A.
Definisi Kriminologi
1.
W.A Bonger
2.
E.H. Sutherland
3.
Wood
4.
Noach
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang perbuatan jahat dan perilaku tercela
yang menyangkut orang-orang terlibat dalam perilaku jahat dan perbuatan tercela
itu.
5.
Walter Reckless
6.
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan dari berbagai ilmu yang membahas kejahatan
sebagai masalah manusia. Berbagai ilmu disini menunjukkan kriminologi belum
merupakan ilmu yang berdiri sendiri.
B.
Belanda
Perancis
Inggris
= Criminology
Jerman
= Kriminologie
C.
Tujuan Kriminologi
1.
Memberi petunjuk bagaimana masyarakat dapat memberantas kejahatan
dengan hasil yang baik dan lebih-lebih menghindarinya.
2.
Mengantisipasi dan bereaksi terhadap semua kebijakan di lapangan hukum
pidana, sehingga dengan demikian dapat dicegah kemungkinan timbulnya akibatakibat yang merugikan, baik segi si pelaku,korban, maupun masyarakat secara
keseluruhan.
3.
a.
Apa yang dirumuskan sebagai kejahatan dan fenomenanya yang terjadi di
dalam kehidupan masyarakat, kejahatan apa dan siapa penjahatnya merupakan
bahan penelitian para kriminolog;
b.
Apakah faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya atau dilakukannya
kejahatan.
4.
Menjabarkan identitas kriminalitas dan kausa kriminologisnya untuk
dimanfaatkan bagi perencanaan pembangunan social pada era pembangunan
dewasa ini dan di masa mendatang.
D.
a. Ilmu Filsafat
b. Sosiologi Kriminal
c. Antropologi Kriminal
d. Psychologi Kriminal
Ilmu ini meneliti sebab kejahatan terletak pada penyimpanan kejiwaan, meneliti
relasi watak,penyakit (jiwa) dengan bentuk kejahatan, serta situasi Psikologis yang
mempengaruhi tindakan jahat juga meneliti aspek psikis dari para oknum yang
terlibat dalam persidangan (jaksa,hakim,panitera,terdakwa).
e. Paenologi
Ilmu ini meneliti penyimpangan syaraf terhadap timbulnya kejahatan. Ahli yang
bergerak dibidang ini berpendapat ketidak beresan susunan urat syaraf mendorong
seseorang untuk berbuat jahat.
E.
F.
1.
Perkembangan Kriminologi
Pra Kriminologi
Kriminologi sebagaimana ilmu yang lain baru lahir pada abad XIX dimulai pada
tahun 1830 adalah Adolpen dari kota Quetelet Perancis sebagai pelopornya jdi
bersamaan dengan dimulainya sosiologi, namun apabila diurut ke belakang
sebagaimana pada umumnya pengetahuan dan ilmu yang lain sudah dimulai pada
Jaman Kuno meski kajiannya tidak dapat atau hampir tidak dapat dikatakan sebagai
kriminologi.
Plato (427-347 SM) filsuf jaman Yunani dalam bukunya Republik mengatakan
bahwa emas, merupakan sumber dari banyak kejahatan. Makin tinggi kekayaan
dalam pandangan manusia makin merosot penghargaan terhadap kesusilaan.
2.
Kriminologi
Pada abad XIX sosiologi criminal ( kriminologi) timbul akibat dari berkembangnya
sosiologi dan statistic criminal. Sehingga studi mengenai tindak pidana dan pelaku
pidana pidana sudah mulai sungguh-sungguh dipelajari.
3.
Era global yang dimulai sekitar tahun 1970 sering dinamakan globalisasi
mengandung makna yang dalam dan terjadi pada segala aspek kehidupan,
misalnya ekonomi, social budaya,politik, ilmu pengetahuan, dan teknologi, dan
sebagainya, sebagai dampak kemajuan teknologi transportasi, komunikasi dan
informatika modern yang luar biasa. Globalisasi yang ditandai oleh informasi
menuntut nilai-nilai dan norma baru dalam kehidupan nasional dan antar bangsa.
berlaku serta penegakan hukum atas terjadinya kejahatan menjadi sorotan pula
sebagai bahan kajian kriminologi.
G.
1.
Aliran Kriminologi
Kriminologi Klasik
Kunci kemajuan menurut pemikiran ini adalah kemampuan kecerdasan atau akal
yang dapat ditingkatkan melalui latihan dan pendidikan, sehingga manusia mampu
mengontrol dirinya sendiri bak sebagai individu maupun sebagai suatu
masyarakat.Di dalam kerangka pemikiran ini, lazimnya kejahatan dan penjahat
dilihat semata-mata dari batasan undang-undang.
Aliran Neo Klasik bertolak dari pandangan yang sama dengan Aliran
Klasik, sehingga tidak menyimpang dari konsepsi umum tentang manusia yang
berlaku pada waktu itu di Eropa,bahwa manusia bebas untuk memilih untuk berbuat
kejahatan maupun berbuat baik, menghasilkan pengecualian tertentu, yakni :
1.
Anak di bawah umur 7 tahun tidak dapat dipertanggungjawabkan
terhadap kejahatan karena belum sanggup mengartikan pengertian perbedaan
yang benar dengan yang salah;
2.
Aliran Neo Klasik tidak mengekui kriminologi sebagai ilmu, walaupun demikian,
aliran ini berjasa di bidang kriminologi, pertama; pengecualian mereka terhadap
prinsip bebas bertidak, termasuk salah satu sebab walaupun cara pandang aliran ini
tidak berdasarkan ilmu,ke dua; banyak di antara undang-undang pidana dan
kebijakan modern didasarkan pada prinsip yang klasik modern.
1.
2.
3.
Perubahan dokrin tanggung jawab sempurnah untuk memungkinkan
pelunakan hukuman menjadi tanggung jawab sebagian saja;
4.
Dimasukkannya kesaksian dan atau keterangan ahli dalam acara peradilan
untuk menentukan besarnya tanggung jawab.
3.
Aliran Positivisme
Positivis menolak penjelasan yang berorietasi pada nilai, dan mengarahkan pada
aspek yang dapat diukur dari pokok persoalannya dalam usaha mencari sebabakibat.
4.
Aliran Kritis
Aliran ini mengatakan bahwa tingkat kejahatan dan ciri-ciri pelaku terutama
ditentukan ole bagaimana undang-undang disusun dan di jalankan.
5.
H.
1.
Teori-Teori Kriminologi
Dalam teori ini dijelaskan bahwa pola-pola delinquency dan kejahatan dipelajari
dengan cara yang serupa seperti setiap jabatan atau akupasi, terutama melalui
jalan imitation atau peniruan dan association atau pergaulan dengan yang lain.
Berarti kejahatan yang dilakukan seseorang adalah hasil peniruan terhadap
tindakan kejahatan yang ada dalam masyarakat dan ini terus berlangsung.
2.
Teori ini menjelaskan bahwa di bawah kondisi social tertentu, norma-norma sosial
tradisional dan berbagai peraturan, kehilangan otoritasnya atas perilaku. Dilandasi
era depresi besar yang melanda Eropa tahun 1930 sehingga terjadi perubahan
besar dalam struktur masyarakat, misalnya tradisi yang telah kehilangan dan telah
terjadi a condition of deregulation di dalam masyarakat. Keadaan demikianlah yang
dinamakan anomi atau keadaan ( masyarakat) tanpa norma, artinya hancurnya
keteraturan social sebagai akibat dari hilangnya patokan-patokan dan nilai-nilai.
3.
4.
1.
Criminal Subculture; bentuk-bentuk perilaku gang yang ditujukan untuk
kepentingan pemenuhan uang atau harta benda;
2.
Conflik subculture; bentuk gang yang berusaha mencari status dengan
menggunakan kekerasan;
3.
Retreatist subculture; bentuk gang dengan ciri-ciri penarikan diri dari tujuan
dan peranan konvensional dan kemudian mencari pelarian dengan
menyalahgunakan narkotika atau sejenisnya.
5.
1.
Perilaku dapat berupa ekspresi konsep diri snediri. Oleh sebab itu apabila
seseorang memiliki opini rendah tentang dirinya biasanya direfleksikan atau
dicerminkan ke dalam susunan luas perilaku negative termasuk juga depresi ke
dalamnya misalnya penyalahgunaan alcohol dan kriminalitas;
2.
Perilaku dapat juga mendukung atau menahan self consept atau konsep diri
sendiri.
6.
7.
Teknik-teknik Netralisasi atau Teori Netralisasi ( The Techneques of
Netralization)
Teori ini menjelaskan bahwa aktivitas menusia selalu dikendalikan oleh pikirannya,di
sini mencerminkan adanya suatu pendapat bahwa kebanyakan orang dalam
berbuat sesuatu dikendalikan oleh pikirannya yang baik. Di masyarakat selalu
terdapat persamaan pendapat tentang hal-hal yang baik dalam kehidupan
masyarakat, dan menggunakan jalan layak untuk mencapai hal tersebut.
8.
9.
Teori ini menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara lingkungan
kehidupan, struktur ekonomi dan pilihan pelaku yang mereka perbuat selanjutnya.
Richard A. Cloward dan Lloyd E. Ohlin dalam bukunya Delinquency and Opportunity
berpendapat bahwa munculnya kejahatan dan bentuk-bentuk perilakunya
bergantung pada kesempatan, baik kesempatan patuh norma maupun kesempatan
penyimpangan norma.
1.
Kriminal dilakukan dengan sistem urat syaraf yang hiporeaktif dan otak yang
kurang member respon, keadaan demikian tidak terjadi dalm vacuum melainkn
berinteraksi dengan lingkungan tempat tinggal tertentu di mana individu hidup
dalam pergaulannya;
2.
Anak-anak pra delinquent cenderung membiasakan diri terhadap hukuman
yang diterimanya dan rangsangan ini dengan mudah menambah frustrasi
dikalangan orang tua;
3.
a.
Respon parental yang negative dan tidak konsisten terhadap perilaku mencari
stimulasi atau rangsangan si anak merupakan daya etiologis dalam perkembangan
kecenderungan-kecenderungan kriminalitas selanjutnya;
b.
Abnormalitas psikis si anak akan menyulitkan baginya mengantisipaso
konsekuensi yang menyakitkan atas tindakannya.
1.
Teori pilihan rasioanal menitikberatkan pada pemanfaatan yang diantisipasi
mengenai taat pada hukum berlawanan dengan perilaku melanggar hukum.
2.
Akibat pidana yang dialami seseorang merupakan fungsi, pilihan-pilihan
langsung serta keputusan-keputusan yang dibuat relative oleh pelaku tindak pidana
bagi peluang-peluang yang ada padanya.
3.
Teori pilihan rasional dengan demikian berpendapat bahwa individu
menimbang dari berbagai kemungkinan , kemudian memilih pemecahan yang
optimal yang dapat dilakukan;
4.
Terdaoat kompleksitas dalam proses pengambilan keputusan oleh manusia
yang menunjukkan bahwa keputusan-keputusan yang diambil kadang kala tidak
rasional dan bersifat non ekonomis serta bersifat subyektif;
5.
Meningkatnya pendapatan atau peluang yang lebih meluas harus berkurang,
tidak saja sebagai insentif bagi ilegalitas dan perilaku menyimpang, melainkan pula
bagi perilaku criminal yang sebenarnya seperti pada berbagai pola kejahatan
konvensional, menurut perspektif pilihan rasional.
6.
Teori pilihan rasional member penjelasan yang bermanfaat dalam mempelajari
kriminalitas
7.
Teori pilihan rasional kurang mampu mempertanggungjawabkan mengenai
perilaku criminal untuk waktu yang relatife lama.
Teori ini menjelaskan bahwa kejahatan secara tradisional karena melihat pada siftasifat pelaku atau kepada social. Teori ini tidak hanya mempertanyaakan penjelasan
tradisional tentang pembuatan dan penegakkan hukum pidana, namun juga
mempersalahkan hukum itu dalam menghasilkan penjahat-penjahat, dan teori ini
juga mempertanyakan tentang siapa yang membuat hukum-hukum itu dan
mengapa.
Teori ini menjelaskan bahwa sebab utama kejahatan dapat dijumpai dalam
pemberian label oleh masyarakat untuk mengidentifikasi anggota-anggota tertentu
pada masyarakatnya. Berdasarkan perspektif teori ini, pelanggar hukum tidak dapat
dibedakan dari mereka yang tidak melanggar hukum, terkecuali bagi adanya
pemberian label terhadap mereka yang ditentukan demikian. Oleh sebab itu,
kriminal dipandang oleh teoritisi pemberian nama sebagai korban lingkungannya
dan kebiasaan pemberian nama oleh masyarakat konvensional.
Konsep dari teori ini adalah power ( kekuasaan ). Struggle ( pertarungan ) untuk
kekuasaan merupakan suatu gambaran dasar eksitensi manusia. Dalam arti
pertarungan kekuasaan itulah bahwa berbagai kelompok kepentingan berusaha
mengontrol perbuatan dan penegakan hukum. Untuk memahami pendekatan teori
konflik ini, perlu secara singkat memandang bahwa kejahatan dan peradilan pidana
sebagai sesuatu yang lahir dari communal consensus ( consensus masyarakat).
16. Teori Pemberian Malu Reintegratif atau Teori Pembangkit Rasa Malu
( Reintregrative Shaming Theory)
1.
Interdependency atau saling ketergantungan bersifat individual,mencakup
keikutsertaan warga masyarakat dalam suatu jaringan social dimana di dalamnya
mereka merasa bergantung pada warga masyarakat lain untuk mencapai tujuan
akhir dan warga masyarakat yang lainpun bergantung padanya.
2.
Communitarianism, bersifat kemasyarakatan, artinya di dalam masyarakat
yang demikian warga terikat kuat dalam suatu hubungan saling ketergantungan
yang dicirikan adanya perasaan saling mempercayai dan saling membantu.
3.
Shaming ( rasa malu ) adalah semua proses social tentang pernyataan sikap
pencelaan yang mengekibatkan timbulnya penyesalan paling dalam bagi seseorang
yang di permalukan atau pencelaan oleh pihak lain yang telah menyadari hal itu.
4.
Stigmatization atau Stigmatisasi adalah wujud dari disintegrative shaming
atau pemberian malu yang disintegrative, adalah menstigmatisasi dan meniadakan,
jadi menciptakan suatu class of outcast (kelas orang-orang terusir/terbuang).
5.
Ian Tailor, Paul Walton, dan Jack Young-kriminolog Marxis dari Inggris menyatakan
bahwa kelas bawah ( kekuatan buruh dari masyarakat industri) yang dikontrol
melalui hukum pidana dan para penegaknya, sementara pemilik buruh-buruh itu
hanya terikat oleh hukum perdata yang mengatur persaingan antar mereka.
Institusi ekonomi kemudian merupakan sumber dari konflik , pertarungan antar
kelas selalu berhubungan dengan distribusi sumber daya kekuasaan, dan hanya
apabila kapitalisme dimusnahkan maka kejahatan akan hilang.