PEMBIMBING:
dr. T. Jeffrey Abdillah, Sp.OG
dr. Adi Kusuma Wiratma, Sp.OG
dr. Ari Abdurahman Lubis, Sp.OG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATRA UTARA
2016
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulisi ucapkan kepada Allah SWT yang dengan berkat
dan
rahmat-Nya
penulis
dapat
menyelesaikan
makalah
yang
berjudul
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................1
1
2
3
Latar Belakang.........................................................................................1
Tujuan Penulisan.......................................................................................2
Metode Penulisan.....................................................................................2
BAB 1
PENDAHALUAN
1.1 Latar Belakang
Demikianlah tujuan dalam penyusunan makalah ini dan kami sangat berharap
dapat berguna bagi setiap orang yang membacanya dan semoga seluruh tujuan
tersebut dapat tercapai dengan baik.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Polycystic Ovari Syndrome (PCOS) adalah serangkaian gejala yang
dialami
wanita
pada
usia
reproduktif
yang
dihubungkan
dengan
oleh faktor genetik yang terkait kromosom X dominan. Tapi pada kasus
lain juga dapat terkait dengan kromosom autosom dominan. Jika seorang
wanita yang memiliki ibu atau saudara perempuan yang menderita PCOS,
maka sebesar 50% wanita tersebut juga akan menderita PCOS.
7. Karena PCOS terkait dengan resistensi insulin pada diabetes tipe 2, maka
A. Kelainan menstruasi
Pasien
dapat
mengeluh
adanya
oligomenorrhea,
dimana
siklus
menstruasinya menjadi sangat lama yaitu antara 35 hari sampai dengan 6 bulan,
dengan periode menstruasi < 9 per tahun. Dapat terjadi amenorrhea sekunder
dimana ada fase tidak adanya menstruasi selama 6 bulan.
Pada pasien PCOS sekresi estrogen berlangsung lama dan tidak disertai
ovulasi. Sekresi tersebut juga tidak diimbangi oleh progesteron yang selanjutnya
akan mempengaruhi pelepasan gonadotropin kelenjar hipofise. Umpan balik yang
dihasilkan dari estrogen yang normal dapat mengakibatkan peningkatan sekresi
LH. Peningkatan LH akan menstimulasi sel teka ovarium untuk menghasilkan
androgen dalam jumlah besar, akan tetapi sekresi FSH sangat ditekan. Kurangnya
stimulasi oleh FSH
B. Kelainan hiperandrogenisme
Pada wanita, hirsutisme didefinisikan sebagai adanya rambut yang gelap
dan kasar yang berdistribusi sesuai pola rambut pada laki-laki. Rambut sering
terlihat di atas bibir, dagu, sekeliling puting susu, dan sepanjang linea alba
abdomen. Beberapa pasien dapat mengalami perkembangan karakterisktik seks
pria (virilisasi) lainnya seperti penurunan ukuran dada, suara berat, peningkatan
massa otot, pembesaran klitoris. Untuk menentukan derajat hirsutisme dapat
digunakan sistem skoring Ferriman-Gallwey. Pada sistem ini, distribusi rambut
yang abnormal dinilai pada 9 bagian area tubuh dan dinilai dari angka 0-4.
pun
meningkat.
Beberapa
penelitian
menyimpulkan
gangguan
2.4 Diagnosis
Diagnosis SOPK menurut konsensus Rotterdam tahun 2003 mengenai
sindrom ovarium polikistik, bahwa kriteria diagnostik untuk SOPK adanya 2 atau
lebih keadaan berikut yaitu: haid tidak teratur, anovulasi kronik, didapati adanya
hiperandrogenisme pada pemeriksaa biokimia dan gambaran polikistik ovarium
pada pemeriksaan sonografi dimana keadaan-keadaan tersebut diatas bukan
disebabkan oleh hyperplasia adrenal kongenital, tumor yang mensekresi androgen
atau cushing syndrome.
Penegakan diagnosis sindrom polikistik ovarium dapat dilakukan dengan
melihat tanda-tanda berikut :
1.
system
endorkrin pengecekan
dapat
2.
matang, ketebalan stromal korteks. Kriteria sonografi untuk polikistik ovarii dari
konferensi Rotterdam tahun 2003 temasuk kista kecil 12 buah (diameter 2-9 mm)
atau peningkatan volume ovarium (>10mL) atau keduanya. Terkadang ada
peningkatan jumlah stroma bersamaan dengan peningkatan folikel. Hanya satu
ovarium dengan penemuan ini cukup untuk mendefinisikan SOPK.
Bagaimanapun juga, kriteria tidak dapat diterapkan pada wanita yang
mengkonsumsi pil kontrasepsi kombinasi.
2.5
Penatalaksanan
a.Intolerasi glukosa
Intoleransi glukosa dapat diatur dengan diet dan olahraga, dan
pengontrolan berat badan adalah yang paling tepat. Metformin dapat mengubah
sensitifitas insulin dan metabolisme glukosa dan memperbaiki hiperandrogenisme
dan haid yang tidak teratur. Metformin juga bermanfaat untuk menormalkan lipid.
Metformin diberikan pada dosis yang bervariasi mulai dari 1,5-2,5 mg/hari dibagi
dalam 2 atau 3 dosis. Efek samping ringan yang dialami seperti gejala gangguan
sistem pencernaan (mual, rasa logam di mulut, dan perubahan frekuensi buang air
besar) dapat terjadi pada 5-10% kasus, tapi obat dapat ditoleransi dengan baik jika
peningkatan dilakukan secara bertahap. Komplikasi yang paling ditakutkan adalah
asidosis laktat yang untungnya terjadi sangat jarang dan hampir selalu
berhubungan dengan kondisi hipoksia yang menjadi kontraindikasi terapi dengan
metformin.
b.Infertilitas
Pengobatan terhadap infertilitas akibat gangguan ovulasi terdiri dari
bermacam-macam modalitas. Cara konvensional yang paling sering dilakukan
adalah induksi ovulasi dengan preparat anti estrogen clomiphene citrate
(CC). Preparat lain yang juga sering digunakan termasuk preparat gonadotropin
(Human Menopausal Gonadotropin). Cara bedah juga dapat memicu ovulasi
seperti tusukan elektrokauter pada ovarium (TEKO)/ovarian drilling dengan
laparoskopi.
Terapi lini utama yang dapat diberikan untuk menginduksi ovulasi dan infertilitas
pada pasien SOPK diantaranya metformin dan CC, dapat diberikan tunggal atau
kombinasi. Clomiphene citrate merupakan estrogen lemah sintetis yang meniru
aktivitas antagonis estrogen bila diberikan pada dosis farmakologi khas untuk
induksi ovulasi. Fungsi hipofise-hipotalamus-ovarium axis diperlukan untuk kerja
CC yang tepat. Lebih khusus lagi, CC diperkirakan dapat mengikat dan
memblokir reseptor estrogen di hipotalamus untuk periode yang lama, sehingga
mengurangi umpan balik estrogen normal hipotalamus-ovarium. Blokade ini
meningkatkan jumlah GnRH di beberapa wanita yang anovulatoir. Peningkatan
kadar GnRH menyebabkan peningkatan sekresi hipofise gonadotropin, yang
memperbaiki perkembangan folikel ovarium. Clomiphene citrate juga dapat
mempengaruhi ovulasi melalui tindakan langsung pada hipofisis atau ovarium.
Sayangnya, efek antiestrogen CC pada tingkat endometrium atau serviks memiliki
efek yang merugikan pada kesuburan pada sebagian kecil individu. Penggunaan
CC untuk induksi ovulasi memiliki hasil yang sangat baik. Bahkan, pada beberapa
populasi, 80% hingga 85% wanita akan berovulasi dan 40% akan hamil.
2.6 Komplikasi
Risiko komplikasi jangka panjang untuk penderita PCOS adalah
penyakit kardiovaskular.
Semakin tinggi kadar insulin serum maka makin rendah kadar High Density
Lipoprotein (HDL) plasma. Rendahnya HDL plasma akan memcu kelainan
kardiovaskular.2 Selain itu, hiperinsulin juga dapat menimbulkan dislipidemia
sebagai risiko terjadinya kelainan kardiovaskular seperti penyakit jantung
koronerdan stroke.
BAB 3
PENUTUP
2.5 Kesimpulan
Sindrom polikistik ovarium merupakan kumpulan gejala yang ditandai
oleh peningkatan hormon androgen di dalam darah, oligoovulasi atau anovulasi,
dan adanya gambaran polikistik ovarium pada pemeriksaan sonografi. Sindrom ini
dapat menyebabkan gangguan infertilitas dimana suatu pasangan tidak dapat
memiliki anak dalam waktu 12 bulan aktifitas seksual regular tanpa menggunakan
metode kontrasepsi apapun.
DAFTAR PUSTAKA
1. Moore, Keith L dan Anne M.R.Agusr. 2002. Anatomi Klinik Dasar.
Jakarta: Hipokrates.
2. Robbins. Kumar, dkk. 2007. Buku ajar patologi edisi 7. Jakarta : buku
kedokteran EGC.
3. Setiadi. 2009 . Anatomi Dan Fisiologi Manusia. Jakarta : Graha Ilmu.
4. Price, Sylvia A dan Lorraine M.wilson. 2006. Patofisologi konsep klinis
proses- proses penyakit (vol 2). Jakarta : buku kedokteran EGC.
5. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran. Stein-Leventhal Ovary dalam Ginekologi. Bandung. 1981. Hal.
181.
6. Prawirohardjo, S. (2011). Kehamilan dan Gangguan Endokrin dalam ilmu
kandungan Edisi Ketiga. Jakarta Pusat: Yayasan Bina Pustaka hl; 201-208
7. Azwar, Saifuddin.2009. Sikap Manusia Teori Dan Pengukuranya. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
8. Machfoedz, Eko Suryani. 2009. Pendidikan Kesehatan Bagian Dari Promosi
Kesehatan. Yogyakarta: Firamaya
9. Manuaba, I.A Candradinata.Dkk. 2008 . Gawat Darurat Obstetri Ginekologi Dan
Obstetri Ginekologi Social Untuk Profesi Bidan. Jakarta : EGC
10. Manuaba, I.B Gde. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri
Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC
11. Mochtar, Rustam. 2007. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
12. Yulianti, Devi.2005. Buku Saku Manajemen Komplikasi Kehamilan dan
Persalinan. Jakarta: EGC
13. IndonesiaMDG_BI. 2007.pdf. www.google.com. Download 3 november 2011
14. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K,
Hypertensive Disorders in Pregnancy, dalam William Obstetrics, edisi ke-22,
New York: McGraw-Hill, 2005 : 761-808
15. Mariam siti, Makalah pre-eklampsia, 14 april 2013, diakses tanggal 27 Juli 2016
dari, http://sitimaryamhsb.makalah-SOPK.html
16. Prawirohardjo S, SOPK, dalam Ilmu Kebidanan, edisi ke-3, Wiknjosastro H,
Saifuddin A, Rachimhadhi T, penyunting, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2005: 281-301