Anda di halaman 1dari 25

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI

BAB III
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN
Data surveY Hidrografi

Hal yang perlu diperhatikan sebelum pelaksanaan survey hidrografi adalah


ketentuan teknis atau disebut juga spesifikasi pekerjaan. Setiap pekerjaan survey
hidrografi memiliki ketentuan teknis yang harus disetujui dan disepakati oleh
pihak pelaksana dan pemakai jasa survei dan pemetaan laut. Salah satu ketentuan
teknis

yang

berlaku

internasional

yaitu

ketentuan

IHO

(International

Hydrographic Organization). Setelah jelas spesifikasi pekerjaan yang akan


dilakukan, maka pengumpulan data survey hidrografi untuk aplikasi pekerjaan
pengerukan alur pelayaran pelabuhan mulai dilakukan, antara lain: penentuan
posisi, pengamatan pasut dan survey batimetri. Dari data-data yang sudah
diperoleh, selanjutnya diolah untuk menentukan posisi horizontal fix perum,
reduksi pasut dan kedalaman sesungguhnya. Data-data yang sudah diolah
kemudian disajikan berupa peta batimetri dan dihitung volume material yang akan
dikeruk. Metode yang digunakan dalam perhitungan volume antara lain metode
prismoid dan metode grid. Masing-masing metode tersebut digunakan
berdasarkan tujuan keperluannya. Pada akhirnya, dilakukan analisis berdasarkan
perhitungan volume yang telah dihasilkan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan
gambar 3.1.

III-1

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI

SpesifikasiPekerjaan

Ketentuan International
Hydrographic Organization
(IHO)

PengumpulanData

PengamatanPasut

SpesifikasiPekerjaan
PengerukanAlurPelayaran

PerhitunganVolumeMaterial
denganMetodeGrid

SurveyBatimetri

PengolahanData

PenentuanPosisi
HorizontalFixPerum

PengolahanDataPasut

PengolahanData
Kedalaman

Hasil Perhitungan

TahapCheck
Sounding

TahapProgress
Sounding

Gambar 3.1 Skema pengumpulan dan pengolahan data survey hidrografi

Gambar diatas menjelaskan bahwa sebelum dilakukan pengumpulan data survey


hidrografi terdapat spesifikasi pekerjaan yang disepakati. Setelah diperoleh data
survy, kemudian dilakukan pengolahan data termasuk perhitungan volume
material yang akan dikeruk. Hasil perhitungan diuraikan berdasarkan survey yang
dilakukan, yaitu terdiri dari tahap check dan progress sounding.

III-2

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI

3.1

Spesifikasi Pekerjaan

Dalam pekerjaan survey hidrografi, spesifikasi pekerjaan sangat diperlukan dan


harus diperhatikan. Spesifikasi pekerjaan didalamnya terdapat informasi mengenai
spesifikasi produk dan spesifikasi teknis. Spesifikasi produk terkait dengan skala
peta, sistem proyeksi, datum vertikal dan horisontal. Spesifikasi teknis adalah
pedoman pelaksanaan pekerjaan yang berisikan ketentuan-ketentuan teknis guna
menghasilkan kualitas produk tertentu.
Spesifikasi produk yang biasanya terdapat dalam suatu proposal sebuah proyek
terdiri dari;
1. Produk akhir yang ingin dihasilkan. Contohnya: Peta Navigasi, Peta
Batimetri atau profil irisan vertikal dasar laut dengan skala tertentu.
2. Penggunaan produk akhir, misalnya untuk keperluan :
Keselamatan navigasi,
Kepentingan operasi militer, atau
Pekerjaan rekayasa dan persiapan industri pantai atau lepas pantai,
misalnya :

Menghitung volume pengerukan sedimen pada waduk/alur


pelayaran pelabuhan

3.1.1

Pembuatan dermaga

Penentuan jalur dan pemasangan pipa dasar laut

Penentuan jalur kabel dasar laut

Ketentuan International Hydrographic Organization (IHO)

Ketentuan teknis adalah aturan, norma atau ketetapan pokok yang bersifat umum
dan harus dilaksanakan dalam suatu pekerjaan teknis tertentu. Bentuk ketentuan
teknis pada survei batimetri salah satunya adalah International Hydrographic
Organization (IHO) dalam Special Publication 44 (SP 44). Bagi kontraktor,
spesifikasi teknis dijadikan alat untuk mengevaluasi setiap tahap pekerjaan.

III-3

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI

Sehingga, kualitas yang dihasilkan dapat sesuai dengan ketentuan-ketentuan


dalam spesifikasi teknis.
Pekerjaan survei dan pemetaan laut untuk kepentingan rekayasa saat ini belum
memiliki ketentuan teknik yang baku. Pemeruman untuk kepentingan rekayasa
pada umumnya menggunakan ketentuan teknik yang dipakai untuk pembuatan
peta navigasi (sebagaimana tercantum dalam SP 44 IHO). Bila digunakan
ketentuan teknik di luar SP44, biasanya hal tersebut merupakan hasil komitmen
(persetujuan) antara pihak pelaksana dan pemakai jasa survei dan pemetaan laut.
3.1.2

Spesifikasi Survey Hidrografi Pekerjaan Pengerukan Alur Pelayaran

Ruang lingkup pekerjaan survei dan pemetaan laut dapat terdiri dari beberapa
kombinasi pekerjaan berikut ini:
A. Kontrol Horisontal
1. Metode Satelit
2. Triangulasi, Trilaterasi, Poligon (Traverse)
B. Penentuan Posisi
3. Penentuan Posisi Kapal Survei
4. Penentuan Posisi Drilling Rig
C. Survei Akustik
5. Survei Batimetri
6. Survei Side Scan Sonar
7. Continous Subbottom Profilling
8. Survei Magnetik

III-4

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI

D. Survei Oseanografi dan Meteorologi


9. Pengamatan Pasang Surut
10. Pengamatan Arus
11. Pengamatan Gelombang
12. Pengukuran Temperatur, Salinitas dan Konduktivitas Air Laut
13. Pengamatan Angin
14. Pengambilan Sampel Air dan dasar laut
Pembahasan Tugas Akhir ini melibatkan kombinasi pekerjaan no. 3, 5 dan 9
sebagaimana tercantum di atas. Pelaksanaan survei hidrografi untuk aplikasi
pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan memiliki ketentuan-ketentuan
sebagai berikut:
1) Skala survei
Untuk pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan, Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut (Ditjenhubla) memiliki standar bahwa skala untuk
pemetaan alur pelayaran pelabuhan sebesar 1 : 2500. Sedangkan skala
untuk pemetaan kolam pelabuhan sebesar 1 : 1000.
Berdasarkan standard IHO untuk survey hidrografi tentang skala survei
dan kerapatan pemeruman merekomendasikan bahwa Bandar, pelabuhan,
alur pelayaran dan perairan wajib pandu harus disurvey dengan skala 1 :
10000 atau lebih besar.
2) Lajur perum
Interval lajur perum yang digunakan pada pekerjaan pengerukan
didasarkan pada standard Ditjenhubla, yakni sesuai dengan rumus berikut:

i = 1cm Skala
Contoh: jika untuk pemetaan alur pelayaran pelabuhan, maka interval lajur
perum (i) sebesar 25 meter (

1
( meter ) 2500 ).
100

III-5

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI

Berdasarkan standard IHO untuk survey hidrografi tentang skala survei


dan kerapatan pemeruman merekomendasikan bahwa Pada prinsipnya
jarak antara lajur perum utama harus tidak melebihi 10 mm pada skala
survey.
3) Sistem proyeksi
Dalam setiap pekerjaan pengerukan alur/kolam pelabuhan Tanjung Priok
sesuai dengan ketentuan yang diminta oleh planner, PT.(Persero)
Pelabuhan Indonesia II, maka proyeksi yang digunakan adalah sistem
koordinat UTM.
4) Datum vertikal dan horizontal
Untuk survei batimetri, referensi yang digunakan untuk datum vertikal
diikatkan pada tinggi dermaga yang menggunakan datum MLWS (Mean
Low Water Spring). Sedangkan datum horizontal yang menjadi referensi
pengukuran posisi menggunakan ellipsoid WGS 84 (datum global).
3.2

Pengamatan Pasut

Pasut merupakan gerakan vertikal dari permukaan air laut yang terjadi secara
periodik. Gerakan vertikal tersebut dipengaruhi oleh beberapa pengaruh, antara
lain:
1) Gaya tarik benda-benda langit, terutama bulan dan matahari.
2) Gaya gravitasi bumi.
3) Gaya sentripetal akibat rotasi bumi.
Besar kecilnya gaya yang menghasilkan gerakan vertikal tersebut tergantung juga
pada lokasi titik di Bumi. Untuk lebih jelasnya, perhatikan Gambar 3.2.

III-6

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI

Bulan

Bumi

Matahari

Keterangan
: arah gaya-gaya atraksi
: permukaan air laut sesaat

Gambar 3.2 Pengaruh gaya tarik-menarik antara bulan, bumi dan matahari
terhadap permukaan air laut

Diantara gaya-gaya penyebab pasut, maka gaya tarik bulan dan matahari paling
berpengaruh terhadap permukaan air laut. Kedudukan bumi, bulan dan matahari
selalu berubah secara periodik sehingga pasut di permukaan bumi berfluktuasi
secara periodik pula. Tujuan pengamatan pasut pada umumnya terkait untuk
keperluan, antara lain: (Djunaedi Mulyawan, 1990)
1) Penentuan muka air laut rata-rata (MSL) dan konstanta harmonik pasut.
2) Penentuan Chart Datum (CD) berdasarkan konstanta yang didapat
sebelumnya. CD/MSL digunakan sebagai bidang referensi ketinggian titiktitik di darat dan kedalaman titik-titik di bawah permukaan laut.
3) Analisa dan prediksi pasut pada daerah yang disurvei, sehingga dapat
digunakan untuk keperluan rekayasa, keselamatan navigasi, dan lain-lain.
Pengamatan pasut dilakukan dengan mengamati tinggi muka air laut dalam
interval waktu tertentu. Maksudnya yaitu untuk menentukan komponenkomponen pasut, muka air laut rata-rata dan reduksi surutan terhadap muka
surutan (Chart Datum (CD)). Pengamatan pasut ini dilakukan secara bersamaan
dengan pelaksanaan survei batimetri.
Pengamatan pasut dilakukan dengan memanfaatkan rumah pasut yang berada di
dermaga pelabuhan Tanjung Priok. Pada pelaksanaannya biasanya pengamatan
pasut dilakukan dengan alat : (Aris Rismanto, 2001)

III-7

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI

1) Palem (tongkat berskala),


2) Automatic Tide Gauge tipe pelampung, atau
3) Automatic Tide Gauge tipe tekanan.
Untuk mendapatkan data pasut yang baik, maka harus diperhatikan adalah
pemilihan lokasi pengamatan, pendirian stasiun pasut serta cara pengambilan data
dan metode pengolahannya. Data yang dikumpulkan dalam pengamatan pasut
antara lain:
1) Lokasi stasiun (rumah) pasut yang di dalamnya terdapat automatic tide
gauge, pada Gambar 3.3 disajikan gambar rumah pasut yang digunakan
pada pengukuran batimetri di Pelabuhan Tanjung Priok
2) Waktu standar yang digunakan yaitu WIB
3) Bacaan ketinggian muka air laut pada rambu pasut setiap 15 menit secara
terus-menerus selama survei batimetri berlangsung
4) Waktu pengamatan: jam, tanggal, bulan dan tahun pengamatan
5) Sketsa keadaan lokasi rambu

Gambar 3.3 Rumah pasut yang digunakan pada pengamatan pasut

III-8

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI

3.3

Survey Batimetri Untuk Aplikasi Pekerjaan Pengerukan

Survey batimetri dalam pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan memiliki


peran yang sangat penting. Pada setiap pekerjaan pengerukan biasanya dilakukan
lebih dari sekali pelaksanaan survey batimetri. Umumnya pelaksanaan survey
batimetri terdiri dari 3 periode, yaitu: dalam rangka check sounding (dilakukan
sebelum pekerjaan pengerukan dimulai), progress sounding (sebagai kontrol
selama pekerjaan pengerukan dilakukan), dan final sounding (sebagai pembuktian
bahwa alur pelayaran yang dikeruk telah sesuai dengan ketentuan bagi alur
pelayaran pelabuhan). Segala ketentuan/spesifikasi teknis yang berlaku untuk
pelaksanaan setiap survey batimetri tergantung pada perjanjian awal antara pihak
kontraktor dengan pihak owner.
Tujuan utama pelaksanaan survey batimetri dalam pekerjaan pengerukan alur
pelayaran pelabuhan adalah untuk mengetahui bentuk/profil dasar laut yang
dikeruk. Data batimetri memberikan informasi kedalaman dasar laut atau obyek
apapun yang berada diatasnya, terhadap permukaan air laut. Sehingga dari peta
batimetri tersebut dapat dihitung volume material dasar laut yang dikeruk.
Disinilah peran hidrografi sangat penting dalam pelaksanaan pekerjaan
pengerukan. Pada gambar 3.4 dijelaskan peralatan yang digunakan dalam survey
batimetri di alur pelayaran pelabuhan Tanjung Priok.

III-9

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI

Gambar 3.4 Peralatan survei batimetri alur pelayaran Pelabuhan Tanjung Priok
Keterangan:
(a) Transduser
(b) Software Navigation
(c) Global Positioning System
(d) Alat Perum Gema menyajikan data kedalaman pada kertas rekaman perum gema
(e) Accumulator sebagai sumber energi listrik
(f)

Antena GPS yang dipasang di Wahana apung

(g) Pelat baja digunakan untuk koreksi barcheck

Pada pemasangan echosounder hal yang harus diperhatikan antara lain:


1) Konstruksi penyangga transduser dibuat sedemikian rupa sehingga
transduser benar-benar dapat dipasang tegak lurus bidang permukaan laut.
2) Transduser dipasang disamping wahana apung dan terletak di tengah
(antara bagian halaman dan buritan) agar pengaruh gelombang dari arah
depan kapal (pitch) minimum terhadap kedudukan transduser.
3) Sarat transduser diatur sedemikian rupa sehingga apabila kapal diayun
ombak, transduser tetap berada dibawah permukaan air.
Prinsip dasar penentuan kedalaman dengan echosounder adalah pengukuran
waktu tempuh gelombang suara yang merambat dari alat perum gema hingga
menyentuh dasar laut, dan dipantulkan kembali ke echosounder. Waktu tempuh
tersebut dikonversikan menjadi satuan jarak melalui perkalian dengan kecepatan
gelombang akustik. Gelombang akustik digunakan karena sangat baik merambat
dalam medium air. Secara matematis, dapat ditulis:
1
D = V t
2

III-10

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI

dimana,
D

: Kedalaman yang terukur

: Kecepatan gelombang suara dalam media air laut

: Interval waktu saat pemancaran dengan saat penerimaan


gelombang suara pada echosounder

Pelaksanaan Bar Check dilakukan untuk mengoreksi kedalaman yang tertera pada
alat hingga sesuai dengan kedalaman yang sebenarnya. Bar Check sebaiknya
dilakukan pada perairan yang tenang serta kedalaman yang terbesar dari daerah
survei. Secara ideal, Bar Check dilakukan sampai kedalaman maksimum dari
daerah survei. Oleh karena keterbatasan kelengkapan peralatan, biasanya hanya
dapat sampai kedalaman 20 meter saja.
Piringan Bar Check diturunkan tepat dibawah transduser secara bertahap pada
selang kedalaman tertentu, misalnya setiap 1 atau 2 meter, untuk memberi
kesempatan perekaman jejak gema. Setelah piringan turun hingga posisi yang
paling dalam, amati jejak gema hingga setiap jejak telah tepat berada pada posisi
yang seharusnya.
3.4

Pengolahan Data

3.4.1

Penentuan posisi horizontal fix perum

Survey batimetri adalah pekerjaan penentuan kedalaman dasar laut atau obyek
apapun yang berada diatasnya, terhadap permukaan air laut. Untuk dapat
mengetahui posisi pengukuran-pengukuran kedalaman, tentu saja diperlukan
penentuan posisi untuk titik-titik sounding tersebut.
Pada pelaksanaan survey batimetri untuk pekerjaan pengerukan alur pelayaran
pelabuhan Tanjung Priok, metode pengukuran posisi horizontal yang digunakan
yaitu metode satelit (absolute positioning). Penentuan posisi metode absolute ini

III-11

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI

umumnya menggunakan data pseudorange serta dimaksudkan untuk aplikasiaplikasi yang menuntut ketelitian yang tinggi sehingga metode ini sering
diaplikasikan untuk keperluan navigasi.
Pengukuran kedalaman dilakukan dengan alat Echosounder yang merekam secara
terus-menerus/continue, sehingga penentuan posisi pun dilakukan secara periodik
sepanjang lajur pemeruman. Titik-titik yang ditentukan posisinya (secara
periodik) disebut dengan titik Fix Perum. Sedangkan titik-titik lainnya yang
berada diantara titik-titik fix Perum dapat ditentukan posisinya bila perlu dengan
cara interpolasi dari titik-titik Fix Perum tersebut.
Pengukuran kedalaman laut lebih rumit dibandingkan dengan pengukuran
topografi di darat. Hal ini disebabkan karena pengukuran kedalaman laut
dilakukan di atas wahana apung seperti perahu yang bergerak. Pergerakan yang
terjadi dapat dikarenakan oleh wahana itu sendiri maupun permukaan air laut itu
sendiri yang selalu bergerak vertikal dan horizontal. Kondisi seperti itu
menyebabkan setiap pengukuran kedalaman diperlukan pula penentuan posisinya
pada saat yang bersamaan. Sehingga posisi kedalaman yang diperoleh akan dapat
ditentukan pula posisinya.
Penentuan posisi metode absolut memiliki prinsip reseksi dengan jarak ke
beberapa satelit sekaligus dan hanya membutuhkan satu receiver GPS. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 3.5. Dalam penentuan posisi horisontal fix
perum, maka pengolahan datanya dapat dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak (software); misalnya Software HYDROpro.

III-12

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI

Gambar 3.5 Metode absolute positioning untuk penentuan posisi horizontal fix perum

3.4.2

Pengolahan Data Pasut

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa karakteristik pasut memiliki


fluktuasi secara periodik, maka harga kedalaman suatu titik senantiasa berubah
setiap waktu. Oleh karena itu dalam pekerjaan survei batimetri, setiap hasil
pengukuran kedalaman harus direduksi terhadap bidang referensi (Chart
Datum/MSL), seperti dijelaskan pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Bentuk geometri reduksi kedalaman

III-13

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI


Keterangan
rt

: besarnya reduksi pasut yang diberikan kepada hasil pengukuran kedalaman pada saat t.

TWLt

: kedudukan permukaan laut sebenarnya (True Water Level) pada saat t.

MSL

: kedudukan permukaan laut rata-rata (Mean Sea Level).

Zo

: kedalaman muka surutan dibawah MSL.

CD

: Chart Datum.

3.4.3

Pengolahan Data Kedalaman

Pengolahan data kedalaman bertujuan untuk mendapatkan data kedalaman


sebenarnya. Proses yang dilakukan yaitu dengan memberikan koreksi terhadap
data-data ukuran kedalaman. Proses pengolahan data kedalaman dilakukan secara
dijital melalui pembacaan data kedalaman dari software navigasi yang
digabungkan dengan data logger sebagai sistem penyimpanan data kedalaman.
Pada dasarnya, prinsip pembacaan kedalaman ukuran yang dilakukan pada
metode dijital sama dengan metode konvensional pembacaan kedalaman ukuran
yang dilakukan pada kertas rekaman perum gema (echogram). Pembacaan
kedalaman dilakukan pada garis fix mark (kedalaman fix) dan kedalaman diantara
dua garis fix mark (kedalaman minuten). Pada proses pembacaan kedalaman pada
garis fix mark dapat diperoleh; data waktu, nomor fix dan data kedalaman ukuran.
Untuk kedalaman minuten diperoleh data ukuran kedalaman. Data hasil
pembacaan kedalaman ukuran ini kemudian disusun dalam tabel dengan format
seperti dalam Tabel 3.1. Pada metode dijital, data waktu,

nomor fix dan

kedalaman ukuran sudah dalam bentuk dijital yang selain disimpan dalam bentuk
sebuah berkas yang dapat dibaca oleh komputer, juga dapat ditampilkan secara
real time.
Tabel 3.1 Penyajian data kedalaman ukuran
Waktu

No.Fix

.
.

.
.

KedalamanUkuran
(meter)
..
..

III-14

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI

Informasi kedalaman yang diperoleh dari echosounder berupa profil dasar laut
sepanjang jalur perumnya. Namun, perlu diketahui bahwa informasi kedalaman
yang diberikan tersebut masih merupakan data mentah yang masih harus
direduksi. Sehingga untuk memperoleh kedalaman yang sebenarnya perlu
diberikan beberapa koreksi, antara lain koreksi alat dan koreksi pasut.
3.4.4

Perhitungan Volume Material yang akan dikeruk

Fundamental perhitungan volume tentu saja tidak terlepas dari komponenkomponen pembentuknya yaitu luas dan jarak terhadap bidang luas. Sehingga
diperlukan perhitungan komponen-komponen tersebut untuk dapat menentukan
volume material di dasar laut yang harus dikeruk. Terdapat berbagai macam
metode perhitungan volume, antara lain: metode grid dan prismoid. Perhitungan
volume material yang akan dikeruk dilakukan dengan metode grid.
3.4.4.1 Metode Prismoid
Perhitungan volume material yang akan dikeruk dilakukan dengan dua tahap
yakni: perhitungan luas penampang melintang serta jarak terhadap bidang luas
tersebut. Perhatikan gambar 3.7 bentuk geometri perhitungan volume.

A3
A2
A1

d
D

Gambar 3.7 Bentuk geometri perhitungan volume

III-15

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI

Untuk bentuk geometri yang memiliki banyak penampang misalnya A1, A2, A3,
, An yang masing-masing dipisahkan oleh suatu jarak yaitu d maka penentuan
volume diuraikan sebagai berikut ini. Pada suatu bentuk geometri ruang diambil
tiga penampang pertama yang ditentukan volume dengan rumus volume untuk
Prismoid, yaitu :

V1 =

2d
( A1 + 4 A2 + A3 )
6

dimana 2d adalah panjang prismoid (D).


Dengan cara yang sama maka volume prismoid kedua adalah
V2 =

2d
( A3 + 4 A4 + A5 )
6

Prismoid terakhir,

Vn =

2d
( An2 + 4 An1 + An )
6

Sehingga, volume total akan didapat dengan menjumlahkan keseluruhan prismoid


yaitu:

Vn =

d
( A1 + 4 A2 + 2 A3 + ... + 2 An 2 + 4 An 1 + An )
3

dimana
d

= jarak antar luas penampang melintang

A1, A2, A3, , An

= luas penampang melintang

III-16

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI

Perhitungan Luas Penampang Melintang


Dasar perhitungan luas penampang melintang yang dilakukan yaitu menggunakan
hitungan luas metode angka kedalaman. Dari data batimetri setelah koreksi,
selanjutnya dibentuk penampang melintang dasar laut seperti di bawah ini.

Profildasarlaut
Materiyangharusdikeruk
Desainkedalaman

Gambar 3.8 Bentuk geometri perhitungan luas penampang melintang

Nilai Xi didapat dari posisi titik fix perum dan Zi merupakan selisih angka desain
kedalaman dengan angka kedalaman dari hasil pengolahan data batimetri.
Sedangkan desain kedalaman untuk alur pelayaran pelabuhan Tanjung Priok
sebesar 14 meter. Sehingga, luas penampang melintang akan dihitung dengan
menjumlahkan setiap luas trapesium dari suatu penampang melintang.

Gambar 3.9 Bentuk penampang melintang dari salah satu lajur perum utama
Keterangan
: Garis profil dasar laut dari angka kedalaman pada Peta Batimetri
: Garis desain kedalaman alur pelayaran pelabuhan Tanjung Priok
- 8.50

: Angka kedalaman pada Peta Batimetri

- 14.00

: Angka Desain Kedalaman alur pelayaran pelabuhan Tanjung Priok

Dari gambar diatas dapat diartikan bahwa garis profil dasar laut yang berada
diatas garis batas desain kedalaman merupakan profil dasar laut yang belum aman
dan harus dikeruk. Dengan demikian, luas penampang melintang yang dihitung

III-17

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI

adalah luasan yang berada dibawah garis profil dasar laut dan diatas garis desain
kedalaman.
3.4.4.2 Metode Grid
Penentuan volume material yang akan dikeruk dilakukan dengan cara membentuk
suatu geometrik tertentu. Dengan memanfaatkan angka kedalaman pada peta
batimetri, maka ditentukan bentuk geometrik luasan yang mewakili kedalaman
yang belum aman. Pengertian kedalaman yang belum aman adalah angka-angka
kedalaman yang belum mencapai batas desain kedalaman alur pelayaran
pelabuhan Tanjung Priok, yakni sebesar 14 meter. Bentuk geometrik yang dibuat
terdiri dari bentuk grid segitiga dan segiempat. Volume tiap grid adalah selisih
rata-rata angka kedalaman yang berada di dalam area grid dengan desain
kedalaman alur pelayaran pelabuhan Tanjung Priok dikalikan dengan luas
alasnya.
Volume = A Z rata rata
Untuk lebih jelasnya, perhatikan Gambar 3.10
Zi

A
Cara Segitiga

ZDesain
Penampang melintang

Gambar 3.10 Bentuk geometri perhitungan volume dengan grid segitiga

III-18

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI


Keterangan
: Profil dasar laut
Z

: Selisih antara desain kedalaman dengan angka kedalaman pada peta batimetri

Zi

: Angka-angka kedalaman pada Peta Batimetri

ZDesain

: Desain kedalaman sebesar 14 meter

: Luas segitiga

Menghitung Luas Alas Bentuk Grid Segitiga


Dengan mengukur sisi-sisi dari grid segitiga yang telah dibentuk pada peta
batimetri dengan menggunakan penggaris dan memperhitungkan skala peta, maka
akan didapat a, b, dan c. Dengan menggunakan persamaan:

LuasSegitiga = s(s a )(s b )(s c )

s=

dimana,

1
(a + b + c )
2

maka akan didapat luas alas grid segitiga. Untuk lebih jelasnya, perhatikan
Gambar 3.11.

Garis kontur
Batas alur Pelabuhan
Tanjung Priok

Gambar 3.11 Bentuk grid segitiga pada peta batimetri

III-19

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI

Menghitung Luas Alas Bentuk Grid Segiempat


Sama seperti menghitung luas alas bentuk grid segitiga, namun sisi-sisi yang
didapat dari pengukuran adalah a, b, c, dan d. Pada dasarnya, perhitungan luas
merupakan hasil perkalian panjang (p) dan lebar (l). Jika segiempat yang dibentuk
tidak beraturan, maka yang dimaksud panjang (p) adalah rata-rata panjang hasil
pengukuran dan lebar (l) adalah rata-rata lebar hasil pengukuran. Untuk lebih
jelasnya, perhatikan persamaan berikut:

LuasSegiem pat =

1
[(b + d )(a + c )]
2

Garis kontur

Batas alur Pelabuhan


Tanjung Priok

Gambar 3.12 Bentuk grid segiempat pada peta batimetri

III-20

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI

3.5

Hasil Perhitungan

3.5.1

Tahap Check Sounding

Pada dasarnya, tahap Check Sounding dilakukan oleh PT.(Persero) Pelabuhan


Indonesia II. Peta batimetri yang dihasilkan pada tahap ini selanjutnya dijadikan
acuan dalam menghitung volume material yang akan dikeruk.
Berdasarkan kesepakatan bersama telah ditentukan bentuk geometri yang sesuai
dalam menghitung volume material yang akan dikeruk. Agar lebih jelas, disajikan
lampiran Peta Batimetri hasil Check Sounding. Didapat dari perhitungan jumlah
volume sebesar 138.675,71 m3 (Seratus tiga puluh delapan ribu enam ratus tujuh
puluh lima koma tujuh puluh satu meter kubik) situsoil yang harus dikeruk. Secara
visual, perhatikan Gambar 3.13 Grafik perhitungan volume tahap Check
Sounding. Dari gambar tampak pada spot 12 terdapat anomali, hal itu
menunjukkan bahwa spot 12 memiliki volume pengerukan terbesar dibanding
spot lainnya.

Volumematerialyangakandikeruk
(m3)

GrafikPerhitunganVolumeTahapCheckSounding
35,000.00
30,000.00
25,000.00
20,000.00
15,000.00
10,000.00
5,000.00
0.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223
Spot/pias

Gambar 3.13 Hasil perhitungan volume tahap Check Sounding

III-21

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI

3.5.2

Tahap Progress Sounding

Berdasarkan acuan yang digunakan dari tahap Check Sounding, maka didapat dari
perhitungan volume sebesar 47.132,00 m3 (Empat puluh tujuh ribu seratus tiga
puluh dua meter kubik) situsoil yang harus dikeruk setelah Progress Sounding.
Agar lebih jelas, perhatikan Gambar 3.14 Hasil perhitungan volume tahap
Progress Sounding. Jika dibandingkan dengan tahap check sounding, maka setiap
spot (area pengerukan) mengalami penurunan volume material. Hal itu karena
telah dilakukannya pengerukan di tiap spot.

Volumematerialyangakandikeruk
(m3)

GrafikPerhitunganVolumeTahapProgressSounding
35,000.00
30,000.00
25,000.00
20,000.00
15,000.00
10,000.00
5,000.00
0.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223
Spot/pias

Gambar 3.14 Hasil perhitungan volume tahap Progress Sounding

III-22

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI

III-23

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI

III-24

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEY HIDROGRAFI

III-25

Anda mungkin juga menyukai