Disusun oleh :
Katharina Listyaningrum P
G4A015007
Rosellina Alphamaharini S
G4A015008
Rhininta Adistyarani
G4A014090
Pembimbing :
dr. Rachmad Aji Saksana Sp.PD
LEMBAR PENGESAHAN
Pada tanggal,
Desember 2015
Disusun oleh :
Katharina Listyaningrum P
G4A015007
Rosellina Alphamaharini S
G4A015008
Rhininta Adistyarani
G4A014090
Mengetahui,
Pembimbing
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit kardiovaskular akan menjadi penyebab kematian pertama di
negara-negara berkembang, menggantikan kematian akibat penyakit infeksi. Di
Indonesia penyakit kardiovaskuler dikelompokkan menjadi penyakit sistem
sirkulasi sejak 1992 dan secara konsisten menjadi peringakat pertama penyebab
kematian. Saat ini salah satu penyakit kardiovaskular yang menyebabkan
kematian adalah gagal jantung kongestif.
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi jaringan terhadap oksigen dan nutrisi dikarenakan adanya kelainan
fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan.
Kejadian agal jantung kongestif di Amerika sangat cepat pertumbuhannya
dengan prevalensi sekitar 2 % dari seluruh populasi. Hampir 1 juta kasus rawat
inap setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit ini.Sedangkan kejadian gagal
jantung kongestif di Indonesia belum ada data, namun menurut Riset Kesehatan
Dasar tahun 2007 menyebutkan jika penyakit jantung masih merupakan penyebab
utama dari kematian terbanyak pasien di rumah sakit di Indonesia. Penyakit gagal
jantung meningkat dari tahun ke tahun oleh karena itu perlu dipelajari mengenai
pengertian, penyebab, dan tatalaksana tentang gagal jantung kongestif untuk bisa
mencegah bertambahnya kasus kematian akibat penyakit ini.
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA (Andi)
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Pekerjaan
Agama
Tgl. Masuk RS
:
:
:
:
:
:
:
Ny. S
33 tahun
Perempuan
Banjaranyar 2/2 Pekuncen
Ibu rumah tangga
Islam
13 Desember 2015
Tgl Periksa
16 Desember 2015
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : perut membesar
Keluhan Tambahan
Dada berdebar, mual, sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Margono Soekarjo Purwokerto
pada tanggal 13 Desember 2015 dengan keluhan perut membesar. Keluhan
tersebut sudah dirasakan sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Perut
semakin membesar setiap harinya hingga terasa sangat kencang dan tidak
nyaman namun tidak nyeri. Perut tidak pernah dirasakan mengecil hingga
pasien datang ke IGD RSMS.
Pasien juga mengeluhkan dada berdebar, mual dan sesak nafas yang
menyertai perutnya yang membesar. Dada berdebar semakin terasa apabila
terlalu lelah dalam beraktivitas. Pasien juga kerap terbangun saat malam
karena sesak nafas. Sesak nafas terutama dirasakan bila tidur pada bidang
yang datar sehingga pasien lebih sering tidur dengan posisi setengah duduk.
Pasien mengaku sesak nafas dan dada berdebar terjadi apabila terlalu lelah
sehingga penyakitnya membatasi aktivitas pasien. Selain itu pasien juga kerap
kali batuk bila malam hari. Sejak sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa
pipisnya sedikit. Pasien sudah 1 tahun menderita penyakit jantung dan rutin
mengkonsumsi obat digoxin, furosemid, dan spironolakton.
: mesosefal
Rambut
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
b. Pemeriksaan leher
Deviasi trakea (+),
pembesaran
kelenjar
hepatojugular (-)
Palpasi : JVP 5+4 cm
c. Pemeriksaan thoraks
Paru
Inspeksi
tiroid
(-),
refluks
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: cembung
Auskultasi
Palpasi
jari BACD
Lien
: Tidak teraba
e. Pemeriksaan ekstremitas
Ekstremitas
Pemeriksaan
superior
Dextra Sinistra
Edema
Sianosis
Akral dingin
Reflek fisiologis
+
+
Reflek patologis
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ekstremitas inferior
Dextra
+
-
Sinistra
+
-
: 11,9 g/dl
Leukosit
: 14090 /Ul
Hematokrit
: 41%
Eritrosit
: 35,4 x 10e6/uL
Trombosit
: 326.000 /Ul
SGOT
: 26
SGPT
: 22
Ureum
: 26,2 mg/dl
Kreatinin
: 0,72 mg/dl
Natrium
: 130 mmol/L
Kalium
: 4,1 mmol/L
Klorida
: 91 mmol/L
Kalsium
: 8,2 mg/dL
GDS
: 60 mg/dL
b. EKG
Sinus takikardi, biatrial enlargement, right axis deviation, inkomplete
RBBB, dan pembesaran ventrikel kanan
c. Foto polos Thorax tanggal 13 Desember 2015
CTR = 76%, batas kanan kiri jantung melebar
Corakan bronkovaskuler menigkat, tampak bercak diseluruh lapangan paru
d. USG abdomen 15 desember 2015
Hepar
: tampak membesar (CC MCI sekitar 14,1 cm), liver tip
tumpul, parenkim kasar, tak tampak nodul, sebagian tepi parenkim
irreguler, ekogenitas parenkim normal, vena hepatika melebar (diameter
sekitar 2,08 cm), vena porta tak melebar
Duktus biliaris : intra dan ekstra hepatal tak melebar
Vesika felea: ukuran normal, dinding tak menebal, tak tampak batu
maupun sludge, tampak 2 buah lesi hiperekoik menempel pada dinding
(ukuran 0,5 cm)
Pankreas
: ukuran normal, parenkim homogen, tak tampak massa
maupun kalsifikasi
Ginjal kanan : bentuk
dan
ukuran
normal,
paenkim
homogen,
homogen,
Lien
ataupun massa
Aorta
: tak melebar, tak nampak nodul paraaorta
Vesika Urinaria
: dinding tak menebal, tak nampak batu, tak nampak
massa
Uterus
massa
Tak nampak cairan pada supradiafragma kiri kanan
Tampak cairan bebas intraabdomen pada perihepatica, morrisons pouch,
perilienalis, perivesica, disertai floating bowel
E. RESUME
1. Anamnesis
a. Perut membesar
b. Dispneu deffort
c. Mual
d. Dada berdebar
e. Dispneu nokturnal paroksisimal
f. Batuk malam hari
2. Pemeriksaan fisik
a. KU/Kes
b. Kepala
c. Mata
d. Leher
e. Paru
f. Jantung
g. Abdomen
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
Ad functionam
: dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan
fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan / atau kemampuannya hanya
ada kalau disertau peninggian volume diastolik secara abnormal (Sudoyo,
2006).
Gagal jantung kongestif merupakan sindrom klinis yang disebabkan
oleh kelainan struktur atau fungsi jantung sehingga jantung mengalami
gangguan dalam memompa darah yang mengakibatkan kongesti pada
pembuluh darah pulmoner dan menurunya kardiak output (Sudoyo, 2006).
Faktor predisposisi gagal jantung adalah penyakit yang menimbukan
penurunan fungsi ventrikel (seperti penyakit arteri koroner, hipertensi,
kardiomiopati, penyakit pembuluh darah atau penyakit jantung kongenital)
dan keadaan yang membatasi pengisian ventrikel (stenosis mitral,
kardiomiopati, atau penyakit perikardial). Faktor pencetus termasuk
mieningkatnya asupan garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti
gagal jantung, infark miokard akut (mungkin yang tersembunyi), serangan
hipertensi, aritmia akut, infeksi atau demam, emboli paru, anemia,
tirotoksikosis, kehamilan, dan endokarditis infektif (Sudoyo, 2006).
B. Etiologi
Faktor predisposisi gagal jantung adalah penyakit yang menimbukan
penurunan fungsi ventrikel seperti :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
C. Manifestasi Klinis
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan,
gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal
jantung kongestif. Gejala dan tanda yang timbul pun berbeda, sesuai dengan
pembagian tersebut (Santosa, 2007).
Pada gagal jantung kiri terjadi dyspnea deffort , fatig, ortopnea,
dispnea nokturnal paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama derap,
ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4, pernafasan Cheyne Stokes,
takikarsi, pulsus alternans, ronki dan kongesti vena pulmonalis. Pada gagal
jantung kanan timbul fatig, edema, liver engorgement, anoreksia, dan
kembung. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan hipertrofi jantung kanan,
heaving ventrikel kanan, irama derap atrium kanan, murmur, tanda tanda
penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi P2 mengeras,
asites, hidrotoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali, dan edema
pitting. Sedang pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan
gagal jantung kiri dan kanan (Santosa, 2007).
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional
dalam 4 kelas :
Kelas 1
Kelas 2
Kelas 3
Kelas 4
2.
3.
4.
Kardiomegali
5.
6.
Irama derap S3
7.
8.
Refluks hepatojugular
Kriteria Minor
1. edema pergelangan kaki
2. Batuk malam hari
3. Dyspnea deffort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum
7. Takikardi (>120x/menit)
Kriteria mayor atau minor
Penurunan berat badan >4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor; atau 1 kriteria mayor dan 2
kriteria minor harus ada pada saat yang bersamaan. Pada pasien ini terdapat 5
kriteria mayor (dispneu nokturnal paroksisimal, peningkatan JVP, ronkhi
basah +/+, kardiomegali, dan irama derap S3) dan 3 kriteria minor (batuk
pada malam hari, dypneu effort dan hepatomegali). Oleh sebab itu, pasien ini
didiagnosa CHF. Pasien ini termasuk dalam NYHA kelas 3 yaitu pasien tidak
dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa keluhan.
Pada hari kedua perawatan, pasien mengeluhkan batuk berdahak. Melalui
pemeriksaan fisik ditemukan suara paru ronkhi basah halus di bagian apek
dan basal paru disertai sedikit peningkatan suhu tubuh. Pemeriksaan darah
rutin menunjukkan peningkatan leukosit dalam darah yang mengindikasikan
adanya infeksi. Selain itu pemeriksaan rontgen paru didapatkan corakan
bronkovaskuler meningkat yang memberi kesan bronkopneumonia. Sehingga,
pasien didiagnosis bronkopneumonia.
E.
Pemeriksaan Penunjang
tekanan
vascular
pulmonari,
kadang-kadang
ditemukan efusipleura.
2. Elektrokardiografi: membantu menunjukkan etiologi gagal jantung
(infark,iskemia, hipertrofi dll) dapat ditemukan low voltage, T inverse, QS,
depresi ST.
3. Laboratorium
Kimia darah (termasuk ureum, kreatinin, glukosa, elektrolit), hemoglobin,
tes fungsi tiroid, tes fungsi hati, dan lipid darah.
Urinalisa untuk mendeteksi proteinuria atau glukosuria
4.
Ekokardiografi
Dapat menilai dengan cepat dengan informasi yang rinci tentang funsi
danstruktur jantung, katup dan perikard.
F. Patofisiologi
Gagal jantung merupakan suatu keadaan klinis yang merupakan
sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga jantung tidak mampu
memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai
dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal serta suatu
keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Berikut gambaran
patofisiologi dari gagal jantung.
G.
H.
I.
J.
K.
L.
M.
N.
O.
P.
Q.
R.
S. Gambar 1. Patofisilogi Gagal Jantung (Smeltzer 2002)
T. Salah satu respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan
tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload. Respon
terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang
bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung,
tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi
ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang
akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi sistem
saraf adrenergik (Mann, 2008).
Gambar 1. Patofisilogi Gagal Jantung (Smeltzer 2002)
Salah satu respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan
tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload. Respon
terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang
bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan
pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga
menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa
penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi sistem saraf adrenergik
(Mann, 2008).
Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul
gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung
intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi
secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung
yang ringan. Pada awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam tubuh
terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin
aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang merupakan mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan
kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya
terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri yang
tekanan
darah
sedangkan
peningkatan
preload
akan
G. Penatalaksanaan
Gagal jantung memiliki terapi yang cukup kompleks, bergantung dari
seberapa parah kondisi penderitanya. Berikut merupakan terapi farmakologis
pada gagal jantung menurut PERKI, 2015.
harus
ENZYME
diberikan
pada
INHIBITORS
semua
(ACEI)
pasien
gagal
ginjal
adekuat
dan
kadar
kalium
normal.
atau
masalah
diatas,
dosis
dititrasi
naik
sampai
dosis
blocker harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan
fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %. blocker memperbaiki fungsi ventrikel dan
kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal
jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup
Indikasi pemberian blocker:
a. Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %
b. Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
c. ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi)
diberikan
d. Pasien stabil
tidak
ada
secara
kebutuhan
klinis
(tidak
inotropik
ada
perubahan
i.v. dan
tidak
ada
dosis
sudah
diuretik,
tanda
retensi
cairan berat )
Kontraindikasi pemberian blocker:
a. Asma
b. Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit
(tanpa
pacu
jantung
permanen),
sinus
bradikardia
(nadi
<
50
x/menit)
Cara pemberian blocker pada gagal jantung:
a. Inisiasi pemberian blocker
b. blocker dapat dimulai
sebelum
pulang
dari
rumah
Jangan
naikan
dosis
jika
terjadi
perburukan
sakit
-
gagal
e.
f.
Efek
tidak
mengutungkan
yang
dapat
timbul
akibat
pemberian
spironolakton:
a. Hiperkalemia
b. Perburukan fungsi ginjal
c. Nyeri dan/atau pembesaran payudara
angka
kematian karena penyebab kardiovaskular.
Indikasi pemberian ARB:
a. Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %
b. Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas
fungsional II - IV NYHA) yang intoleran ACEI
c. ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan
hipotensi simtomatik sama sepert ACEI, tetapi ARB tidak menyebabkan
batuk
Kontraindikasi pemberian ARB:
a. Sama seperti ACEI, kecuali angioedema
b. Pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan
c. Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB digunakan
bersama ACEI
Cara pemberian ARB pada gagal jantung:
a.
b.
c.
d.
e.
dosis
DAN
ISOSORBIDE
DINITRATE
(H-ISDN)
H-ISDN
digunakan
sebagai
alternatif
jika
pasien
terhadap ACEI dan ARB (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti B).
Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN
a. Pengganti ACEI dan ARB dimana keduanya tidak dapat ditoleransi
intoleran
b. Sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak dapat
ditoleransi Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan ACEI,
penyekat dan ARB atau antagonis aldosterone.
Kontraindikasi pemberian kombinasi H-ISDN
a. Hipotensi simtomatik
b. Sindroma lupus
c. Gagal ginjal berat
Cara pemberian kombinasi H-ISDN pada gagal jantung
a.
b.
c.
d.
minggu.
e. Jangan naikan dosis jika terjadi hipotensi simtomatik
f. Jika toleransi baik, dosis dititrasi naik sampai
dosis
target
gejala,
menurunkan
perburukan
gagal
jantung,tetapi
angka
tidak
perawatan
rumah
mempunyai
sakit
efek
karena
terhadap
a. Blok AV derajat 2 dan 3 (tanpa pacu jantung tetap); hat-hat jika pasien diduga
sindroma sinus sakit
b. Sindroma pre-eksitasi
c. Riwayat intoleransi digoksin
Cara pemberian digoksin pada gagal jantung:
a. Inisiasi pemberian digoksin
b. Dosis awal: 0,25 mg, 1 x/hari pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Pada
pasien usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal dosis diturunkan menjadi 0,125
atau 0,0625 mg, 1 x/hari
c. Periksa kadar digoksin dalam plasma segera saat terapi kronik.
d. Kadar terapi digoksin harus antara 0,6 - 1,2 ng/mL
e. Beberapa obat dapat menaikan kadar digoksin dalam
darah
oral
morbiditas
terbukti
pada
lebih
gagal
baik
dalam
penurunan
bila
dibandingkan
jantung
mortalitas
dengan
(Cardiac
resynchronization
therapy)
yang
merupakan
alat
yang
gagal
hidup dalam status fungsional yang baik selama > 1 tahun lagi, untuk
menurunkan risiko kematian mendadak.
2.
H. Komplikasi
1. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau
gagal jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami gangguan yang
sangat luas. Otot jantung kehilangan kontraktilitasnya, mengakibatkan
penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke
organ vital (jantung, otak, ginjal). Tanda klasik syok kardiogenik adalah
tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak yang
termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan keluaran urine,
serta kulit yang dingin.
2. Gagal Ginjal
Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah menuju ginjal yang akan
menyebabkan gangguan fungsi ginjal apabila tidak diatasi dengan baik.
Penderita gagal ginjal yang disebabkan oleh gagal jantung biasanya
memerlukan terapi dialisis.
3. Kelainan Katup
Seiring dengan bertambahnya pembesaran jantung dan tekanan di dalam
jantung maka katup katup jantung akan berisiko tidak berfungsi dengan
baik. Tanda yang dapat ditemukan dalam pemeriksaan yaitu tersengarnya
murmur pada katup-katup jantung.
4. Kerusakan Hati
Gagal jantung dapat menimbulkan bendungan pada organ-organ yang
dilewati oleh darah sebelum kembali ke jantung, salah satunya adalah hati.
Akan terjadi penumpukan cairan dan peregangan kapsula hati yang
menimbulkan nyeri dan penurunan fungsi hati. Kongesti ini akan disertai
oleh pelebaran vena hepatika.
I.
Prognosis
CHF memiliki sifat letal dan menyebabkan risiko kematian yang
tinggi. Prognosis lebih baik ditemukan pada wanita dan orang dengan usia
muda. (Anderson, et al, 1993). Prognosis penyakit ini akan jelek bila dasar
atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Seperdua dari pasien gagal jantung
memiliki resiko tinggi meninggal dunia dalam empat tahun sejak diagnosis
ditegakkan dan pada gagal jantung berat, lebih dari 50% akan meninggal
dalam waktu satu tahun (Manggioni, 2005).
BAB IV
KESIMPULAN
1.
2.
Berdasarkan
bagian
jantung
yang
mengalami
kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal
jantung kanan, dan gagal jantung kongestif
3.
4.
DAFTAR PUSTAKA