Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Presipitasi adalah curahan atau jatuhnya air dari atmosfer ke
permukaan bumi dan laut dalam bentuk yang berbeda, yaitu curah hujan
di daerah tropis dan curah hujan serta salju di daerah beriklim sedang.
Presipitasi adalah peristiwa klimatik yang bersifat alamiah yaitu
perubahan bentuk uap air di atmosfer menjadi curah hujan sebagai akibat
proses

kondensasi.

Presipitasi

merupakan

factor

utama

yang

mengendalikan proses daur hidrologi di suatu wilayah DAS ( merupakan


elemen utama yang perlu diketahui medasari pemahaman tentang
kelembaban tanah, proses resapan air tanah dan debit aliran ).
Presipitasi mempunyai banyak karakteristik yang

dapat

mempengaruhi produk air suatu hasil perencanaan pengelolaan DAS.


Besar kecilnya presipitasi, waktu berlangsungnya hujan dan ukuran serta
intensitas hujan yang terjadi baik secara sendiri-sendiri atau merupakan
kombinasi akan mempengaruhi kegiatan pembangunan ( proyek ).
Jumlah presipitasi selalu dinyatakan dengan dalamnya presipitasi
(mm). salju, es, hujan dan lain-lain juga dinyatakan dengan dalamnya

1.2.

(seperti hujan) sesudah di cairkan.


Faktor- faktor yang mempengaruhi presipitasi :
1. Kelembaban udara
2. Energi Matahari
3. Angin
4. Suhu udara
Tujuan Percobaan
Dengan melakukan percobaan ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui cara pengamatan hujan dengan menggunakan alat
pencatat hujan manual dan otomatis.
2. Untuk mengetahui cara penyajian data curah hujan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Teori
2.1.1.

Presipitasi
Dalam meteorologi, presipitasi (juga dikenal sebagai satu

kelas dalam hidrometeor, yang merupakan fenomena atmosferik)


adalah setiap produk dari kondensasi uap air di atmosfer. Ia terjadi
ketika atmosfer (yang merupakan suatu larutan gas raksasa)
menjadi jenuh dan air kemudian terkondensasi dan keluar dari
larutan tersebut (terpresipitasi). Udara menjadi jenuh melalui dua
proses, pendinginan atau penambahan uap air.
Presipitasi yang mencapai permukaan bumi dapat menjadi
beberapa bentuk, termasuk diantaranya hujan, hujan beku, hujan
rintik, salju, sleet, and hujan es. Virga adalah presipitasi yang pada
mulanya jatuh ke bumi tetapi menguap sebelum mencapai
permukaannya.
Presipitasi adalah salah satu komponen utama dalam siklus
air, dan merupakan sumber utama

air tawar

di planet

ini.Diperkirakan sekitar 505.000 km air jatuh sebagai presipitasi


setiap tahunnya, 398,000 km diantaranya jatuh di lautan. Bila
didasarkan pada luasan permukaan Bumi, presipitasi tahunan
global adalah sekitar 1 m, dan presipitasi tahunan rata-rata di atas
lautan sekitar 1,1 m.
Presipitasi perlu diukur untuk mendapatkan data hujan yang
sangat berguna bagi pernecanaan hidrologis, semisal perencanaan
pembangunan bendung, dam, dan sebagainya.
2.1.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Presipitasi
2.1.2.1.
Kelembapan Udara
Massa uap yang terdapat dalam 1 m 3 udara (g) atau
kerapatan uap disebut kelembaban mutlak (absolute).
Kemampuan udara untuk menampung uap adalah
berbeda beda menurut suhu. Mengingat makin tinggi
suhu, makin banyak uap yang dapat di tampung, maka
kekeringan dan kebasahan udara tidak dapat ditentukan
oleh kelembaban mutlak saja. Kelembaban relative

adalah perbandingan antara massa uap dalam suatu


satuan volume dan massa uap yang jenuh dalam satuan
volume itu pada suhu yang sama. Kelembaban relative
ini biasanya disebut kelembaban. Salah satu fungsi
utama

kelembaban

udara

adalah

sebagai

lapisan

pelindung permukaan bumi. Kelembaban udara dapat


menurunkan

suhu

memantulkan

dengan

cara

menyerap

sekurang-kurangnya

setengah

atau
radiasi

matahari gelombang panjang dari permukaan bumi pada


waktu

siang

dan

malam

hari.

Sejalan

dengan

meningkatnya suhu udara, meningkat pula kapasitas


udara dalam menampung uap air. Sebaliknya, ketika
udara bertambah dingin, gumpalan awan menjadi
bertambah besar dan pada gilirannya akan jatuh sebagai
air hujan.
2.1.2.2.
Energi Matahari
Seperti telah di sebutkan dimuka bahwa energi
matahari adalah mesin yang mempertahankan
berlangsungnya

daur

hidrologi.

Ia

juga

bersifat

mempengaruhi terjadinya perubaha iklim. Pada umunya,


besarnya energi matahari yang mencapai permukaan
bumi adalah 0,5 langley/menit. Namun demikian.
Besarnya

energi

permukaan bumi

matahari

bersih

yang

diterima

bervariasi tergatung pada

letak

geografis dan kondisi permukaan bumi. Pemukaan bumi


bersalju, sebagai contoh, mampu merefleksikan 80% dari
radiasi matahari yang datang. Sementara, permukaan
bumi dengan jenis tanah berwarna gelap dapat menyerap
90% ( wanielista, 1990). Adanya perbedaan keadaan
geografis tersebut. Mendorong terjadinya gerakan udara
di atmosfer, dan demikian juga berfungsi dalam
penyebaran ener gi matahari. Energi matahari bersifat
memproduksi gerakan masaudara di atmosfer dan diatas

lautan. Energi ini merupakan sumber tenaga untuk


terjadinya proses evaporasi dan transpirasi. Evaporasi
berlangsung pada permukaan badan perairan sedangkan
transpirasi adalah kehilangan air dalam vegetasi. Energi
matahari mendorong terjadinya daur hidrologi melalui
proses radiasi. Sementara penyebaran kembali energi
matahari dilakukan melalui proses konduksi dari daratan
dan konveksi yang berlangsung di dalam badan air dan
atmosfer.
Konduksi adalah suatu proses transportasi udara
antara dua lapisan ( udara ) yang berdekatan apabila suhu
kedua lapisan tersebut berbeda.
Konveksi adalah pindah panas yang timbul oleh
adanya gerakan massa udara atau air dengan arah
gerakan vertikal. Dapat juga dikatakan bahwa konveksi
merupakan hasil ketidakmantapan masa udara atau air.
Seringkali dikarenakan oleh energi potensial dalam panas
tak tampak ( latent heat ) yang sedang dikonversikan
kedalam gulungan massa udara. Besarnya laju konversi
ketika energi terlepaskan akan menentukan keadaan
meteorology (hujan dan angina). Umumnya gulungan
massa udara yang lebih besar akan menghasilkan curah
hujan yang lebih singkat.
2.1.2.3.
Angin
Angin adalah gerakan massa udara, yaitu gerakan
atmosfer atau udara nisbi terhadap permukaan bumi.
Parameter tentang angin yang biasanya dikaji adalah arah
dan kecepatan angin. Kecepatan angin penting karena
dapat menentukan besarnya kehilangan air melalui
proses evapotranspirasi dan mempengaruhi kejadiankejadian hujan. Untuk terjadinya hujan, diperlukan
adanya gerakan udara lembab yang berlangsung terus
menerus. Peralatan yang digunakan untuk menentukan
kecepatan angin dinamakan anemometer.

Yang disebut arah angina adalah arah dari mana


angina bertiup. Untuk penentuan arah angin ini
digunakan lingkaran arah angina dan pencatat angin.
Untuk penunjuk angina biasanya digunakan sebuah
panah dengan pelat pengarah. Pengukuran angin
diadakan di puncak menara stasiun cuaca yang tingginya
10 m dan lain-lain.
Apabila dunia tidak berputar pada porosnya, pola
angina yang terjadi semata-mata ditentukan oleh
sirkulasi

termal.

Angina

akan

bertiup

kea

rah

khatulistiwa sebagai udara hangat dan udara yang


mempunyai berat lebih ringan kan naik ke atas di
gantikan oleh udara padat yang lebih dingin. Apabila ada
dua massa udara dengan dua suhu yang berbeda bertemu,
maka akan terjadi hujan dibatas antara dua massa udara
tersebut.
Dalam suatu hari, kecepatan dan arah angin dapat
berubah-rubah. Perubahan ini sering sekali disebabkan
oleh adanya beda suhu antara daratan dan lautan. Adanya
beda suhu tersebut juga dapat menyebabkan terjadinya
perubahan arah angin. Proses kehilangan panas oleh
adanya padang pasir, daerah beraspal, dan daerah dengan
banyak bangunan juga dapat menyebabkan terjadinya
perubahan arah angina. Antara dua tempat yang tekanan
etmosfernya berbeda, ada gaya yang arahnya dari tempat
bertekanan tinggi ketempat bertekanan rendah.
2.1.2.4.
Suhu Udara
Suhu mempengaruhi besarnya curah hujan, laju
evaporasi dan transpirasi. Suhu juga di anggap sebagai
salah satu factor yang dapat memprakirakan dan
menjelaskan kejadian dan penyebaran air dimuka bumi.
Dengan demikian, adalah penting untuk mengetahui
bagaimana cara untuk menentukan besarnya suhu udara.

Yang biasa disebut suhu udara adalah suhu yang di


ukur dengan thermometer dalam sangkar meteorology
(1,20-1,50 m di atas permukaan tanah) makin tinggi
elevasi pengamatan di atas permukaan laut, maka suhu
ydara makin rendah. Peristiwa ini disebut pengurangan
suhu bertahap yang besarnya disebut laju pengurangan
suhu bertahap.
Pengukuran

besarnya

suhu

memerlukan

pertimbangan-pertimbangan sirkulasi udara dan bentukbentuk permukaan alat ukur suhu udara tersebut. Suhu
udara yang banyak dijumpai didalam laporan-laporan
tentang meteorologi umumnya menunjukkan data suhu
musiman, suhu berdasarkan letak geografis, dan suhu
untuk ketinggian tempat yang berbeda. Oleh karnanya,
besarnya suhu rata-rata harus ditentukan menurut waktu
2.1.3.

dan tempat.
Klasifikasi Hujan
Hujan juga dapat terjadi oleh pertemuan antara dua massa

air, basah dan panas. Tiga tipe hujan yang umum dijumpai didaerah
tropis dapat disebutkan sebagai berikut:
2.1.3.1.
Hujan Konvektif
Tipe hujan ini disebabkan oleh adanya beda panas
yang diterima permukaan tanah dengan panas yang
diterima permukaan tanah dengan panas yang diterima
oleh lapisan udara diatas permukaan tanah tersebut.
Sumber utama panas di daerah tropis adalah berasal dari
matahari. Beda panas ini biasanya terjadi pada akhir
musim

kering

yang

menyebabkan

hujan

dengan

intensitas tinggi sebagai hasil proses kondensasi massa


air basah pada ketinggian di atas 15 km.
2.1.3.2.
Hujan Frontal
Tipe hujan yang umumnya disebabkan oleh
bergulungnyadua massa udara yang berbeda suhu dan
kelembaban. Pada tipe hujan ini, massa udara lembab
yang hangat dipaksa bergerak ketempat yang lebih

tinggi. Tergatung pada tipe hujan yang dihasilkanya,


hujan frontal dapat dibedakan menjadi hujan frontal
dingin dan hangat. Hujan badai dan hujan monsoon
adalah tipe hujan frontal yang lazim dijumpai.
2.1.3.3.
Hujan Orografik
Jenis hujan yang umum terjadi

didaerah

pegunungan, yaitu ketika massa udara bergerak ketempat


yang lebuh tinggi mengikuti bentang lahan pegunungan
sampai saatnya terjadi proses kondensasi. Tipe hujan
orografik di anggap sebagai pemasok air tanah, danau,
bendungan, dan sungai karma berlangsung di daerah
hulu DAS.

2.1.4.

Alat Pencatat Hujan


2.1.4.1.
Alat Pencatat Hujan Manual
Alat pencatat hujan manual terdiri atas satu tabung
dengan diameter 8 inchi, dan ada corong penerima.
Untuk mengukur curah hujannya digunakan gelas ukur
yang dilakukan setiap hari pada jam tertentu sehingga air
hujan yang terkumpul adalah air hujan yang terakumulasi
selama 24 jam.

2.1.4.2.

Alat Pencatat Hujan Otomatis


Alat pencatat hujan otomatis pengukuran dilakukan

dengan menggunakan grafik secara otomatis yang


mencatat tinggi hujan akibat naik turunnya pelampung
pada bak penampung. Saat hujan tertampung dalam

Gambar 1
Alat Pencatat Curah Hujan
Manual

corong,

akan

masuk

ke

bak

penampung

yang

mengakibatkan pelampung naik. Gerakan pelampung


tersebut akan diteruskan oleh goresan pena pencatat pada
grafik yang berputar sesuai dengan waktu.
Apabila muka air dalam bak penampung sama
tingginya dengan bengkokan pipa siphon, maka air akan
keluar

melalui

pipa

tersebut,

sehingga

terjadi

pengosongan yang diikuti oleh penurunan pelampung


secara tepat. Kondisi tersebut dalam grafik akan
berbentuk vertikal ke arah bawah. Bila hujan masih
berlangsung maka bak penampung terisi kembali dan
pelampung naik kembali, serta pencatatan otomatis akan
terus berlangsung. Alat pencatat huajn otomatis biasanya
diambil setiap seminggu sekali, karena kemampuan
kertas grafik untuk mencatat selama satu minggu.

Gambar 2
Alat Pencatat Curah Hujan
Otomatis

BAB 3
METODE PERCOBAAN
3.1.

3.2.

Peralatan
Alat-alat yang digunakan saat praktikum adalah :
1. Rain Simulator
2. Alat Pencatat Hujan Manual.
3. Alat Pencatat Hujan Otomatis.
4. Stopwatch
Prosedur Percobaan
Langkah-langkah saat melakukan percobaan :
1. Isi bak penampung air sumber rain simulator hingga penuh.
2. Letakkan alat pencatat hujan manual dan otomatis di bawah rain
simulator.
3. Pada praktikum ini, anggap bahwa 24 jam kenyataan sama dengan 60
menit di laboratorium.
4. Nyalakan rain simulator untuk kondisi hujan ringan, tidak hujan,
deras.
5. Lakukan pencatatan untuk alat hujan manual dan otomatis setelah 60
menit.
6. Ulangi langkah tersebut untuk pengukuran tidak hujan dan hujan

3.3.

deras. Ambil hasil pencatatan untuk alat otomatis


Tugas
1. Sajikan data hujan harian dalam bentuk diagram batang untuk masingmasing alat pengukur curah hujan. Interval waktu sesuaikan dengan
jenis dan kemampuan alat.
2. Hitunglah hujan hariannya.
3. Hitunglah curah hujan rata-rata berdasarkan pencatatan kedua
pencatat hujan tersebut, dengan menggunakan metode aritmatika

BAB 4
PEMBAHASAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1.

Data Hasil Praktikum


Dari percobaan, kami mendapatkan dua data yaitu data hasil
pengukuran alat hujan manual yang dilakukan selama dua jam sekali dan
hasil dari alat pencatat hujan otomatis.
Tabel 1
Data Pengukuran Hujan Manual
Waktu
Praktikum {t}
(jam)
11.33-13.33
13.33-15.33
15.43-17.43

Waktu Permisalan

Curah Hujan {R}

{t} (jam)

(mm)

2
2
2

36
0
114

I=R/t

18
0
57

Sedangkan data pengukuran dengan alat pencatat hujan otomatis


kami dapatkan berdasarkan grafik curah hujan sebagai berikut.

Gambar 1
Hasil Pengukuran dengan Alat Pencatat
Otomatis
Kemudian berdasarkan grafik tersebut didapatkan data,
Tabel 2

Data Pengukuran Alat Pencatat Hujan Otomatis


Intensitas
Waktu Praktikum

Waktu Permisalan

Curah Hujan {R}

Curah

{t} (jam)

{t} (jam)

(mm)

Hujan (I =

8
0
72

R/t)
4
0
33,23

11.33-13.33
13.33-15.33
15.43-17.43

2
2
2

Diameter gelas ukur (mm) : 4 cm


Waktu Praktikum Waktu Permisalan
(t)jam
(t) jam

11.33-13.33
13.33-15.33
15.43-17.43
Luas

Data Pengukuran
Curah Hujan (R)
mm
Manual
2
36
2
0
2
114
A=3,14 2 2=12,56 cm

Volume gelas ukur Curah Hujan manual

12,56 3,6=42,216 cm

12,56 0=0

12,56 11,4=143,184 cm

Volume gelas ukur Curah Hujan otomatis

12,56 0,8=10,05 cm

12,56 0=0

12,56 7,2=90,43 cm

Satu data volume curah hujan otomatis dan curah hujan manual

Perbandingannya =

42,216
10,05

Perbandingannya =

0
=0
0

= 4,2

Data Pengukuran
Curah Hujan (R)
mm
Otomatis
8
0
72

Perbandingannya =

143,184
=1,58
90,43

Waktu
Praktikum
(t)jam

Waktu
Permisalan
(t) jam

Data Pengukuran
Curah Hujan (R)
mm
Manual

11.33-13.33

36

Data
Pengukuran
Curah Hujan
(R) mm
Otomatis
8

Perbandinngan

13.33-15.33

15.43-17.43

114

72

1,58
R manual = 1,58 kali
R otomatis

4,2
R manual = 4,2 kali R
otomatis

Kemudian dari data di atas dapat disusun diagram batang dari data
curah hujan manual dan otomatis seperti di bawah ini.

Grafik Curah Hujan Manual


114

120
100
80
60
40
20

10

0
Hujan Ringan

Tidak0Hujan

Hujan Deras

Grafik Intensitas Hujan Manual


57

60
50
40
30
20
10

0
Hujan Ringan

Tidak0Hujan

Hujan Deras

Grafik Curah Hujan Otomatis


80

72

70
60
50
40
30
20
10

0
Hujan Ringan

Tidak0Hujan

Hujan Deras

Grafik Intensitas Hujan Otomatis


40

36

35
30
25
20
15
10
4

5
0

Hujan Ringan

Tidak0Hujan

Hujan Deras

4.2 Perhitungan Hujan Harian dan Hujan Rata-Rata


Perhitungan Hujan harian dengan alat pencatat otomatis dapat
dihitung seperti,
Tabel 1
Data Pengukuran Hujan Manual
Waktu

Curah Hujan

Intensitas( {I= R/t}

{t} (jam)
2
2
2

{R} (mm)
36
0
114

(mm/jam)
18
0
57

Curah hujan rata-rata,


1
R R1 R2 R3
3
1
3

= (36+0+114)
= 50 mm
Tabel 2
Data Pengukuran Alat Pencatat Hujan Otomatis
Waktu
{t} (jam)
2
2
2

Curah Hujan
{R} (mm)
8
0
72

Intensitas( {I= R/t}


(mm/jam)
4
0
36

Curah hujan rata-rata,


1
R R1 R2 R3
3
1
3

= (8+0+72)
= 80 mm
BAB 5
PENUTUP
5.1.

Kesimpulan
Dari hasil pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa :
1. Intensitas curah hujan bergantung pada curah hujan dan lamanya
hujan tersebut.
2. Semakin tinggi curah hujan, maka semakin tinggi pula intensitas
hujannya.
3. Pada praktikum sebenarnya pengukuran dilakukan dalam rentang
waktu 24 jam, akan tetapi kenyataan di lapangan penulis
melakukan praktikum dalam rentang waktu 6 jam saja, masingmasing 2 jam untuk hujan biasa, tidak hujan, dan hujan maksimum.
Maka di dalam data waktu yang digunakan adalah 2 jam.

5.2.

Saran
1. Saat melakukan pratikum renggang waktu terlalu sedikit sehingga
tidak terlalu jelas pembacaan datanya
2.
Tinta pencatat kertas grafik meluber
3. Saat pratikum pertama kali menyalakan alat (saat percobaan)
sangat deras sehingga grafik menjulang keatas
4. Pengukuran curah hujan saat tidak hujan tidak tercatat pada
pengukuran otomatis.

DAFTAR PUSTAKA
Asdak, chay.2007.Hidrologi dan pengelolaan DAS.Yogyakarta:Gadjah Mada
University
Suyono,

Sudarsono.

Dan

Kensaku.

Takeda

,2006.

Hidrologi

untuk

pengairan.PT.Jakarta: pradnya paramita


Chai, asdak.1995.Daur hidrologi dan ekosistem DAS.Yogyakarta.Gadjah Mada
university press

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai