dalam keluarga juga harus dapat mendiskusikan berbagai masalah yang berkaitan dengan
reproduksi. Kini telah dicapai kemajuan penting menyangkut pemecahan masalah gangguan
genetic, khususnya mengenai diagnosis prenatal sehingga dapat secara tepat memberikan saran
apakah suatu kehamilan dengan malformasi perlu dipertahankan ataukah diakhiri. Diagnosis
prenatal merupakan diagnosis mengenai masalah-masalah janin dalam kandungan sebelum
dilahirkan. Diagnosis prenatal menawarkan suatu kepastian bagi pasangan suami istri yang
sebelumnya menghadapi risiko tinggi mempunyai keturunan dengan gangguan genetic yang
sangat parah. Setelah mendapatkan penjelasan, nasihat, dan saran, para pasangan dapat berharap
mendapatkan keturunan yang sehat.2
A. Indikasi Umum Untuk Konsultasi Genetic:2
1. Anak sebelumnya dilahirkan dengan kelainan congenital multiple, kemunduran mental, atau
kerusakan organ (seperti kerusakan tuba neuralis, bibir sumbing dan celah langit-langit);
2. riwayat keluarga dengan kondisi herediter, seperti misalnya cyst fibrosis, sindrom kromosom
fragil, atau diabetes;
3. wanita umur lanjut yang membutuhkan diagnosis prenatal atau indikasi lain;
4. perkawinan antar kerabat;
5. orang yang dihadapkan pada risiko pajanan terhadap teratogen, seperti bahan kimia di tempat
kerja, obat-oabatan, dan alcohol;
6. seorang wanita yang mengalami kegagalan kehamilan berulang atau kemandulan;
7. seorang wanita yang telah di diagnosis menyandang abnormalitas atau kondisi genetic yang
berisiko;
8. pasangan yang sebelum menjalani uji genetic dan sesudah menerima hasilnya, khususnya
mengenai kemungkinan tertundanya manifestasi gangguan, seperti kanker dan penyakit
neurologic.
2. Pemeriksaan medis
Pemeriksaan medis secara lengkap yang berbeda dengan pemeriksaan rutin yang biasa
dilakukan para dokter, sangat diharapkan. Pemeriksaan yang dikakukan secara cermat dan
mendalam ini diperlukan untuk menjelaskan mengenai kelainan yang dijumpai kepada yang
membutuhkan konsultasi. Jika diperlukan, pemeriksaan tersebut harus dilengkapi dengan
berbagai pengukuran, seperti tinggi badan, panjang lengan, keliling lingkar kepala, jarak antara
kedua mata, dan sebagainya. Dengan mengacu pada nilai rata-rata ukuran-ukuran yang telah
ditetapkan, dari pengukuran ini, dapat ditetapkan apakah ada gangguan ataukah semuanya masih
tergolong normal.3
Sering kali orang lupa memeriksa pola garis-garis telapak tangan (dermatoglyphy).
Sering kali, gambaran garis telapak tangan dapat membantu menegakkan diagnosis daripada
hanya memerhatikan sebuah tanda yang ditemukan saja. Apabila ditemukan tanda dan gejala
lain, diagnosis dapat mengarah ke suatu sindrom (kumpulan gejala). Segala bentuk kelainan
tubuh dikaji dalam ilmu dysmorphology.3
Pemeriksaan Fisik
Kecurigaan mengarah ke DSD juka ditemukan gambaran klinis dan ditemukan keadaankeadaan dibawah ini pada pemeriksaan fisik pada periode neonatal.4
1. Tampak seperti laki-laki
2. indeterminate
Hipertrofi klitoris
Foreshortened vulva dengan satu lubang* hernia inguinal berisi gonad
Kebutuhan pemeriksaan tambahan sebagai penunjang tersebut bergantung pada jenis gangguan
yang dihadapi. Karena itu, perlu ditetapkan dulu apakah gangguannya terjadi pada tingkat
kromosom ataukah ada jenis gangguan lain, seperti gangguan gen tunggal, gangguan
mitokondria, ataukah gangguannya terbatas pada sel-sel somatic.2
Diagnosis Banding
Disgenesis Gonadal Campuran
Disgenesis gonadal adalah kelainan pada differensiasi gonad yang terjadi akibat defek
kromosom dan adanya mutasi gen spesifik. Bentuk disgenesis gonad dibagi 2, yaitu murni dan
campuran. Disgenesis campuran merupakan bentuk ambiguous genitalia tersering, dengan
karyotip 45X0/46XY/mosaic. Manifestasi kliniknya perawakan pendek, ambiguous genitalia.
Fenotip bervariasi sangat luas, dari sindroma turner hingga laki-laki normal. Potensial
transformasi ganas (streak gonad dan testis ). Bila diputuskan perempuan dilakukan
gonadektomi. Bila diputuskan laki-laki maka testis dikembalikan ke kantung skrotum.5
Turner Syndrom
Sindrom turner adalah suatu kelainan genetic yang ditemukan pada wanita. Hal ini
disebabkan tidak adanya sebagian atau seluruh kromosom X (Xo). Sindrom turner bukan
merupakan penyakit keturunan. Gadis yang menderita gangguan ini tidak mengembangkan
karakter seksual sekunder pada masa pubertas dan terbelakang ovarium.5
Sindrom turner dijumpai pada abortusis dan penyebab 20% kematian trimester pertama
akibat kelainan kromosom. Prevalensi pada bayi lahir hidup adalah sekitar 1 dari 5000. Antara 30
dan 50% mengalami cacat jantung mayor yang mungkin berupa koarktasio aorta dan katup aorta
bicuspid. Mekanisme hilangnya kromosom belum diketahui. Mungkin bahwa gen yang terkait
terlibat pada fenotip turner adalah gen terkait-X yang lolos inaktivasi.5
Perawakan yang sangat pendek yaitu tinggi badan kurang dari 140 cm yang disertai
dengan dua atau lebih anomaly yang karakteristik (toraks, bentuk perisai, leher berselaput,
kelainan wajah, tumbuh rambut letak rendah, limfedema). Untuk mendeteksi adanya kelainan
pada janin selama kehamilan berlangsung, dapat dilakukan dengan USG. Analisis kromosom
juga dapat dilakukan ketika bayi masih di dalam kandungan ataupun saat telah dilahirkan.
6
informasi ini, konsultan selain dituntut mempunyai kemampuan komunikasi yang efektif, juga
dituntut memiliki pengetahuan umum tentang risiko seseorang untuk memperoleh penyakit
keturunan. Jika pasien anak menderita gangguan genetic, terutama orangtua si anak perlu
mendapatkan penjelasan dan saran, diperlukan perlibatan semua aspek kondisi, dan dengan cara
yang mudah dimengerti, sesuai dengan pendidikan orang yang menerima pelayanan tersebut.
Aspek yang dibahas dapat mengenai aspek hubungan keluarga, aspek hubungan masyarakat,
aspek hukum dan peraturan, aspek estetis, aspek psikologis, aspek budaya, aspek keyakinan dan
kepercayaan, dan lain-lainnya.2
Penyediaan layanan informasi kepada individu penyandang gangguan genetika atau
anggota keluarga yang berisiko mencakup penjelasan tentang:2
1. dampak dari gangguan tersebut;
2. kemungkinan perkembangan gangguan dan penularannya;
3. beberapa cara yang mungkin untuk penaggulangan dan pencegahannya.
Risiko munculnya penyakit yang sama pada anggota keluarga lainnya dapat
diperhitungkan dengan menggunakan teori probabilitas sederhana. Di dalam sebuah keluarga
yang menunjukkan penyakit dengan pola pewarisan Mendel, dapat diperhitungkan besarnya
risiko; misalnya, pada kasus autosom resesif, kondisi untuk bermanifestasi menjadi penyakit
adalah jika terdapat homozigot pada alel penyakit. Artinya, jika dalam keluarga terdapat anggota
yang menderita penyakit tesebut, sudah pasti ia mempunyai genotip homozigot. Pada kondisi
demikian, sangat mungkin kedua orangtuanya sehat dan merupakan carrier alel mutan. Karena
itu, bagi anggota keluarga tersebut, peluang risiko untuk mendapatkan penyakit adalah sebesar
seperempat (25%). Sementara itu, jika salah satu dari pasangan menyandang alel mutan yang
bersifat dominan pada autosom, ia menyandang penyakit yang bermanifestasi sehingga separuh
keturunannya akan menderita penyakit itu juga.2
5. Tindak lanjut
Banyak kasus yang cukup hanya perlu mendapatkan penjelasan dan saran dari para ahli
pada kesempatan pelayanan konsultasi genetic. Namun, beberapa kasus lain masih memerlukan
pertemuan-pertemuan lanjutan sebagai upaya memberikan pelayanan yang lebih mendalam. Pada
8
umumnya, para ahli berpendirian bahwa konsultasi genetic tidak berhenti pada pertemuan
pertama saja, melainkan masih dimungkinkan petemuan-pertemuan berikutnya, jika diperlukan.2
Risiko bila Gagal Diagnosis
Risiko yang terjadi bila gagal diagnosis, akan mengakibatkan gangguan psikologis
terhadap penderita DSD serta orangtuanya. Gangguan psikologis dapat menyebabkan gangguan
fisik juga.6
Konsultasi Medikolegal
Perubahan Status Identitas
Identitas seseorang/anak merupakan sesuatu yang sangat penting dan akan selalu digunakan
dalam segala aspek kehidupan, sehingga oleh pemerintah dibuatkan aturan khusus yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.7
Pasal 5
Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.
Pasal 27
(1) Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak
kelahirannya.
(2) Identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dituangkan dalam akta kelahiran.
(3) Pembuatan akta kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari orang yang menyaksikan
dan / atau membantu proses kelahiran.
(4) Dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak diketahui, dan orang tuanya tidak diketahui
keberadaannya, pembuatan akta kelahiran untuk anak tersebut didasarkan pada keterangan orang
yang menemukannya. Dan juga dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukann.
Pasal 27
(1) Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat
terjadinya peristiwa kelahiran paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat
9
pada Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran. Identitas diri tentu tidak
dapat dipisahkan dengan jenis kelamin. Jenis kelamin merupakan salah satu unsur utama
identitas personal yang dimiliki sejak lahir, bahkan sejak pembuahan. Nama, sebagai unsur
utama identitas personal yang lain, pada umumnya diberikan oleh orang tua juga berdasarkan
jenis kelaminnya. Permasalahan sosial dan hukum pada kasus kelainan ambiguous genetalia
muncul karena kesalahan menebak jenis kelamin bayi. Hal ini dapat terjadi antara lain karena
kurangnya pengetahuan dan kesadaran dari penolong persalinan, (dokter, bidan, perawat) serta
masyarakat itu sendiri. Meskipun diliputi keraguan dan tanpa diagnosis yang pasti, bayi bisa
segera pulang bersama ibunya. Hanya berdasarkan perkiraan atau kompromi antara penolong
dengan orang tua bayi maka jenis kelamin ditetapkan dan dicantumkan dalam surat keterangan
kelahiran. Orang tua mudah menerima keputusan ini karena pihak rumah sakit/penolong
persalinan tidak memberikan informasi mengenai diagnosis yang jelas dan tindakan medis yang
seharusnya segera diambil. Mungkin juga orang tua yang memaksa untuk tetap ditentukan jenis
kelamin anak. Hal ini merupakan bentuk keegoisan orang tua karena hanya untuk kepentingan
dirinya dalam menghadapi masyarakat kalau ditanya apa jenis kelamin puteranya tanpa
mempertimbangkan akibat dimasa akan datang. Selain itu, sarana penunjang diagnosis yang
masih minim dan mahal juga dapat menjadi penyebab. Masyarakat yang kurang mampu akhirnya
pasrah dengan kondisi anaknya dan menerima jenis kelamin yang ditentukan dari hasil perkiraan
itu. Dampak hukum dan sosial dari penetapan jenis kelamin adalah pencatatan/ administrasi
kependudukan dan diterimanya anak oleh masyarakat sekitarnya (family, tetangga, sekolah, dan
lain-lain) dengan identitas dan jenis kelamin tersebut. Untuk setiap bayi yang lahir dan telah
dilaporkan secara resmi akan diterbitkan sertifikat/akta kelahiran, sebagaimana amanat pasal 5
dan pasal 27 undang-undang no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan pasal 27 undangundang no 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan. Dan berdasarkan pasal 77 UU No.
23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan maka data yang telah tercatat secara resmi,
tentang identitas dan jenis kelamin untuk bayi tersebut, yang tertuang dalam akta kelahiran
(dokumen kependudukan) telah berkekuatan hukum tetap (pasal 1(8) UU No 23/2006) dan tidak
boleh dirubah dengan seenaknya.7
Pasal 77
Setiap orang dilarang mengubah, menambah atau mengurangi tanpa hak, isi elemen data pada
Dokumen Kependudukan. Ketika suatu saat jenis kelamin dapat dipastikan dan berbeda
10
dengan jenis kelamin sebelumnya, maka ingin dilakukan pembetulan yang biasanya disertai
perubahan nama, sehingga mau tidak mau data dan dokumen kependudukan harus diganti.
Tetapi, dalam undang-undang administrasi kependudukan, maupun undang-undang yang lain,
tidak didapatkan pasal yang mengatur perubahan kelamin. Dalam undang-undang administrasi
kependudukan, hanya ada pasal tentang pencatatan perubahan nama dan pencatatan peristiwa
penting lainnya.
Pasal 52
(1) Pencatatan perubahan nama dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri tempat
pemohon.
Pasal 56
(1) Pencatatan Peristiwa Penting lainnya dilakukan oleh Pejabat Pencatatan Sipil atas permintaan
Penduduk yang bersangkutan setelah adanya penetapan pengadilan negeri yang lelah
memperoleh kekuatan hukum tetap. Yang dimaksud dengan peristiwa penting sebagaimana
tercantum dalam pasal 1(17) tersebut tidak tercantum adanya pergantian jenis kelamin.
pasal 1
(17)Peristiwa Penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian,
lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak,
perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan Hakim Ronald Lumbun yang
menyidangkan kasus permohonan ganti kelamin anak ATP di Pengadilan Negeri Kelas 1 B
Cibinong, Kabupaten Bogor, juga menyatakan bahwa belum ada undang-undang yang mengatur
tentang pergantian kelamin ini.17 "Bahwa harus diterima kenyataan bahwa sampai dengan saat
ini belum terdapat substansi hukum yang mengatur secara khusus mengenai operasi pergantian
jenis kelamin (sex reassignment surgery) di dalam pranata sistem hukum Indonesia. Karena
belum ada undang-undang yang mengatur maka timbul kekosongan hukum. Keadaan ini tentu
sangat menyulitkan penderita ambiguous genetalia untuk mengurus statusnya. Hakim pun juga
tidak mudah untuk menjawab kasus yang belum ada dasar hukumnya. Namun, berdasarkan Pasal
10 ayat (1) Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang
menyatakan : Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu
perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib
untuk memeriksa dan mengadilinya. " maka pengadilan berkewajiban mencari cara untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat, sepanjang tidak bertentangan dengan hukum
11
yang ada, kepatutan dan kesusilaan. Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus
diperhatikan, yaitu: kepastian hukum (Rechtssicherheit), kemanfaatan (Zweckmassigkeit) dan
keadilan (Gerechtigkeit). Karena itu maka kasus penggantian jenis kelamin tetap harus ditangani.
Dari penyelesaian kasus yang pernah ada persidangan kasus perubahan jenis kelamin merujuk
pasal 52 dan pasal 56 (mengenai pencatatan perubahan nama dan peristiwa penting lainnya) dari
undang-undang administrasi kependudukan. Permohonan perubahan tersebut bukan diajukan ke
PTUN (Peradilan Tata Usaha Negara) tetapi melalui peradilan negeri setempat. Setelah
permohonan terdaftar, pengadilan akan memeriksa kelengkapan berkas permohonan, bila sudah
memenuhi syarat kemudian ditetapkan jadwal persidangan yang akan menghadirkan banyak
pihak dan ahli antara lain para saksi, para dokter yang tergabung dalam tim penanganan
penderita ambiguous genetalia tersebut, ahli lain termasuk ahli agama, dari pihak dinas
kependudukan dan catatan sipil. Semua keterangan yang didapat akan digunakan oleh hakim
sebagai dasar untuk penetapan. Bila permohonan dikabulkan maka pemerintah dalam hal ini
dinas kependudukan dan catatan sipil tinggal melaksanakan putusan dan mengganti dokumen
kependudukan dengan yang baru sesuai undang-undang administrasi kependudukan pasal 52 dan
56 tersebut di atas. Yang paling banyak dinilai dari persidangan tersebut diatas adalah keabsahan
dari tindakan penyesuaian jenis kelamin terutama pembedahan. Berbagai kalangan masyarakat
menyatakan ketidak setujuannya atas tindakan pembedahan karena telah menyalahi kodrat.
(Koeswinanrno, 2004) Sebagian kelompok lainnya melihat Pasal 4 undang-undang no 23 tahun
2002 tentang perlindungan anak yang berbunyi sebagai berikut :7
Pasal 4
Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi Yang dimaksud dengan kata hak tumbuh, berkembang dan wajar dalam
pasal tersebut tentunya juga mencakup perlakuan, perawatan dan pendidikan yang sesuai dengan
jenis kelamin anak. Hal ini tentu tidak dapat diperoleh bila terjadi kesalahan penetapan jenis
kelamin, dan sudah semestinya dilakukan koreksi untuk pembetulan atau penyempurnaan.
Pandangan teologis dari para ahli agama berbagai ragam. Meskipun pada peristiwa ATP masih
banyak perdebatan pendapat namun Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amidhan, dan
beberapa ahli lain sudah menyatakan bahwa operasi penggantian jenis kelamin pada transgender
(kelainan psikologis) (takhannuts) diharamkan untuk dilakukan, sedangkan pada kasus kelamin
12
ganda (intersex) (khuntsa), dapat dibenarkan tetapi terlebih dahulu harus dikaji secara mendalam.
Demikian pula ahli agama Islam dalam persidangan kasus ATP menyatakan bahwa untuk alasan
medis boleh dilakukan operasi. Wasis Priyanto, SH., seorang hakim di Batang Hari, dalam
catatannya mengutip tulisan Yudha Bhakti Adhiwisastra (Penafsiran dan kontruksi hukum,
Alumni Bandung, 2000, hal 13-17), bahwa tanggapan Dewan Gereja Indonesia (DGI) terhadap
perubahan kelamin tidak keberatan sepanjang perubahan kelamin tersebut merupakan satusatunya jalan untuk menolong penderitaan si pemohon, sehingga ia dapat berkembang sebagai
manusia yang wajar. Sementara itu wali gereja Katolik Indonesia berpendapat bahwa operasi
ganti kelamin pada transgender melanggar prinsip penciptaan dan cinta kasih tetapi tindakan
operasi pada intersex untuk tujuan pengobatan dapat dibenarkan. Hakim Ronald Lumbun selain
menyatakan bahwa belum ada undang-undang yang mengatur tentang operasi penggantian
kelamin juga menyatakan bahwa: Secara hukum tidak di temukan adanya pelanggaran bagi
dokter untuk melaksanakan tindakan operatif untuk mengganti atau menyempurnakan bentuk
alat kelamin seseorang. Dari pernyataan ini dapat diartikan secara hukum dokter dapat
melakukan tindakan penyempurnaan kelamin terhadap penderita ambiguous genetalia. Dari
kalangan medis sendiri juga tidak ada pertentangan walau aturan boleh dan tidaknya berganti
kelamin tidak disebutkan secara spesifik dalam aturan tertulis etik kedokteran. Yang banyak
menimbulkan perdebatan adalah tindakan operasi penggantian jenis kelamin pada transgender.
Namun Ketua MKEK IDI (Majelis Kode Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia) dr. Agus
Purwadianto pernah menyatakan bahwa teori etika kedokteran tidak hanya didasarkan pada
perbuatan saja, tapi juga melihat akibat yang baik bagi orang yang bersangkutan. Artinya, operasi
ganti kelamin diperkenankan jika akibatnya baik bagi yang bersangkutan.7
Penatalaksanaan DSD
Penatalaksanaan yang optimal untuk DSD membutuhkan peran dari tim multidisiplin
yang berpengalam yang meliputi lingkup psikososial, medis, dan pembedahan serta disiplin ilmu
subspesialis lainnya seperti ahli neunatologi, pediatric endokrinologi, pediatric urologi,
endokrinologi ginekologi, ahli genetic, konselor, psikiater atau ahli psikologi, perawat dan
pekerja social.4,5
13
menutup
kemungkinan
dalam
penatalaksanaan
DSD
dilakukan
gender
reassignment (menentukan kembali identitas kelamin). Saat ini, usia 18 bulan dianggap sebagai
batas atas dalam melakukan gender reassignment, jika gender reassignment baru dilakukan pada
usia balita atau usia anak-anak, evaluasi psikososial sangat penting, karena sudah terjadi
perkembangan perilaku berdasarkan jenis kelamin yang baru, sulit diberikan bila pemberian
informasi dan konseling tidak dilakukan secara mendalam dan rutin terhadap pihak orangtua
ataupun terhadap anak penderita DSD sendiri. Manajemen informasi kepada anak penderita DSD
oleh konselor yang terlatih, adalah termasuk dalam hal yang penting untuk dipahami. Seorang
konselor harus mampu menceritakan secara jujur tentang kondisi atau riwayat perjalanan
penyakit DSD kepada penyandang DSD bila ia sudah mampu memahami kondisi kesehatan
dirinya (umumnya dilakukan pada usia tamat sekolah menengah pertama). Dengan melakukan
manajemen informasi yang baik, diharapkan penyandang DSD dapat menerima kondisinya saat
ini, mampu menjalankan terapi yang berkesinambungan, serta mendapat edukasi mengenai
perkembangan pubertas, seksualitas, dan kemungkinan potensi fertilitas dimasa mendatang.
Manajemen informasi juga diberikan kepada pihak orangtua terkait dengan kondisi, prognosis,
dan pengetahuan orangtua tentang DSD.4
14
Metode lain dalam lingkup psikososial yang dapat dilakukan adalah dengan membentuk
support groups. Terbukti dalam beberapa waktu belakangan ini, seiring dengan perkembangan
teknologi
informasi,
perkembangan
support
groups
DSD
sangat
membantu
dalam
penatalaksanaan DSD. Adanya support groups membantu menimbulkan rasa kepercayaan diri,
saling membantu antar sesama dan meningkatkan kualitas hidup, serta mampu menimbulkan rasa
dukungan dari pihak keluarga.4
Lingkup Penanganan Medis
Penatalaksanaan medis umumnya adalah meliputi pemberian terapi hormonal. Pemberian
terapi hormonal ini juga termasuk dalam upaya pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis DSD
sesuai dengan klasifikasinya. Pemberian terapi hormone pada DSD didasari atas kebutuhan
hormone seks untuk menginisiasi maturasi pubertas. Terapi hormonal ini dapat dilakukan pada
saat usia penyandang DSD memasuki usia pubertas dimana lingkungan pergaulannya juga
memasuki masa tersebut. Jika terlalu lama menunda pemberian terapi hormone dapat
menimbulkan keterlambatan perkembangan genitalia, fungsi reproduksi dan fungsi seksual serta
mempengaruhi kualitas hidupnya di masa mendatang.5
Lingkup Penanganan Pembedahan
Berdasarkan guidelines American Academy of Pediatricks, lingkup pembedahan sudah
termasuk dalam pemilihan terapi DSD. Terapi pembedahan berupa genitoplasty dapat dilakukan
jika diagnosis sudah ditegakkan dengan pasti dan hasil keluaran pasca operasi bermanfaat dalam
penentuan jenis kelamin di usia dewasa. Genitoplasty adalah merupakan jenis terapi yang
bersifat irreversible seperti dilakukannya kastrasi dan reduksi phallus pada DSD yang akan
menjadi wanita dan reseksi utero-vagina pada DSD yang akan menjadi pria. Terkadang DSD
yang tidak terdiagnosis pada masa infan dan baru diketahui saat memasuki masa pubertas, seperti
pada kasus anak perempuan dengan CAH dan dibesarkan sebagai anak lelaki atau pada kasus
anak lelaki dengan defisiensi 17-hydroxystreoid dehydrogenase dan 5-reduktase dibesarkan
sebagai anak perempuan. Kondisi tersebut menimbulkan tekanan mental pada orangtua dan
penyandang DSD, namun pemilihan terapi pembedahan tidak boleh langsung dilakukan sebelum
dilakukan pemeriksaan endokrin dan pendekatan terapi psikososial. Seluruh jenis tindakan
15
pembedahan yang akan dilakukan harus dipertimbangkan secara hati-hati, dengan selalu
mengutamakan kepentingan pasien diatas segala-galanya.5
Hingga saat ini oenentuan usia yang tepat untuk menentukan kapan sebaiknya operasi
dilakukan masih diperdebatkan. Berdasarkan aspek psikososial, tindakan operasi yang dilakukan
pada masa infan lebih disukai, karena lebih mudah dilakukan dan riwayat trauma operasi dapat
dihilangkan jika dibandingkan dengan melakukan pembedahan pada anak saat memasuki usia
dewasa. Namun, pendapat lain menyatakan bahwa tindakan operasi DSD sebaiknya menunggu
sampai usia yang cukup untuk menerima informasi dan selanjutnya dilakukan informed consent
langsung kepada penyandang DSD, mengingat yang dilakukan berhubungan dengan fungsi
seksualitas. Sebelum tindakan pembedahan penting diketahui bagi pihak orangtua dan
penyandang DSD mengenai untung dan ruginya tindakan pembedahan serta hasil akhir yang
akan di dapat.5
Tujuan utama tindakan pembedahan adalah mengembalikan fungsi organ genitalia
dibandingkan fungsi estetiknya. Tujuan lainnya adalah menentukan jenis kelamin yang tepat,
membantu pembentukan image tubuh sesuai dengan jenis kelaminnya, menghindari stigma
social, dan terakhir berkaitan dengan fungsi seksualitas dalam berhubungan seksual. Jika
tindakan pembedahan sudah ditetapkan, setelah menjalankan operasi penatalaksanaan lainnya
yaitu aspek psikososial dan medis harus tetap dijalankan secara teratur. Karena rangkaian
penatalaksanaan antara ketiganya saling mendukung satu sama lain. Terapi pembedahan gonad
saat ini juga dinilai penting, terutama pada kasus 46XY DSD, dimana umumnya testis masih
tetap berada di dalam rongga abdomen. Kemungkinan adanya diferensiasi gonad kearah
keganasan membuat terapi pengangkatan gonad dibutuhkan. Pemeriksaan biopsy gonad kadang
juga diperlukan untuk membuktikan adanya kelainan disgenesis gonad atau adanya kondisi
ovotestis.
Kesimpulan
Disorders of sex development merupakan suatu kelainan yang terjadi akibat
perkembangan anatomis organ kelamin yang tidak sempurna pada saat embrio. Kelainan tersebut
menyebabkan tidak bisa dipastikannya jenis kelamin bayi yang baru lahir, sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan kromosom dan juga pemeriksaan hormone. Kemudian perlu juga untuk
16
melakukan konsultasi genetic sebelum pemeriksaan dan sesudah hasil pemeriksaan keluar
sehingga orangtua penderita dapat mengerti. Perlu juga untuk konsultasi medikolegal yaitu yang
berhubungan dengan genetic, endokrin anak, serta hukum mengenai penatalaksanaan pasien
karena harus memilih apakah pasien tersebut mau dijadikan laki-laki atau perempuan agar tidak
terjadi kesalahpahaman.
Daftar Pustaka
1. Hughes IA. Disorders of sex development: a new definition and classification. Best
Practice & Research Clinical Endocrinology & Metabolism.2008;22(1).p.119-34.
2. Kresnowidjojo S. Pengantar genetika medic. Jakarta: EGC;2012.p.205-10.
3. Siregar, Charles Darwin. Pendekatan Diagnostik Interseksualitas pada Anak. Dalam
Cermin Dunia Kedokteran No. 126. Jakarta; 2000.p.32-6.
4. Meyer-Bahlburg HFL. Treatment guidelines for children with disorders of sex
development. Neuropsychiatric de Ienfance et de Iadolescense.2008;56.p.345-49.
5. Diamond DA, Burns JP, Mitchell C, et al. Sex assignment for newborns with ambiguous
genitalia and exposure to fetal testosterone: attitudes and practices of pediatric urologist.
J Pediatr.2006;148.p.445-9.
6. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi corwin. Jakarta: EGC; 2001.p.63-4.
7. Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol. 15 No. 1, Januari Maret 2013.
17