasi berat
ASKEP GE
1.
Pengkajian
a.
Aktivitas / istirahat
Gelaja : kelemahan, kelelahan
Tanda : penurunan toleransi terhadap aktivitas.
b.
Sirkulasi
Gejala : penurunan kesadaran, hipertermi.
Tanda : Kulit dingin, denyut nadi cepat, napas cepat, panas > 38,5C, sianosis.
c.
Eliminasi
Gejala : BAB > 3x sehari, cair, berlendir.
Tanda :
d.
Makanan/cairan
Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri perut, kejang perut, menggigil.
f.
Neurosensori
Gejala : denyut nadi cepat, kulit dingin.
g.
Integritas EGO
Gejala : ketidakberdayaan contoh : lemah
h.
Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imunologi.
Tanda : kulit dingin, tremor.
Data Obyektif
Feses cair
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
Hindari minuman yang mengandung serat seperti jus buah, minuman bikarbonat
dan gelatin.
Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai dengan indikasi seperti anti diare, anti
emetik, anti piretik, eletrolit.
Anjurkan pemberian ASI, formula bebas laktosa atau formula yang mengandung
setengah laktosa untuk memperthaankan therapy cairan.
Rasionalisasi :
2.
Data Subyektif :
Data Obyektif :
Tujuan :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
Kriteria hasil :
Intervensi :
Berikan makanan dala porsi sedikit tetapi sering dan makanan kecil tambahan
yang tepat.
Kolaborasi dalam pemberian terapi nutrisi dalam program pengobatan R.S. sesuai
dengan indikasi.
Rasionalisasi :
3.
Data Subyektif :
Tujuan
Tidak terjadi penyebaran pada orang lain setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria hasil
Intervensi
Segera bersihkan dan angkat bekas BAB dan tempatkan pada tempat khusus.
Anjurkan anggota keluarga dan pengunjung untuk mencuci tangan dengan benar.
Rasionalisasi
4.
Data Subyektif :
Data Obyektif :
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
Rasionalisasi :
Data Subyektif :
Data Obyektif
Tujuan :
Cemas pada anak dan orangtua berkurang atau teratasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
Kriteria Hasil
Intervensi :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada anak atau orangtua dengan bahasa
yang sederhana dan mudah dimengerti.
Rasionalisasi :
BRONCHITIS
Bronchitis akut adalah penyakit Obstruktif akibat Inflamasi akut pada saluran nafas kecil
( bronkeilus) terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun dengan insiden tertinggi 6
bulan.
ETIOLOGI
Virus merupakan penyebab tersering sebagai contoh misalnya Rhinoverus,
Respiratory Sineytral Virus (RSV), virus influenza, virus para influenza, Adenoviarus
dan coxsakie virus. Bronkitis akut selalu terdapat pada anak yang menderita morbili,
partusis dan infeksi mycoplasma pneumonia, belum ada bukti yang meyakinkan bahwa
bakteri lain merupakan penyebab primer bronchitis akut pada anak. Dilingkungan sosio
ekonomi yang baik jarang terdapat infeksi sekunder oleh bakteri.
FAKTOR PREDISPOSISI
Alergi, cuaca, polusi udara dan saluran nafas atas kronik dapat memudahkan terjadinya
bronchitis akut.
GEJALA KLINIS
Biasanya dimulai dengan tanda-tanda ISNA atas oleh virus, batuk mula-mula
kering, setelah dua atau tiga hari batuk mulai berdahak dan menimbulkan suara adanya
lendir. Dahak mukoid kental sering tidak kelihatan karena tertelan, dahakmungkin kental
dan kuning tetapi ini tidak berarti adanya infeksi bakteri sekunder. Anak mula-mula dapat
tidak nafas dan kadang-kadang pada anak besar mengeluh rasa sakit retrosternal, pada
beberapa hari pertama tidak ada tanda kelainan pada pemeriksaan dada tetapi kemudian
dapat timbul ranki basah kasar dan suara nafas kasar.
Batuk biasanya hilang setelah satu atau dua minggu, bila setelah dua minggu
batuk tetap ada mungkin terdapat kolaps paru segmental atau terdapat infeksi paru
sekunder. Mengi ( wheezing ) mungkin saja terdapat pada pasien bronkitis, mengi ini
dapat murni merupakan tanda bronkitis akut tetapi perlu juga diingat kemungkinan
manivestasi asma pada anak tersebut, lebih-lebih bila keadaan seperti ini terjadi berulang,
jadi istilah bronkitis asmatikus dan asmatik bronkitis sebaiknya dihindarkan saja.
PENATALAKSANAAN
Berhubung penyebab utama virus maka belum ada obat yang kausal antibiotika
tidak ada gunanya. Obat panas, banyak minum terutama air buah-buahan sudah sangat
memadai. Obat penekan batuk tidak boleh diberikan pada batuk yang banyak lendir.
Mukolitik tidak lebih baik daripada banyak minum.
Bila batuk tidak ada perubahan setelah dua minggu maka kemungkinan infeksi
bakteri sekunder boleh dicurigai dan diberikan antibiotik asal sudah disingkirkan
kemungkinan asma dan perlusis, antibiotika yang dianjurkan adalah yang serasi untuk S
pneumonia dan H. Influenza sebagai bakteri penyerang sekunder misalnya amoksilin, kotrimoksasol dan Gd makrolide, berikan antibiotik tujuh sampai sepuluh hari dan bila tidak
berhasil perlu dilakukan Rontgen foto thorak untuk menyingkirkan kemungkinan kolaps
paru segmental dan lober benda asing dalam saluran nafas & tuberkulosis. Bila bronkitis
akut terjadi berulang kali perlu diselidiki kemungkinan adanya kelainan saluran nafas,
benda asing,. Bronkiektosis, defisiensi, imunologis, hiperreaktivitas bronkus dan ISNA
atas yang belum teratasi.
PROGNOSIS
Bila tidak ada komplikasi, prognosis umumnya baik. Pada bronkitis akut yang
berulang dan disertai merokok terus-menerus secara teratur cenderung menjadi bronkitis
kronis pada waktu dewasa.
Diagnosa keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi
Data Subyektif :
Data Obyektif :
Gelisah
Retraksi dada
Adanya ronchi
Sranosis
O2 Saturasi <
Tujuan :
Kriteria Hasil :
Pernafasan normal
O2 Saturasi 95 %
Intervensi :
Auskultasi daerah paru catat adanya penurunan / ketidak adekuatan jalan nafas
adanya nafas seperti ronchi.
Periksa posisi anak dengan sering untuk memastikan anak tidak merosot
menghindari penekanan diafragma.
Rasionalisasi
Posisikan anak pada kesejajaran tubuh yang tepat untuk memungkinkan ekspansi
paru yang lebih baik dan perbaikan pertukaran gas serta mencegah aspirasi sekresi
( telungkup dan semi telungkup ).
2. Tidak Efektifnya jalan nafas berhubungan dengan inflamasi dan peningkatan sekret.
Data Subyektif :
Data Obyektif :
Gelisah
Adanya ronchi
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
Rasionalisasi
Beri nebulasi dengan larutan dan alat yang tepat sesuai ketentuan.
3.
Data Obyektif :
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
Jadwalkan
aktifitas
tindakan
sesuai
dengan
kebutuhan
anak
untuk
meminimalkan keletihan.
Rasionalisasi
Tirah ...........
4.
Organisme infektif
Resiko :
Data Subyektif :
Data Obyektif :
Suhu ....... C
Tujuan
Infeksi tidak menyebar dan tak terjadi komplikasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan
Kriteria hasil :
Intervensi :
Anjurkan klien untuk istirahat yang cukup untuk menjaga keseimbangan antara
istirahat dan aktifitas.
Rasionalisasi :
Untuk mencoba agar anak tidak meletakkan tangannya dan obyek-obyek lain
didaerah yang terkontaminasi.
5.
Data Subyektif :
Data Obyektif :
Tujuan :
Kriteria hasil :
Orang tua klien tidak sering menanyakan tentang keadaan penyakit klien lagi.
Intervensi :
Bantu keluarga dalam memberikan rasa nyaman dan nyaman dan dukung pada
klien.
Rasionalisasi :
Gali perasaan keluarga dan masalah sekitar hospitalisasi dan penyakit anak.
6.
Data Subyektif :
Data Obyektif :
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
Beri stimulasi sensori dan distraksi sesuai dengan perkembangan anak dan
kondisi.
Berikan penjelasan yang sederhana sesuai dengan usia saat akan melakukan
prosedur keperawatan.
Rasionalisasi :
Jangan melakukan apapun yang membuat anak menjadi lebih cemas atau
takut.
KEJANG DEMAM
Kejang demam : Bangkitkan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (Subuh rectal
diatas 38C ) yang disebabkan oleh suatu proses eksrakranium kejang demam merupakan
Keluhan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak terutama pada golongan umur
6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari pada anak yang berumur dibawah 5 tahun
pernah menderitanya ( Millicap 1968 ) Wegman ( 1939 ) dan Millichap ( 1959 ) dari
percobaan binatang berkesimpulan bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya kegiatan kejang.
PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi
yang didapat dari metabolisme, bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting
adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan
perantara fungsi paru-paru diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler, jadi sumber
energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Keseimbangan Potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis kimiawi atau aliran
listrik dan sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dan membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10% - 15 % dan kebutuhan oksigen atau meningkat 20%. Pada seorang anak
berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan
orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi
difusi dari ion kalium maupun ion. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah,
kejang telah terjadi pada suhu 38C , sedangkan pada anak dengan ambang kejang baru
terjadi pada suhu 40C atau < dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa temuannya
kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat susu hanya penderita kejang. Kejang
demam yang merangsang singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa, tetapi pada kejang yang berlangsung lama
( lebih dari 15 menit ) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skeler yang akhirnya terjadi hiproksemia,
hiperkopnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat disebabkan
meningkatnya aktifitas otot.
MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf
pusat, misal = tonsilitis, OMA, bronkitis, furmunkulosis dan lain-lain, serangan kejang
biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat
bangkitan dapat membentuk tonik klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri, begitu
kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa
detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya keluhan saraf.
Untuk ini Livingstone ( 1954 1963 ) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas
dua golongan yaitu :
1. Kejang demam sederhana ( simple febrile conviston )
2. Epilepsi yang diproduksi oleh demam ( epilepsy triggered off by fever ).
Disub bagian saraf anak bagian IKA FKUI-RSCM Jakarta, criteria Livingston tersebut
setelah dimodifikasi dipakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam
sederhana adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Resiko yang dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung
dari faktor :
1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita
kejang demam.
3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.
PENANGGULANGAN :
Dalam penanggulangan kejang demamm ada 4 faktor yang perlu dikerjakan yaitu :
1.
2.
3.
4.