Anda di halaman 1dari 11

SEJARAH DAN DASAR-DASAR

PENYIARAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar-Dasar Penyiaran

DISUSUN OLEH :
Mochammad Rizki Syaifullah
Dosen Pengampu :
Heri Sunarno, S.Sos, M.Si.

ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN
2016

A. PENGERTIAN PENYIARAN
Kata siaran merupakan padanan dari kata broadcast dalam bahasa Inggris.Undangundang Penyiaran memberikan pengertian siaran sebagai pesan atau rangkaian pesan dalam
bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik
yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima
siaran. Sementara penyiaran yang merupakan padanan kata broadcasting memiliki
pengertian sebagai : kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau
sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi
radio (sinyal radio) yang berbentuk gelombang elektromagnetik yang merambat melalui
udara, kabel, dan atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan
oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.
Pada sisi lain broadcasting mengandung makna a medium that disseminates via
telecommunications atau taking part in a radio or tv program, sehingga broadcasting dapat
didefinisikan sebagai penyebarluasan informasi berupa gambar bergerak dan suara serta
multimedia melalui media elektronik. Beberapa definisi lain menyebutkan bahwa pengertian
broadcastingadalah distribusi audio dan / atau video yang mengirimkan sinyal program
untuk penonton.
PENGERTIAN PENYIARAN MENURUT BEBERAPA AHLI.
Ben H. Hennekeseorang ahli radio mengartikan penyiaran adalah Penyiaran tidak lain
adalah hanya suatu usaha untuk mengkomunikasikan informasi untuk
memberitahukan sesuatu. Meskipun informasi tersebut dapat mencapai jutaan
pendengar, namun ditujukannya pada pendengar secara perorangan dan komunikasi
tersebut sempurna bila pendengar mendengarkan, mengerti, dan merasa tertarik, lalu
melakukan apa yang ia dengar tersebut.
J. B. Wahyudi (1996) penyiaran adalah: Proses komunikasi suatu titik ke audiens,
yaitu suatu proses pengiriman informasi dari seseorang atau produser (profesi) kepada
masyarakat melalui proses pemancaran elektromagnetik atau gelombang yang lebih
tinggi.
Menurut Undang-Undang Nomor 32, Tahun 2002 Penyiaran yang disebut
broadcasting memiliki pengertian sebagai kegiatan pemancarluasan siaran melalui
sarana pemancaran dan atau sarana transmisi di darat, di laut, dan di antariksa dengan
menggunakan spectrumfrekwensi radio (sinyal radio) yang berbentuk gelombang
elektromagnetik yang merambat melalui udara, kabel danatau media lainnya untuk
dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangakat
penerima siaran.
Dengan demikian menurut definisi di atas maka terdapat lima syarat mutlak yang harus
dipenuhi untuk dapat terjadinya penyiaran. Jika salah satu syarat tidak ada maka tidak dapat
disebut penyiaran. Kelima syarat itu jika diurut berdasarkan apa yang pertama kali harus
diadakan adalah sebagai berikut:

1. Tersedia spektrum frekuensi radio.


2. Tersedia sarana pemancaran (transmisi)
3. Tersedia perangkat penerima siaran (receiver).
4. Tersedia siaran (program atau acara)
5. Dapat diterima secara serentak/bersamaan
B. JENIS-JENIS PENYIARAN.
1.

PENYIARAN RADIO.

Radio adalah teknologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal dengan cara modulasi
dan radiasi elektromagnetik (gelombang elektromagnetik). Gelombang ini melintas dan
merambat lewat udara dan bisa juga merambat lewat ruang angkasa yang hampa udara,
karena gelombang ini tidak memerlukan medium pengangkut (seperti molekul
udara)Pengertian Radio menurut ensiklopedi Indonesia yaitu: penyampaian informasi
dengan pemanfaatan gelombang elektromagnetik bebas yang memiliki frequensi kurang dari
300 GHz (panjang gelombang lebih besar dari 1 mm). Sedangkan istilah radio siaran atau
siaran radio berasal dari kata radio broadcast (Inggris) atau radio omroep (Belanda)
artinya yaitu penyampaian informasi kepada khalayak berupa suara yang berjalan satu arah
dengan memanfaatkan gelombang radio sebagai media.
Menurut Peraturan Pemerintah No : 55 tahun 1977, Radio Siaran adalah pemancar radio
yang langsung ditujukan kepada umum dalam bentuk suara dan mempergunakan gelombang
radio sebagai media. Sedangkan menurut Versi Undang-undang Penyiaran no 32/2002 :
kegiatan pemancar luasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di
darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara,
kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh
masyarakat dengan perangkat penerima siaran, yang dilakukan secara teratur dan
berkesinambungan.
2.

PENYIARAN TELEVISI.

Gambar televisi pertama muncul pada tahun 1920 di Amerika serikat, sedangkan bentuk
pesawat televisi pertama muncul di sebuah pameran New York Worlds Fair di tahun 1939
dengan ukuran tv 8 x 10 inch. Sistem televisi elektric sendiri diciptakan oleh Vladimir
Katajev Zworykin dan dikembangkan lagi pada tahun 1930 oleh Philo T. Fransworth. Jika
dilihat dari sejarahnya dunia broadcast tv yang berkembang pesat tentu memang adalah
Negara Amerika dan Negara-negara Eropa sampai hari ini.
Namun munculnya TV swasta di tahun 1990-an di Indonesia membuat kebijakan
pemerintah mengenai televisi berubah secara mendasar, dimana monopoli siaran televisi tidak
terulang kembali. Kini sejak era siaran tv swasta semarak perkembangan dunia broadcasting
tv pun semakin maju terutama di pertelevisian Indonesia yang jika disimpulkan tv di
Indonesia terbagi atas empat yakni: Televisi Negara/ Pemerintah, Televisi Swasta, Televisi

Komunitas, Televisi Berlangganan. Keempatnya mempunyai potensi untuk berkembang dan


menjadi sarana penyampaian informasi, hiburan dan pendidikan.
Namun demikian setiap televisi mengadakan siaran dengan berbagai macam jenis
program acara baik drama, nondrama dan news. Di tahun 2003 secara serentak tv swasta
nasional bermunculan, hal ini tentu membutuhkan program acara yang semakin banyak pula.
Pola inilah yang membentuk dituntutnya tenaga-tenaga ahli (kreatif ) yang mampu membuat
program acara televisi secara simultan dan kontinu, sebab televisi tanpa program acara tidak
akan pernah ada siaran televisi. Di samping itu televisi memilki karakteristik yang unik antara
lain: pesan yang disampaikan untuk khalayak luas, heterogen dan tidak mengenal batas
geografis ataupun kultural, bersifat umum, tidak ditujukan untuk pribadi, cepat, selintas,
berjalan satu arah, terorganisasi, periodik dan terarah serta mencakup berbagai aspek
kehidupan. Dibanding media lain seperti radio, surat kabar, majalah, buku dan lain
sebagainya televisi memiliki sifat yang istimewa. Dimana televisi menggabungkan antara
media suara (audio) dan gambar (visual), selain itu televisi bisa bersiafat: informatif
(information), menghibur (entertainment), mendidik (education), politis (propaganda) atau
bahkan gabungan keempatnya.
C. SEJARAH PENYIARAN DUNIA
Sejarah media penyiaran dunia dimulai ketika ahli fisika Jerman bernama Heinrich Hertz
pada tahun 1887 berhasil mengirim dan menerima gelombang radio. Upaya Hertz kemudian
dilanjutkan oleh Guglielmo Marconi (1874-1937) dari Italia yang sukses mengirimkan sinyal
morse berupa titik dan garis dari sebuah pemancaran kepada alat penerima. Sinyal yang
dikirim Marconi itu berhasil menyeberangi Samudra Atlantik pada tahun 1901 dengan
menggunakan gelombang elektromagnetik.Heinrich Hertz Sebelum Perang Dunia I meletus,
Reginald Fessenden dengan bantuan perusahaan General Elektric Corporation Amerika
berhasil menciptakan pembangkit gelombang radio kecepatan tinggi yang dapat mengirim
suara manusia dan juga musik. Sementara itu tabung hampa udara yang ketika itu bernama
audion berhasil pula diciptakan.Penemuan audio menjadikan penerimaan gelombang radio
menjadi lebih mudah.
Radio Pertama di DuniaRadio awalnya cenderung diremehkan dan perhatian kepada
penemuan baru itu hanya terpusa sebagai alat teknologi transmisi. Radio lebih banyak
digunakan oleh militer dan pemerintahan untuk kebutuhan penyampaian informasi dan
berita.Radio lebih banyak dimanfaatkan para penguasa untuk tujuan yang berkaitan dengan
ideologi dan politik secara umum. Peran radio dalam menyampaikan pesan mulai diakui pada
tahun 1909 ketika informasi yang dikirimkan melalui radio berhasil menyelamatkan seluruh
penumpang kapal laut yang mengalami kecelakaan dan tenggelam.Radio menjadi medium
yang teruji dalam menyampaikan informasi yang cepat dan akurat sehingga semua orang
mulai melirik media ini. Pesawat radio pertama kali diciptakan, memiliki bentuk yang besar
dan tidak menarik serta sulit untuk digunakan karena menggunakan tenaga listrik dari baterai
yang berukuran besar.Menggunakan pesawat radio ketika itu membutuhkan kesabaran dan
pengetahuan elektronik yang memadai. Tahun 1926, perusahaan manufaktur radio berhasil
memperbaiki kualitas produknya.Pesawat radio sudah menggunakan listrik yang ada dirumah
hingga lebih praktis.Menggunakan dua knop untuk mencari sinyal, antena dan

penampilannya yang lebih baik menyerupai peralatan furniture. Tahun 1925 sampai dengan
tahun 1930, sebanyak 17 juta pesawat radio terjual kepada masyarakat dan dimulailah era
radio menjadi media massa.Siaran radio pertama Stasiun pertama muncul ketika seorang ahli
teknik nernama Frank Conrad di Pittsbrugh AS, pada tahun 1920 secara iseng-iseng sebagai
bagian hobi, membangun sebuah pemancar radio digarasi rumahnya. Conrad menyiarkan
lagu-lagu, mengumumkan hasil pertandingan olahraga dan menyiarkan instrumen musik yang
dimainkan putranya sendiri.Dalam waktu singkat, Conrad berhasil mendapatkan banyak
pendengar seiring juga meningkatnya penjualan pesawt radio ketika itu. Stasiun radio yang
dibangun Conrad itu kemudian diberi nama KDKA dan masih mengudara hingga saat ini,
menjadikannya sebagai stasiun radio tertua di Amerika dan mungkin juga di dunia.
Seiring dengan munculnya berbagai stasiun radio, peran radio sebagai media massa
semakin besar dan mulai menunjukkan kekuatannya dalam mempengaruhi masyarakat. Pada
tahun 1983, masyarakat Manhattan, New Jersey, Amerika Serikat panik dan geger serta
banyak yang mengungsi keluar kota ketika stasiun radio CBS menayangkan drama radio
uyang menceritakan makhluk ruang angkasa menyerang bumi. Meskipun sudah dijelaskan
bahwa peristiwa penyerbuan itu hanya ada dalam siaran radio.Namun kebanyakan penduduk
tidak langsung percaya.Dalam sejarah siaran, peristiwa itu dicatat sebagai efek siaran paling
dramatik yang oernah terjadi di muka bumi.
D. SEJARAH PENYIARAN NASIONAL
Tahun 1925, pada masa pemerintahan Hindia Belanda Prof. Komans dan Dr. De Groot
berhasil melakukan komunikasi radio dengan menggunakan stasiun radio di Malabar, Jawa
Barat. Kejadian ini kemudian diikuti dengan berdirinya Batavia Radio Vereniging dan Nirom.

Batavia Radio Vereniging

Tahun 1930 amatir radio di Indonesia telah membentuk organisasi yang menamakan
dirinya NIVERA (Nederland Indische Vereniging Radio Amateur) yang merupakan
organisasi amatir radio pertama di Indonesia. Berdirinya organisasi ini disahkan oleh
pemerintah Hindia Belanda.Masa penjajahan Jepang tidak banyak catatan kegiatan amatir
radio yang dapat dihimpun.Kegiatan radio dilarang oleh pemerintahan jajahan Jepang namun
banyak di antaranya yang melakukan kegiatannya dibawah tanah secara sembunyi-sembunyi
dalam upaya mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tahun 1945 tercatat seorang
amatir radio bernama Gunawan berhasil menyiarkan naskah proklamasi kemerdekaan
indonesia dengan menggunakan perangkat pemancar radio sederhana buatan sendir.
Tindakan itu sangat dihargai oleh Pemerintah Indonesia.Radio milik gunawan menjadi
benda yang tidak ternilai harganya bagi sejarah perjuangan kemerdekaan Imdonesia dan
sekarang disimpan di Museum Nasional Indonesia. Akhir tahun 1945 sudah ada organisaasi
yang menamakan dirinya PRAI (Persatoean Radio Amatir Indonesia). Dan pada periode
tahun 1945 banyak para amatir radio muda yang membuat sendiri perangkat radio
transceiver yang dipakai untuk berkomunikasi antar Pulau Jawa dan Sumatera tempat
pemerintah semantar RI berada.Antara tahun 1945 sampai dengan tahun 1950 amatir radio
juga banyak berperan sebagai radio laskar. Periode tahun 1950 hingga 1952 amatir Indonesia
membentuk PARI (Persatuan Amatir Radio Indonesia). Namun pada tahun 1952, pemerintah

yang mulai reprensif mengeluarkan ketentuan bahwa pemancar radio amatir dilarang
mengudara kecuali pemancar radio milik pemerintah dan bagi stasiun yang melanggar
dikenakan sanksi subverdif.Kegiatan amatir radio terpaksa dibekukan pada kurun waktu
antara tahun 1952-1965. Pembekuan tersebut diperkuat dengan UU No. 5 tahun 1964 yang
mengenakan sanksi terhadap mereka yang memiliki radio pemancar tanpa seijin pihak yang
berwenang. Namun ditahun 1966, seiring dengan runtuhnya Orde Lama, antusias amatir radio
untuk mulai mengudara kembali tidak dapat dibendung lagi.
Tahun 1966 mengudara radio Ampera yang merupakan sarana perjuangan persatuanpersatuan aksi dalam perjuangan Orde Baru. Muncul pula berbagai stasiun radio laskar
Ampera dan stasiun radio lainnya yang melakukan kegiatan penyiaran.Stasiun-stasiun radio
tersebut menamakan dirinya sebagai radio amatir. Peda periode tahun 1966-1967,diberbagai
daerah terbentuklah organisasi-organisasi amatir radio. Pada 9 Juli 1968, berdirilah
Organisasi Radio Amatir Republik Indonesia (ORARI).

R R I (Radio Republik Indonesia)

Rapat yang dihadiri para tokoh yang sebelumnya aktif mengoperasikan beberapa stasiun
radio Jepang sepakat mendirikan Radio Republik Indonesia (RRI) pada tanggal 11 September
1945 di enam kota. Rapat juga sepakat memilih Dokter Abdulrahman Saleh sebagai
pemimpin umum RRI yang pertama. Selain itu, rapat juga menghasilkan siatu deklarasi yang
terkenal dengan sebutan piagam 11 September 1945, yang berisi 3 butir komitmen tugas dan
fungsi RRI yang kemudian dikenal dengan Tri Prasetya RRI yang antara lain merefleksikan
komitmen RRI untuk bersikap netral untuk tidak memihak kepada salah satu aliran,
keyakinan, partai, atau golongan. Dewasa ini, stasiun RRI mempunyai 52 stasiun penyiaran
dan stasiun penyiaran khusus yang ditujukan keluar negeri dalam 10 bahasa. Kecuali di
Jakarta, RRI di daerah hampir selulurhnya menyelenggarakan siaran dalam 3 program yaitu
Program Daerah yang menlayani segmen masyarakat yang luas sampai pedesaan. Program
Kota (Pro II) yang melayani masyarakat di perkotaan dan Program III (Pro III) yang
menyajikan Berita dan Informasi (News Chanel) kepada masyarakat luas.

TELEVISI (TVRI)

Siaran televisi di indonesia dimulai pada tahun 1962 saat TVRI menayangkan secara
langsung upacara hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia ke-17 pada 17 Agustus 1962.
Siaran itu masih terhitung siaran percobaan.Siaran resmi TVRI baru dimulai 24 Agustus 1962
jam 14.30 WIB yang menyiarkan secara langsung upacara pembukaan Asean Games IV dari
stadion utama Gelora Bung Karno.
Logo TVRI Pertama Sejak itu pula Televisi Republik Indonesia yang disingkat TVRI
dipergunakan sebagai panggilan stasiun (stasiun call) hingga sekarang. Selama tahun 19621963 TVRI berada diudara rata-rata satu jam sehari dengan segala kesederhanaannya. Sejalan
dengan kepentingan pemerintah dan keinginan rakyat Indonesia yang tersebar diberbagai
wilayah agar dapat menerima siaran televisi, maka pada tanggal 16 Agustus 1976 Presiden
Soeharto meresmikan penggunaan saatelit Palapa untuk telekomunikasi dan siaran televisi.

Dalam perkembangannya, satelit Palapa A sebagai generasi pertama diganti dengan Palapa
A2, selanjutnya Palapa B. Palapa B2, B2P, B2R dan Palapa B4 diluncurkan tahun 1922.
TVRI yang berada di bawah Departemen Penerangan pada saat itu, kini siarannya sudah
dapat menjangkau semua rakyat Indonesia yang berjumlah sekitar 210 juta jiwa.Sejak tahun
1989 TVRI mendapatkan saingan siaran televisi lainnya, yakni Rajawali Citra Televisi
Indonesia (RCTI) yang bersifat komersial. Secara berturut-turut berdiri stasiun televisi, Surya
Citra Televisi (SCTV), Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), Andalas Televisi (ANTV),
Indosiar, TV7, Lativi, Metro TV, JakTV, Bali TV, dan lain-lain. Setelah Undang-undang
Penyiaran disahkan pada tahun 2002, jumlah televisi baru di Indonesia diperkirakan akan
terus bermunculan, khususnya di daerah, yang terbagi kedalam empat kategori yaitu televisi
publik, swasta, berlangganan dan komunitas. Hingga Juli 2002, jumlah orang yang memiliki
pesawat televisi di Indonesia mencapai 25 juta.Kini penonton televisi Indonesia benar-benar
memiliki banyak pilihan untuk menikmati berbagai program televisi.
Televisi merupakan medium favorit bagi para pemasang iklan di Indonesia.Media televisi
merupakan industri yang padat modal, padat teknologi, dan padat sumber daya
manusia.Namun sayangnya kemunculan berbagai stasiun televisi di Indonesia tidak
diimbangkan dengan tersedianya sumber daya manusia yang memadai.Pada umumnya
televisi dibangun tanpa pengetahuan pertelevisian yang memadai dan hanya berdasarkan
semangat dan modal yang besar saja. Satu hal yang perlu diingat, meskipun 11 stasiun
televisi sudah beroperasi, tetapi televisi siaran tidak akan pernah menggeser kedudukan radio
siaran, karena radio siaran memiliki karakteristik tersendiri. Televisi siaran dan Radio siaran,
juga media lainnya berperan saling mengisi.Televisi siaran hanya menggeser radio siaran
dalam porsi iklan.
E. SISTEM PENYIARAN DI INDONESIA
Perjalanan Regulasi Penyiaran di Indonesia
Regulasi yang mengatur penyiaran di Indonesia telah ada jauh sebelum negara
Indonesia hadir sebagai negara yang berdaulat.Ini dapat dilihat dari adanya Radiowet
(Undang-Undang tentang Radio) yang diterbitkan Pemerintah Kolonial Belanda pada
1934.Setelah Indonesia merdeka, pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Pemerintah
(PP) No. 55 Tahun 1970 tentang Radio Siaran Non-Pemerintah.Barulah pada 1997,
pemerintah bersama DPR RI menerbitkan sebuah Undang-Undang Penyiaran yang
diharapkan dapat mengatur dan mengelola kehidupan penyiaran.Undang-undang ini karena
napasnya adalah bahwa penyiaran berada di bawah kendali dan kontrol kekuasaan, maka
pemerintah dalam undang-undang ini membentuk sebuah badan pengawas yang dibentuk
pemerintah yang bernama Badan Pertimbangan dan Pengendalian Penyiaran Nasional
(BP3N).Tugasnya memberi pertimbangan kepada pemerintah, pertimbangan itu oleh
pemerintah digunakan sebagai bahan dalam mengambil dan menyusun kebijakan penyiaran
nasional. Kuatnya desakan masyarakat terhadap kebebasan dan inginnya masyarakat
melepaskan penyiaran dari kontrol kekuasaan, maka ketika ada kesempatan itu yakni pada
saat rezim Orde Baru tumbang bergulirlah wacana pentingnya membuat undang-undang
penyiaran yang progresif, reformis, dan berpihak pada kedaulatan publik. Maka, DPR RI
kemudian menangkap semangat zaman ini dan membuat Undang-Undang No. 32 Tahun 2002

tentang Penyiaran.Harapan dengan adanya UU ini, kehidupan penyiaran menjadi lebih tertata
dan tertib.
Keberadaan UU ini mengajak semua stakeholder penyiaran untuk masuk dalam
sebuah ruang regulasi yang sama. Undang-undang ini ketika muncul bukan tanpa catatan
penolakan. Di tahun 2003, terdapat upaya hukum yang dilakukan kalangan industri penyiaran
di antaranya adalah ATVSI, PRSSNI, Persatuan Sulih Suara Indonesia (Persusi), Ikatan
Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Komunitas Televisi Indonesia (Komteve). Kalangan
industri ini melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi yang dalam salah satu pokok
gugatannya mempertanyakan keberadaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang berpotensi
menjelma menjadi kekuatan represif ala Deppen di masa Orde Baru yang akan mengancam
kemerdekaan berekspresi insan penyiaran. Namun dari beberapa pokok gugatan yang salah
satunya ingin menghilangkan peran KPI tidak dikabulkan oleh MK. MK hanya mengabulkan
bahwa kewenangan menyusun peraturan penjelas dari UU Penyiaran tidak dilakukan oleh
KPI bersama pemerintah melainkan cukup dilakukan oleh pemerintah dalam kerangka
menyusun Peraturan Pemerintah (PP). Hal ini tertuang dalam Putusan Mahkamah konstitusi
dengan putusan perkara nomor 005/PUU-I/2003.
Pascakeputusan MK ini, perdebatan seputar regulasi penyiaran berlanjut dalam hal
penyusunan materi peraturan pemerintah (PP). Publik penyiaran yang diwakili oleh kalangan
pekerja demokrasi dan civil society yang diwakili antara lain oleh Masyarakat Pers dan
Penyiaran Indonesia (MPPI) serta kalangan perguruan tinggi khawatir pemberian
kewenangan pembuatan peraturan pelaksana dari UU Penyiaran kepada pemerintah akan
membuat pemerintah menyelipkan agenda kepentingannya dalam peraturan tersebut.
Kekhawatiran ini kemudian menjadi terbukti ketika pada tahun 2005 Peraturan Pemerintah
(PP) tentang Penyiaran terbit. PP-PP itu antara lain, PP No. 11 Tahun 2005 tentang
Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik, PP No. 12 Tahun 2005 tentang
Lembaga Penyiaran Publik RRI, PP No. 13 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik
TVRI, PP No. 49 Tahun 2005 tentang Pedoman Kegiatan Peliputan Lembaga Penyiaran
Asing, PP No. 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran
Swasta, PP No. 51 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran
Komunitas, dan PP No. 52 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga
Penyiaran Berlangganan.
Pemerintah dalam PP-PP tersebut menempatkan dirinya sebagai pihak yang dominan
dalam dunia penyiaran. Ini tampak dalam penempatan menteri atas nama pemerintah sebagai
pihak yang memberi izin penyelenggaraan penyiaran. Padahal, dalam UU Penyiaran
termaktub bahwa izin penyelenggaraan penyiaran diberikan negara melalui KPI.Dalam
semangat UU ini, sebagaimana dikemukakan oleh perumusnya yakni Paulus, Ketua Pansus
Penyusunan UU Penyiaran dari DPR RI pada saat penulis berdiskusi dengannya.Ia
menyatakan bahwa makna izin diberikan negara melalui KPI dalam konteks bahwa izin
penyelenggaraan penyiaran diberikan KPI atas nama Negara.
Masih menurut dia, penempatan KPI sebagai pemberi izin dalam pengertian bahwa di
negara demokrasi modern pemberian izin penyiaran harus diberikan oleh sebuah badan
regulasi yang independen.Hal ini untuk menempatkan penyiaran sebagai ruang publik yang
bebas dan otonom.Apalagi, penyiaran Indonesia di masa lalu pernah berada dalam kendali
kekuasaan pemerintah.Jadi, bila kemudian pemerintah menafsirkan bahwa kata negara yang

dimaksud adalah pemerintah, menurut pandangannya, jelas mengingkari semangat


demokratisasi yang ada dalam UU Penyiaran. Maka wajar bila kemudian KPI bersama
elemen civil society mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) dan meminta
pemerintah membatalkan pemberlakuan PP-PP Penyiaran tersebut. Pada tahun 2007, MA
dalam keputusannya memenangkan pemerintah dan menyatakan bahwa PP-PP penyiaran
tersebut berlaku.Pascapemberlakuan PP-PP Penyiaran ini tidak lantas membuat PP-PP
Penyiaran ini bisa langsung operasional. Saya ambil contoh, dalam konteks perizinan
penyelenggaraan penyiaran, karena PP-PP penyiaran ini mensyaratkan adanya peraturan
menteri yang menjelaskan dari apa yang belum jelas di PP-PP penyiaran, membuat
pemrosesan izin penyiaran menjadi tertunda. Ini yang membuat para pemohon izin
penyelenggaran penyiaran menjadi kecewa karena begitu lamanya menanti kepastian proses
perizinan.
Sejak KPI daerah Jawa Barat dibentuk pada 2004, para pemohon izin yang
menempuh proses di KPI berjumlah 800-an pemohon dan yang dinyatakan layak oleh KPI
berjumlah 350 an. Dalam PP-PP penyiaran, kewenangan KPI disebutkan hanya sebatas
pemberi rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran yang akan menjadi dasar bagi
menteri dalam menerbitkan izin penyelenggaraan penyiaran. Namun dari jumlah yang 350an ini hingga saat ini, belum bisa diterbitkan izin penyelenggaraan penyiarannya oleh Menteri
Komunikasi dan Informatika karena peraturan menteri yang menjelaskan tentang prosedur
perizinan penyelenggaraan penyiaran sebagai dasar menteri memproses izin belum ada.Yang
menjadi pertanyaan, hingga kapan persoalan ini selesai? Publik menanti begitu lama demi
mendapatkan kepastian itu. Permasalahan lain, ketika dalam PP-PP Penyiaran terjadi
pembagian kaveling kewenangan dalam memproses izin bahwa kaveling KPI adalah dalam
hal pemeriksaan kelengkapan persyaratan program siaran dan kaveling pemerintah (menteri)
dalam hal pemeriksaan kelengkapan administrasi dan data teknik penyiaran. Dalam hal
melaksanakan tugasnya di daerah menteri dalam PP-PP penyiaran tersebut dibantu oleh
pemerintah di daerah.Permasalahan yang muncul adalah pembagian tugas antara menteri dan
pemerintah di daerah belum jelas bagaimana pelaksanaannya mengingat peraturan yang
memayunginya belum ada.
Jadi, menteri belum dapat melakukan apa yang menjadi tugasnya. Bahkan, penulis
sempat beberapa kali didatangi pejabat dinas infomasi dan komunikasi yang ada di daerah
menanyakan kepada penulis apa yang menjadi tugas, pokok, dan fungsinya dalam membantu
menteri sebagaimana tersurat dalam PP-PP Penyiaran tersebut. Jawaban yang bisa penulis
sampaikan adalah sebelum peraturan yang menjadi dasar pembagian tugas tersebut belum
ada, maka akan sulit bagi pemerintah di daerah melaksanakan tugasnya di lapangan. Jadi
ketika peraturan penjelas dari PP-PP Penyiaran ini tidak segera diterbitkan pemerintah,
kondisi penyiaran di Indonesia khususnya di Jawa Barat akan jauh dari tertib. Jadi, saat ini,
bola ada di tangan pemerintah. KPI dan masyarakat tinggal menunggu langkah apayang akan
segera pemerintah lakukan demi menjawab kegelisahan masyarakat tersebut Penjelasan Atas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Penyiaran
Penyiaran melalui media komunikasi massa elektronik dengan kelebihan dan
keunggulannya yang dapat mengatasi ruang dan waktu dalam bentuk dengar atau audio dan
pandang dengar atau audiovisual serta grafis dan teks harus mampu melaksanakan peranan
aktif dalam upaya mewujudkan tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.

Oleh karena itu, bersama-sama media massa lainnya, penyiaran harus ditingkatkan
kemampuannya melalui pembangunan yang diarahkan untuk semakin meningkatkan
penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam
semua aspek kehidupan bangsa, sehingga semakin meningkatkan kesadaran rakyat dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam rangka mewujudkan Wawasan
Nusantara, rnemperkuat persaman dan kesatuan bangsa, memperkukuh ketahanan nasional,
dan memelihara stabilitas nasional yang mantap dan dinamis, sejalan dengan dinamika
pembangunan dan kemajuan teknologi.
Dengan kemampuan yang terus-menerus ditingkatkan dan dibina sesuai dengan
arahan tersebut di atas, penyiaran memiliki kedudukan yang penting dan strategis dalam
memotivasi pendapat dan kehendak masyarakat ke arah hal-hal yang positif agar berperan
serta secara aktif dalam setiap tahap pembangunan nasional yang meliputi pula pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya. Sementara itu, kemajuan teknologi penyiaran yang
berkembang dengan cepat menyebabkan landasan hukum pembinaan dan pengembangan
penyiaran yang ada selama ini sudah tidak memadai lagi, baik karena tingkat peraturan yang
mengaturnya lebih rendah daripada undang-undang maupun karena ruang lingkup
pengaturannya baru meliputi segi-segi tertentu dalam kegiatan penyiaran dengan pengaturan
yang belum terpadu. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, sebagai landasan pengaturan dan
pembinaan penyelenggaraan penyiaran serta untuk menjamin ketertiban dan kepastian hukum
dan ditaatinya Kode Etik Siaran, diperlukan Undang-undang tentang Penyiaran. Pengaturan
penyiaran dalam Undang-undang ini disusun berdasarkan pokok-pokok pikiran sebagai
berikut :
1. Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Garis-garis Besar Haluan Negara sebagai
landasan filosofis, konstitusional, dan operasional merupakan panduan dalam
menumbuhkan, membina dan mengembangkan penyiaran di Indonesia sehingga
sebagai media komunikasi massa, penyiaran menjadi sarana efektif untuk perjuangan
bangsa, penjalin persatuan dan kesatuan bangsa, sarana untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa, pengembangan dan pelestarian budaya bangsa, sarana informasi
dan penerangan, pendidikan, dan hiburan yang sehat, serta penyalur pendapat umum
dan penggerak peran serta masyarakat dalam pembangunan.
2. Penyiaran memiliki nilai strategis sehingga perlu dikuasai oleh negara. Untuk itu,
penyiaran perlu dibina dan dikendalikan dengan sebaik-baiknya.
3. Penyiaran mempunyai kaitan erat dengan spektrum frekuensi radio dan orbit
geostasioner yang merupakan sumber daya alam yang terbatas, sehingga
pemanfaatannya perlu diatur secara efektif dan efisien bagi sebesar-besamya
kepentingan nasional.
4. Sebagai perwujudan peran serta masyarakat dalam pembangunan, selain Pemerintah,
masyarakat dapat menyelenggarakan penyiaran dan wajib mendukung pertumbuhan
dan perkembangan penyiaran.
5. Penyiaran yang diselenggarakan oleh masyarakat merupakan bagian integral yang
tidak terpisahkan dari sistem penyiaran nasional.
6. Pembinaan penyiaran diarahkan pada terciptanya siaran yang berkualitas dan mampu
menyerap sera merefleksikan aspirasi masyarakat yang positif dan beraneka ragam,

serta meningkatkan daya tangkal masyarakat terhadap pengaruh buruk nilai-nilai


budaya asing.
7. Untuk mewujudkan iklim yang sehat bagi penyelenggaraan penyiaran, pembinaan dan
pengembangan penyiaran dilaksana secara menyeluruh dan terpadu dalam suatu mata
rantai yang bersinambungan sejalan dengan dasar, asas, tujuan, fungsi, dan arah
penyelenggaraan penyiaran.
8. Untuk mencegah perbuatan melawan hukum yang mungkin timbul dari
penyelenggaraan penyiaran, pelanggaran terhadap ketentuan di dalam Undang-undang
ini dikenal sanksi.
Bertitik tolak dari pokok-pokok pikiran sebagaimana tersebut di atas, dalam Undangundang ini terutama diatur hal-hall yang bersifat mendasar, sedangkan yang bersifat teknis
dan operasional akan diatur dengan Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai