Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

STOMATITIS

A. Pengertian Stomatitis
Stomatitis adalah kondisi peradangan pada mulut karena kontak dengan pengiritasi
seperti tembakau, defisiensi vitamin, infeksi oleh bakteri, virus atau jamur, dan
penggunaan obat kemoterapi (Potter & Perry, 2005). Menurut Donna L.Wong dkk
stomatitis adalah imflamasi mukosa oral, yang dapat meliputi mukosa bukal (pipi) dan
labial (bibir), lidah, gusi, angit-langit dan dasar mulut.
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang terjadi pada
mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih kekuningan. Ulser ini dapat berupa ulser
tunggal maupun lebih dari satu. SAR dapat menyerang mukosa mulut yang tidak
berkeratin yaitu mukosa bukal, labial, lateral dan ventral lidah, dasar mulut, dan palatum
lunak dan mukosa orofaring.
SAR merupakan ulser oval rekuren pada mukosa mulut tanpa tanda-tanda adanya
penyakit lain dan salah satu kondisi ulseratif mukosa mulut yang paling menyakitkan
terutama sewaktu makan, menelan dan berbicara. Penyakit ini ringan karena tidak
bersifat membahayakan jiwa dan tidak menular. Tetapi bagi orang-orang yang menderita
SAR dengan frekuensi yang sangat tinggi akan merasa sangat terganggu. Apalagi jika
SAR dialami oleh bayi dan atau anak-anak dengan frekuensi yang tinggi akan akan
membuat bayi dan atau anak tersebut akan mengalami komplikasi yang berbahaya.
Beberapa ahli menyatakan bahwa SAR bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri,
tetapi lebih merupakan gambaran beberapa keadaan patologis dengan gejala klinis yang
sama.

Klasifikasi Stomatitis:
1. Stomatitis apthous Reccurent terjadi akibat tergigit atau luka benturan dengan sikat
gigi, stomatitis ini terdiri atas:
a. Rekuren apthous stomatitis minor
b. Rekuren Apthous Stomatitis Major
c. Herpetiformis apthous stomatitis
2. Oral thrush disebabkan jamur candida albicans, banyak dijumpai di lidah;
3. Stomatitis Herpetik disebabkan virus herpes simpleks dan berlokasi di bagian
belakang tenggorokan.
B. Etiologi
Stomatitis dapat terjadi pada anak dan bayi. Pada anak sariawan dapat
disebabkan oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Daya tahan tubuh anak yang rendah;


Kondisi mulut anak seperti kebersihan mulut yang buruk;
Luka pada mulut karena tergigit atau makanan dan minuman yang terlalu panas;
Kondisi tubuh seperti adanya alergi atau infeksi;
Luka akibat menyikat gigi terlalu keras atau bulu sikat gigi yang sudah mengembang;
Kekurangan vitamin c dan vitamin b;
Faktor psikologis (stress);
Pada penderita yang sering merokok juga bisa menjadi penyebab dari sariawan.

pambentukan stomatitis aphtosa yang dahulunya perokok;


9. Disebabkan karena jamur, namun biasanya hal ini dihubungkan dengan penurunan sistem
pertahanan tubuh (imuno). berasal dari kadar imunoglobin abnormal; gangguan hormonal
(seperti sebelum atau sesudah menstruasi). Terbentuknya stomatitis aphtosa ini pada fase
luteal dari siklus haid pada beberapa penderita wanita.

C. Tanda dan Gejala


Menurut Williams dan Wilkins pada tahun 2008 membagi stomatitis berdasarkan
tanda dan gejalanya, yaitu:
a. Stomatitis hipertik akut

1) Nyeri sperti terbakar di mulut


2) Gusi membengkak dan mudah berdarah, selaput lendir terasa perih
3) Ulse papulovesikular di dalam mulut dan tenggorokan; akhirnya menjadi lesi
berkantung keluar disertai areloa ynag memerah, robek, dan membertuk sisik.
4) Limfadenitis submaksilari
5) Nyeri hilang 2 sampai 4 hari sebelum ulser sembuh secara keseluruhan
b. Stomatitis aftosis
1) Selaput lendir terasa terbakar, kesemutan, dan sedikit membengkak
2) Ulser tunggal ataupun multipel, berbentuk kecil dengan pusat berwarna
keputihan dan berbatas merah
3) Nyeri berlangsung 7 samapi 10 hari, dan sembuh total dalam 1 sampai 3 minggu.
1. Stomatitis apthous Reccurent
Stomatitis yang sifatnya berulang atau Reccurent Apthous Stomatitis dapat
diklasifikasikan berdasarkan karakteristik klinis yaitu ulser minor, ulser major, dan ulser
herpetiform
2. Oral thrush
Sariawan yang disebabkan jamur Candida Albican, biasanya banyak dijumpai di
lidah. Pada keadaan normal, jamur memang terdapat di dalam mulut. Namun, saat daya
tahan tubuh anak menurun, ditambah penggunaan obat antibioka yang berlangsung lama
atau melebihi jangka waktu pemakaian, jamur Candida Albican akan tumbuh lebih
banyak lagi.
3. Stomatitis Herpetik
Sariawan yang disebabkan virus herpes simplek dan beralokasi di bagian belakang
tenggorokan. Sariawan di tenggorokan biasanya langsung terjadi jika ada virus yang
sedang mewabah dan pada saat itu daya tahan tubuh sedang rendah sehingga sistem
imun tidak dapat menetralisir atau mengatasi virus yang masuk sehingga terjadilah ulser.
D. Patofisiologi
Stomatitis yang disebabkan berbagai macam faktor, diantaranya bakteri, jamur dan
faktor traumatic seperti tergigit atau tergores sikat gigi. Penyebab oleh Candida Albicans
(monilia: thrush) banyak dijumpai pada bayi. Stomatitis terlihat sebagai titik-titik putih
kecil di bagian dalam pipi,lidah, dan atap mulut. Agak mirip dadih susu namun memiliki

ukuran yang lebih besar dan dapat dengan mudah dilepaskan menggunakan spatula.
Candida albicans dapat di kultur dalam jumlah besar dari apusan namun sering dapat di
kultur dari mulut atau tenggorokan anak sehat. Stomatitis berupa reaksi inflamasi dan
lesi ulseratif dangkal yang terjadi pada permukaan mukosa mulut atau orofaring.
Gingigo-stomatitis herpetica (HGS) disebabkan oleh herpes virus simpleks dapat
menyebabkan infeksi primer atau kekambuhan yang tidak terlalu berat. Infeksi primer di
mulai dengan faring menjadi edema dan eritema, vesikula muncul pada mukosa
menyebabkan nyeri berat dan bau napas khas. Penyakit ini dapat berlangsung 5 sampai
14 hari dengan berbagai keparahan.
E. Komplikasi dan Prognosis
1. Komplikasi
Dampak gangguan pada kebutuhan dasar manusia:
a. Pola nutrisi : nafsu makan menjadi berkurang, pola makan menjadi tidak
Teratur
b. Pola aktivitas : kemampuan untuk berkomunikasi menjadi sulit
c. Pola Hygine : kurang menjaga kebersihan mulut
d. Terganggunya rasa nyaman : biasanya yang sering dijumpai adalah perih
Stomatitis memunculkan berbagai macam komplikasi bagi tubuh kita diantaranya:

2. Komplikasi akibat kemoterapi


Karena sel lapisan epitel gastrointestinal mempunyai waktu pergantian yang
mirip dengan leukosit, periode kerusakan terparah pada mukosa oral frekuensinya
berhubungan dengan titik terendah dari sel darah putih. Mekanisme dari toksisitas oral
bertepatan dengan pulihnya granulosit. Bibir, lidah, dasar mulut, mukosa bukal, dan
palatum lunak lebih sering dan rentan terkena komplikasi dibanding palatum keras dan
gingiva; hal ini tergantung pada cepat atau tidaknya pergantian sel epithelial. Mukosa
mulut akan menjadi tereksaserbasi ketika agen kemoterapeutik yang menghasilkan

toksisitas mukosa diberikan dalam dosis tinggi atau berkombinasi dengan ionisasi
penyinaran radiasi.
3. Komplikasi Akibat Radiasi
Penyinaran lokal pada kepala dan leher tidak hanya menyebabkan perubahan
histologis dan fisiologis pada mukosa oral yang disebabkan oleh terapi sitotoksik, tapi
juga menghasilkan gangguan struktural dan fungsional pada jaringan pendukung,
termasuk glandula saliva dan tulang. Dosis tinggi radiasi pada tulang yang berhubungan
dengan gigi menyebabkan hypoxia, berkurangnya supplai darah ke tulang, hancurnya
tulang bersamaan dengan terbukanya tulang, infeksi, dan nekrosis. Radiasi pada daerah
kepala dan leher serta agen antineoplastik merusak divisi sel, mengganggu mekanisme
normal pergantian mukosa oral. Kerusakan akibat radiasi berbeda dari kerusakan akibat
kemoterapi, pada volume jaringan yang terus teradiasi terus-menerus akan berbahaya
bagi pasien sepanjang hidupnya. Jaringan ini sangat mudah rusak oleh obat-obatan
toksik atau penyinaran radiasi lanjutan, Mekanisme perbaikan fisiologis normal dapat
mengurangi efek ini sebagai hasil dari depopulasi permanen seluler.
4. Komplikasi Akibat Pembedahan
Pasien dengan osteoradionekrosis yang melibatkan mandibula dan tulang wajah,
maka debridemen sisa pembedahan dapat merusak. Usaha rekonstruksi akan menjadi
sia-sia, kecuali jaringan oksigenasi berkembang pada pembedahan. Terapi hiperbarik
oksigen telah berhasil menunjukkan rangsangan terhadap formasi kapiler baru terhadap
jaringan yang rusak dan telah digunakan sebagai tambahan pada debridemen
pembedahan.
5. Prognosis
Prognosis stomatitis didasarkan pada masalah yang menyebabkan adanya
gangguan ini. Infeki pada stomatitis biasanya dapat disebabkan karena pengobatan atau
bila masalahnya disebabkan oleh obat-obatan maka yang harus dilakukan adalah dengan

mengganti obat. Stomatitis yang disebabkan oleh iritasi lokal dapat diatasi dengan oral
hygene yang bagus, memeriksakan gigi secara teratur, diet yang bermutu, dan
pengobatan.
F. Pengobatan
Stomatitis akan sembuh sendiri dalam rentang waktu 10-14 hari. Stomatitis
umumnya ditandai dengan rasa nyeri seperti terbakar yang terkadang menyebabkan
pederita sulit untuk menelan makanan, dan bila sudah parah dapat menyebabkan demam.
Stomatitis dapat diredakan dengan menggunakan beberapa jenis obat, baik dalam bentuk
salep (yang mengandung antibiotic dan penghilang rasa sakit), obat tetes, maupun obat
kumur. Saat ini sudah banyak tersedia pasta gigi yang dapat mengurangi terjadinya
stomatitis. Jika stomatitis sudah terlanjur parah maka dapat menggunakan antibiotic dan
obat penurun panas (bila disertai demam). Stomatitis umumnya akan sembuh dalam
waktu 4 hari. Namun bila stomatitis tidak kunjung sembuh, segera periksaan ke dokter
karena hal itu dapat menjadi gejala awal adanya kanker mulut.
Penatalaksanaan medis pasien dengan stomatitis adalah sebagai berikut.
1. Sembuhkan penyakit atau keadaan yang mendasarinya
2. Diet lunak atau halus
3. Pemberian antibiotik
Antibiotik diberikan harus disertai dengan terapi penyakit penyebabnya. Selain
diberikan emolien topikal, seperti orabase, pada kasus yang ringan dengan 23 ulcersi
minor, pada kasus yang lebih berat dapat diberikan kortikosteroid, seperti triamsinolon
atau fluosinolon topikal, sebanyak 3 atau 4 kali sehari setelah makan dan menjelang
tidur. Tetrasiklin dapat diberikan untuk mengurangi rasa nyeri dan jumlah ulcerasi. Bila
tidak ada respon atau perbaikan keadaan terhadap pemberian kortikosteroid atau
tetrasiklin, dapat diberikan dakson atau talidomid.
4. Terapi
Pengobatan stomatitis yang disebabkan oleh herpes bersifat konservatif. Pada beberapa
kasus diperlukan antivirus untuk menghilangkan faktor penyebab. Gejala lokal yang
terjadi dapat diatasi dengan berkumur air hangat dicampur dengan air garam dan

penghilang rasa sakit topikal. Penderita harus menghindari penggunaan antiseptik karena
dapat mengiritasi. Pada intinya, pengobatan stomatitis ditujukan untuk menghilangkan
rasa sakit topikal. Namun, apabila ingin mendapatkan hasil pengobatan jengka panjang
yang efektif maka penderita harus menghindari faktor pencetus stomatitis. Terapi yang
dapat digunakan antara lain adalah sebagai berikut.
a. Injeksi vitamin B12 IM. Pengobatan diberikan 1000 mcg per minggu untuk bulan
pertama dan kemudian 1000 mcg per bulan untuk pasien dengan level serum vitamin
B12 di bawah 100 pg/ml, pasien dengan neuropati peripheral atau anemia makrocytik,
dan pasien yang berasal dari golongan sosial ekonomi kurang mampu.
b. Tablet vitamin B12 sublingual (1000 mcg) per hari.
G. Pencegahan
Pencegahan pada stomatitis ditekankan untuk menghindari faktor pencetus yang
dapat menimbulkan stomatitis. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. hindari faktor etiologi;
2. pelihara kesehatan gigi dan mulut serta mengonsumsi nutrisi yang cukup terutama
makanan yang mengandung vitamin B12 dan zat besi;
3. hindari stress yang dapat mengakibatkan timbulnya gejala;
4. usahakan untuk selalu menjaga kebersihan gigi dan mulut anak;
5. hati-hati saat menggosok gigi anak agar tidak menimbulkan luka pada mulut;
6.

hindari memberikan makanan yang terlalu panas pada anak, berikan makanan yang
lembut dan mudah ditelan;

7. hindari memberikan anak dot yang berkontur kasar dan terbuat dari karet yang keras;
8.

perbanyak makan yang mengandung B3 seperti serelia, hati, ayam, daging, kacangkacangan, apukat dan lain sebagainya;

9. anjurkan anak makanan berserat seperti sayur dan buah-buahan kususnya bervitamin c;
aturlah makanan agar tetap seimbang sehingga tidak kekurangan gizi.

PATHWAY

DAFTAR PUSTAKA

Baughman,D.C& Hackley,J.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC


Doengoes, Marilynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC
Ganong, Mcphee, J Stephen. 2010. Patofisiologi Penyakit ed 5. Jakarta : EGC
Hayes, Peter C. 1997. Buku Saku Diagnosis dan Terapi. Jakarta : EGC
Kumar, dkk. 2009. Dasar Patologi Penyakit. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta: EGC
Price & Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Sloane, Ethel.2004. Anatomi dan Fisiologi untk Pemula. Jakarta:EGC
Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8 Vol. 1. Jakarta: EGC.
Sudoyo A, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis NANDA, Intervensi
NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai