Fix Referat Sepsis Anestesi
Fix Referat Sepsis Anestesi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sepsis adalah penyebab tersering di perawatan pasien di unit perawatan intensif.
Sepsis hampir diderita oleh 18 juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya. Insidennya
diperkirakansekitar 50-95 kasus diantara 100.000 populasi dengan peningkatan sebesar
9% tiap tahunnya. Syok akibat sepsis merupakan penyebab kematian tersering di unit
pelayananintensif di Amerika Serikat (AS). Penelitian epidemiologi sepsis di AS
menyatakaninsiden sepsis sebesar 3/1.000 populasi yang meningkat lebih dari 100 kali
lipat berdasarkanumur (0,2/1.000 pada anak-anak, sampai 26,2/1.000 pada kelompok
umur > 85 tahun). Angka perawatan sepsis berkisar antara 2 sampai 11% dari total
kunjungan ICU. Angka kejadian sepsisdi Inggris berkisar 16% dari total kunjungan
ICU. Insidens sepsis di Australia sekitar 11 tiap1.000 populasi. Sepsis berat terdapat
pada 39 % diantara pasien sepsis. Angka kematian sepsis berkisar antara 25 - 80 %
diseluruh dunia tergantung beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin,ras, penyakit
penyerta, riwayat trauma paru akut, sindrom gagal napas akut, gagal ginjal dan jenis
infeksinya yaitu nosokomial, polimikrobial atau jamur sebagai penyebabnya.
Sepsis dapat mengenai berbagai kelompok umur, pada dewasa, sepsis umumnya
terdapat pada orang yang mengalami immunocompromised yang disebabkan karena
adanya penyakit kronik maupun infeksi lainnya. Mortalitas sepsis di negara yang sudah
berkembang menurun hingga 9% namun, tingkat mortalitas pada negara yang sedang
berkembang seperti Indonesia.
Sepsis merupakan respons sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau
toksindilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivitas proses inflamasi
(infeksi dan inflamasi). Sepsis dibagi dalam derajat Systemic Inflammatory Response
Syndrome (SIRS) : sepsis , sepsis berat, sepsis dengan hipotensi, dan syok septik.
Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon sistemik
dapatdisebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau hanya
disebabkanproduk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang yang berasal
dari infeksi local.
Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan
rangsangan endo atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi aktivasi
makrofag,sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen dan netrofil,
sehingga terjadidisfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan
trombosit
yang
menyebabkangangguan
perfusi
ke
berbagai
jaringan
dan
Sepsis
dan
Syok
Sepsis
mulaidari
definisi,
penyebab
hingga
penatalaksanaannya
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 DEFINISI
Sepsis adalah kumpulan gejala sebagai manifestasi respon sistemik (systemic
inflammatory response sindrom / SIRS ) terhadap infeksi. Respon inflamasi sistemik
adalah keadaan yang melatarbelakangi sepsis. Respon ini tidak hanya disebabkan oleh
adanya bakteremia, tetapi juga oleh sebab lain.
Dapat dikatan sepsis bila terdapat SIRS (systemic inflammatory response
sindrom) ditambah dengan infeksi yang diketahui ( ditemukan dengan biakan positif
terhadap organisme daritempat tersebut).
Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon
tubuh yangberlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Ditandai dengan
panas, takikardia,takipnea, hipotensi dan disfungsi organ berhubungan dengan
gangguan sirkulasi darah.Sepsis sindroma klinik yang ditandai dengan:
Severe Sepsis
Keadaan sepsis dimana disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atauhipotensi.
Hipoperfusi atau gangguan perfusi mungkin juga disertaidengan asidosis laktat,
oliguria, atau penurunan status mentas secara mendadak.
Shok sepsis
Sepsis yang menyebabkan kondisi syok, dengan hipotensi walaupun telah dilakuakn
resusitasi cairan. Sehubungan terjadinya hipoperfusi juga bisa menyebabkan asidosis
laktat, oliguria atau penurunan status mental secara mendadak. Pasien yang
mendapatkan inotropik atau vasopressor mungkin tidak tampaka hipotensi walaupun
masih terjadi gangguan perfusi.
Sepsis Induce Hipotension
Kondisi dimana tekanan darah sistolik <90mmHg atau terjadi penurunan sistolik
>40mmHg dari sebelumnya tanpa adanya penyebab hipotensiyang jelas.
MODS (Multy Organ Dysfunction Syndroma)
Munculnya penurunan fungsi organ atau gangguan fungsi organ dan homeostasis
tidak dapat dijaga tanpa adanya intervensi.
II.2 EPIDEMIOLOGI
Dalam kurun waktu 23 tahun yang lalu bakterimia karena infeksi bakteri gram
negatif di ASyaitu antara 100.000-300.000 kasus pertahun, tetapi sekarang insiden ini
meningkat antara300.000-500.000 kasus pertahun (Bone 1987, Root 1991). Shock
akibat sepsis terjadi karenaadanya respon sistemik pada infeksi yang serius. Walaupun
insiden shock sepsis ini tak diketahui namun dalam beberapa tahun terakhir ini cukup
tinggi Hal ini disebabkan cukup banyak factor predisposisi untuk terjadinya sepsis
antara lain diabetes melitus, sirhosis hati, alkoholisme, leukemia, limfoma, keganasan,
obat sitotoksis dan imunosupresan, nutrisi parenteral dan sonde,infeksi traktus urinarius
dan gastrointestinal. Di AS syok sepsis adalah penyebab kematian yangsering di ruang
ICU
II.3 ETIOLOGI
Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon sistemik
dapatdisebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau hanya
disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang yang berasal
dari infeksi lokal(anonim, 2008).Umumnya disebabkan kuman gram negatif.
Insidensnya meningkat, antara lain karenapemberian antibiotik yang berlebihan,
meningkatnya penggunaan obat sitotoksik dan imunosupresif, meningkatnya frekuensi
penggunaan alat-alat invasive seperti kateter intravaskuler, meningkatnya jumlah
penyakit rentan infeksi yang dapat hidup lama, serta meningkatnya infeksi yang
disebabkan organisme yang resisten terhadap antibiotic.
II.4 PATOFISIOLOGI
Baik bakteri gram positif maupun gram negatif dapat menimbulkan sepsis. Pada
bakteri gramnegatif yang berperan adalah lipopolisakarida (LPS). Suatu protein di
dalam plasma, dikenaldengan LBP ( Lipopolysacharide binding protein) yang disintesis
oleh hepatosit, diketahuiberperan penting dalam metabolisme LPS. LPS masuk ke
dalam sirkulasi, sebagian akan diikatoleh faktor inhibitor dalam serum seperti
lipoprotein, kilomikron sehingga LPS akan dimetabolisme. Sebagian LPS akan
berikatan dengan LBP sehingga mempercepat ikatan denganCD14.
Kompleks
CD14-LPS
menyebabkan
transduksi
sinyal
intraseluler
melaluinuklear factor kappaB (NFkB), tyrosin kinase (TK), protein kinase C (PKC),
suatu faktor transkripsiyang menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel.
Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan,menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like
receptor-2 (TLR2) (Widodo, 2004).Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel
bakteri berupa Lipoteichoic acid (LTA) danpeptidoglikan (PG) merupakan induktor
sitokin. Bakteri gram positif menyebabkan sepsis melalui 2 mekanisme: eksotoksin
sebagai superantigen dan komponen dinding sel yang menstimulasi imun. Super antigen
berikatan dengan molekul MHC kelas II dari antigen presenting cells dan V -chains
dari reseptor sel T, kemudian akan mengaktivasi sel T dalam jumlah besar untuk
memproduksi sitokin proinflamasi yang berlebih (Calandra, 2003). Peran Sitokin pada
Sepsis Mediator inflamasi merupakan mekanisme pertahanan pejamu terhadap infeksi
dan invasi mikroorganisme. Pada sepsis terjadi pelepasan dan aktivasi mediator
inflamasi yang berlebih,yang mencakup sitokin yang bekerja lokal maupun sistemik,
aktivasi netrofil, monosit makrofag, sel endotel, trombosit dan sel lainnya, aktivasi
kaskade protein plasma seperti komplemen, pelepasan proteinase dan mediator lipid,
oksigen dan nitrogen radikal. Selain mediator proinflamasi, dilepaskan juga mediator
antiinflamasi seperti sitokin antiinflamasi,reseptor sitokin terlarut, protein fase akut,
inhibitor proteinase dan berbagai hormon (Widodo,2004). Pada sepsis berbagai sitokin
ikut berperan dalam proses inflamasi.
Awal sepsis dikarakteristikkan dengan peningkatan mediator inflamasi, tetapi
pada sepsisberat pergeseran ke keadaan immunosupresi antiinflamasi (Hotckin,
2003).Peran Komplemen pada Sepsis Fungsi system komplemen: melisiskan sel, bakteri
dan virus, opsonisasi, aktivasi responsimun dan inflamasi dan pembersihan kompleks
imun dan produk inflamasi dari sirkulasi. Padasepsis, aktivasi komplemen terjadi
terutama melalui jalur alternatif, selain jalur klasik. Potongan fragmen pendek dari
komplemen yaitu C3a, C4a dan C5a (anafilatoksin) akan berikatan pada reseptor di sel
menimbulkan
respons
stimulasipembentukan
inflamasi
radikal
berupa:
oksigen,
kemotaksis
ekosanoid,
dan
adhesi
PAF, sitokin,
netrofil,
peningkatan
permeabilitas kapiler dan ekspresi faktor jaringan (Widodo, 2004). Peran NO pada
Sepsis NO diproduksi terutama oleh sel endotel berperan dalam mengatur tonus
vaskular. Pada sepsis, produksi NO oleh sel endotel meningkat, menyebabkan gangguan
hemodinamik berupa hipotensi. NO diketahui juga berkaitan dengan reaksi inflamasi
karena dapat meningkatkan produksi sitokin proinflamasi, ekspresi molekul adhesi dan
menghambat agregasi trombosit. Peningkatan sintesis NO pada sepsis berkaitan dengan
renjatan septik yang tidak responsif dengan vasopressor.
Sumber Infeksi
MRSA Sepsis
Sepsis yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus yang resisten terhadap
VRE Sepsis
Methicillin
Sepsis yang disebabkan oleh jenis bakteri Enterococcus yang resisten terhadap vancomycin
Urosespis
Sepsis yang berasal dari infeksi saluran kencing ( biasanya 4 minggu setelah kelahiran )
Wound Sepsis
Neonatal Sepsis
Sepsis yang terjadi pada bayi baru lahir (biasanya 4 minggu setelah kelahiran)
Sepsis Abortion
tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis
dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikardia,
kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar
II.8 DERAJAT SEPSIS
1.Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), ditandai dengan gejala sebagai
berikut:
a)
b)
c)
d)
e)
arteri, elektrokardiogram,dan rontgen dada. Biakan darah, sputum, urin, dan tempat lain
yang terinfeksi harus dilakukan.Temuan awal lain: Leukositosis dengan shift kiri,
trombositopenia, hiperbilirubinemia, danproteinuria. Dapat terjadi leukopenia. Adanya
hiperventilasi menimbulkan alkalosis respiratorik.Penderita diabetes dapat mengalami
hiperglikemia. Lipida serum meningkat. Selanjutnya, trombositopenia memburuk
disertai perpanjangan waktu trombin, penurunan fibrinogen, dan keberadaan D-dimer
yang
menunjukkan
DIC.
Azotemia
dan
hiperbilirubinemia
lebihdominan.
Denyut jantung
SEPSIS
kultur,
pemeriksaan
menit
warna,
waktu
istirahat
Temperature
tubuh
tinggi
arteri
organ,
Adanya
menyebabkan
Chain Reaction),
pemeriksaan
hipoperfusi
hipoperfusi
kadar laktat
hipotensi
atau
(>100.4F
atau
WBCs di dalam
38o
atau
cairan
atau
tubuh,
rontgen
C)
(<96.8F
36o C)
RR >20 napas
abdominal
scan,
rontgen
PaCO2
<32
mmHg(4,3kPa)
dan
hipotensi atau
serum
normal
yang
abnormal atau CT
SEPSIS SHOCK
refraktori pada
disfungsi
PCR(Polymerase
hipotermia
SEVERE SEPSIS
adanya
>
mmol/dL
Oliguria
Adanya
gangguan
mental
dada
abnormal (CXR)
WBC (>12000
sel/L
atau
<4000
sel/L
atau
>10%
Bands
http://www.scribd.com/doc/62217236/Sepsis-Ppt
TABLE 3. Diagnostic Criteria for Sepsis
Infection, documented or suspected, and some of the following:
10
General variables
Fever (> 38.3C)
Hypothermia (core temperature < 36C)
Heart rate > 90/min1 or more than two s d above the normal value for age
Tachypnea
Altered mental status
Significant edema or positive fluid balance (> 20 mL/kg over 24 hr)
Hyperglycemia (plasma glucose > 140 mg/dL or 7.7 mmol/L) in the absence of
diabetes
Inflammatory variables
Leukocytosis (WBC count > 12,000 L1)
Leukopenia (WBC count < 4000 L1)
Normal WBC count with greater than 10% immature forms
Plasma C-reactive protein more than two s d above the normal value
Plasma procalcitonin more than two s d above the normal value
Hemodynamic variables
Arterial hypotension (SBP < 90 mm Hg, MAP < 70 mm Hg, or an SBP decrease > 40
mm Hg in adults or less than two sd below normal for age)
Organ dysfunction variables
Arterial hypoxemia (Pao2/Fi o2 < 300)
Acute oliguria (urine output < 0.5 mL/kg/hr for at least 2 hrs despite adequate fluid
resuscitation)
Creatinine increase > 0.5 mg/dL or 44.2 mol/L
Coagulation abnormalities (INR > 1.5 or aPTT > 60 s)
Ileus (absent bowel sounds)
Thrombocytopenia (platelet count < 100,000 L1)
Hyperbilirubinemia (plasma total bilirubin > 4 mg/dL or 70 mol/L)
Tissue perfusion variables
Hyperlactatemia (> 1 mmol/L)
Decreased capillary refill or mottling
WBC = white blood cell; SBP = systolic blood pressure; MAP = mean arterial pressure;
INR = international normalized ratio; aPTT = activated partial thromboplastin time.
Diagnostic criteria for sepsis in the pediatric population are signs and symptoms of inflammation plus infection with hyper- or
hypothermia (rectal temperature > 38.5 or < 35 C), tachycardia (may be absent in hypothermic patients), and at least one of the
following indications of altered organ function: altered mental status, hypoxemia, increased serum lactate level, or bounding
pulses.Adapted from Levy MM Fink MP, Marshall JC, et al: 2001 SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS International Sepsis Definitions
Conference. Crit Care Med 2003; 31: 12501256.
11
Severe sepsis definition = sepsis-induced tissue hypoperfusion or organ dysfunction (any of the
following thought to be due to the infection)
Sepsis-induced hypotension
Lactate above upper limits laboratory normal
Urine output < 0.5 mL/kg/hr for more than 2 hrs despite adequate fluid resuscitation
Acute lung injury with PaO2/FIO2 < 250 in the absence of pneumonia as infection source
Acute lung injury with PaO2/FIO2 < 200 in the presence of pneumonia as infection source
Creatinine > 2.0 mg/dL (176.8 mol/L)
Bilirubin > 2 mg/dL (34.2 mol/L)
Platelet count < 100,000 L
Coagulopathy (international normalized ratio > 1.5)
Adapted from Levy MM, Fink MP, Marshall JC, et al: 2001 SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS International Sepsis Definitions
Conference. Crit Care Med 2003; 31: 12501256.
Recommended Process
12
evidence?)
Certainty about the balance of benefits vs.
Resource implications
recommendation
The lower the cost of an intervention compared to
(defined in this document as hypotension persisting after initial fluid challenge or blood lactate
concentration 4 mmol/L). Goals during the first 6 hrs of resuscitation:
a) Central venous pressure 812 mm Hg
b) Mean arterial pressure (MAP) 65 mm Hg
c) Urine output 0.5 mL/kg/hr
d) Central venous (superior vena cava) or mixed venous oxygen saturation 70% or 65%, respectively
(grade 1C).
2. In patients with elevated lactate levels targeting resuscitation to normalize lactate (grade 2C).
b. Screening for Sepsis and Performance Improvement
1. Routine screening of potentially infected seriously ill patients for severe sepsis to allow earlier
implementation of therapy (grade 1C).
2. Hospitalbased performance improvement efforts in severe sepsis (UG).
C. Diagnosis
1. Cultures as clinically appropriate before antimicrobial therapy if no significant delay (> 45 mins) in
the start of antimicrobial(s) (grade 1C). At least 2 sets of blood cultures (both aerobic and anaerobic
bottles) be obtained before antimicrobial therapy with at least 1 drawn percutaneously and 1 drawn
through each vascular access device, unless the device was recently (<48 hrs) inserted (grade 1C).
2. Use of the 1,3 beta-D-glucan assay (grade 2B), mannan and anti-mannan antibody assays (2C), if
available and invasive candidiasis is in differential diagnosis of cause of infection.
13
II. 11 TERAPI :
Tujuan Terapi :
Menetapkan pathogen
Eliminasi sumber infeksi
- Tujuan: menghilangkan patogen penyebab sumber infeksi harus dicari dengan teliti
bila sumber teridentifikasi, dilakukan :
a.Drainase sumber infeksi
b.Melepaskan obstruksi
c. reaksi organ
14
Pertahankan tekanan darah arteripada pasien hipotensif dengan obat vasoaktif, missal
dopamin, dobutamin, dan norepinefrin.
2. Darah harus cepat dibersihkan dari mikroorganismePerlu segera perawatan
empiric dengan antimikrobial, yang jika diberikan secara dinidapat menurunkan
perkembangan syok dan angka mortalitas. Setelah sampel didapatkandari pasien,
diperlukan regimen antimikrobial dengan spektrum aktivitas luas. Bila telah ditemukan
penyebab pasti, maka antimikrobial diganti sesuai dengan agen penyebab sepsis tersebut
(Hermawan, 2007). Sebelum ada hasil kultur darah, diberikan kombinasi antibiotik
yang kuat, misalnyaantara golongan penisilin/penicillinase resistant penicillin dengan
gentamisin.
a) Golongan penicillin
- Procain penicillin 50.000 IU/kgBB/hari im, dibagi dua dosis
- Ampicillin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-10 hari.
b) Golongan penicillinase resistant penicillin
- Kloksasilin (Cloxacillin Orbenin) 4x1 gram/hari iv selama 7-10 hari sering
dikombinasikan dengan ampisilin), dalam hal ini masing-masing dosis obat diturunkan
setengahnya, atau menggunakan preparat kombinasi yang sudah ada (Ampiclox 4 x
1gram/hari iv).
- Metisilin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-14 hari
c) Gentamycin Garamycin, 5 mg/kgBB/hari dibagi tiga dosis im selama 7 hari,
hati-hati terhadap efek nefrotoksiknya.Bila hasil kultur dan resistensi darah
telah ada, pengobatan disesuaikan. Beberapa bakteri gram negatif yang sering
menyebabkan sepsis dan antibiotik yang dianjurkan:
Escherichia coli , Ampisilin/sefalotin
- Sefalotin : 1-2 gram tiap 4-6 jam, biasanya dilarutkan dalam50-100 ml cairan,
diberikan perdrip dalam 20-30 menit untuk menghindari flebitis.
-Klebsiella, Enterobacter Gentamisin
3. Fokus infeksi awal harus diobatiHilangkan benda asing. Salurkan eksudat
purulen, khususnya untuk infeksianaerobik. Angkat organ yang terinfeksi, hilangkan
atau potong jaringan yang gangren.
Terapi suportif
15
a. Resusitasi
Terutama pada pasien sepsis berat dengan hipertensi atau syok
Tujuan resusitasi pasien dengan sepsisberat atau yang mengalami hipoperfusi
dalam 6 jam pertama adalah CVP8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5
ml/kg/jam dan saturasi oksigen>70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi
oksigen tidak mencapai 70%dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg,
maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit >30% dan/atau
pemberian dobutamin (sampai maksimal 20 g/kg/menit).
Dilakukan secepat mungkin, secara intensif :
1. Airway, breathing , circulation
Gagal nafas sering terjadi dan berkembang menjadi keadaan yang buruk sehingga
diperlukan pemeriksaan yang berulang . Penurunan kesadaran adalah yang paling sering
menyebabkan obstruksi . Pasien dengan reflex jalan nafas yang tidak adekuat harus
dirawat pada posisi pemulihan dan jika memungkinkan dilakukan intubasi dan ventilasi
mekanik . Jalan nafas yang bersih tidak menggambarkan pernafasan yang efektif.
2. Oksigenasi
3. Terapi cairan
4. Transfusi darah bila diperlukan Anemia sering terjadi pada pasien sepsis
b. Oksigenasi .
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan
penurunankesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera dilakukan.
c. First line agen terapi sepsis antibiotik spektrum luas lactam karena tempat infeksi
dan mikroorganisme biasanya belum diketahui awalnya. Pemilihan antibiotika
berdasarkan :
Pengalaman tentang jenis organisme penyebab dengan sensitivitasnya di rumah
sakit, sumber infeksi, infeksi didapat di luar rumah sakit atau di rumah sakit. Antibiotika
yang diberikan harus dapat mencapai sumber infeksi dan diberikan dosis optimal. Untuk
gram positif sering dipakai vancomycin . Selain itu digunakan juga apabila pasien
resistan terhadap methicillin untuk melawan Staphylococcus aureus . Pada gram negatif
digunakan antibiotik yang mencegah pelepasan endotoksin
16
d. Terapi cairan
17
g.
Nutrisi
Pada
metabolisme
glukosa
terjadi
peningkatan
produksi
18
j. Kortikosteroid .
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan
dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan renjatan septik
menunjukkan penurunan mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa syok,
kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis. Pemberian
kortikosteroid pada binatang percobaan yang dibuat sepsis dapatmenurunkan angka
mortalitas. Pada suatu studi prospektif pada manusiapemberian dosis tinggi 30 mg metil
prednisolon/kgBB dan diikuti 5 mg/kgBB/jamsampai 9 jam pada ke dua studi ini tidak
didapatkan peningkatan angka mortalitas(Root, 1991).
Pada penelitian yang lain juga didapatkan hasil yang sama danhanya dapat memperbaiki
keadaan shock tetapi tidak memperbaiki angkamortalitas (Sprung,1984; Bone, 1987;
Hinshaw 1987; Cohen, 1991).
Implementasi EGDT dalam tatalaksana sepsis berat dan syok septik pada anak.
Implementasi EGDT di unit gawat darurat dan unit perawatan intensif dalam tatalaksana
sepsis berat dan syok septik pada bayi dan anak diajukan dalam bentuk diagram alur
berikut ini:
19
Algoritme berbasis waktu ini dalam 1 jam pertama bertujuan untuk mengembalikan dan
mempertahankan denyut jantung ke nilai normal, mencapai waktu pengisian kapiler < 2
detik, serta menormalkan tekanan darah. Dukungan oksigenasi dan ventilasi diberikan
sesuai dengan indikasi.
20
21
22
jantung, produksi urin, waktu pengisian kapiler, dan derajat kesadaran. Biasanya defisit
cairan cukup besar sehingga awal resusitasi memerlukan volume cairan 40-60
mL/kgbb,1 namun dapat mencapai hingga 200 mL/kgbb. Pemantauan terhadap tandatanda overload cairan yaitu dengan memperhatikan adanya onset baru hepatomegali,
bertambahnya usaha nafas pasien, ditemukannya rales pada pemeriksaan fisis paru, atau
bertambahnya berat badan lebih dari 10%. Untuk mengatasinya dapat diberikan
diuretik. Tindakan lain untuk mengatasi overload cairan yaitu dengan dialysis peritoneal
bila didapatkan oliguria, atau continuous renal replacement therapy (CRRT) bila
diperlukan.
Untuk pemeriksaan secara bed-site, dari penelitian Pamba dan Maitland (2004)
didapatkan bahwa pemanjangan waktu pengisian kapiler > 3 detik merupakan faktor
prognostik perlunya resusitasi cairan, sehingga cukup prediktif digunakan sebagai alat
untuk menilai adekuatnya terapi cairan yang diberikan pada pasien dengan sepsis berat
dan syok septik.
2.1.2 Jenis cairan resusitasi
Pemilihan jenis cairan pada resusitasi sepsis berat dan syok septik bersifat
liberal. Secara umum,cairan isotonis cukup efektif, aman, dan efektif dibandingkan
dengan koloid, sehingga disarankan sebagai cairan lini pertama pada resusitasi.
Penelitian di India yang dilakukan oleh Upadhyay (2005) mendapatkan tidak adanya
perbedaan outcome pasien syok septik yang diresusitasi dengan cairan kristaloid
dibandingkan dengan koloid. Namun hal yang berlawanan didapatkan dari penelitian
Schierhout dan Roberts, bahwa resusitasi dengan cairan koloid dapat menyebabkan efek
samping berupa gangguan hemostasis. Pada saat ini penelitian klinis banyak dilakukan
untuk mengetahui kegunaan penggunaan cairan hipertonis dalam resusitasi sepsis
berat dan syok septik.
2.2 Koreksi hipoglikemia
Hipoglikemia dapat menyertai suatu sepsis dan menimbulkan gangguan
kesadaran. Keadaan ini dapat dikoreksi dengan pemberian Dextrose-10% pada cairan
rumatan dengan kecepatan 8 mg/kg/menit pada neonatus, 5 mg/kgbb/menit pada anak,
dan 2 mg/kgbb/menit pada remaja. Bila disertai dengan kegagalan fungsi hati, penderita
mungkin membutuhkan kecepatan infus glukosa yang lebih tinggi, dapat mencapai 16
23
24
kemudian disesuaikan dengan hasil kultur. Namun pada pasien dengan neutropenia,
durasi terapi antibiotik dapat diperpanjang hingga 14 hari. Keputusan untuk
menghentikan pemberian antibiotik bergantung pada penilaian klinis. Terapi kombinasi
antimikroba dilaporkan lebih baik dibandingkan dengan monoterapi, sebagaimana
dilaporkan dari penelitian Micek dkk. Terapi awal antibiotik sangat kritis bagi pasien
anak dengan sepsis, seperti halnya pasien dewasa.
3 Kerangka waktu: 15 menit sampai 60 menit berikutnya
Dalam waktu 15 menit pertama, ditentukan apakah suatu syok septik responsif
atau refrakter terhadap terapi cairan. Syok dinyatakan refrakter terhadap cairan bila
belum menunjukkan perbaikan hemodinamika setelah mendapat terapi cairan hingga 40
mL/kgbb. Langkah selanjutnya pada pasien dengan syok septik yang refrakter terhadap
terapi cairan yaitu dengan secara simultan melakukan pemasangan akses vena sentral,
memulai terapi inotropik dan vasopresor serta melakukan pemantauan tekanan arterial.
Namun berbeda dengan populasi dewasa, pemasangan akses vena sentral pada
anak menjadi suatu isu karena kesulitan dalam pelaksanaannya. Pemasangan vena
sentral pada pasien pediatric tidak familier, dalam prosedur pemasangannya yang cukup
sulit sehingga melampaui kerangka waktu (time-frame) yang diharapkan pada EGDT
khususnya di unit emergensi. Penatalaksanaan dalam kerangka waktu 15 menit hingga
60 menit berikutnya dijelaskan sebagai berikut:
3.1 Memulai pemberian inotropik dan vasopresor
Hipotensi yang menetap meskipun telah dilakukan resusitasi cairan optimal
merupakan ciri dari syok septik, yang terjadi akibat gangguan kontraktilitas miokardium
selain juga terdapat gangguan pada resistensi vaskuler sistemik. Akibat gangguan di
atas, maka diperlukan pemberian vasopresor dan terapi inotropik untuk memperbaiki
tekanan darah serta mempertahankan penghantaran oksigen ke jaringan.12 Dalam
penatalaksanaan sepsis, harus dilakukan usaha secepat mungkin untuk mengembalikan
hemodinamika. Oleh karena itu, vasopresor diberikan segera setelah resusitasi cairan
optimal diberikan.Pemberian vasoaktif direkomendasikan bila syok tidak teratasi
dengan resusitasi cairan sampai dengan 40 mL/kgbb. Jenis obat yang digunakan yaitu
25
26
mempertahankan
fungsi
adrenal,
sehingga
mempertahankan
stabilitas
fungsi
kardiovaskuler. Ketamin untuk fungsi sedasi diberikan dengan dosis 1-2 mg/kgbb i.v.
Ketamin juga dapat berfungsi sebagai infus analgesia dan atau sedasi untuk
mempertahankan stabilitas fungsi kardiovaskuler pada saat dilakukan pemasangan
ventilasi mekanik.
Pada pasien anak dengan gagal nafas dan memerlukan ventilator, prinsip lungprotective therapy perlu diterapkan sebagaimana pada pasien dewasa. Pasien dengan
Acute Lung Injury/Acute Respiratory Distress Syndrome ditargetkan mendapat volume
tidal 6 mL/kgbb dan plateau pressure < 30 cm H2O, strategi permissive hypercapnia
untuk meminimalkan plateau pressure dan volume tidal. Positive End Expiratory
Pressure (PEEP) juga diterapkan untuk mencegah kolaps alveolar di akhir ekspirasi.
Posisi prone pada suatu penelitian multisenter didapatkan berguna untuk memperbaiki
hipoksemia.
4 Kerangka waktu: 6 jam berikutnya di Unit Perawatan Intensif
Bila ditemukan keadaan syok yang resisten dengan terapi katekolamin, maka
penatalaksanaan selanjutnya yaitu dengan pemberian hidrokortison. Hidrokortison
diberikan pula pada anak yang diduga atau terbukti disertai dengan insufisiensi adrenal.
Pasien berisiko mengalami insufisiensi adrenal yaitu anak dengan syok septik,
sebelumnya menerima terapi steroid untuk penyakit kronis, dan anak dengan
abnormalitas adrenal atau hipofisis. Bila jelas faktor risikonya, maka disarankan
pemberian hidrokortison secara intermiten atau infus kontinu dengan dosis mulai 1-2
mg/kgbb/hari, dititrasi hingga 50 mg/kgbb/hari.
Keadaan insufisiensi adrenal ini dinyatakan bila kadar kortisol basal < 18 g/Dl
kadar puncak ACTH-stimulated cortisol < 18 g/dL. Pemberian hidrokortison jangka
panjang (6 mg/kgbb/hari selama 7 hari) telah dilaporkan pada pasien dewasa, namun
pada anak masih menjadi kontroversi. Penelitian berupa pemberian hidrokortison
intermiten dengan dosis 3 mg/kgbb/hari selama 7 hari pada bayi dengan syok septik
resisten katekolamin didapatkan bahwa kebutuhan pemberian terapi dopamin dapat
dikurangi, namun tidak memperbaiki angka mortalitas. Penelitian multisenter di Eropa
oleh CORTICUS (Corticosteroid Therapy of Septic Shock) pada 499 pasien dengan
27
28
tinggi. Hal ini serupa dengan anak yang mengalami syok kardiogenik, yang dalam
penatalaksanaannya bertujuan untuk mengurangi afterload untuk memperbaiki aliran
darah dengan berkurangnya afterload ventrikel, sehingga akan dapat meningkatkan
pengosongan ventrikel. Oleh karena itu, nitroprusside atau nitrogliserin menjadi
vasodilator lini pertama pada syok resisten epinefrin dengan tekanan darah normal.
Vasodilator diberikan dengan sebelumnya dilakukan loading cairan terlebih dahulu.
Nitrogliserin pada dosis 10-60 g/menit dapat membantu menurunkan afterload.
Vasodilator yang termasuk di dalamnya yaitu Milrinone, yang pemberiannya
dipertimbangkan bila masih didapatkan curah jantung yang rendah. Milrinone
(Primacor) diberikan dengan dosis 50mcg/kg i.v. bolus selama 15 menit, dilanjutkan
dengan infus kontinu 0,5 0,75 mcg/kgbb/menit dan dititrasi hingga tercapai efek yang
diinginkan.
4.2 Cold shock dengan tekanan darah rendah
Pada keadaan ini didapatkan syok dengan Cardiac Index yang rendah, tekanan
darah yang rendah, serta resistensi vaskuler perifer yangrendah pula. Untuk
penatalaksanaan selanjutnya yaitu dilakukan titrasi cairan dan epinefrin untuk
meningkatkan tekanan darah diastolik dan meningkatkan resistensi vaskuler perifer. Bila
tekanan darah yang adekuat sudah tercapai, maka untuk memperbaiki Cardiac Index dan
mencapai ScvO2 > 70% dapat diberikan dobutamin, selain itu kadar Hb juga
dipertahankan > 10 g/dL. Bila pasien masih hipotensi, pertimbangkan pemberian
norepinefrin. Bila ScvO2 masih di bawah 70%, pertimbangkan pemberian dobutamin,
milrinone, enoximone, atau levosimendan. Levosimendan bekerja dengan cara
meningkatkan sensitivitas kalsium dari aparatus kontraktil miokardium, juga berfungsi
seperti halnya type III PDE inhibitor-activity lain. Enoximone juga merupakan type III
PDE inhibitor yang lebih selektif dan menjaga cadangan c-AMP yang diproduksi -1
aktivator reseptor sel miokardium, sehingga dapat memperbaiki performa jantung
dengan lebih sedikit efek hipotensi.
4.3Warm shock dengan tekanan darah rendah
Pada keadaan ini didapatkan syok dengan Cardiax Index tinggi, dan resistensi
perifer yang rendah. Maka penatalaksanaan selanjutnya yaitu dengan pemberian titrasi
29
cairan dan norepinefrin, untuk mempertahankan ScvO2 > 70%. Bila masih didapatkan
hipotensi, pertimbangkan vasopresin, terlipresin, atau angiotensin untuk memperbaiki
tekanan darah; namun perlu diperhatikan pula bahwa obat-obat vasokonstriktor di atas
dapat menyebabkan berkurangnya curah jantung, sehingga dalam penggunaan obat
tersebut direkomendasikan dengan pemantauan curah jantung dan ScvO2. Bila ScvO2
masih di bawah 70% pertimbangkan untuk pemberian epinefrin dosis rendah.
Vasopresin (Vasopressin, Pitressin) diberikan dalam infus kontinu mulai dari 0.5
mili-unit/kgbb/jam, dosis dinaikkan tiap 30 menit sesuai kebutuhan hingga maksimal 10
mili-unit/kgbb/jam (0.01 U/kgbb/jam).
4.4 Syok resisten katekolamin yang persisten
Bila pasien masih belum responsif dengan terapi yang diberikan di atas, maka
dikatakan sebagai syok resisten katekolamin yang persisten. Untuk itu perlu
disingkirkan dan diperbaiki berbagai keadaan yang berkontribusi terhadap syok
refrakter terapi cairan dan katekolamin, di antaranya yaitu adanya efusi perikardial,
pneumotoraks, peningkatan tekanan intraabdomen lebih dari 12 mmHg. Pertimbangkan
pula kemungkinan adanya perdarahan, keadaan imunosupresi, ketidaksesuaian kontrol
pengendalian infeksi (misalnya jenis dan dosis antibiotik yang diberikan belum
memadai). Pada saat ini, dipertimbangkan untuk memandu titrasi cairan, inotropik,
vasopresor, vasodilator dan terapi hormonal dengan pemasangan akses arteri
pulmonalis,
PICCO
(pulse
contour
cardiac
output),
atau
Femoral Arterial
30
31
32
BAB III
KESIMPULAN
Sepsis adalah kumpulan gejala sebagai manifestasi respon sistemik (systemic
inflammatory response sindrom / SIRS ) terhadap infeksi. Respon inflamasi sistemik
adalah keadaan yang melatarbelakangi sepsis. Respon ini tidak hanya disebabkan oleh
adanya bakteremia , tetapi juga oleh sebab lain.
Dapat dikatakan sepsis bila terdapat SIRS (systemic inflammatory response
sindrom)ditambah dengan infeksi yang diketahui ( ditemukan dengan biakan positif
terhadap organisme daritempat tersebut).
Bila ada pasien dengan gejala klinis berupa panas tinggi, menggigil, tampak
toksik,takikardia, takipneu, kesadaran menurun dan oliguria harus dicurigai terjadinya
sepsis(tersangka sepsis). Pada keadaan sepsis gejala yang nampak adalah gambaran
klinis keadaan tersangkasepsis disertai hasil pemeriksaan penunjang berupa lekositosis
atau lekopenia,trombositopenis, granulosit toksik, hitung jenis bergeser ke kiri, CRP (+),
LED meningkatdan hasil biakan kuman penyebab dapat (+) atau (-).
Faktor Resiko antara lain : jenis kelamin laki-laki, cacat imun didapat atau
kongenital galaktosemia (Escherichia coli), pemberian besi intramuskular (Escherichia
coli), anomaly kongenital (saluran kencing asplenia, myelomeningokel, saluran sinus),
amfalitis dan kembar (terutama kembar dua dari janin yang terinfeksi) , prematuritas
Derajat Sepsis diantaranya adalah : Systemic Inflammatory Response Syndrome
(SIRS) , Sepsis : Infeksi disertai SIRS , Sepsis Berat : Sepsis yang disertai MODS/MOF,
hipotensi, oliguria bahkan anuria. Sepsis dengan hipotensi : Sepsis dengan hipotensi
(tekanan sistolik <90 mmHg ataupenurunan tekanan sistolik >40 mmHg) , Syok septik
Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi yang
diinduksisepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, dan disertai
hipoperfusi jaringan.
Keadaan syok sepsis ditandai dengan gambaran klinis sepsis disertai tanda-tanda
syok (nadi cepat dan lemah, ekstremitas pucat dan dingin, penurunan produksi urin,
33
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Widodo D, Pohan HT (editor). Bunga rampai penyakit infeksi. Jakarta: 2004; h.5488.
2. Bochud PY, Calandra T. Pathogenesis of sepsis: new concepts and implication for
future treatment. BMJ 2003;325:262-266. Available at: http://www.bmj.com
3. Nelwan RHH. Patofisiologi dan deteksi dini sepsis. Dalam: Pertemuan Ilmiah
Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2003. Jakarta: 2003; h.S15-18
4. Hotckins RS, Karl I. The pathophysiology and treatment of sepsis. N Engl J Med
2003;348 (2): 138-150. Available at: http://www.nejm.com
5. Wheeler AP, Bernard G. Treating patient with severe sepsis. Available at:
http://www.nejm.com
6. Dellinger RP, Carlet JM, Masur H, Gerlach H, Calandra T, Cohen J, et.al. Surviving
sepsis campaign guidelines for mangement of severe sespis and septic shock. Crit Care
Med 2004;32(3):858-72.
7. Dettenmeler P, Swindell B, Stroud M, Arkins N,Howard A. Role of activated protein
C in the pathophysiology of severe sepsis.Am J Crit Care 2003;12(6):518-26
8. http://www.scribd.com/doc/62217236/Sepsis-Ppt
35