Anda di halaman 1dari 25

GASTROENTEROLOGI (GE) PADA ANAK

Pengguna istilah Diare sebenarnya lebih tepat dari pada Gastroenteritis karena istilah
yang disebut terakhir ini memberikan kesan seolah-olah penyakit ini hanya disebabkan
oleh

infeksi

walaupun

lambung

jarang

mengalami

peradangan.

Hippocrates

mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair. Dibagian ilmu
kesehatan anak FKUUI / RSCM.
Diare diartikan sebagai buang air besar sudah yang tidak normal atau bentuk tinja
yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya.

PENYEBAB
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu :
1.

Faktor Infeksi
a. Infeksi Enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak.
Infeksi Enteral meliputi :
-

Infeksi Bakteri = Vibrio, E-Coli, Salmonela, Shiqella, Campylobacter,


Yersinia, Aeromanas dan sebagainya.

Infeksi Virus = Entercourrus ( Virus Echo, Coxsackie, Poliomgelitis ),


Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dll.

Investasi parasit : Cacing ( Ascatis, Trichivris, Oxyuris, Strongylaides,


Protozoa ( Entamoebahrstolica, Biarda lambra, Trichomonas hominis,
jamur candida albicans)

b. Infeksi Parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan seperti
Otitis media akut ( OMA ) Tansilofaringtis, Bronkopneumonia, Ensefalitis
dsbnya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2
tahun.

2. Faktor Malabsorbsi
a.

Malabsorbsi karbohidrat : disakrida ( intoleransi laktosa,


matossa dan sukrosal monosakarida ( intoleransi glukosa dan galaktosa ). Pada
bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah intoleransi laktrosa.

b.

Malabsorbsi lemak

c.

Malabsorbsi protein

3.

Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

4.

Faktor psikologis : rasa takut dan cemas, walaupun jarang dapat menimbulkan
diare pada anak yang lebih besar.

PATOGENESIS
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :
1.

Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

2.

Gangguan Sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare akan
timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

3.

Gangguan Motilasi Usus


Hipereristaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan, sehingga timbul diare, sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh belebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare.

PATOGENESIS DIARE AKUT


1.

Masuknya jasad reknik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil
melewati rintangan asam lambung.

2.

Jasad renik tersebut bekembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus.

3.

Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik).

4.

Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan


diare.

PATOGENESIS DIARE KRONIS


Lebih kompleks dan faktor-faktor yang menimbulkan ialah infeksi bakteri parasit,
malabsorbsi, malnutrisi, dll.

PATOFISIOLOGIS
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi :
1.

Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan


keseimbangan asam basa (asidosis, metabolik, hipokalemia, dsb).

2.

Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran


bertambah).

3.

Hipoglikemia.

4.

Gangguan sirkulasi darah.

GEJALA KLINIS
Mula-mula bayi dan anak akan menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare tinja cair dan
mungkin disertai lendir atau darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijauhijauan karena tercapur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena
seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya
asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare.
Gelaja muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh
lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit maka gejala
dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgan jelek berkurang, mata dan ubun-ubun
besar menjadi cekung, selaput lendir, bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi berat
dengan rata-rata kehilangan cairan sebanyak 12 %. Pada dehidrasi berat volume darah

berkurang sehingga dapat terjadi renjatan hipovolemik dengan gejala-gelajanya yaitu :


denyut jantung menjadi cepat, denyut nadi cepat, kecil, tekanan darah menurun, penderita
menjadi lemah, kesadaran menurun (apatis, somnolen dan kadang-kadang sampai soporo
komateus). Akibat dehidrasi, diaresis berkurang (oliguria sampai anuria). Bila sudah ada
asidosis metabolik penderita akan nampak pucat dengan pernapasan yang cepat dan
dalam (pernapasan kussmaul).
Asidosis metabolik terjadi karena :
1.

Kehilangan NaHCo3 melalui tinja

2.

Ketosis kelaparan

3.

Produk-produk metabolik yang bersifat asam tidak dapat dikeluarkan (oleh


karena oliguria atau anuria)

4.

Berpindahnya ion natrium dari cairan ekstrasei kecairan intrasa.

5.

Penimbunan asam laktat (anoksia jaringan tubuh).


Dehidrasi hipotonik (dehidrasi hiponatremia yaitu bila kadar natrium dalam plasma

kurang dari 130 mEq / I, sedangkan daehidrasi hipertonik (hipernatremia) bila kadar
natrium dalam plasma lebih dari 150 mEq / L.
Dari penderita-penderita yang dirawat dibagian ilmu kesehatan anak FKUI / RSCM
ditemukan 77,8% dengan dehidrasi isotonik, 12,7% dehidrasi hipertonik, dan 9,5%
dehidrasi hipotonik. Pada dehidrasi isotonik dan hipotonik penderita tampaknya tidak
begitu haus, tetapi pada penderita dehidrasi hipertonik rasa haus akan nyata sekali dan
sering disertai kelainan neurologis sepeti kejang, hiperefleksi dan kesadaran yang
menurun sedangkan turgor dan tonus tidak berapa buruk.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1.

Pemeriksaan tinja

Makroskopis dan mikroskopis

PH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinitest,
bila diduga terdapat intoleransi gula.

Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.

2.

Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah dengan menentukan


PH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan abalisa gas darah
menurut ASTRUD (bila memungkinkan).

3.

Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.

4.

Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam
serum terutama pada penderita diare yang disertai kejang.

5.

pemeriksaan matubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasit
secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.

KOMPLIKASI
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai
macam komplikasi, seperti :
1.

Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik.

2.

Renjatan hipovolemik

3.

Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia,


perubahan pada elektrokardigram).

4.

Hipoglikemia.

5.

Intoleransi laktosa sekunder sehingga akibat defisiensi enzim laktase karena


kerusakan vili usus halus.

6.

Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.

7.

Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah penderita juga
mengalami kelaparan.

PENGOBATAN / PENATALAKSANAAN
Dasar pengobatan diare adalah
-

Pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumat)

Dietetik (pemberian makanan)

Obat-obatan.

Jadwal (kecepatan) pemberian cairan :


a.

Belum ada dehidrasi

Oral sebanyak anak mau minum (ad libitum) atau 1 gelas setaip kali BAB

Parenteral dibagi rata dalam 24 jam.

b.

Dehidrasi ringan

1 jam pertama 25-50 ml/kgbb peroral atau intragastrik

Selanjutnya 125 ml/kgbb/ hari atau ad libitum

c.

Dehidrasi sedang

1 jam pertama 50-100 ml/kgbb peroral atau


intragastrik

Selanjutnya 125 ml/kgbb/ hari atau ad libitum.

d.

Dehidrasi berat

ASKEP GE
1.

Pengkajian
a.

Aktivitas / istirahat
Gelaja : kelemahan, kelelahan
Tanda : penurunan toleransi terhadap aktivitas.

b.

Sirkulasi
Gejala : penurunan kesadaran, hipertermi.
Tanda : Kulit dingin, denyut nadi cepat, napas cepat, panas > 38,5C, sianosis.

c.

Eliminasi
Gejala : BAB > 3x sehari, cair, berlendir.
Tanda :

d.

Makanan/cairan

Gejala : mual / muntah, kehilangan nafsu makan, selalu haus.


Tanda : berat badan menurun, turgor jelek, mata dan ubun-ubun besar menjadi
cekung, selaput lendir, bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
e.

Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri perut, kejang perut, menggigil.

f.

Neurosensori
Gejala : denyut nadi cepat, kulit dingin.

g.

Integritas EGO
Gejala : ketidakberdayaan contoh : lemah

h.

Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imunologi.
Tanda : kulit dingin, tremor.

ASKEP GE PADA ANAK


Diagnosa keperawatan
1.

Resiko / actual kurangnya volume cairan, berhubungan dengan seringnya BAB


> 4x / hari cair disertai mual dan muntah.
Data Subyektif :

Klien atau keluarga menyatakan awalnya sering BAB > 4x / hari

Klien atau keluarga mengatakan muntah setap makan.

Data Obyektif

Feses cair

BAB > 4x / hari

Turgor kulit kurang

Kapiler reftil > 3 detik

Membran mukosa sering

Kehilangan cairan lebih dari 2% BB

Tujuan :

Kurangnya volume cairan teratasi setelah dilakukan tindakan perawatan.

Kriteria hasil :

Keseimbangan cairan dapat dipertahankan dalam batas normal.

Membran mukosa lembab

Turgor kulit elastis

Berat badan tidak menunjukkan penurunan.

Kapiler reftil < 3 detik

Urine Output 1-2 cc/kgbb/jam

Vital sign dalam batas normal.

Intervensi :

Monitor masukan dan keluaran

Kaji tanda-tanda vital, turgor kulit, membran mukosa.

Berikan dan pantau cairan intravena sesuai kebutuhan.

Berikan larutan dehidrasi oral

Hindari minuman yang mengandung serat seperti jus buah, minuman bikarbonat
dan gelatin.

Timbang berat badan setap hari

Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai dengan indikasi seperti anti diare, anti
emetik, anti piretik, eletrolit.

Monitor serum elektrolit, HB, HT

Anjurkan pemberian ASI, formula bebas laktosa atau formula yang mengandung
setengah laktosa untuk memperthaankan therapy cairan.

Rasionalisasi :

Menetapkan data pasien untuk intervensi yang diambil selanjutnya.

Untuk mengetahui penyebab kekurangan volume cairan tubuh.

Mengetahui keseimbangan cairan tubuh dan mencegah pasien mengalami syok


hipovolemik

Mengetahui perkembangan keadaan pasien secara akurat.

Mengukur dan menjadi indikator membaik.

2.

Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan :

Menurunnya intake serta absorbsi makanan dan cairan.

Data Subyektif :

Pasien atau keluarga mengatakan anaknya tidak nafsu makan.

Data Obyektif :

Porsi makan yang diberikan tidak habis.

Berat badan menurun selama sakit ....... kg

Tonus otot kurang.

Tujuan :

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan.

Kriteria hasil :

Nafsu makan meningkat

Berat badan dalam batas normal sesuai dengan usia........ kg

Meningkatnya kebutuhan nutrisi secara optimal.

Intervensi :

Observasi dan catat respon terhadap pemberian makanan.

Berikan makanan dala porsi sedikit tetapi sering dan makanan kecil tambahan
yang tepat.

Instruksikan ibu menyusui untuk melanjutkan pemberian Asi

Anjurkan istirahat sebelum makan.

Timbang berat badan setiap hari untuk pemantauan berat badan.

Kolaborasi dalam pemberian terapi nutrisi dalam program pengobatan R.S. sesuai
dengan indikasi.

Observasi dan catat respon-respon klien terhadap pemberian makanan untuk


mengkaji toleransi pemberian makanan .

Mintain kalori intake pro IVF at/NGT

Rasionalisasi :

Mengkaji Intervensi yang akan diberikan

Meningkatkan semangat makan pasien

Membantu memenuhi kebutuhan nutrisi

Diharapkan dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan nutrisi tubuh.

Sebagai indikator gizi pasien.

Memotivasi dan melibatkan keluarga dalam proses penyembuhan pasien

3.

Resiko infeksi pada orang lain berhubungan dengan :

Terinfeksi kuman diare

Kurangnya pengetahuan tentang pencegahan penyebaran penyakit

Data Subyektif :

Keluarga tidak mengetahui cara penularan diare

Data Obyektif : keluarga nampak tidak mencuci tangan dengan benar.

Keluarga nampak tidak mencuci tangan dengan benar.

Tujuan

Tidak terjadi penyebaran pada orang lain setelah dilakukan tindakan keperawatan

Kriteria hasil

Penularan diare pada orang lain tak terjadi

Meningkatnya pengetahuan keluarga tentang pencegahan dan penyebaran


penyakit.

Intervensi

Anjurkan mencuci tangan setelah menolon BAB pada anak.

Usahakan agar tangan anak tidak terletak diare yang terkontaminasi.

Segera bersihkan dan angkat bekas BAB dan tempatkan pada tempat khusus.

Anjurkan anggota keluarga dan pengunjung untuk mencuci tangan dengan benar.

Rasionalisasi

Diharapkan dapat meningkatkan personeal hygien anggota keluarga dan pasien.

4.

Perubahan proses keluarga berhubungan dengan :

Kurangnya pengetahuan keluarga tentang perawatan anaknya.

Data Subyektif :

Keluarga menyatakan ketidaktahuan tentang pengobatan anaknya.

Data Obyektif :

Keluarga sulit berpartisipasi dalam masalah perawatan

Tujuan :

Kurangnya pengetahuan teratasi setelah dilakukan tindakan perawatan.

Kriteria hasil :

Orang tua dapat berpartisipasi dalam peawatan anak.

Meningkatnya pengetahuan orang tua.

Intervensi :

Kaji tingkat pengetahuan orang tua tentang penyakit klien

Diskusikan kebutuhan informasi tentang penyakit

Beri penyuluhan tentang penyakit tersebut sesuai kebutuhan.

Rasionalisasi :

Mengkaji intervensi dengan diberikan.

Membuat keluarga bersikap terbuka pada perawat.

Memberikan hasil yang efektif saat menyampaikan

5. Cemas pada anak dan orang tua berhubungan dengan :

Hospitalisasi dan kondisi rumah sakit

Data Subyektif :

Klien menyatakan ketakutannya

Data Obyektif

Klien menangkis dan meronta saat akan dilakukan tindakan.

Tujuan :

Cemas pada anak dan orangtua berkurang atau teratasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan.

Kriteria Hasil

Klien tampak tenang

Ekspresi wajah orang tua klien tampak tenang.

Orang tua berpartisipasi dalam perawatan anak.

Intervensi :

Gunakan komunikasi terapeutik

Sentuh dan bicara pada anak sesering mungkin

Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada anak atau orangtua dengan bahasa
yang sederhana dan mudah dimengerti.

Lihatkan orang tua dalam perawatan anak

Rasionalisasi :

Menetapkan tingkat kecemasan yang dialami keluarga

Membuat keluarga bersikap terbuka dengan keluarga

Memberikan hasil yang efektif saat menyampaikan pada anak.

BRONCHITIS
Bronchitis akut adalah penyakit Obstruktif akibat Inflamasi akut pada saluran nafas kecil
( bronkeilus) terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun dengan insiden tertinggi 6
bulan.
ETIOLOGI
Virus merupakan penyebab tersering sebagai contoh misalnya Rhinoverus,
Respiratory Sineytral Virus (RSV), virus influenza, virus para influenza, Adenoviarus
dan coxsakie virus. Bronkitis akut selalu terdapat pada anak yang menderita morbili,
partusis dan infeksi mycoplasma pneumonia, belum ada bukti yang meyakinkan bahwa
bakteri lain merupakan penyebab primer bronchitis akut pada anak. Dilingkungan sosio
ekonomi yang baik jarang terdapat infeksi sekunder oleh bakteri.

FAKTOR PREDISPOSISI
Alergi, cuaca, polusi udara dan saluran nafas atas kronik dapat memudahkan terjadinya
bronchitis akut.
GEJALA KLINIS
Biasanya dimulai dengan tanda-tanda ISNA atas oleh virus, batuk mula-mula
kering, setelah dua atau tiga hari batuk mulai berdahak dan menimbulkan suara adanya
lendir. Dahak mukoid kental sering tidak kelihatan karena tertelan, dahakmungkin kental
dan kuning tetapi ini tidak berarti adanya infeksi bakteri sekunder. Anak mula-mula dapat
tidak nafas dan kadang-kadang pada anak besar mengeluh rasa sakit retrosternal, pada
beberapa hari pertama tidak ada tanda kelainan pada pemeriksaan dada tetapi kemudian
dapat timbul ranki basah kasar dan suara nafas kasar.
Batuk biasanya hilang setelah satu atau dua minggu, bila setelah dua minggu
batuk tetap ada mungkin terdapat kolaps paru segmental atau terdapat infeksi paru
sekunder. Mengi ( wheezing ) mungkin saja terdapat pada pasien bronkitis, mengi ini
dapat murni merupakan tanda bronkitis akut tetapi perlu juga diingat kemungkinan
manivestasi asma pada anak tersebut, lebih-lebih bila keadaan seperti ini terjadi berulang,
jadi istilah bronkitis asmatikus dan asmatik bronkitis sebaiknya dihindarkan saja.
PENATALAKSANAAN
Berhubung penyebab utama virus maka belum ada obat yang kausal antibiotika
tidak ada gunanya. Obat panas, banyak minum terutama air buah-buahan sudah sangat
memadai. Obat penekan batuk tidak boleh diberikan pada batuk yang banyak lendir.
Mukolitik tidak lebih baik daripada banyak minum.
Bila batuk tidak ada perubahan setelah dua minggu maka kemungkinan infeksi
bakteri sekunder boleh dicurigai dan diberikan antibiotik asal sudah disingkirkan
kemungkinan asma dan perlusis, antibiotika yang dianjurkan adalah yang serasi untuk S
pneumonia dan H. Influenza sebagai bakteri penyerang sekunder misalnya amoksilin, kotrimoksasol dan Gd makrolide, berikan antibiotik tujuh sampai sepuluh hari dan bila tidak
berhasil perlu dilakukan Rontgen foto thorak untuk menyingkirkan kemungkinan kolaps

paru segmental dan lober benda asing dalam saluran nafas & tuberkulosis. Bila bronkitis
akut terjadi berulang kali perlu diselidiki kemungkinan adanya kelainan saluran nafas,
benda asing,. Bronkiektosis, defisiensi, imunologis, hiperreaktivitas bronkus dan ISNA
atas yang belum teratasi.
PROGNOSIS
Bila tidak ada komplikasi, prognosis umumnya baik. Pada bronkitis akut yang
berulang dan disertai merokok terus-menerus secara teratur cenderung menjadi bronkitis
kronis pada waktu dewasa.

Diagnosa keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi
Data Subyektif :

Klien atau keluarga mengeluh anaknya sesak

Data Obyektif :

Pernafasan cepat ......x / menit

Gelisah

Pernafasan cuping hidung

Retraksi dada

Adanya ronchi

Sranosis

O2 Saturasi <

Tujuan :

Pola nafas klien menjadi efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan.

Kriteria Hasil :

Pernafasan normal

Dispneu dan cyanosis tidak terjadi

Klien dapat istirahat dan tidur dengan tenang

Tidak ada restraksi dada atau cuping hidung

O2 Saturasi 95 %

Intervensi :

Kaji frekuensi nafas dan kedalamannya

Auskultasi daerah paru catat adanya penurunan / ketidak adekuatan jalan nafas
adanya nafas seperti ronchi.

Beri posisi semi fowler

Berikan O2 sesuai indikasi

Monitor HGD dan saturasi O2

Periksa posisi anak dengan sering untuk memastikan anak tidak merosot
menghindari penekanan diafragma.

Rasionalisasi

Mengetahui adanya proses infeksi

Obstruksi jalan nafas dapat dimanifestasikan adanya nafas adventisrus seperti


penyebaran krekel basah ( bronhita )

Posisikan anak pada kesejajaran tubuh yang tepat untuk memungkinkan ekspansi
paru yang lebih baik dan perbaikan pertukaran gas serta mencegah aspirasi sekresi
( telungkup dan semi telungkup ).

2. Tidak Efektifnya jalan nafas berhubungan dengan inflamasi dan peningkatan sekret.
Data Subyektif :

Klien atau keluarga mengeluh anaknya sesak

Klien atau keluarga menyatakan anaknya sulit mengeluarkan sekret.

Data Obyektif :

Pernafasan cepat ....... x / menit

Gelisah

Pernafasan cuping hilang

Pengguna otot bantu pernafasan

Adanya ronchi

Tujuan :

Jalan nafas klien menjadi efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan.

Kriteria hasil :

Bunyi nafas klien bersih ( tidak ada atau berkurangnya ronchi )

Frekuensi nafas normal

Dispneu dan cyanosis tidak terjadi

Klien dapat batuk efektif dan secret keluar

Intervensi :

Kaji frekuensi nafas dan perkembangan

Kaji jumlah, warna dan konsistensi sekret

Auskultasi daerah paru catat adanya penurunan ketidakadekuatan jalan nafas


adanya suara nafas sepert ronchi.

Pastikan masukan cairan yang adekuat untuk mengencerkan sekret

Beri posisi semifowler

Latih klien dalam nafas dalam dan untuk efektif

Lakukan perkusi, vibrasi dan pastural dramage untuk mempermudah dramase


sekresi

Lakukan suction bila ada indikasi

Berikan O2 sesuai dengan indikasi

Monitor X-Ray dada

Rasionalisasi

Menetapkan data dasar vsa untuk intervensi yang diambil selanjutnya.

Sekret berbau, kuning atau kekurangan menunjukan adanya infeksi paru.

Bantu anak dalam batuk efektif, beri tisu

Beri nebulasi dengan larutan dan alat yang tepat sesuai ketentuan.

3.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan proses inflamasi, ketidakseimbangan


antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Data Subyektif :

Klien menyatakan lemas dan sesak bila melakukan kegiatan

Data Obyektif :

Klien tampak sesak

Tujuan :

Klien dapat mempertahankan tingkat aktifitas yang adekuat setelah dilakukan


tindakan keperawatan.

Kriteria hasil :

Klien dapat melakukan kegiatan secara bertahap tanpa sesak

Intervensi :

Kaji tingkat toleransi fisik anak

Bantu anak dalam aktifitas sehari-hari sesuai toleransi.

Atur aktifitas agar waktu tidur maksimum

Jadwalkan

aktifitas

tindakan

sesuai

dengan

kebutuhan

anak

untuk

meminimalkan keletihan.
Rasionalisasi

Menetapkan data dasar pasien intervensi.

Menurunkan secret dan rangsangan berlebihan meningkatkan btrahat.

Instruksikan anak untuk istirahat bila lelah

Tirah ...........

dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan metabolik

menghemat energi untuk penyembuhan.

4.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan :

Tidak adekuatnya pertahanan tubuh ( penurunan fungsi/aksicilia )

Status seckret pada saluran pernafasan

Organisme infektif

Resiko :

Data penunjang belum dapat ditemukan.

Data Subyektif :

Klien atau keluarga menyatakan anaknya masih sulit mengeluarkan secret.

Data Obyektif :

Suhu ....... C

Sputum kental dan sulit dikeluarkan

Tujuan

Infeksi tidak menyebar dan tak terjadi komplikasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan

Kriteria hasil :

Tanda-tanda infeksi tidak terjadi

Penumpukan secret berkurang

Suhu tidak meningkat.

Intervensi :

Monitor vital sign

Pertahankan lingkungan aseptic dan tekhnik mencuci tangan yang baik.

Instruksikan klien untuk merubah posisi yang dapat membantu pengeluaran


sekret.

Lakukan fisioterapy dada.

Kaji adanya perubahan warna, bau dan jumlah sekret.

Berikan diet bergizi sesuai kebutuhan anak.

Batasi jumlah pengunjung.

Anjurkan pada klien / keluarga untuk mencegah penyebaran infeksi dengan


mencuci tangan.

Anjurkan klien untuk istirahat yang cukup untuk menjaga keseimbangan antara
istirahat dan aktifitas.

Rasionalisasi :

Observasi vital sign dapat terjadi karena ada infeksi.

Efektif berarti menurunkan penyebaran / tambahan infeksi.

Meningkatkan pengeluaran, pembersihan infeksi.

Anjurkan fisioterapy dada yang baik.

Menganjurkan anak untuk mengkonsumsi nutrisi untuk mendukung pertahanan


tubuh alami.

Untuk mencoba agar anak tidak meletakkan tangannya dan obyek-obyek lain
didaerah yang terkontaminasi.

5.

Perubahan proses keluarga berhubungan dengan :

Kurangnya pengetahuan tentang penyakit klien.

Data Subyektif :

Keluarga menanyakan penyakit anaknya dan pengobatan yang diberikan.

Data Obyektif :

Orang tua klien sulit berpartisipasi dalam pengobatan.

Orang tua klien nempak cemas.

Tujuan :

Keluarga memahami tentang penyakit anaknya serta pengobatannya setelah


dilakukan tindakan keperawatan.

Kriteria hasil :

Orang tua klien menampakkan ekspresi wajah yang tenang.

Orang tua klien tidak sering menanyakan tentang keadaan penyakit klien lagi.

Orang tua klien berpartisipasi aktif dalam pengobatan yang diberikan.

Intervensi :

Kaji tingkat pengetahuan keluarga.

Berikan informasi kepada keluarga klien mengenai penyakit komplikasi,


kemajuan atas pengobatan klien.

Berikan motivasi kepada keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan klien.

Berikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan tentang penyakit


anaknya.

Jelaskan pada keluarga mengenai pencegah penyebaran infeksi dan perawatan


nanti selama dirumah.

Bantu keluarga dalam memberikan rasa nyaman dan nyaman dan dukung pada
klien.

Rasionalisasi :

Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.

Gali perasaan keluarga dan masalah sekitar hospitalisasi dan penyakit anak.

Jelaskan tentang terapi dan perilaku anak.

Beri dukungan sesuai kebutuhan.

Anjurkan perawatan yang berpusat pada kelurga dan anjurkan anggota


keluarga agar terlibat dalam perawatan anak.

6.

Cemas pada anak berhubungan dengan :

Akibat efek hospitalisasi

Data Subyektif :

Klien mengatakan ketakutannya.

Data Obyektif :

Klien takut dan menangis bila diberikan perawatan.

Tujuan :

Kecemasan anak berkurang setelah tindakan keperawatan

Kriteria hasil :

Klien mengatakan rasa cemasnya berkurang.

Klien tidak menolak apabila diberi tindakan perawatan.

Klien nampak tenang.

Intervensi :

Kaji tingkat kecemasan klien.

Libatkan klien dengan teman-teman yang ada disekitarnya.

Berikan barang kesenangan anak.

Ciptakan suasana yang lebih melibatkan teman sebayanya.

Dorong partisipasi keluarga dalam perawatan sesuai dengan kemampuan


keluarga.

Sentuh dan bicara pada anak untuk memberikan rasa nyaman.

Beri stimulasi sensori dan distraksi sesuai dengan perkembangan anak dan
kondisi.

Berikan penjelasan yang sederhana sesuai dengan usia saat akan melakukan
prosedur keperawatan.

Rasionalisasi :

Menetapkan tingkat kecemasan yang dialami anak.

Ciptakan suasana tenang di Rumah Sakit.

Diharapkan anak tidak takut.

Anjurkan perawatan yang berpusat pada kelurga dengan peningkatan


kehadiran orang tua dan bila mungkin keterlibatan orang tua.

Jangan melakukan apapun yang membuat anak menjadi lebih cemas atau
takut.

KEJANG DEMAM
Kejang demam : Bangkitkan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (Subuh rectal
diatas 38C ) yang disebabkan oleh suatu proses eksrakranium kejang demam merupakan
Keluhan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak terutama pada golongan umur
6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari pada anak yang berumur dibawah 5 tahun
pernah menderitanya ( Millicap 1968 ) Wegman ( 1939 ) dan Millichap ( 1959 ) dari
percobaan binatang berkesimpulan bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya kegiatan kejang.
PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi
yang didapat dari metabolisme, bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting
adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan
perantara fungsi paru-paru diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler, jadi sumber
energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Keseimbangan Potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis kimiawi atau aliran
listrik dan sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dan membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10% - 15 % dan kebutuhan oksigen atau meningkat 20%. Pada seorang anak
berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan
orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi
difusi dari ion kalium maupun ion. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah,
kejang telah terjadi pada suhu 38C , sedangkan pada anak dengan ambang kejang baru
terjadi pada suhu 40C atau < dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa temuannya
kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat susu hanya penderita kejang. Kejang
demam yang merangsang singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa, tetapi pada kejang yang berlangsung lama
( lebih dari 15 menit ) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skeler yang akhirnya terjadi hiproksemia,
hiperkopnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat disebabkan
meningkatnya aktifitas otot.

MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf
pusat, misal = tonsilitis, OMA, bronkitis, furmunkulosis dan lain-lain, serangan kejang
biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat
bangkitan dapat membentuk tonik klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri, begitu
kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa
detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya keluhan saraf.
Untuk ini Livingstone ( 1954 1963 ) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas
dua golongan yaitu :
1. Kejang demam sederhana ( simple febrile conviston )
2. Epilepsi yang diproduksi oleh demam ( epilepsy triggered off by fever ).
Disub bagian saraf anak bagian IKA FKUI-RSCM Jakarta, criteria Livingston tersebut
setelah dimodifikasi dipakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam
sederhana adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun


Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
Kejang bersifat umum
Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menimbulkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang didalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
PROGNOSIS
Dengan penanganan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik atau tidak perlu
menyebabkan kematian. Dua penyelidikan masing-masing mendapat angka kematian
0,46 % dan 0,74% ( Fridrerichsen dan Meichior 1954, Frantzen dkk 1968 ). Dari
penelitian yang ada frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25% - 50% yang
umumnya terjadi pada enam bulan pertama, apabila melihat terhadap umur, jenis kelamin
dan riayat keluarga, Lenox Buchthal 1973 ) mendapatkan :
1. Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50%
dan pria 33%
2. Pada anak berumur antara 13 bulan dan 3 tahubn dengan riwayat keluarga adanya
kejang terulangnya kejang adalah 50%, sedangkan pada tanpa riwayat kejang
25%.

Resiko yang dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung
dari faktor :
1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita
kejang demam.
3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.
PENANGGULANGAN :
Dalam penanggulangan kejang demamm ada 4 faktor yang perlu dikerjakan yaitu :
1.
2.
3.
4.

Memberantas kejang secepat mungkin


Pengobatan penunjang
Memberikan pengobatan rumat
Mencari dan mengamati penyebab.

Anda mungkin juga menyukai