Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
Sindroma nefrotik (SN) adalah suatu penyakit ginjal dengan gejala edema,
proteinuria,

hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia. Klasifikasi SN

menurut respon pengobatan kortikosteroid dibagi menjadi sindrom nefrotik


responsif steroid dan sindrom nefrotik resisten steroid.

Sindrom nefrotik

dikatakan relaps sering bila relaps terjadi empat kali atau lebih dalam setahun.1
Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang
paling sering ditemukan. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di
Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per
tahun, dengan prevalensi berkisar 12 16 kasus per 100.000 anak. Di negara
berkembang insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000
per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun. Perbandingan anak laki-laki
dan perempuan 2:1.1-3
Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder
mengikuti penyakit sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik (LES),
purpura Henoch Schonlein, dan lain lain.2 Pasien SN biasanya datang dengan
edema palpebra atau pretibia. Bila lebih berat akan disertai asites, efusi pleura,
dan edema genitalia. Kadang-kadang disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu
makan berkurang, dan diare. Bila disertai sakit perut, hati-hati terhadap
kemungkinan terjadinya peritonitis atau hipovolemia.2,3
Komplikasi yang sering terjadi pada Sindroma Nefrotik antara lain
syok hipovolemik, thrombosis vena. Perburukan pernapasan, kerusakan kulit,
infeksi sekunder karena kadar immunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia, dan peritonitis.4 Pengobatan pilihan pertama sindroma
nefrotik adalah kortikosteroid kecuali ada kontraindikasi.2,3,5
Berikut ini merupakan laporan kasus mengenai sindrom nefrotik pada
anak yang dirawat di RSUP Prof Dr. R. D. Kandou.

Diagram Waktu Pemeriksaan


1

13 Nov 2015

Penderita
datang ke
RSUP Prof
R. D
Kandou

14 Nov 2015 15 Nov 2015

Pemantaua
n Dimulai

16 Nov 2015

Pemantau
an Selesai

Pelapora
n

BAB II
2

LAPORAN KASUS
Identitas Penderita
Nama

: B.M.R

Jenis Kelamin

: Laki-laki

TL/umur

: 28 Oktober 2008/ 7 1/16 tahun

BBL

: 3100 gr

Ditolong /Partus di

: Bidan/Rumah

Anak ke

: Dua

Kebangsaan

: Indonesia

Suku

: Minahasa

Agama

: Islam

Alamat

: Tanawangko

MRS

: 13/12/2015

Ruangan

: K 4 Irina E Atas

Identitas Orang Tua


Ayah

Ibu

Nama

H.R

N.Y.M

Umur

30

26

Pendidikan

SMP

SMA

Pekerjaan

Wiraswasta

Pedagang

Status perkawinan

Pertama

Pertama

Family Tree

Alloanamnesis (Ibu Penderita)


3

Keluhan Utama
Keluhan Utama : Bengkak di mata sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita datang ke rumah sakit dengan keluhan utama bengkak di mata sejak
1 hari sebelum masuk rumah sakit, demam sumer-sumer sejak sabtu siang 1
hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah juga dialami penderita 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Penderita merupakan rujukan dari RSUD Tobelo
didiagnosa dengan sindrom nefrotik resisten steroid. Penderita pernah
mendapat terapi prednisone 26 November 2015, namun penderita tidak minum
obat + 1 minggu. Penderita sudah terdiagnosis dengan sindrom nefrotik sejak
+ bulan juli tahun 2014 dan sudah di beri pengobatan oleh dokter spesialis
anak di Tobelo dan sempat dikatakan sembuh, namun kambuh kembali dan
rencana di rujuk ke Manado.
Saat ini penderita mengeluh demam sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit (sabtu siang) dan sakit kepala. Menggigil (-), kejang (-). Muntah-muntah
juga dialami penderita dari kemarin malam, frekuensi + 10x dialami setiap
habis makan, berisi cairan dan sisa makanan, volume 100 ml tiap kali muntah.
Muntah disertai BAB cair 1x, volume gelas aqua. Nafsu makan penderita
menurun sejak sakit (sabtu). Penderita juga mengalami bengkak pada kelopak
mata saat bangun tidur sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit. Riwayat
BAB hitam disangkal, muntah hitam disangkal. BAK diakui penderita biasa.
Batuk beringus disangkal.
Penyakit yang pernah dialami :
Morbili

: -

Varicella

: -

Pertusis

: -

Diare

: -

Cacing

: -

Batuk pilek

: +

Lain-lain

: -

Riwayat Penyakit Keluarga :


4

Hanya penderita yang mengalami sakit seperti ini.


Anamnesis Antenatal :
Sewaktu hamil ibu ANC tidak teratur sebanyak 10x di puskesmas. Imunisasi
TT sebanyak 2 kali. Selama hamil ibu pernah mengalami hipertensi saat
hamil.
Kepandaian/ Kemajuan bayi :
Pertama kali membalik

: 3-4 bulan

Pertama kali tengkurap

: 3-4 bulan

Pertama kali duduk

: 6 bulan

Pertama kali merangkak

: 9 bulan

Pertama kali berdiri

: 12 bulan

Pertama kali berjalan

: 14 bulan

Pertama kali tertawa

: 3 bulan

Pertama kali berceloteh

: 4 bulan

Pertama kali memanggil mama : 10 bulan


Pertama kali memanggil papa : 10 bulan
Anamnesis Makanan Terperinci Sejak Bayi Sampai Sekarang :
ASI

: 2 minggu - 2 tahun

PASI

: 0 5 tahun

Bubur susu

: 3 bulan 6 bulan

Bubur saring

: 12 bulan 17 bulan

Bubur halus

: 17 bulan 24 bulan

Nasi lembek

: 2 tahun

Imunisasi
Jenis imunisasi

Dasar
I

Ulangan

II

III

BCG

Polio

DPT

Campak

Hepatitis

II

III

Keadaan Sosial, Ekonomi, Kebiasaan dan Lingkungan :


Penderita tinggal di rumah permanen, beratap seng, dinding beton, lantai tegel.
Jumlah kamar 2 buah, dihuni oleh 4 orang. 3 orang dewasa dan 1 orang anakanak. WC/KM di dalam rumah. Sumber air minum air sumur. Sumber
penerangan listrik PLN. Penanganan sampah dengan cara dibuang di tempat
sampah.
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum

: tampak sakit

Kesadaran

: compos mentis

Umur

: 7 tahun 1 bulan

Berat Badan

: 23 Kg

Tinggi Badan

: 123 cm

Gizi

: Baik

Sianosis

: tidak ditemukan

Anemia

: ditemukan

Ikterus

: tidak ditemukan

Kejang

: tidak ada

Tanda vital
TD

: 100/70 mmHg

Nadi

: 108 x/m (reguler, isi cukup)

Respirasi

: 30 x/m

Suhu

: 36,9 C

Kulit
Warna

: Sawo matang

Efloresensi

: Normal

Pigmentasi

: Tidak ada

Jaringan parut

: Tidak ada

Lapisan lemak

: Cukup

Turgor

: Kembali cepat

Tonus

: Eutoni

Edema

: edema palpebra (+/+)

Kepala
Bentuk

: Normocephal

Ubun-ubun besar

: menutup

Rambut

: hitam, tidak mudah dicabut

Mata
Exophtalmus/enophtalmus : Tidak ada
Tekanan bola mata

: normal pada perabaan

Conjunctiva

: anemis (-), edema palpebra (+)

Sclera

: ikterik (-)

Corneal reflex

: (+/+) N

Pupil

: bulat isokor, 3 mm/3 mm, RC (+/+)

Lensa

: jernih

Fundus & visus

: tidak dievaluasi

Gerakan

: normal

Telinga

: sekret (-)

Hidung

: sekret (-)

Mulut
Bibir

: sianosis ()

Lidah

: beslag ()

Gigi

: caries ()

Gusi

: perdarahan(-)

Selaput mulut

: mukosa mulut basah

Bau pernapasan

: foetor (-)

Tenggorokan
Tonsil

: T1-T1, hiperemis (-)

Faring

: hiperemis (-)

Leher
Trakea

: letak di tengah

Kelenjar

: pembesaran KGB (-)

Kaku kuduk

: (-)

Thoraks
7

Bentuk

: normal

Ruang interkostal

: normal

Retraksi

: tidak ada

Paru-paru
Inspeksi

: simetris

Palpasi

: stem fremitus ka=ki

Perkusi

: sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi

:Sp. Bronkovesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung
Detak jantung

: 108 x/m

Iktus kordis

: tidak tampak

Batas kiri

: linea midklavikularis sinistra

Batas kanan

: linea parasternalis dextra

Batas atas

: ICS II-III

Bunyi jantung apeks

: M1>M2

Bunyi jantung aorta

: A1<A2

Bunyi jantung pulmo

: P1<P2

Bising

: tidak ada

Abdomen
Bentuk

: cembung, lemas, BU (+) normal

Hepar

: tidak teraba

Lien

: tidak teraba

Lain-lain

: (-)

Genitalia eksterna

: laki-laki, normal

Otot-otot

: eutoni

Refleks-refleks

: refleks fisiologi (+/+), refleks patologis (-/-),


spastis (-), tonus (-)

Anggota Gerak

: akral hangat, CRT 2

Pemeriksaan Penunjang
8

Hasil Laboratorium 13 November 2015


Hematologi
Leukosit

: 6500 /uL

Trombosit

: 352.000/mm3

Hemoglobin

: 15,5 g/dl

MCH

: -

Hematokrit

: 40,6 %

MCHC

: -

Eritrosit
Kimia Klinik

:5,38 x106 / uL

MCV

: -

Albumin

: 3,7 gr%

Klorida

: 94 mEq/L

Ureum Darah

: 9 mg/dL

Kalium

: 2,20 mmol/L

Creatinin Darah

: 0,9 mg/dL

Natrium

: 128 mmol/L

Protein total

: 3,36 g/dL

Kalsium

: 8,34 mmol/L

SGOT
: 14 u/L
SGPT
Hasil Laboratorium 14 September 2015

: 9 u/L

Hematologi
Trombosit

: 353.000/mm3

: 15,6 g/dl

MCH

: 29 mg/dL

Hematokrit

: 40,5 %

MCHC

: 38,5 mg/dL

Eritrosit
Kimia Klinik
Albumin

: 5,38x106 / uL

MCV

: 75,3 mg/dL

Leukosit

: 1005

Hemoglobin

/uL

: 3,7 gr%

LDL Kolesterol

: 98 mg/dL

Globulin

: 2,71 g/dL

Trigliserida

: 686 mg/dL

Protein total

: 3,46 g/dL

Serum Iron

: 20 g/dL

Kolesterol

: 249 mg/dL

TIBC

: 40 g/dL

HDL Kolesterol
Urinalisis

: 14 mg/dL

Feritin

: 1582 g/dL

Warna

: kuning

Protein

: +++

Keruh

: Jernih

Glukosa

: Normal

Berat Jenis

: 297

Keton

: 15

pH

: 7

Urobilinogen

: Normal

Leukosit

: 4-6

Bilirubin

: Negatif

Nitrit

: Negatif

Resume
Anak laki-laki usia 7 tahun 1 bulan dengan BB : 22 kg dan TB : 123 cm.
Masuk rumah sakit pada 13 November 2015 jam 19.30. Keluhan: Bengkak di
9

kelopak mata sejak 1 hari SMRS. Penderita telah terdiagnosa sindrom nefroti
dan tahun 2014 pernah mendapatkan pengobatan dengan prednisone selama 1
minggu. Demam sejak + 1 hari SMRS. BAB cair sejak 1 hari SMRS. BAK
biasa.
KU

: Tampak sakit

Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 100/70 mmHg

Nadi

: 108 x/menit

Respirasi

: 30 x/menit

Suhu

: 36,9 C

Kepala

: conj. an (-), sklera ikt (-), PCH (-), edema palpebra (+)

Thorax

: simetris, retraksi (-),


Cor/Pulmo : dalam batas normal

Abdomen

: Cembung, lemas, BU (+) N, Lp: 49cm,


Hepar /Lien : tidak teraba

Ekstremitas

: Akral dingin, CRT < 2

Diagnosis :
Sindroma Nefrotik + Hipokalemia
Terapi
-

Prednisone 60mg/m2 = 54mg/hari (4-4-3tab)


Domperidone syrup 3x1/2 cth
Paracetamole 3x1/2 tab

Follow Up Tanggal 13 November 2015


S : demam (-), muntah-muntah 3x sejak kemarin, nyeri kepala (-), bengkakbengkak (+), intake (+)
O : Keadaan Umum : tampak sakit
Kes

: CM

Tekanan darah

: 90/60 mmHg

Nadi

: 170 x/m

Respirasi

: 32 x/m

Suhu badan

: 37,2oC
10

Kepala

: conj. an (-), sklera ikt (-), PCH (-), udem palpebra (+/
+),

Thoraks

: simetris, retraksi (-)


cor/pulmo dalam batas normal

Abdomen

: datar, lemas. BU (+) Normal,


Hepar tidak teraba
Lien tidak teraba

Ekstremitas

: akral hangat, CRT 2

A : Sindrom nefrotik + Hipokalemi


P:-

IVFD KAEN 3B + 10 mEq KCl (HS) 16-17gtt/menit


Cefixime syr 2x1 cth
Zinc 1 x 20mg
BB/LP/UB/24 jam

Balance 13 November 2015 jam 21.00 14 Noember 2015 06.00 WITA


Input

Makanan
Minuman
IVFD

: 100
: 500 ml
:600 ml

Output

BAK
BAB
IWL

: 250 ml
: 50 ml
: 153 ml
453 ml

B: (+) 147 ml
D: 1,56 ml / kgbb/ jam
LP : 52 cm
BB : 22 kg
UB : +3

Follow Up Tanggal 14 November 2015


S : Demam naik turun (+), muntah-muntah sejak kemarin, intake (+),
bengkak-bengkak (+)
O : Keadaan Umum : tampak sakit
Kesadaran

: CM

Tekanan Darah

: 90/60 mmHg

Nadi

: 130 x/m

Respirasi

: 32 x/m
11

Suhu badan

: 37,2oC

Kepala

: conj. an (-), sklera ikt (-), PCH (-), udem palpebra (+/
+),

Thoraks

: simetris, retraksi (-)


cor/pulmo dalam batas normal

Abdomen

: datar, lemas. BU (+) Normal,


Hepar tidak teraba
Lien tidak teraba

Ekstremitas

: akral hangat, CRT 2

A : Sindrom nefrotik relaps + Hipokalemia


P : - Amoxicillin 3x1 tab P.O (2)
-

Aspar K 3x1 tab


Prednison 4-4-3 tab
Oralit ad libitum
Domperidon syrup 3x1/2 cth (k/p)
Paracetamole 3x250mg tab
BO/BB/LP/UB/24 jam

Follow Up jam 23.00 WITA


S : Muntah-muntah dari pagi 6x, isi cairan dan makanan, sudah minum obat
anti muntah, nyeri perut, tidak mau minum oralit.
O : Keadaan Umum : tampak sakit
Kesadaran

: CM

Tekanan Darah

: 100/70 mmHg

Nadi

: 115 x/m

Respirasi

: 32 x/m

Suhu badan

: 37,7oC

Kepala

: conj. an (-), sklera ikt (-), PCH (-), mata cowong,


mukosa mulut basah

Thoraks

: simetris, retraksi (-)


cor/pulmo dalam batas normal

Abdomen

: cembung, lemas. BU (+) Normal, turgor kulit


kembali cepat.
Hepar tidak teraba
Lien tidak teraba
12

Ekstremitas

: akral hangat, CRT 2

A : Sindrom nefrotik + Hipokalemia


P:-

IVFD NaCl 0,45% in D5 (IWL + mine output Balancea) = 460 + 350


10 = 800ml/24jam = 33ml/jam = 11gtt/menit

Injeksi Ranitidine 2x25mg IV


Terapi lain lanjut

Balance 14 November 2015 jam 06.00 24.00 WITA


Input

Makanan
Minuman
IVFD

: 50 ml
: 1400 ml
:1450 ml

Output

BAB
BAK
IWL

: 50 ml
: 350 ml
: 460 ml
1460 ml

Output

BAK
BAB
Muntah
IWL

: 50 ml
: 550 ml
: 700 ml
: 460 ml
1760 ml

B: (-) 10 cc
D: 0,84 ml / kgbb/ jam
Balance jam 06.00 06.00 WITA
Input

Makanan
Minuman

: 50 ml
: 1400 ml

IVFD

: 200 ml
1650 ml

B: (-) 110 ml
D: 0,99 ml / kgbb/ jam
LP : 56 cm
BB : 24 kg
UB : +4
Follow Up Tanggal 15 November 2015
S : Demam (+), muntah-muntah (+), BAB (+) & BAK (+)
O : Keadaan Umum : tampak sakit
Kesadaran

: CM

Tekanan Darah

: 100/70 mmHg

Nadi

: 120 x/m

Respirasi

: 32 x/m

Suhu badan

: 36,5oC

Kepala

: conj. an (-), sklera ikt (-), PCH (-)

Thoraks

: simetris, retraksi (-)


cor/pulmo dalam batas normal

Abdomen

: datar, lemas. BU (+) Normal,


13

Hepar tidak teraba


Lien tidak teraba
Ekstremitas

: akral hangat, CRT 2

A : sindrom nefrotik relaps + elektrolit imbalace + dispepsia


P : - IVFD KAEN 3B + 20mEq KCL (kalf I dan II) selanjutnya IVFD KAEN
3B + 10mEq KCL (kalf III) = 21-22gtt/menit
-

Injeksi Ranitidine 2x25mg IV (2)


Amoxicillin 3x500mg tab (3)
Prednison 4-4-3 tab
Domperidon syrup 3x1/2 cth (k/p)
Paracetamole 3x250mg tab
Aspar K 3x1 tab
BB/LP/UB/BD/24 jam

Balance 15 November 2015


Input

Makanan
Minuman
IVFD

: 100 ml
: 1000 ml
: 1512 ml
2612 ml

Output

BAB
BAK
IWL
Intake

: 200 ml
: 1350 ml
: 460 ml
: 500 ml
2510 ml

B: (+) 102 ml
D: 2,34 ml / kgbb/ jam
LP : 55 cm
BB : 24 kg
UB : +3
Follow Up Tanggal 16 November 2015
S : Demam naik turun (+), muntah-muntah (+) menurun, BAB (+), BAK (+)
O : Keadaan Umum : tampak sakit
Kesadaran

: CM

Tekanan Darah

: 100/60 mmHg

Nadi

: 116 x/m

Respirasi

: 36 x/m

Suhu badan

: 36,6oC

Kepala

: conj. an (+), sklera ikt (-), PCH (-), udem palpebra (-),

Thoraks

: simetris, retraksi 14

cor/pulmo dalam batas normal


Abdomen

: datar, lemas. BU (+) Normal,


Hepar tidak teraba
Lien tidak teraba

Ekstremitas

: akral hangat, CRT 2

A : sindrom nefrotik relaps + elektrolit imbalance + dispepsia


P:-

IVFD KAEN 3B + 20mEq KCL (kalf I & II) lanjut KAEN 3B + 10

mEq KCL (kalf III) 21-22gtt/menit INT


-

Injeksi Ranitidine2x25mg IV (3)


Amoxicillin 3x500mg (4)
Prednison 4-4-3 tab (4)
Domperidon syrup 3x1/2 cth
Paracetamole 3x250mg tab
Simvastatin 1x5mg
Minum : 480 + 1350 = 1830 ml = 1800 ml

15

BAB III
DISKUSI
Definisi
Menurut konsensus tatalaksana sindrom nefrotik (SN) idiopatik pada anak,
keadaan klinis yang ditandai dengan gejala1,2 :
1. Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik 2+)
2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dl.(2,7)
Batasan yang di pakai pada SN2 :
Remisi.

: proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2


LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu

Relaps

: proteinuria 2+ (proteinuria >40 mg/m2 LPB/jam) 3


hari berturut-turut dalam 1 minggu

Relaps jarang.

: relaps < 2 x dalam 6 bulan pertama setelah respons awal


atau kurang dari 4 x per tahun pengamatan

Relaps sering.

: (frequent relaps): relaps 2 x dalam 6 bulan pertama


setelah respons awal atau 4 x dalam periode 1 tahun

Dependen steroid

: relaps 2 x berurutan pada saat dosis steroid diturunkan


(alternating) atau dalam 14 hari setelah pengobatan
dihentikan

16

Resisten steroid.

: tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis


penuh (full dose) 2 mg/kgbb/hari selama 4 minggu.

Sensitif steroid.

: remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh


selama 4 minggu.

Pada kasus, pasien ini mengalami proteinuria, dan bengkak pada wajah
selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu dimana sebelumnya pernah
mengalami remisi sehingga didiagnosis dengan sindroma nefrotik relaps.

Gambaran klinik
Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih
berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema skrotum. Kadang-kadang
disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila
disertai sakit perut hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis. Pada
pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan,
lingkar perut, dan tekanan darah. Dalam laporan ISKDC (International study
of kidney diseases in children), pada SNKM ditemukan 22% dengan hematuria
mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar
kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara.2
Pada kasus didapatkan, edema palpebra, serta proteinuria dan
hipokalemia. Hal ini sesuai dengan gambaran klinik sindroma nefrotik. Edema
disebabkan menurunnya tekanan onkotik intravaskuler yang menyebabkan
cairan merembes ke ruang interstisial.3,8

17

Kelainan
Glomerulus
Albuminuria
Hipoalbuminemia
Tekanan onkotik koloid
plasma
Volume plasma
Retensi Na renal
sekunder
Edema
Gambar 1: Bagan Manifestasi klinik.8,10-16

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan, antara lain2 :
1. Urinalisis. Biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinis yang
mengarah kepada infeksi saluran kemih.
2. Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari
3. Pemeriksaan darah
Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit,
hematokrit, LED) Albumin dan kolesterol serum Ureum, kreatinin serta
klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus Schwartz.
Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik
pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear
antibody), dan anti ds-DNA.
Indikasi biopsi ginjal pada sindrom nefrotik anak adalah2 :
1. Pada presentasi awal
a. Awitan sindrom nefrotik pada usia <1 tahun atau lebih dari 16 tahun
18

b. Terdapat hematuria nyata, hematuria mikroskopik persisten, atau kadar


komplemen C3 serum yang rendah
c. Hipertensi menetap
d. Penurunan fungsi ginjal yang tidak disebabkan oleh hipovolemia
e. Tersangka sindrom nefrotik sekunder
2. Setelah pengobatan inisial
a. SN resisten steroid
b. Sebelum memulai terapi siklosporin
Diagnosis
Diagnosis SN pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa didapatkan bengkak pada
kedua kelopak mata dialami pasien 1 hari sebelum masuk rumah sakit,
sebelumnya penderita telah terdiagnosis dengan sindroma nefrotik. Dari
pemeriksaan fisik ditemukaan adanya edema pada kedua palpebra.
Pemeriksaan penunjang yang mendukung yakni darah lengkap didapatkan
hipokalemia (2,20 mg/dl), hiponatremia (128 mg/dl) hiperkolesterolnemia
(249 mg/dl), hipertrigliserida (686 mg/dL), proteinuria masif +3.

Penatalaksanaan
Penanganan pada pasien ini yang pertama adalah penanganan simptomatik
yaitu pemberian antibiotik Cefixime syrup 2x1cth /hari. Pemberian Aspar k
untuk koreksi hipokalemia (kalium 2,20 mEq/L). Selanjutnya dilakukan
penanganan medikamentosa, sesuai dengan konsensus tatalaksana sindrom
nefrotik idiopatik pada anak. Pada pasien ini dengan SN sensitif steroid
diberikan terapi prednison.2
Pada penderita yang baru terdiagnosis SN penanganan pertama kali,
dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan
evaluasi pengaturan diit, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid,
dan edukasi orangtua. Perawatan pada SN relaps hanya dilakukan bila disertai
edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat,
gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas
19

disesuaikan dengan kemampuan pasien. Bila edema tidak berat anak boleh
sekolah.5,6
Pengobatan dengan kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan pengobatan SN idiopatik pilihan pertama,
sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study on Kidney Diseases in
Children). Pengobatan inisial SN dimulai dengan pemberian prednison dosis
penuh (fulldose) 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80
mg/hari), dibagi 3, untuk menginduksi remisi. Dosis prednison dihitung sesuai
dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis
penuh inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi pada 4 minggu
pertama, maka pemberian steroid dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan
dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) secara alternating (selang sehari), 1 kali
sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis
penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid. 8
Pengobatan relaps terdiri dari prednison dosis penuh hingga remisi
(maksimal

minggu)

kemudian

dilanjutkan

dengan

prednison

intermiten/alternating 40 mg/m2 LPB selama 4 minggu. Bila sampai


pengobatan dosis penuh selama 4 minggu tidak juga terjadi remisi maka
pasien didiagnosis sebagai sindrom nefrotik resisten steroid dan harus
diberikan terapi imunosupresif lain. Skema pengobatan SN relaps dapat dilihat
pada Gambar. 2

Gambar 2: Pengobatan Sindrom Nefrotik Relaps. 2


Keterangan:
-

Prednison dosis penuh setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu)


kemudian dilanjutkan dengan prednison intermiten/alternating 40 mg/m2
LPB selama 4 minggu

Bila sampai pengobatan dosis penuh selama 4 minggu tidak juga terjadi
remisi maka pasien didiagnosis sebagai sindrom nefrotik resisten steroid
dan harus diberikan terapi imunosupresif lain
20

Diitetik
Pemberian diet tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi
karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa
metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus.
Bila diberi diet rendah protein akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP)
dan menyebabkan hambatan pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diet
protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu
1,5-2 g/kgbb/hari. Diet rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama
anak menderita edema.12
Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya
diberikan loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu
dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat
kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan
kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu
perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah. 10
Pengobatan SN resisten steroid
1. Siklofosfamid (CPA)
Pemberian CPA oral pada SNRS menimbulkan remisi pada 20% pasien.
Bila terjadi relaps kembali setelah pemberian CPA, meskipun sebelumnya
merupakan SN resisten steroid, dapat dicoba lagi pengobatan relaps dengan
prednison, karena SN yang resisten steroid dapat menjadi sensitif lagi.
Tetapi bila terjadi resisten atau dependen steroid kembali, dapat diberikan
siklosporin. 11
CPA puls memberi hasil yang lebih baik daripada CPA oral. Dosis
kumulatif pada pemberian CPA puls lebih kecil daripada CPA oral, dan efek
sampingnya lebih sedikit. 2
2. Siklosporin (CyA)
Pada SN resisten steroid, CyA dapat menimbulkan remisi total sebanyak
20% pada 60 pasien dan remisi parsial pada 13%. Efek samping CyA antara
21

lain hipertensi, hiperkalemia, hipertrikosis, hipertrofi gingiva, dan juga


bersifat nefrotoksik yaitu menimbulkan lesi tubulointerstisial. Pada
pemakaian CyA perlu pemantauan terhadap2 :
1. Kadar CyA dalam serum (dipertahankan antara 100-200 ug/mL)
2. Kadar kreatinin darah berkala
3. Biopsi ginjal berkala setiap 2 tahun
3. Metil-prednisolon puls
Mendoza dkk(1990) melaporkan pengobatan SNRS dengan metil
prednisolon puls selama 82 minggu bersamaan dengan prednison oral dan
siklofosfamid atau klorambusil 8-12 minggu. Pada pengamatan selama 6
tahun, 21 dari 32 penderita (66%) tetap menunjukkan remisi total dan gagal
ginjal terminal hanya ditemukan pada 5% dibandingkan 40% pada kontrol.
Efek samping metil prednisolon puls banyak, sehingga pengobatan dengan
cara ini agak sukar untuk direkomendasikan di Indonesia. 10

4. Obat imunosupresif lain


Obat imunosupresif lain yang dilaporkan telah dipakai pada SNRS adalah
vinkristin,

takrolimus,

dan

mikofenolat

mofetil

obat

ini

belum

direkomendasikan di Indonesia. 9
Pemberian non imunosupresif untuk mengurangi proteinuria
Pada pasien SN yang telah resisten terhadap obat kortikosteroid,
sitostatik, dan siklosporin, dapat diberikan diuretik (bila ada edema)
dikombinasikan dengan inhibitor ACE (angitensin converting enzyme) untuk
mengurangi proteinuria. Jenis obat ini yang dipakai adalah kaptopril 0,3
mg/kgBB, 3x sehari, atau enalapril 0,5 mg/kgBB/hari, dibagi 2 dosis. Tujuan
pemberian inhibitor ACE juga untuk menghambat terjadinya gagal ginjal
terminal (renoprotektif). 2
Pengobatan komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada semua pasien SN, baik SN responsif
steroid maupun SN resisten steroid. Deteksi dini sangat diperlukan sehingga
dapat dilakukan penanggulangan yang cepat.
a. Infeksi

22

Pada SN mudah terjadi infeksi dan yang paling sering adalah selulitis dan
peritonitis. Hal ini disebabkan karena terjadi kebocoran IgG dan
komplemen faktor B dan D di urin. Pemakaian obat imunosupresif
menambah risiko terjadinya infeksi. Bila terjadi peritonitis primer (biasanya
disebabkan oleh kuman Gram negatif dan Streptococcus pneumoniae) perlu
diberikan

pengobatan

penisilin

parenteral,

dikombinasikan

dengan

sefalosporin generasi ketiga yaitu sefotaksim atau seftriakson, selama 10-14


hari. 15
b. Tromboemboli
Pada SN dapat terjadi trombosis karena adanya hiperkoagulasi, peningkatan
kadar fibrinogen, faktor VIII, dan penurunan konsentrasi antitrombin III.
Trombosis dapat terjadi di dalam vena maupun arteri. Adanya dehidrasi
meningkatkan

kemungkinan

terjadinya

trombosis.

Pencegahan

tromboemboli dapat dilakukan dengan pemberian aspirin dosis rendah (80


mg) dan dipiridamol, tetapi sampai saat ini belum ada studi terkontrol
terhadap efektivitas pengobatan ini. Heparin diberikan bila sudah terjadi
trombosis. 4
c. Hiperlipidemia
Pada SN relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar kolesterol
LDL dan VLDL, trigliserida, dan lipoprotein (a) (Lpa), sedangkan
kolesterol HDL menurun atau normal. Zat-zat tersebut bersifat aterogenik
dan trombogenik. Pada SN sensitif steroid, karena peningkatan zat-zat
tersebut bersifat sementara, cukup dengan pengurangan diit lemak. Pada
SN resisten steroid dapat dipertimbangan pemberian obat penurun lipid
seperti questran, derivat fibrat dan inhibitor HMgCoA reduktasia (statin),
karena biasanya peningkatan kadar lemak tersebut berlangsung lama. 8
d. Hipokalsemia
Pada SN dapat terjadi hipokalsemia karena2
1. Penggunaan steroid jangka panjang yang menimbulkan osteoporosis dan
osteopenia
2. Kebocoran metabolit vitamin D

23

Oleh karena itu pada SN relaps sering dan SN resisten steroid dianjurkan
pemberian suplementasi kalsium 500 mg/hari dan vitamin D. Bila telah
terjadi tetani, diobati dengan kalsium glukonas 50 mg/kgBB intravena.
e. Hipovolemia
Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan SN relaps dapat
mengakibatkan

hipovolemia

dengan

gejala

hipotensi,

takikardia,

ekstremitas dingin, dan sering disertai sakit perut. Pasien harus segera
diberi infus NaCl fisiologik dan disusul dengan albumin 1 g/kgBB atau
plasma 20 ml/kgBB (tetesan lambat 10 per menit). Bila hipovolemia telah
teratasi dan pasien tetap
oliguria, diberikan furosemid 1-2 mg/kgBB intravena4
Prognosis
Prognosis jangka panjang Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM)
selama pengamatan 20 tahun menunjukkan hanya 4-5% menjadi gagal ginjal
terminal, sedangkan pada glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) 25%
menjadi gagal ginjal terminal dalam 5 tahun dan pada sebagian besar lainnya
disertai penurunan fungsi ginjal.11
Prognosis SN umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai
berikut: (1) didapatkan pertama kali usia < 1 tahun atau > 16 tahun, (2) disertai
hipertensi, (3) disertai gross hematuria, (4) termasuk sindrom nefrotik
sekunder, (5) gambaran histopatologik bukan kelainan minimal. Faktor
terpenting yang menentukan prognosis SN adalah responsivitas terhadap
steroid. Anak dengan sindrom nefrotik yang resisten terhadap steroid, biasanya
memiliki prognosis yang lebih jelek, dapat mengalami insufisiensi renal
progresif, dan pada akhirnya menyebabkan penyakit ginjal stadium akhir dan
membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal.3,15
Prognosis pada penderita ini adalah dubia ad bonam, dimana penderita
SN tanpa disertai dengan keadaan-keadaan yang memperburuk prognosis.
Penyuluhan harus dilakukan kepada orang tua penderita dan keluarga
tentang hal yang perlu diperhatikan yaitu perawatan penderita perlu jangka
waktu yang lama serta kerjasama antara penderita, orang tua penderita,
keluarga, dan tim kesehatan. Maka dari itu yang perlu diperhatikan berupa
24

ketaatan minum obat, pemberian nutrisi yang baik, serta dalam waktu yang
lama perlu diobservasi aspek psikososial tumbuh kembang anak.

Daftar Pustaka

1. Pramana PD, Mayetti, Kadri H. Hubungan antara Proteinuria dan


Hipoalbuminemia pada Anak dengan Sindrom Nefrotik yang Dirawat
di RSUP Dr. M. Djamil Padang periode 2009-2012. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2013;10:90-3.
2. Noer MS. Sindrom Nefrotik Idiopatik. Dalam Noer MS, Soemyarso
NA, Subandiyah K, penyunting. Kompendium Nefrologi Anak.
Jakarta: UUK Nefrologi IDAI; 2011. h. 72-90.
3. Wirya W. Sindrom nefrotik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono
PP, Pardede SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2.
Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2002. h. 381-426.
4. Lowry AW, Bhakta KY, Nag PK. Nefrologi. Dalam: Lowry AW,
Bhakta KY, Nag PK, penyunting. Texas childrens hospital handbook
25

of pediatrics and neonatology. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC;


2014. h. 334-45.
5. Atmikasari LPP, Damanik MP, Sadjimin T. Effect of enalapril in
children with steroid resistant primary nephrotic syndrome. Journal
Pediatrica Indonesiana. 2010;47:1-5.
6. Lalani A, Schneeweiss S. Kegawatdaruratan Pediatri. Dalam:
Freedman JT, penyunting. The Hospital for Sick Children Handbook of
Pediatric Emergency Medicine. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2013. h. 191-5.
7. Subandiyah K. Outcome Sindrom Nefrotik Pada Anak Penelitian
Prospektif Studi Cohort. Jurnal Kedokteran Brawijaya. 2010;10:1-7.
8. Kher KK, Snachaper HW, Makker SP. Nephrotic syndrome. In:
Valentini RP, Smoyer WE, penyunting. Clinical pediatric nephrology.
2nd ed. United Kingdom: Informa healthcare; 2007. h. 176-203.
9. Noer MS. Sindrom nefrotik idiopatik. Dalam: Noer MS, Soemyarso
NA, Subandiyah K, Prasetyo RV, Alatas H, Tambunan T, dkk,
penyunting. Kompendium nefrologi anak. Edisi ke-5. Jakarta: Balai
penerbit IDAI; 2011. h. 72-8.
10. Torban E, Bitzan M, Goodyer P. Recurrent focal segmental
glomerulosclerosis. International journal of nephrology. 2011;12:10-6.
11. Gigante M, Piemontese M, Gesualdo L, Iolascon A, Aucella F.
Molecular and genetic basis of inherited nephrotic syndrome.
International journal of nephrology. 2011;11:38-52.
12. Davin JC, Rutjes NW. Nephrotic syndrome in children:from bench to
treatment. International journal of nephrology. 2011;11:53-8.
13. Song R, Yosypiv IV. (Pro)rennin receptor in kidney development and
disease. International journal of nephrology. 2011;11:90-100.
14. Urushihara M, Kagami S. Urinary angiotensinogen as a biomarker of
nephropathy in childhood. International journal of nephrology.
2011;11:73-9.
26

15. Avner ED, Harmon WE, Niaudet P, Yoshikawa N. Idiopatic Nephrotic


Syndrome: Clinical. In: Avner ED, Harmon WE, Niaudet P, Yoshikawa
N, editors. Pediatric nephrology. 6th ed. Berlin: Springer-verlag; 2009.
h. 667-92.
16. Trihono PP, Pardede SO, Alatas H, Sekarwarna A, Rusdidjas P, Noer
SM, dkk. Sindrom nefrotik. Dalam: Pudjiadi AH, Hegar B,
Handryastuti S, idris NS, Grandputra EP, Harmoniati ED, penyunting.
Pedoman pelayanan medis. IDAI. Jakarta: BP IDAI; 2010. h. 274-6.

27

Anda mungkin juga menyukai